REGIO INGUINALIS
2.1 Anatomi
Di bawah kulit dan jaringan lunak pada daerah inguinal terdapat struktur-
struktur yang penting karena sangat berhubungan dengan diagnosis dan
pengobatan Hernia Inguinalis antara lain:
1. Muskulus Obliqus Abdominis Eksternus (MOE)
Merupakan otot ilio-inguinal yang paling superfiscial, yang di mulai dari
costa ke-8 bagian lateral berjalan ke arah mediocaudal, Fascia
superficialis dan Fascia profundus dari otot ini menjadi satu setelah
mencapai dinding depan abdomen dan membentuk suatu Aponeurosis
MOE, dibagian medial dekat tuberkulum pubicum, Aponeurosis ini
pecah menjadi 2 bagian, yaitu: crus superior dan crus inferior.
2. Muskulus Obliqus Abdominis Internus (MOI)
Lapisan otot dibawah MOE, arah sedikit oblique, berjalan dari
pertengahan lateral ligament inguinalis (origo) menuju ke cranio medial
sampai pada tepi lateral Muskulus Rectus Abdominis.
3. Muskulus Transversus Abdominis
Merupakan otot yang paling dalam dengan arah transversal. Di bagian
bawah bersama-sama dengan MOI membentuk suatu tendon yang
disebut “Conjoin Tendon” menuju tuberkulum pubikum.
4. Ligamentum Inguinale (Poupart)
Merupakan penebalan bagian bawah aponeurosis MOE. Terletak mulai
dari SIAS sampai ke tuberkulum pubicum ossis pubis.
5. Ligamentum lakunare (Gimbernat)
Merupakan paling bawah dari ligamentum inguinale dan dibentuk dari
serabut tendon obliqus eksternus yang berasal dari daerah SIAS.
Ligamentum ini membentuk sudut kurang dari 45 derajat sebelum
melekat pada ligamentum pektineal. Ligamentum ini membentuk tepi
medial kanalis femoralis.
6. Konjoin Tendon
Merupakan gabungan serabut-serabut bagian bawah aponeurosis
obliqus internus dengan aponeurosis transversus abdominis yang
berinsersi pada ramus superior tulang pubis. Fungsinya untuk
menguatkan dinding posterior 1/2 medial kanalis inguinalis.
7. Fasia Transversalis
Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus transversus abdominis
(bagian dalam).
8. Segitiga Hasselbach
Hasselbach tahun 1814 mengemukakan dasar dari segitiga yang
dibentuk oleh pekten pubis dan ligamentum pektinea. Daerah ini
merupakan suatu area yang sangat lemah (lokus minoris) terutama
pada laki-laki berusia lanjut, dan sering merupakan lokus minoris untuk
terjadinya hernia inguinalis direk. Trigonum inguinale dari Hasselbach
ini dibatasi oleh:
a. Supero-lateral: pembuluh darah epigastrika inferior
b. Medial: bagian lateral muskulus rectus abdominis
c. Inferior: ligamentum inguinale
Gambar 2.2 Trigonum Hasselbach
9. Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis merupakan saluran yang berjalan oblik (miring) yang
dibentuk oleh aponeurosis MOE, ligament inguinal, fascia
transversalis, dan conjoin tendon. Pada pria, kanalis inguinalis
merupakan tempat berjalannya Funikulus spermatikus, sedangkan
pada wanita saluran ini dilewati oleh ligamentum rotondum uteri, dari
uterus ke labium majus. Kanalis inguinalis panjangnya sekitar 4 cm
dan terletak di atas ligamentum inguinale.
Dinding yang membatasi kanalis inguinalis adalah:
a. Anterior: dibatasi oleh aponeurosis muskulus obliqus abdominis
eksternus dan 1/3 lateralnya muskulus obliqus internus.
b. Posterior: pada bagian lateral dibentuk oleh aponeurosis
muskulus transversus abdominis yang bersatu dengan fascia
transversalis dan pada bagian medial dibentuk oleh fascia
transversalis dan konjoin tendon.
c. Superior:dibentuk oleh serabut tepi bawah muskulus obliqus
abdominis internus dan muskulus transversus abdominis dan
konjoin tendon.
d. Inferior: dibentuk oleh ligamentum inguinale dan lakunare
Isi kanalis inguinalis pria:
a. Vas deferens
b. 3 arteri yaitu:
Arteri spermatika interna
Arteri diferential
Arteri spermatika eksterna
c. Plexus vena pampiniformis
d. 3 nervus yaitu:
Cabang genital dari nervus genitofemoral
Nervus ilioinginalis
Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
e. Lapisan fascia:
Fascia spermatika eksterna, lanjutan dari fascia
innominate.
Fascia kremasterika, lanjutan dari fascia dan serabut otot
muskulus obliqus abdominis internus
Fascia spermatika interna, perluasan dari fascia
transversalis.
10. Annulus Internus
Merupakan lubang tempat keluarnya funikulus spermatikus dari dalam
abdomen menuju kanalis inguinalis. Annulus ini terletak kurang lebih di
tengah-tengah antara SIAS dan tuberkulum pubikum (±1-1,5 cm diatas
ligamentum inguinal).
11. Annulus Eksternus
Merupakan suatu lubang yang berbentuk segitiga yang dibentuk oleh
crus superior dan crus inferior aponeurosis MOE. Ukuran luasnya
kurang lebih 2,5 x 1,25 cm. Annulus ini merupakan tempat keluarnya
funikulus spermatikus (pada wanita berupa round ligament), dan
nervus ileoinguinalis.
2.2 Vaskularisasi dan Innervasi
Vaskularisasi di regio inguinal dari A.Iliaca externa melalui
A.Epigastrika inferior dan cabang-cabangnya. Sedangkan bentuk aliran vena
untuk daerah profunda bisa ke V.Pudendus maupun ke V.Hipogastrika, untuk
daerah superficial bergabung dengan vena-vena superficial dinding perut.
Inervasi berasal dari segmen Thorakal XII dan Lumbal I melalui N.
Ileohipogastrika dan Ileoinguinalis. N. Ileoinguinalis berjalan di dalam kanalis
inguinalis bersama dengan funikulus spermatikus.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab
yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia dan pria lebih banyak
dibanding wanita (3). Pria 25 kali lebih sering terkena hernia inguinalis (4)
.
Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur MOI
yang menutupi annulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan adanya fascia
transversalis yang kuat yang menutupi trigonum hasselbach yang umumnya hampir
tidak berotot. Gangguan pada mekanisme di atas dapat menyebabkan hernia.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peningkatan tekanan intra abdomen dan kelemahan otot dinding perut
(4).
karena bertambahnya usia
Hal penting untuk hernia inguinalis lateralis secara anatomi adalah lubang
interna ke dalam kavitas peritoneal selalu lateral terhadap arteri epigastrika
profunda, sedangkan untuk hernia inguinalis medial terletak medial dari arteri
epigastrika profunda.
Peningkatan tekanan intra abdomen dapat diakibatkan oleh beberapa sebab
seperti mengejan mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, kegemukan, batuk
menahun, mengejan waktu buang air besar, ascites dan kehamilan akan
(3)(4)
mempredisposisi pasien pada timbulnya hernia .
Menurut gejalanya; hernia dapat dibedakan antara: reponibel, irreponibel,
inkarserata, dan strangulata. Hernia reponibel adalah suatu hernia dengan isi hernia
yang bisa keluar masuk dari rongga abdomen ke kantong hernia dan sebaliknya,
sedangkan pada hernia irreponibel, isi hernia tidak bisa masuk atau dimasukkan ke
dalam rongga abdomen. Hernia inkarserata adalah hernia irreponibel ditambah
jepitan usus sehingga memberikan tanda-tanda ileus obstruktif. Hernia strangulata
adalah hernia irreponibel di tambah dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi lokal
daerah hernia karena ada pembuluh darah yang terjepit dan berakibat iskemi/
nekrosis dari isi hernia, disini benjolan akan terasa sakit, tegang, edema dengan
tanda infeksi. Strangulasi terjadi bila vaskularisasi dari organ yang berada dalam
kantong hernia terganggu, terutama bagian organ yang ada di leher kantung.
Strangulasi biasanya timbul pada hernia yang cincin internalnya sempit dan kantung
hernia relatif besar. Strangulasi adalah masalah yang serius dan dapat berakibat
fatal.
3.1 Definisi
Hernia inguinalis adalah protrusi atau penonjolan isi rongga abdomen
melalui defek atau bagian lemah dari dinding abdomen bagian bawah
(1)
(inguinal) dan masih dilapisi peritoneum .
3.2 Embriologi
Pada kehidupan 12 minggu intrauterine terjadi penonjolan peritoneum
melalui annulus inguinalis internus menuju ke skrotum melalui kanalis
inguinalis. Penonjolan peritoneum disebut sebagai prosesus vaginalis. Pada
wanita di sebut kanal Nuck. Pada laki-laki prosesus vaginalis jarang mencapai
skrotum kecuali diikuti oleh penurunan testis. Dalam keadaan normal,
prosesus vaginalis mengalami obliterasi sempurna kecuali yang menempel
pada testis membentuk tunika vaginalis(5).
Hernia terjadi apabila prosesus vaginalis gagal obliterasi dan tetap
lebar terbuka sehingga organ intra peritoneal seperti usus, ovarium dan
sebagainya dapat masuk ke dalam kantong hernia. Dari penelitian
sebenarnya 80-90% bayi yang dilahirkan prosesus vaginalis masih terbuka,
belum obliterasi sempurna walaupun tidak selalu bermaniestasi hernia (5).
3.3 Epidemiologi
Hernia adalah masalah umum, namun kejadian yang sebenarnya tidak
diketahui. Diperkirakan bahwa 5% dari populasi akan mengalami hernia
dinding perut, tetapi prevalensi mungkin lebih tinggi. Sekitar 75% dari semua
hernia terjadi di wilayah inguinalis. Dua pertiga diantaranya indirek, dan
(3)
sisanya adalah hernia inguinalis direk .
Pria 25 kali lebih mungkin untuk mengalami hernia inguinalis daripada
wanita. Hernia inguinalis indirek adalah hernia yang paling umum, terlepas
dari gender. Pada pria, hernia indirek mendominasi atas hernia direk pada
rasio 2:1 (3).
Herniotomi inguinal adalah operasi yang paling sering dilakukan pada
praktik bedah umum, dan merupakan salah satu operasi paling sering yang
dilakukan di Amerika Serikat. Sekitar 800,000 kasus telah dilakukan pada
(1)(2)
tahu 2003, tidak termasuk kasus residif atau bilateral hernia .
3.4 Etiologi
1. Kongenital
Terjadi sejak lahir karena tidak menutupnya processus vaginalis pada saat
penurunan testis, dengan manifestasi Hernia Inguinalis Lateralis.
2. Akuisita
Terjadi akibat kelemahan dinding bawah abdomen karena tekanan
intraabdominal juga meningkat secara kronis, dengan manifestasi Hernia
Inguinalis Medialis.
3.5 Komponen Hernia
Isi hernia bervariasi, tetapi yang paling sering adalah organ dalam. Pada
(1)
abdomen isi terbanyak adalah usus halus dan omentum majus .
Kemungkinan lainnya termasuk:
1. Usus besar dan apendiks
2. Divertikulum Meckel
3. Vesica Urinaria
4. Ovarium – dengan atau tanpa tuba falopi
5. Cairan ascites
Menurut kepustakaan lain, 3 komponen yang selalu ada pada hernia adalah:
1) Kantong hernia
Pada hernia inguinalis berupa peritoneum parietalis
2) Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang mengisi kantong hernia, misalnya usus,
ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).
3) Pintu atau leher hernia (cincin hernia, lokus minoris dinding abdomen).
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong
hernia(6). Pada hernia inguinalis adalah annulus internus dan trigonum
hesselbach.
3.6 Klasifikasi
Menurut letaknya hernia dapat dibagi(4):
a. Hernia Inguinalis Lateralis
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral
pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar melalui dua
pintu dan saluran yaitu annulus dan kanalis inguinalis. Pada pemeriksaan
hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan hernia
medial berbentuk tonjolan bulat.
Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan
berupa tidak menutupnya prosessus vaginalis peritoneum sebagai akibat
proses penurunan testis ke skrotum.
b. Hernia inguinalis Medialis
Hernia ingunalis direk hampir selalu disebabkan oleh faktor peninggian
tekanan intraabdominal kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
hesselbach. Oleh karena itu, hernia ini umumnya terjadi bilateral,
khususnya pada lelaki tua. Hernia ini hampir tidak pernah mengalami
inkarserasi atau strangulasi(3).
3) Ziemann Test
Hernia direposisi terlebih dahulu. 3 jari diletakkan di tiga titik.
Jari kedua diletakkan di annulus internus, jari ketiga diletakkan di
annulus eksternus dan jari ke-empat diletakkan di annulus femoralis,
setelah itu pasien diminta untuk batuk atau mengejan. Apabila benjolan
menyentuh jari kedua disebut hernia inguinalis lateralis, apabila
benjolan meyentuh jari ketiga disebut hernia inguinalis medialis,
sedangkan apabila menyentuh jari ke-empat disebut hernia femoralis (8)
(9)
.
5) Rectal toucher
Untuk mengetahui apakah ada pembesaran prostat atau keluhan
anorektal lainnya.
4.6 Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi
hernia. Lebih sering terjadi komplikasi pada hernia yang tertahan pada
kantong hernia, yaitu hernia irreponible(4).
Dapat terjadi hernia inkarserata, jepitan cincin hernia menyebabkan
gangguan pasase isi usus, dengan gambaran obstruksi usus, dan
gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
Klinis: muntah-muntah, tidak dapat flatus ataupun defekasi, nyeri pada
penonjolan dan pada perabaan didapatkan suatu cincin yang keras/ kaku.
Hernia Strangulata, jepitan cincin mengakibatkan gangguan perfusi
jaringan sehingga timbul bendungan vena yang mengakibatkan hernia
makin terjepit karena oedem. Semakin lama, jepitan semakin bertambah,
peredaran darah terganggu, isi hernia menjadi nekrosis dan timbul
keadaan toksik akibat gangren.
Klinis: penderita gelisah, suhu tubuh tinggi, nyeri menetap di suatu tempat
(di penonjolan), penderita cepat masuk dalam keadaan syok. Apabila isi
hernia strangulata terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal, fistel maupun peritonitis (jika terjadi
hubungan dengan rongga perut) yang mengakibatkan penderita sepsis
hingga meninggal.
BAB V
PENATALAKSANAAN
5.1 Operatif
5.1.1Indikasi
Hernia Inguinalis dengan komplikasi inkarserata/strangulate
Hernia Inguinalis Lateralis pada anak/dewasa (reponibilis/ireponibilis)
Hernia Inguinalis Medialis yang cukup besar dan mengganggu
5.1.2Macam Operasi
1) Herniotomi
Herniotomi yaitu dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong. Tindakan ini dilakukan hanya pada anak-anak
karena penyebabnya kongenital dan tidak ada kelemahan pada dinding
posterior kanalis inguinalis(4).
2) Herniotomi dan Hernioplasti
Setelah dilakukan herniotomi dilanjutkan dengan hernioplasti. Pada
hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih
penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan
herniotomi.
Dikenal berbagai metode hernioplasti antara lain:
a. Metode Bassini: menjahit conjoint tendon dengan ligamen
inguinal utuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Funikulus spermatikus tetap berada di kanalis inguinalis di
bagian ventral jahitan Bassini.
b. Metode Halstedt: sama seperti Bassini tetapi funikulus
spermatikus berada di atas aponeurosis MOE (dibawah kulit).
c. Metode Fergusson: conjoint tendon dijahitkan pada
ligamentum inguinal di atas funikulus spermatikus, kecuali pada
daerah annulus eksternus dimana tempat funikulus spermatikus
keluar menuju skrotum.
Tindakan hernioplasti saat ini sering dikerjakan dengan pemasangan
protesa yaitu prolene mash yang dijahit antara conjoint tendon dengan
ligamentum inguinal.
5.1.3Komplikasi Post Operasi
1) Hematoma (pada luka atau pada skrotum)
2) Infeksi pada luka operasi
3) Nyeri kronis
4) Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis
5) Rekurensi/residif
6) Cedera V.Femoralis, N.Ilioinguinalis, duktus deferens, atau buli-buli.
1. Henry MM, Thompson JN, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, EGC,
Hal: 523-537
2. Schwartz’s Principle of Surgery, 9th ed., pp. 1305-1342. New York: McGraw-Hill.
3. Malangoni M A., Rosen Michael J. 2007. Hernia. Sabiston Textbook of Surgery.
ED 16th: chapter44
4. Karnadiharja W, Djojosugito MA, Kamardi T. Hernia Inguinals. In: Sjamsuhidayat
R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2 nd ed, vol 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC Publishers; 2003. p.706-10
5. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Bagian Ilmu Bedah FK UI Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo. 1995. p.131-4
6. Fahmi N.M., 2010. Presus Bedah “Hernia Inguinalis Lateral”. Available from:
http://fkumyecase.net/wiki/index.php?page=presus+BEDAH+
%22HERNIA+INGUINALIS+LATERAL%22+Moch.Nizam+Fahmi+20040310109
7. Diktat Kuliah Ilmu Bedah, SIE Bursa Buku Senat Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
8. Sriram Bhat. SRB’s Manual Surgery 3 rd edition. Jaypee Brother Publisher. 2010.
p.685
9. Saha ML. Bedside Clinics In Surgery. Academic Publisher. 2006. P.27-30
10. Wibowo S, Puruhito, Basuku S, Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya.
11. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran, 2010, Hernia Inguinalis. Available from:
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/08/referat-hernia-inguinalis.html
12. Scribd, 2010, Hernia, Available from:
http://www.scribd.com/doc/34415270/Referat-Hernia
13. Cameron, J. L, (1997), Terapi Bedah Mutakhir, Edisi IV, 709-713, Binarupa
Aksara, Jakarta.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR….…………………………………………………………….……….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….iii
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II............................................................................................................................2
REGIO INGUINALIS.....................................................................................................2
2.1 Anatomi...........................................................................................................2
2.2 Vaskularisasi dan Innervasi............................................................................6
BAB III...........................................................................................................................7
HERNIA INGUINALIS...................................................................................................7
3.1 Definisi.............................................................................................................8
3.2 Embriologi........................................................................................................8
3.3 Epidemiologi....................................................................................................9
3.4 Etiologi.............................................................................................................9
3.5 Komponen Hernia.........................................................................................10
3.6 Klasifikasi.......................................................................................................11
3.7 Gejala Klinis...................................................................................................12
BAB IV........................................................................................................................13
DIAGNOSIS................................................................................................................13
4.1 Anamnesis.....................................................................................................13
4.2 Pemeriksaan Fisik.........................................................................................14
4.3 Pemeriksaan Khusus....................................................................................15
4.4 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................17
4.5 Diagnosis Banding........................................................................................17
4.6 Komplikasi.....................................................................................................18
BAB V.........................................................................................................................20
PENATALAKSANAAN................................................................................................20
5.1 Operatif..........................................................................................................20
5.1.1 Indikasi....................................................................................................20
5.1.2 Macam Operasi......................................................................................20
5.1.3 Komplikasi Post Operasi........................................................................21
5.2 Non Operatif..................................................................................................21
5.2.1 Indikasi....................................................................................................21
5.2.2 Tindakan Non Operatif...........................................................................21
5.3 Prognosis.......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................23