Anda di halaman 1dari 37

Referat

GANGGUAN KESEIMBANGAN

Oleh:
Maulia Sari Khairunnisa, S.Ked 04084821820001
Erika Sandra, S.Ked 04052821820099
Triantami Wijayenti, S.Ked 04084821820062
Saraswati Annisa, S.Ked 04084821820033
Anindya Riezkaa Baliera, S.Ked 04084821820061
Ridho Surya Putra, S.Ked 04084821820045

Pembimbing:
dr. Fiona Widyasari, Sp. T.H.T.K.L.

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:
Gangguan Keseimbangan

Disusun oleh :
Maulia Sari Khairunnisa, S.Ked 04084821820001
Erika Sandra, S.Ked 04052821820099
Triantami Wijayenti, S.Ked 04084821820062
Saraswati Annisa, S.Ked 04084821820033
Anindya Riezkaa Baliera, S.Ked 04084821820061
Ridho Surya Putra, S.Ked 04084821820045
Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP
dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 4 Februari – 11 Maret 2019.

Palembang, Februari 2019


Pembimbing

dr. Fiona Widyasari, Sp. T.H.T.K.L

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Rinitis
Alergi” untuk memenuhi tugas referat yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Ilmu Kesehatan
THT-KL Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Fiona Widyasari, Sp. T.H.T.K.L. selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa
yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi
kita semua.

Palembang, Februari 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ..i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.3. Anatomi dan Fisiologi ...................................................................................... 2
2.1.1. Anatomi Telinga Luar ............................................................................ 2
2.1.2. Anatomi Telinga Tengah ....................................................................... 3
2.1.3. Anatomi Telinga Dalam ......................................................................... 4
2.4. Gejala Gangguan Keseimbangan ..................................................................... 7
2.2.1. Vertigo ................................................................................................... 7
2.2.2. Nistagmus .............................................................................................. 9
2.5. Evaluasi Gangguan Keseimbangan .................................................................. 9
2.3.1. Anamnesis .............................................................................................. 9
2.3.2. Pemeriksaan Fisik Umum .................................................................... 10
2.3.3. Pemeriksaan Neuro-Otologikal ............................................................ 11
2.3.4. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 17
2.6. Gangguan Keseimbangan .............................................................................. 18
2.4.1. Penyakit Meniere ................................................................................. 18
2.4.2. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak (VPPJ) ............................................ 22

BAB III SIMPULAN .......................................................................................... 30


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31

iv
DAFTAR GAMBAR

1. Anatomi Telinga Luar ................................................................................... 3


2. Anatomi Telinga Luar sampai Dalam ........................................................... 4
3. Anatomi Telinga Tengah dan Dalam ............................................................ 6
4. Reseptor pada Kanalis Semisirkularis, Sakulus Dan Utrikulus .................... 7
5. Manuver Dix-Hallpike ................................................................................ 14
6. Canalith Repositioning Treatment (CRT) .................................................. 24
7. Manuver Liberatory .................................................................................... 27
8. Manuver Lempert ........................................................................................ 29

v
DAFTAR TABEL

1. Bagian-Bagian Telinga Luar dan Fungsinya ................................................ 2


2. Bagian-Bagian Telinga Tengah dan Fungsinya ............................................ 4
3. Bagian-Bagian Telinga Dalam dan Fungsinya ............................................. 5
4. Arah nistagmus dan indikasi hasil pemeriksaan tes provokasi ................... 15
5. Klasifikasi Penyakit Meniere ...................................................................... 21

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan keseimbangan adalah gangguan yang sering dijumpai dan dapat


mengenai segala usia.1 Manusia memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap
lingkungan dan informasi mengenai gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan
perubahan sekelilingnya. Informasi tersebut diperoleh dari sistem keseimbangan
tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, sistem vestibuler,
dan cerebellum sebagai pengolah informasinya. Fungsi penglihatan dan
proprioseptif juga berperan dalam memberikan informasi sikap dan gerak anggota
tubuh. Sistem tersebut saling berhubungan dan memengaruhi untuk selanjutnya
diolah di saraf pusat.2
Rasa pusing (dizziness) merupakan gejala yang umum dialami yang
menyerang 90 juta penduduk Amerika dan sangat umum ditemui pada pasien.
Dizziness adalah gangguan perasaan dari hubungan terhadap ruang yang dapat
digunakan untuk medeskripsikan beberapa sensasi, seperti vertigo (rasa berputar),
presyncope (kepala terasa ringan), dan disequilirium (ketidakseimbangan).3,4
Vertigo adalah sensasi berputar atau rasa bergerak dari lingkungan sekitar, namun
terkadang ditemukan sensasi didorong atau ditarik.2
Vertigo adalah sensasi yang paling umum untuk dihubungan dengan rasa
pusing di bidang otologi, sehingga penting untuk dibedakan dengan jenis pusing
lainnya.5 Vertigo merupakan gejala dari penyakit tergantung pada penyebabnya.
Setiap penderita vertigo harus dianamnesis dan diperiksa untuk mengetahui bentuk
vertigo yang dialami, letak lesi, dan penyebabnya.2 Sembilan puluh tiga persen
pasien vertigo di fasilitas kesehatan primer adalah penderita vertigo posisi
paroksismal jinak (VPPJ), neuritis vestibuler, atau penyakit Meniere.5
Gangguan keseimbangan menyebabkan terganggunya aktivitas dan
menimbulkan rasa tidak nyaman pada penderitanya, walaupun gangguan masih
bersifat ringan.1 Oleh karena itu, penulis membahas mengenai pemeriksaan dan
jenis-jenis gangguan keseimbangan yang berhubungan dengan sistem vestibuler.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi


2.1.1. Anatomi Telinga Luar
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius
eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang
dinamakan membrana timpani. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan
tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus
telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya
sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus
adalah sendi temporal mandibular. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar
2,5 cm. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam
kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi
substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga
mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen mempunyai
sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.6,7

Organ Fungsi
 Daun telinga (Bagian telinga  Mengumpulkan dan menyalurkan
luar berupa gelambir) gelombang bunyi ke
dalam telinga
 Liang telinga (Saluran menuju  Membantu mengkonsentrasi-
membran timpani) kan gelombang suara
 Rambut (Berupa bulu-bulu  Menahan dan menjerat kotoran
halus) yang melewati lubang telinga
 Kelenjar minyak (Bagian yang  Meminyaki dan menahan kotoran
menghasilkan minyak) yang melewati lubang telinga
 Membran timpani (Berupa  Menangkap getaran bunyi dan
selaput tipis yang kuat) menyalurkan ke tulang-tulang
pendengar
Tabel 1. Bagian-bagian telinga luar dan fungsinya6,7

2
Gambar 1. Anatomi telinga luar

2.1.2. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah
lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara
kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan
menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis
normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen. Telinga tengah merupakan
rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa
sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Telinga tengah mengandung
tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada
tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara.6,7
Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak
pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan
jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan
dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin.
anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini
terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini
dinamakan fistula perilimfe.6,7

3
Organ Fungsi
 Tulang – tulang Pendengaran  Meneruskan getaran ke tingkap oval
 Saluran Eustachius  Menjaga agar tekanan udara di dalam
dan di luar rongga telinga sama
besarnya, sehingga membran
timpani tidak rusak.

Tabel 2. Bagian-bagian telinga luar dan fungsinya6,7

Gambar 2. Anatomi telinga luar sampai dalam

2.1.3. Anatomi Telinga Dalam


Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga
kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis). Koklea dan
kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi
posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain
dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Koklea
berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah
lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ
Corti.6,7
Di dalam lubang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, labirin
membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan

4
langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis.
Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis,
duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang
dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe
dan endolimfe dalam telinga. Banyak kelainan telinga dalam terjadi bila
keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam
cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merangsang sel-sel rambut labirin
membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang
vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan
linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas
elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis
auditorius internus, nervus koklearis, yang muncul dari koklea, bergabung dengan
nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus,
menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus
ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII).
Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang
otak.6,7

Organ Fungsi
 Koklea (Saluran seperti spiral yang  Meneruskan rangsang getaran
berisi cairan endolimfe) bunyi
 Organ korti (Bagian koklea yang  Meneruskan getaran bunyi ke
peka terhadap rangsang bunyi) saraf auditori
 Kanalis semisirkularis (3  Alat keseimbangan tubuh
Saluran setengah lingkaran yang
berupa 3 saluran berlengkung-
lengkung)
 Sakulus dan utrikulus (Pangkal  Menjaga keseimbangan tubuh
kanalis semisirkularis yang berisi
cairan endolimfe dan butiran
kalsium)

Tabel 3. Bagian-bagian telinga dalam dan fungsinya6,7

5
Gambar 3. Anatomi telinga tengah dan dalam

Fungsi keseimbangan ini terdapat pada telinga bagian dalam yang


dilaksanakan oleh 3 saluran setengah lingkaran utri kulus dan sakulus, yang
mendeteksi6,7:
 Posisi Tubuh
 Gerakan Tubuh
Dengan adanya tiga organ tersebut maka telinga bagian dalam dapat
mendeteksi6,7:
 Posisi tubuh yang berhubungan dengan gravitasi (keseimbangan statis)
yang dilakukan oleh utrikulus dan sakulus.
 Gerakan tubuh (keseimbangan dinamis) yang dilakukan oleh tiga saluran
setengah lingkaran.
Pada ujung setiap saluran setengah lingkaran terdapat struktur yang
disebut ampulla. Di dalamnya terdapat reseptor menyerupai rambut yang
berhubungan dengan serabut saraf otak. 6,7

6
Gambar 4. Reseptor pada kanalis semisirkularis, sakulus dan utrikulus

Sel-sel yang menyerupai rambut tersebut menghadap ke bagian yang


berbentuk jeli. Dengan adanya gerakan tubuh (kepala), maka cairan yang ada di
dalam saluran setengah lingkaran bergerak dan merangsang sel reseptor seperti
rambut tersebut. Oleh karena gerakan sel reseptor tersebut diubah menjadi impuls
dan diteruskan ke otak dan otak memerintah otot menjaga keseimbangan tubuh.
Di utrikulus dan sakulus terdapat batu kecil yang disebut otolith. Batu tersebut
merangsang dengan cara menekan sel reseptor serta bereaksi terhadap gravitasi.
Otak akan dapat menentukan posisi kepala dari gerakannya.6,7
Kelainan sistem keseimbangan dan vestibuler mengenai lebih dari 30 juta
orang Amerika yang berusia 17 tahun ke atas dan mengakibatkan lebih dari 100.000
patah tulang panggul pada populasi lansia setiap tahun. Keseimbangan badan
dipertahankan oleh kerja sama otot dan sendi tubuh (sistem proprioseptif), mata
(sistem visual), dan labirin (sistem vestibuler). Ketiganya membawa informasi
mengenai keseimbangan, ke otak (sistem serebelar) untuk koordinasi dan persepsi
korteks serebelar.7

2.2. Gejala Gangguan Keseimbangan


2.2.1. Vertigo
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang
berarti memutar. Vertigo adalah perasaan berputar atau rasa bergerak dari
lingkungan sekitar (vertigo sirkuler), namun terkadang ditemukan juga keluhan

7
berupa rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal (vertikal linier). Dalam
bahasa Indonesia istilah pusing sangat membingungkan, sebab terlalu luas
pemakaiannya. Istilah pusing yang tidak berputar dipakai kata “pening”, sedangkan
untuk vertigo (“pening berputar”), dipakai kata pusing.1,2
Berdasarkan kejadiaannya, vertigo ada beberapa macam yaitu, vertigo
spontan, vertigo posisi, dan vertigo kalori. Vertigo spontan bila timbul tanpa
rangsangan. Rangsangan timbul dari penyakitnya sendiri, misalnya penyakit
Meniere oleh sebab tekanan endolimfa yang meninggi. Vertigo posisi adalah
vertigo yang timbul akibat perubahan posisi kepala. Vertigo timbul karena
terangsangnya kupula kanalis semi-sirkularis oleh debris (kotoran kupula) atau
pada kelainan servikal. Vertigo kalori adalah vertigo yang dirasakan saat
pemeriksaan kalori, sebagai pembanding antara vertigo yang pernah dialaminya
saat tes kalori. Bila berbeda maka keluhan vertigo yang dirasakan diragukan.1
Penting untuk melakukan anamnesis sehingga keluhan vertigo diketahui
dengan jelas, karena kebanyakan pasien dengan pusing (dizziness) mengalami
kesulitan untuk mendeskripsikan gejala yang mereka alami. Pasien diminta untuk
mendeskripsikan rasa pusing yang mereka rasakan (rasa ringan atau berputar).
Keadaan yang memprovokasi vertigo juga perlu untuk diketahui (perubahan posisi
kepala dan tubuh, keletihan, dan ketegangan). Pasien dapat ditanyai mengenai pola
pusing yang dirasakan, misalnya berapa lama rasa pusing berlangsung (beberapa
detik, menit, jam, atau hari); seberapa sering munculnya (setiap hari, setiap minggu,
atau dalam interval lebih panjang); dan apakah muncul dalam satu episode atau
beberapa kali. Pada anamnesis dapat ditenyakan mengenai gangguan pendengaran
penyerta atau ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis, penggunaan
obat ototoksik (streptomisisn, kanamisin, salisilat, antimalaria, dan lainnya), serta
adakah penyakit sistemik (anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit
paru, dan kemungkinan trauma akustik).2,4,5
Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala akibat
gangguan keseimbangan pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem
saraf pusat. Vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh sehingga

8
timbul ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat.2

2.2.2. Nistagmus
Nistagmus adalah gerakan bola mata yang terdiri dari dua fase, yaitu fase
lambat dan fase cepat. Fase lambat merupakan reaksi vestibuler terhadap
rangsangan, sedangkan fase cepat merupakan reaksi kompensasinya. Nistagmus
adalah parameter akurat untuk menentukan aktivitas sistem vestibuler. Nama
nistagmus tergantung komponen cepatnya, sehingga ada nistagmus horizontal,
nistagmus vertikal, dan nistagmus rotatoar.1
Nistagmus dan vertigo adalah gejala yang berasal dari satu sumber, namun
belum tentutimbul bersama. Pada keadaan tertentu vertigo mungkin tidak terasa,
walaupun ada nistagmus. Pada kelainan perifer gejala vertigo dapat dihilangkan
dengan latihan.1
Nistagmus adalah parameter penting dalam tes kalori untuk menentukan
adanya kelaianan sistem vestibuler dan kelainan pada vestibuler sentral. Tes
nistagmus posisi juga penting dalam menentukan diagnosis.1

2.3. Evaluasi Gangguan Keseimbangan


2.3.1. Anamnesis
Pertama-tama pemeriksa harus memastikan apakah pusing yang dirasakan
oleh pasien benar merupakan vertigo atau bukan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menanyakan pada pasien, “Saat anda mendapat serangan pusing, apakah kepala
anda terasa ringan atau anda merasa dunia di sekitar anda berputar?”. Vertigo
adalah rasa melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, dan sebagainya. Selanjutnya
perlu ditentukan penyebab vertigo tersebut: perifer atau sentral. Pemeriksa dapat
menanyakan keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi
kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan. Profil waktu: apakah timbulnya akut atau
perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik.2 Gejala
penyerta lain seperti sakit kepala, tinitus, hilangnya pendengaran, double vision,

9
mual, muntah, bicaranya tidak jelas, rasa kebal di sekitar mulut, pandangan suram,
dan serangan jatuh.5
Selain itu, ditanyakan pula apakah gejala vertigo muncul setelah trauma pada
kepala, atau pada penyebab sistemik seperti keracunan aminoglikosida atau infeksi
ringan pada saluran napas atas. Riwayat operasi atau infeksi pada telinga,
menyelam di kedalaman lautan, dan tiupan keras pada telinga juga perlu ditanyakan
dalam anamnesis.5
Penggunaan obat-obatan seperti alkohol, aminoglikosida (streptomisin,
kanamisin), antikonvulsan (fenitoin, contoh: Dilantin), antidepresan, antihipertensi,
barbiturat, kokain, diuretik (Furosemide, contoh: Lasix), nitroglyserin,
sedatif/hipnotik, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui
ototoksik/vestibulotoksik juga perlu ditanyakan.5
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo ditujukan untuk membedakan
vertigo sentral yang kelainannya berkaitan dengan susunan sistem saraf pusat atau
vertigo perifer yang berkaitan dengan sistem vestibuler. Selain itu, harus
dipertimbangkan pula faktor psikologik atau psikiatrik yang dapat mendasari
keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan, antara lain
aritmia jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemia, dan
hipoglikemia. Penegakan diagnosis vertigo diawali dengan menentukan bentuk
vertigo, letak lesi, dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal
dan simtomatik yang sesuai.2

2.3.2. Pemeriksaan Fisik Umum


Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan
darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri karena hipotensi ortostatik
mungkin menjadi penyebab umum terjadinya pusing pada pasien yang dirujuk ke
ahli neurologi. Bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga
perlu diperiksa. Perubahan ortostatik pada tekanan darah sistolik (misalnya
penurunan 20 mmHg atau lebih) dan pulsasi (misalnya peningkatan 10 bpm) pada
pasien dengan vertigo saat berdiri dapat mengidentifikasi masalah dehidrasi atau
disfungsi autonomik.5

10
Selain itu juga perlu dinilai ketajaman visual (penglihatan yang adekuat
penting untuk keseimbangan) dan inspeksi muskuloskeletal (artritis yang berarti
dapat mengganggu gaya berjalan).9

2.3.3. Pemeriksaan Neuro-Otologikal


i. Gaze Testing
Pasien diminta mengikuti jari pemeriksa yang digerakkan ke arah
lateral, medial, atas, dan bawah. Pemeriksa mencari gaze-evoked nystagmus
pada setiap posisi.9 Gaze-evoked nystagmus adalah nistagmus dua arah
dengan nistagmus ke arah kanan pada pandangan ke kanan dan nistagmus
ke arah kiri pada pandangan ke kiri. Banyak pasien dengan gaze-evoked
nystagmus yang juga akan bermanifestasi nistagmus ke arah atas pada
pandangan ke atas. Bidirectional gaze-evoked nystagmus merupakan hasil
abnormalitas sistem saraf pusat dan tidak pernah disebabkan abnormalitas
vestibular perifer. Terdapat banyak penyebab gaze-evoked nystagmus.
Penyebab paling umumnya adalah efek obat, misalnya antikonvulsan.10
ii. Pemeriksaan Nervus Vestibular
Tes head-thrust digunakan untuk mendiagnosa vestibular neuritis
dan labirinitis. Pada tes ini, pasien diminta untuk melihat ke hidung
pemeriksa. Pemeriksa menempatkan tangannya pada kepala pasien dan
secara cepat memutar kepala pasien kira-kira 10-15° ke satu sisi. Jika
aparatus vestibular berfungsi sebagaimana mestinya, pasien akan dapat
menjaga kefokusannya pada hidung pemeriksa. Jika aparatus vestibular
tidak berfungsi sebagaimana mestinya, mata pasien akan mengalami deviasi
ke satu sisi dan kemudian dengan cepat kembali melihat ke hidung
pemeriksa. Gerakan mata cepat ini disebut saccade dan mengindikasikan
tes head-thrust positif.11
iii. Gait Assessment
Uji Romberg digunakan terutama untuk tes fungsi proprioseptif,
bukan fungsi serebelar. Untuk melakukan tes fungsi ini, pasien harus
memiliki cara berdiri yang stabil dengan mata terbuka dan kemudian

11
mengalami penurunan keseimbangan dengan mata tertutup (Romberg +).
Ketika input visual dihilangkan, pasien harus bergantung pada proprioseptif
untuk menjaga keseimbangan.12 Pasien dengan ataxia serebelar tidak dapat
mengkompensasi defisit input visual dan pasien ini berdiri tidak stabil baik
saat mata terbuka maupun tertutup. 13 Penderita berdiri dengan kedua kaki
dirapatkan mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup.
Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata
tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan
pada kelainan serebral badan penderita akan bergoyang baik pada mata
terbuka maupun pada mata tertutup.2
Dapat dilakukan uji berjalan (Stepping test) yaitu pasien diminta
berjalan 50 langkah, bila tempat berubah melebih 1 meter dan badan
berputar lebih dari 30o menunjukkan adanya gangguan keseimbangan.1
iv. Pemeriksaan Fungsi Cerebellum
Pemeriksaan fungsin cerebellum dapat dilakukan dengan
melakukan past pointing test. Pasien diminta untuk merentangkan tangan
dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, lalu kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan
berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler
akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi. Tes jari hidung,
dilakukan pasien dalam kondisi duduk, dengan pasien diminta untuk
menunjuk hiduk dengan jari dalam keadaan mata terbuk dan tertutup.1,2
v. Positional Testing (Tes provokasi)
Tes posisi yang paling sering digunakan adalah manuver Dix-
Hallpike. Cara melakukan uji Dix-Hallpike adalah dari posisi duduk di atas
tempat tidur, kepala pasien diputar ke satu sisi pada 45o, yang meluruskan
kanal semisirkular posterior dengan potongan sagital kepala. Kemudian

12
pasien dibaringkan ke belakang dengan cepat sehingga kepalanya
menggantung 45o di bawah garis horizontal, pada ujung tempat tidur.8
Dalam beberapa detik, muncul vertigo dan nistagmus torsional. Jika
kepala digantungkan ke arah kanan akan menyebabkan nistagmus torsional
yang berlawanan arah jarum jam, dan pada kepala yang digantung ke kiri
akan menghasilkan nistagmus torsional sesuai arah jarum jam. Dengan uji
ini dapat dibedakan apakah lesi yang diderita adalah lesi perifer atau
sentral.14
Jika lesinya perifer, maka vertigo dan nistagmus akan timbul setelah
periode laten yang berlangsung kira-kira 2-10 detik dan akan hilang dalam
waktu kurang dari satu menit, vertigo dan nistagmus itu sendiri akan
berkurang atau menghilang bila tes dilakukan berulang kali (fatigue).
Sedangkan jika lesinya sentral, maka tidak terdapat periode laten, nistagmus
dan vertigo akan berlangsung lebih dari satu menit, nistagmus dan vertigo
akan tetap muncul bila tes ini dilakukan berulang kali.14

13
Gambar 5. Manuver Dix-Hallpike.

Selain maneuver dix-hallpike, dapat dilakukan maneuver side


lying:14
o Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun
menghilang setelah beberapa detik
o Pasien duduk dengan kepala menoleh ke kiri pada meja
pemeriksan dengan kaki yang menggantung di tepi meja,
untuk melakukan maneuver side lying kanan

14
o Pasien dengan cepat dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala
tetap menoleh ke kiri 450 tunggu hingga respon abnormal
muncul
o Pasien kembali ke posisi duduk untuk kemudian dilakukan
maneuver side lying kiri.
o Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan
provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak
lagi nistagmus. Pada pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus
yang timbulnya lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang
dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus
dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan
timbul bersamaan dengan nistagmus.1
Pemeriksaan dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis kanal
yang terlibat dengan mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal
dengan mata pasien lurus ke depan.1

Arah Mata Pasien Saat Fase Cepat Indikasi


Ke atas, berputar ke kanan VPPJ kanalis posterior kanan
Ke atas, berputar ke kiri VPPJ kanalis posterior kiri
Ke bawah, berputar ke kanan VPPJ kanalis anterior kanan
Ke bawah, berputar ke kiri VPPJ kanalis anterior kiri
Tabel 4. Arah nistagmus dan indikasi hasil pemeriksaan tes provokasi1

Terkadang dengan perasat Dix-Hallpike atau Side lying dapat timbul


nistagmus horizontal. Nistagmus ini dapat terjadi karena VPPJ kanalis
horizontal. Bila timbul nistagmus ini maka dilakukan pemeriksaan dengan
perasat Roll.1
vi. Bithermal Caloric Test
Bithermal Caloric Test digunakan untuk mengevaluasi fungsi kanal
semisirkular horizontal. Perubahan suhu menstimulasi aliran cairan di
dalam kanal semisirkular horizontal; jika sistem ini berfungsi, nistagmus

15
akan muncul. Frekuensi stimulasi yang sangat lambat bukan kondisi yang
normalnya terjadi selama kehidupan sehari-hari. Masing-masing telinga
dites sendiri-sendiri, dan responnya dibandingkan. 5
Irigasi kanal auditori eksternal dengan air dingin dan hangat dapat
digunakan untuk memperlihatkan penurunan fungsi labirin dalam bentuk
pemburukan atau hilangnya nistagmus yang diinduksi thermal pada sisi
yang terkena. Caloric Test ini dilakukan dengan posisi pasien berbaring
pada meja pemeriksaan, dengan kepala miring ke depan sebesar 30o,
sehingga kanalis semisirkularis horizontal berada dalam posisi vertikal,
posisi sensitivitas maksimal kanal terhadap rangsangan thermal. Kemudian
kedua telinga diirigasi bergantian dengan 250 ml air dingin (30oC) dan air
hangat (44oC) masing-masing selama 30 detik dan jarak setiap irigasi lima
menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi
sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-120 detik). Irigasi dengan
air dingin akan menginduksi deviasi mata ke sisi yang diirigasi selama kira-
kira 20 detik, kemudian akan diikuti dengan nistagmus yang berlawanan
dengan sisi yang diirigasi pada orang normal. Sedangkan irigasi dengan air
hangat akan menginduksi nistagmus ke sisi yang dirigasi.15
Irigasi secara serempak pada kedua kanal dengan air dingin
menyebabkan deviasi mata ke bawah, dengan nistagmus (komponen cepat)
ke atas. Irigasi bilateral dengan air hangat menghasilkan gerakan mata ke
atas dan nistagmus ke bawah. Caloric testing dapat memberi jawaban
terpercaya apakah organ akhir vestibular bereaksi, dan perbandingan respon
dari kedua telinga akan mengindikasikan kanal telinga mana yang paresis.
Rekaman gerakan mata selama tes ini, memberikan hasil kuantitatif respon
tersebut.14
Irigasi udara hangat dan dingin dapat digantikan untuk irigasi
langsung jika terdapat perforasi membran timpani. Respon telinga kanan
dan kiri dibandingkan. Perbedaan lebih besar dari 20% biasanya dianggap
abnormal dan dilaporkan sebagai kelemahan sisi kiri atau kanan. Total
respon ke arah kanan dibandingkan dengan total respon ke arah kiri, dan

16
hasilnya dilaporkan sebagai directional preponderance ke arah kanan atau
kiri. Perbedaan lebih dari 30% dianggap berarti/signifikan. Directional
preponderance abnormal tanpa kelemahan unilateral menunjukan kondisi
patologis sentral.10
Pasien dengan unilateral atau bilateral caloric loss total sebaiknya
dites dengan ice caloric irrigation pada telinga yang terlibat. Seringkali,
nistagmus dapat dimunculkan dengan stimulus yang lebih kuat. Stimulus
ice caloric ini tidak nyaman untuk pasien dan sebaiknya penggunaannya
dibatasi. Harus dicatat bahwa tidak adanya respon kalori terhadap irigasi air
hangat, dingin, ataupun es tidak dapat dianggap sebagai indikasi vestibular
(labirin) tidak berfungsi total. Hal ini sebaiknya dikonfirmasikan dengan tes
kursi berputar (Barany chair) atau tes elektronistagmografi (ENG).6 Tes
Barany chair dan ENG juga dapat menyebabkan stimulasi vestibular
(labirin). Namun ENG memberikan metode yang lebih menyaring dalam
mendeteksi gangguan fungsi labirin karena tes ini merekam akurat gerakan
mata tanpa fiksasi visual.15

2.3.4. Pemeriksaan Penunjang


Tes laboratorium seperti elektrolit, glukosa, darah, dan tes fungsi tiroid
mengidentifikasi penyebab vertigo kurang dari 1% pasien dengan pusing. Tes
laboratorium tersebut mungkin cocok ketika pasien dengan vertigo menunjukan
gejala atau tanda yang menunjukan adanya kondisi penyebab lainnya. Audiometri
membantu menegakkan diagnosis penyakit Meniere.9
Neuroimaging sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan vertigo yang
memiliki tanda dan gejala neurologis, faktor risiko penyakit kardiovaskular, atau
kehilangan pendengaran unilateral yang progresif. Pada suatu studi, 40% pasien
dengan pusing dan tanda-tanda neurologis memiliki abnormalitas relevan
menunjukan lesi sistem saraf pusat pada MRI kepala.9
Secara umum, MRI lebih cocok daripada CT scan untuk mendiagnosa
vertigo karena keahliannya dalam memperlihatkan fossa posterior, di mana
kebanyakan penyakit sistem saraf pusat yang menyebabkan vertigo ditemukan.

17
Studi neuroimaging dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi bakteri yang
meluas, neoplasma, atau perkembangan abnormalitas jika terdapat gejala lain yang
menunjukan salah satu diagnosis di atas.9
Namun, tes-tes tersebut tidak diindikasikan pada pasien BPPV; biasanya
tidak diperlukan untuk mendiagnosa neuritis vestibular akut atau penyakit Meniere.
Radiografi konvensional atau prosedur crosssectional imaging dapat untuk
mendiagnosa vertigo servikal (contohnya vertigo yang dipicu oleh input
somatosensori dari gerakan kepala dan leher) pada pasien dengan riwayat yang
mengarah ke diagnosis ini.9

2.4. Gangguan Keseimbangan


2.4.1. Penyakit Meniere
Penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops edolimfa pada koklea
dan vestibulum. Hidrops terjadi mendadak dan hilang timbul yang diduga
disebabkan oleh (1) meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, (2)
berkurangnya tekanan osmotik kapiler, (3) meningkatnya tekanan osmotik
ekstrakapiler, dan (4) jalan keluar siklus sakus endolimfatikus tersumbat yang
menyebabkan penimbunan cairan endolimfe.1 Mekanisme secara pasti penyebab
dari Penyakit Meniere masih diperdebatkan, sehingga Penyakit Meniere digunakan
hidrops limfatik yang masih belum diketahui penyebabnya.4
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal, ditemukan pelebaran dan
perubahan membran Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli,
terutama pada daerah apeks koklea Helikotrema. Sakulus juga mengalami
pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala mesia
dimulai pada daerah apeks koklea, lalu meluas ke bagian tengah dan basal koklea.
Hal yang ini menjelaskan penyebab tuli nada rendah pada penyakit Meniere.
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui, namun penambahan cairan
endolimfa diperkirakan karena adanya gangguan biokimia cairan endolimfa dan
gangguan klinik pada membran labirin.1
Penyakit Meniere lebih sering menyerang wanita.4,16 Pasien umumnya
berusia 40 sampai 60 tahun. Penyakit Meniere biasanya menyerang satu telinga

18
(unilateral). Sebuah penelitian menunjukkan 11% pasien penyakit Meniere
mengalami gangguan bilateral dan 12% mengalami serangan ke telinga
kontralateral setelah diagnosis pada satu sisi telinga. Lama waktu perkembangan
dari unilateral menjadi bilateral rata-rata 7,6 tahun.16
Penyakit Meniere memiliki trias, yaitu vertigo, tinnitus, dan tuli
sensorineural terutama nada rendah. Pasien mengalami episode tinitus, rasa penuh
di telinga, penurunan pendengaran yang fluktuatif, dan vertigo. Serangan pertama
sangat berat, yaitu vertigo disertai muntah. Pasien akan mengalami rasa berputar,
mual, dan muntah saat berusaha berdiri yang dapat berlangsung selama beberapa
hari sampai minggu dan akan berangsur membaik. Gejala bervariasi dan beberapa
pasien memiliki predominan baik gejala koklea (tinnitus, penurunan pendengaran)
atau vestibular (vertigo). Serangan biasanya berlangsung selama 20 menit sampai
24 jam, namun umumnya membaik setelah 2 sampai 3 jam. Episode muncul secara
berulang dan secara spontan yang artinya tidak diprovokasi oleh stimulus, seperti
posisi kepala atau aktivitas tertentu.1,4,16
Pada serangan selanjutnya, gejala dirasakan lebih ringan. Pada penyakit
Meniere vertigo yang dirasakan bersifat periodik. Pada setiap serangan biasanya
disertai gangguan pendengaran yang membaik saat tidak ada serangan. Gejala
penurunan pendengaran akan mengalami perburukan dengan seiring waktu.
Gangguan pendengaran umumnya bersifat unilateral dan biasanya disertai rasa
penuh pada telinga yang memburuk setiap serangan. Gejala tinnitus kadang
menetap walaupun tidak mengalami serangan. Tinnitus biasanya digambarkan
dengan seperti suara mesin atau suara nada rendah, sehingga harus dibedakan
dengan tinnitus nada tinggi pada presbikusis. Tinnitus dialami unilateral dan
meningkat intensitasnya saat akan atau saat serangan vertigo.1,16
Pemeriksaan penunjang audiometri dapat menunjukkan hasil tuli
sensorineural, dimana pemeriksaan audiometri minimal dilakukan 1 kali saat
serangan untuk menegakkan diagnosis penyakit Meniere. Pemeriksaan
electronystagmography (ENG) akan menunjukkan hasil kelemahan kalori. Bila
diragukan, kita dapat melakukan tes glisermn untuk membuktikan adanya hidrops

19
dan berfungsi untuk menentukan prognosis tindakan operatis pada pembuatan
“shunt”. 1,4,16
Vertigo yang dialami dapat digunakan untuk membedakan diagnosis lain.
Pada tumor nervus VIII (N. Vestibulocochlearis), serangan vertigo bersifat periodik
yang semakin memburuk. Vertigo pada sklerosis multipel bersifat periodik, namun
intensitas serangan sama pada setiap serangan. Pada neuritis vestibuler yang diduga
akibat virus, serangan vertigo didapat hanya pada awal penyakit, tidak periodik,
dan semakin lama semakin menghilang. Penyakit ini juga biasanya timbul setelah
serangan influenza dan sembuh total bila tanpa disertai komplikasi. Vertigo pada
penderita vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ), dialami secara tiba-tiba terutama
pada perubahan posisi kepala dan keluhan terasa sangat berat, kadang disertai mual
sampai muntah, dan berlangsung tidak lama. Tinnitus pada penderita migrain atau
serangan panik biasanya bilateral dan bersifat “head-buzzing”.1,16
Diagnosis penyakit Meniere dilakukan berdasarkan kriteria, yaitu (1)
adanya vertigo hilang timbul, (2) fluktuasi tuli sensorineural, dan (3)
menyingkirkan penyebab lain, misalnya tumor N. VIII. Pemeriksaan fisik
dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Prognosis penyakit Meniere baik bila
terdapat hidrops. Berdasarkan gejala yang dialami, diagnosis penyakit Meniere
dibagi menjadi possible, probable, definite, dan certain.1,16

20
Klasifikasi Gejala
Possible  Vertigo episodik karakteristik penyakit Meniere tanpa
dokumentasi penurunan pendengaran, atau
 Tuli sensorineural, fluktuatif atau tidak, dengan gangguan
keseimbangan atau tanpa episode yang definitif
 Penyebab lain disingkirkan (VPPJ, migraine vestibular, atau
vestibular neuritis)
Probable  Satu episode vertigo yang jelas
 Adanya dokumentasi audiometri penurnan pendengaran
setidaknya pada satu episode
 Tinnitus atau rasa penuh di telinga
 Penyebab lain disingkirkan
Definite  Dua atau lebih episode vertigo yang jelas dan spontan selama
20 menit atau lebih
 Adanya dokumentasi audiometri penurnan pendengaran
setidaknya pada satu episode
 Tinnitus atau rasa penuh di telinga
 Penyebab lain disingkirkan
Certain  Gejala kategori Definite dengan konfirmasi histopatologi
Tabel 5. Klasifikasi Penyakit Meniere16

Saat pasien datang yang pertama dilakukan biasanya adalah mengatasi


gejala dengan memberikan pengobatan simptomatik, seperti sedatif dan bila
dibutuhkan, anti muntah. Tidak ada obat yang pasti untuk penyakti Meniere,
sehingga pengobatan lebih bertujuan untuk mengurangi gejala. Bila diagnosis
penyakit Meniere telah tegak, kita memberikan obat-obat vasodilator perifer untuk
mengurangi tekanan hidrops endolimfa. Dapat dilakukan retriksi garam,
pemberikan diuretik, anti-emetik, dan anti-nausea untuk pasien. Pasien yang gagal
dengan terapi medikamentosa dapat dipertimbangkan untuk dilakukan operasi.
Tindakan operasi diklasifikasikan sebagai konservatif terhadap pendengaran atau
non-konservatif terhadap pendengaran dan dipilih berdasarkan hasil audiometri
pasien. Dengan prosedur operatif, tekanan endolimfa dapat disalurkan ke tempat
lain dengan jalan operasi, yaitu dengan membuat “shunt”. Pasien dengan
pendengaran yang baik dapat dilakukan dekompresi sakus endolimfatik,

21
neurectomi vestibular, dan infus aminoglikosida intratimpani, sedangkan untuk
pasien dengan pendengaran yang buruk dapat dilakukan labirintektomi.1,4,16

2.4.2. Vertigo Posisi Paroksisimal Jinak (VPPJ)


Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau Benign Prooxysmal Potitional
Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.
VPPJ merupakan penyakit degenaratif yang kebanyakan diderita dewasa muda atau
usia lanjut. Penyebab terbanyak kedua VPPJ adalah trauma kepala.1 VPPJ
merupakan gangguan vestibular perifer yang umum untuk ditemui. Wanita lebih
sering mengalami VPPJ.4 VPPJ umum terjadi pada orang tua, terutama orang
dengan hipertensi dan hiperlipidemia.16
Gejala yang dirasakan berupa vertigo yang datang tiba-tiba pada saat
perubahan posisi kepala, berputar, atau bangun tidur. Vertigo yang dirasakan sering
spesifik pada satu sisi. Vertigo yang dirasakan sangat berat dan berlangsung singkat
(kurang dari 1 menit). Pasien cenderung memutar kepala ke posisi netral ketiga
timbul serangan, dimana gerakan tersebut menghasilakn gerakan pada otolith pada
arah sebaliknya dan menyebabkan durasi gejala yang timbul semakin panjang (5
sampai 10 menit). Setiap serangan dibatasi oleh remisi, namun antar episode
biasanya pasien mengeluhkan rasa ringan. Keluhan dapat disertai mual hingga
muntah.1,4,16
Vertigo pada VPPJ disebabkan oleh otokonia (kristal kalsium karbonat pada
mebran otokonia) dari utrikulus dan sakulus terlepas dan bermigrasi ke duktus
semisirkularis. Umumnya VPPJ melibatkan kanal semisirkularis posterior. Kristal
otolith melayang bebas di duktus semisirkularis sehingga mengasilkan kondisi
disebut kanalitiasis. Gerakan kristal ini oleh karena gravitasi dengan perubahan
posisi kepala menyebabkan vertigo yang sesaat namun berat. Kristal yang berada
di kupula diseberang duktus lumen menghasilkan kondisi kupulolitiasis.
kopulolitiasis dapat menyebabkan vertigo diskret, namun juga posisi dan gerakan
kepala akan menyebabkan dizziness. Kopulolitiasis umumnya menyerang kanalis
semisirkularis horizontal yang umumnya menyebabkan respon vestibular yang
berat, sedangkan kanalitiasis menyerang kanalis posteior.16

22
Diagnosis VPPJ dilakukan dengan menghasilkan gejala dengan
menyebabkan kristal otolith bergerak di dalam dusktus semisirkularis yang
terpengaruh dengan melakukan tindakan provokasi dan menilai timbulnya
nistagmus pada posisi tersebut. Terdapat tiga jenis perasat yang dapat dilakukan
untuk menilai nistagmus, yaitu perasat Dix Hallpike, perasat Side Lying, dan perasat
Roll. Perasat Dix-Hallpike merupakan perasat yang paling sering digunakan untuk
menilai kanalis posterior dan anterior. Perasat Dix-Hallpike digunakan karena
posisi tersebut sempurna untuk Canalith Repositioning Treatmeant. Perasat Side
Lying digunakan untuk menilai VPPJ pada kanal posterior dan anterior. Perasat Roll
digunakan untuk menilai VPPJ pada kanal horizontal. 80-90% melibatkan kanalis
semisirkularis posteior, lalu 10% kasus pada kanalis horizontal, dan 2% melibatkan
kanalis anterior. VPPJ dapat melibatkan lebih dari satu kanal secara bersamaan dan
dapat terjadi secara bilateral.1,16
Pada saat tes provokasi respon nistagmus diamati dengan kacamata
FRENZEL yang dipakai pasien di ruangan gelap dan sebaiknya direkam
menggunakan video infra merah (VIM). VIM memungkinkan penampakan secara
simultan dari beberapa pemeriksaan dan rekamana dapat disimpan untuk diputar
kembali. Perekaman tidak dapat dilakukan bersamaan dengan ENG, karena proses
ENG dapat terngaggu dengan pergerakan dan kedipan mata, selain itu nistagmus
mempunyai komponen torsional yang prominen yang tidak dapat terdeteksi oleh
ENG.1
Bila kanalis semisirkularis horizontal yang mengalami masalah, maka
manuver Dix-Hallpike mungkin tidak akan meprovokasi otolith untuk bergerak
karena orientasi kanal dan kupula yang relatif di bawah saat melakukan manuver
ini. Gejala akan muncul saat pasien berbaring supinasi dengan kepala diangkat 30o
dan secara cepat dirotasi ke samping 90o. manuver ini akan menyebabkan kanal
horizontal berada di bawah sehingga pergerakn kristal di dalam lumen dapat
maksimal. Manuver ini juga memaksimalkan gaya tarik gravitasi kristal relatif ke
kupula pada kasus kupulolitiasis. Nistagmus yang muncul dapat searah (geotropic)
atau berlawanan (apogeotropic) dengan telinga yang berada di bawah tergantung
pada adanya kanalitiasis atau kupulolitiasis. Pada kanalitiasis, rotasi kepala

23
menyebabkan partikel bergerak ke kanal lateral menyebabkan nistagmus horizontal
ke arah telinga (geotropic), bila kepala berotasi menjahui telinga yang sakit, maka
nistagmus akan menjahui telinga. Pada kupulolitiasis, nistagmus yang muncul
berlawanan dengan telinga yang sakit.16
Bila respon nistagmus sangat kuat, dapat diikuti nistagmus sekunder dengan
arah fase cepat berlawanan dengan nistagmus pertama. Nistagmus sekunder terjadi
karena proses adaptasi sistem vestibuler sentral. Bila pasien duduk setelah
mendapatkan hasil tes positif, biasanya timbul serangan nistagmus dan vertigo yang
lemah dengan nistagmus fase cepat yang timbul ke arah berlawanan akibat gerakan
kanalith di kupula.1
Pengobatan khusus nistagmus VPPJ bertujuan untuk merelokasi kristal
otolith kembali ke vestibulum. Ada tiga perasat yang dapat dilakukan untuk
mengatasi VPPJ yang persisten, yaitu CRT (Canalith Repositioning Treatment),
Perasat Liberatory, dan latihan Brandt-Daroff. CRT sebaiknya segera dilakukan
setelah hasil perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal.1,16

Gambar 6. Canalith Repositioning Treatment (CRT)

24
Setelah melakukan posisi Dix-Hallpike, pasien tidak kembali duduk, namun
dilakukan CRT, dimana kepala pasien dirotasikan dengan tujuan untuk mendorong
kanalith keluar dan kanalis semisirkularis menuju utrikulus, tempat kanalith tidak
menimbulkan gejala. CRT atau manuver Epley digunakan untuk mengatasi
kanalitiasis di kanalis posterior.1,16
Bila kanalis posterior kanan yang terlibat, maka dilakukan CRT kanan.
Setelah melakukan posisi Dix-Hallpike, kepala ditahan pada posisi tersebut selama
1-2 menit, lalu direndahkan dan diputar secara perlahan ke kiri dan dipertahanakan
selama beberapa saat. Setelah itu, badan pasien dimiringkan dengan dengan kepala
tetap dipertahankan dengan sudut 45o ke arah telinga yang sakit dan diekstensikan.
Posisi dipertahankan sampai nistagmus dan sensasi vertigo subjektif hilang, dengan
waktu minimum 30 detik. Kepala pasien lalu dirotasikan 90o ke arah berlawanan
sehingga telinga sehat berada di bawah. Pasien akan mengalami vertigo saat otolith
berjalan di kanal posterior. Setelah nistagmus dan/atau vertigo selesai, kepala
pasien dirotasikan 90o mejahui teling yang sakit, sehingga mata menatap lantai. Hal
ini menyebabkan kristal masuk ke utrikulus dan keluar dari duktus posterior.
Setelah 30 detik, pasien kembali ke posisi duduk, dengan kepala menghadap ke
depan. Beberapa klinisi menggunakan vibrator pada mastoid untuk mempermudah
gerakan otolith, namun studi menunjukkan penambahan vibrasi dan tanpa vibrasi
tidak menunjukkan hasil yang jauh berbeda. Selain itu, beberapa lainnya
mengulang manuver Dix-Hallpike setelah melakukan manuver Epley. Bila VPPJ
diakibatkan kanalis semisirkularis anterior maka dilakukan manuver EPley namun
dimulai dari telinga yang terpengaruh. Misalnya bagian yang sakit adalah kanalis
semisirkularis kanan anterior, maka manuver dimulai dari telinga kiri berada di
bawah dan rotasi ke kanan pasien. Bila kedua telinga yang sakit, maka dilakukan
perbaikan secara bertahap mulai dari sisi yang dirasakan paling mengganggu, lalu
sisi lain diatasi 1-2 minggu setelah resolusi gejala awal.1,16
Setelah terapi ini pasien diedukasi untuk tidak menunduk, berbaring, dan
membungkuk selama 24-48 jam. Pasien harus tidur pada posisi kepala terangakt
45o dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. Perasat ini yang dapat
dilakukan untuk pasien kanalitiasis pada kanal anteior kanan. Pada pasien dengan

25
kanalith pada kanal anteiror kiri dan kanal posteiror, CRT kiri dapat digunakan,
yaitu dengan kepala menggantung di kiri dan membalikan tubuh ke kanan sebelum
duduk. Terkadang CRT dapat menyeabbkan otolith masuk ke kanalis lainnya,
sehingga manuver Dix-Hallpike dilakukan untuk mengindetifikasi ulang.1,16
Saat melakukan perasat Dix-Hallpike, pasien berada dalam posisi duduk
dengan kanalith berada pada posisi paling rendah pada kanalis posterior, dekat
dengan kupula. Saat dilakukan perasat, kanalith meluncur ke bawah menjauhi
kupula. Bersamaan dengan meluncurnya otolith terjadi gerakan aliran endolimfa
secara bersamaan menyebabkan defleksi kupula yang merangsang reseptor kanal
dan menimbulkan vertigo dan nistagmus dengan arah fase cepat ke atas dan
berputar ke kanan saat dilakukan perasat Dix-Hallpike kanan. Respon tersebut
hilang bila kanalith berada di posisi terbawah kanal. Ketika kepala direndahkan dan
diputar ke kiri, kanalith meluncur ke puncak kanal, sehingga pasien mengalami
vertigo dan nistagmus dengan fase cepat ke atas dan berputar ke arah kanan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kanalith bergerak sesuai dengan arah yang
diharapkan, yaitu menjauhi kupula. Bila fase cepat nistagmus pada arah yang
berlawanan, berarti kanalith bergerak mundur kembali menuju kupula. Akhirnya
saat pasien kembali ke posisi duduk, kanalith jatuh kembali memasuki krus
komunis ke utrikulus, dimana kanalith-kanalith tidak menimbulkan gejala vertigo.1
Dalam perasat ini penting untuk memposisikan kepala pada posisi
terbalik/melihat ke bawah, sehingga kanalith akan meluncur ke puncak kanal. Bila
kepala pasien hanya diputar ke sisi kontralateral sebelum ke posisi duduk remisinya
hanya 50%, bila diputar ke kontralateral dan kepala diputar 45 derajat ke arah lantai,
maka angka remisinya 83%. Penggunaan manuver Epley memiliki tingkat
keberhasilan 75%-90% bila manuver dilakukan berulang kali.1
Terkadang CRT dapat menimbulkan komplikasi, seperti berpindahnya
kanalith ke kanal lain, kekauan pada leher, spasme otot akibat kepala terletak dalam
posisi tegak selama waktu terapi. Pasien diajurkan untuk melepas penopang leher
dan melakukan gerakan horizontal kepala secara periodik. Bila dirasakan gangguan
leher, ekstens kepala diperlukan pada saat terapi dilakukan. Meja pemeriksaan
digunakan untuk menghindari keharusan posisi ekstensi leher. Saat tes provokasi

26
dan penatalaksanaan, pasien dapat mengalami vertigo berat dan rasa mual sampai
muntah. pasien harus diminta untuk duduk tenang selama beberapa sat sebelum
meninggalkan ruang pemeriksaan.1

Gambar 7. Manuver Liberatory

Perasat Liberatory dibuat untuk memindahkan otolith dari kanalis


semisirkularis. Perasat ini dilakukan tergantung dari jenis kanal yang terlibat
(anterior atau posterior). Bila terdapat keterlibatan kanal posteior kanan, dilakukan
perasat liberatory kanan dengan meminta pasien duduk di meja pemeriksaan, lalu
kepala diputar 45o ke kiri. Pasien yang duduk dengan kepala menghadap kiri secara
cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung bahu kanan. Setelah 4
menit, pasien digerakan secara cepat ke side lying kiri dengan kepala menoleh 45o
ke kanan. Posisi penderita dipertahankan selama 1 menit dan perlahan-lahan
kembali ke posisi duduk. Manuver ini memiliki tingkat keberhasilan yang yang
sama dengan manuver Epley, namun lebih memakan waktu. Manuver ini dapat
bermanfaat untuk pasien yang tidak respon terhdap metode Epley dan karena
perubahan posisi yang mendadak, maka dapat efektif untuk melepaskan material
pada kupulolitiasis.1,16
Penopang leher kemudian dikenakan dan pasien diberikan instruksi yang
sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. Bila kanal anterior kanan yang
terlibat, perasat yang dilakukan sama, namun kepala diputar menghadap ke kanan.
Bila kanal posterior kiri yang terlibat, maka dilakukan perasat liberatory kiri

27
(pasien posisi sidelying kiri, lalu sidelying kanan) dengan kepala menghadap ke
kanan. Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan
dengan memutar kepala ke kiri.1
Latihan Brandt-Daroff dapat dilakukan pasien di rumah tanpa bantuan
terapis. Pasien duduk di pinggir tempat tidur dan berbaring ke lateral sisi yang sakit
dengan kepala sedikit terotasi ke atas. Pasien menahan gerakan selama 30 detik,
lalu kembali ke posisi duduk dan ditahan selam 30 detik. Penderita lalu secara cepat
berbaring ke arah berlawanan (kepala menoleh ke arah berlawanan) dan ditahan
selama 30 detik, lalu dengan cepat duduk kembali. Pasien melakukan latihan ini
sebanyak 10-20 kali sebanyak 3 kali latihan per hari sampai vertigo hilang dalam
paling sedikit 2 hari (7-10 hari). Latihan ini menyebabkan habituasi sentral terhadap
posisi yang menyebabkan vertigo, buka untuk relokasi otolith dari kanalis
semisirkularis. Latihan Brandt-Daroff berguna untuk menghindarkan rekurensi.1,16
Angka remisi 98% remisi timbul akibat latihan-latihan akan melepaskan
otokonia dan kupula dan keluar dari kanalis semisirkularis, dimana mereka tidak
akan menimbulkan gejala remisi juga timbul akibat adaptasi sistem vestibuler
sentral.1
Kanalitiasis anterior dan posterior sebaiknya diterapi dengan CRT, bila
terdapat kupolitiasis, dapat digunakan perasat Liberatory. Latihan Brandt Daroff
dapat dilakukan bila masih terdapat gejala sisa ringan dan pemberian obat-obatan
untuk menghilangkan gejala, seperti mual dan muntah. Terapi pembedahan, seperti
pemotongan N. vestibularis, N. singularis, dan penutupuan kanal yang terlibat
jarang dilakukan.1

28
Gambar 8. Manuver Lempert

Manuver berputar 360o Lempert digunakan untuk pasien dengan


kanalitiasis pada VPPJ kanalis horizontal. Pasien awalanya dibaringkan dengan
posisi supinasi dengan kepala dirotasikan 90o ke aarah telinga sehat setiap 30-60
detik. Putaran pertama telinga sehat berada di bawah. Secara perlahan kepala pasien
digulirkan ke kiri (untuk kelainan pada kanalis horizontal kanan) sehingga posisi
tubuh pronasi untuk persiapan langkah selanjutnya. Kepala pasien lalu berotasi 90o
lagi sehingga wajah menghadap ke lantai, lalu 90o kembali sehingga telinga yang
sakit berada di bawah, lalu pasien kembali ke posisi duduk.16
Latihan Brandt Daroff dapat dimodifikasi untuk menangani pasien dengan
vPPJ pada kanalisis horizontal karena kupulotiasis. Pasien tersebut diminta untuk
melakukan gerakan ke depan dan belakang secara cepat pada bidang kanalis
horizontal pada posisi supinasi. Perasat ini bertujuan untuk melepaskan otokonia
dan kupula.1
Bukti menunjukkan manfaat perasat-perasat ini untuk terapi kanalis
horizontal masih dipertanyakan. Perasat CRT, Liberatory, dan latihan Brandt
Daroff merupakan latihan yang baik untuk pasien VPPJ. CRT merupakan terapi
standar di berbagai negara. Perasat Liberatory digunakan untuk kupolitiasis agar
menggerakan otokoni. Latihan Brandt Daroff digunakan pasien dengan gejala yang
menetap.1

29
BAB III
SIMPULAN

Gangguan keseimbangan adalah gangguan yang sering dijumpai dan dapat


mengenai segala usia yang menimbulkan rasa tidak nyaman dan gangguan aktivitas
pada penderitanya. Informasi tersebut diperoleh dari sistem keseimbangan tubuh
yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, sistem vestibuler, dan
cerebellum sebagai pengolah informasinya.
Pusing sangat umum ditemui, 90 juta penduduk Amerika mengeluhkan
gejala pusing. Dizziness dapat digunakan untuk medeskripsikan beberapa sensasi,
salah satunya vertigo (rasa berputar). Gangguan dapat ditandai dengan gejala
vertigo dan nistagmus. Vertigo adalah sensasi rasa berputar atau dapat rasa
didorong atau ditarik dan sering dihubungan dengan pusing pada bidang otologi.
Penegakkan diagnosis vertigo dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis penting untuk meminta pasien mendeskripsikan
rasa pusing yang dirasakan, onset, durasi, faktor yang meprovokasi, serta gejala
penyerta lainnya, seperti tinnitus, penurunan pendengaran, double visions, dan
sebagainya. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahi ada atau tidaknya
gangguan keseimbangan dan untuk mengetahui letak masalah gangguan
keseimbangan (sentral atau perifer).
Contoh penyebab gangguan keseimbangan adalah vertigo posisi
paroksismal jinak (VPPJ) dan penyakit Meniere. Penyakit Meniere diduga
diakibatkan hidrops endolimfe dengan gejala trias berupa vertigo periodik, tuli
sensorineural fluktuatif, dan tinnitus. Tatalaksana penyakit Meniere sendiri lebih
bersifat simptomatik untuk menghindari rekurensi.
VPPJ disebabkan oleh gangguan dari anatomis otolith yang dapat
dibuktikan dengan melakukan tes provokasi yang menghasilkan nistagmus yang
arahnya akan diinterpretasikan untuk mengetahui letak kanal semisirkularis yang
bermasalah. Tatalaksana VPPJ adalah melakukan manuver sesuai ketelibatan kanal
semisirkularis, misalnya manuver Epley, manuver Liberatory, dan manuver
Lembert.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan


Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. ed. 7. Soepardi IBR, editor.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
2. Setiawati M, Susianti. Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Majority. 2016;
5(4): 91-95.
3. Kamus Saku Kedokteran Dorland. ed. 25. Poppy K, Sugiarto K, Alexander HS,
Johanes RS, Yuliasri R (translator). Dyah N (editor). Jakarta: EGC; 1998.
4. Thompson TL, Amedee R. Vertigo: A Review of Common Peripheral and
Central Vestibular Disorder.The Ochsner Journal. 2009; 9: 20-26.
5. Labuguen RH. Initial Evaluation of Vertigo. American Family Physician.
2006; 73(2): 244-251.
6. Moore KL, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta. 2002
7. Anatomi Umum. Makassar: Universitas Hasanuddin. 2007
8. Benign Paroxysmal Positioning Vertigo. 2007. American Hearing Research
Foundation. http://www.american-hearing.org/disorders/benign-paroxysmal-
positional-vertigo-bppv/, diakses pada 13 Februari 2019, pukul 22.00 WIB.
9. Bradley WG, et al. Neurology in Clinical Practice: Principles of Diagnosis and
Management, 2nd ed. Newton: Butterworth-Heinemann. 1996.
10. Lalwani AK. Current Diagnosis and Treatment: Otolaryngology, Head and
Neck Surgery, 2nd ed. USA: The Mc Graw Hill Companies. 2007.
11. Chang, Andrew K. 2011. Benign Positional Vertigo in Emergency
Medicine Workup. Medscape Reference 2011.
http://emedicine.medscape.com/article/791414-workup#a0721, diakses pada
pada 13 Februari 2019, pukul 20.00 WIB.
12. Campbell, William W. DeJong’s The Neurologic Examination. Ed ke-6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005.
13. Lindsay KW et al. Neurology and Neurosurgery Illustrated. Ed ke-5. Churchill
Livingstone Elsevier. 2010.
14. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar
N, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2008: 104-109.
15. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's Principles of Neurology. Ed ke-
8. USA: McGraw-Hill. 2005.
16. Snow JB, Wackym PA. Ballenger’s Otorhinolaryngology-Head and Neck
Surgery. Ed. 17. Connectivut: People’s Medical Publishing House. 2009.

31

Anda mungkin juga menyukai