KAJIAN PUSTAKA
DBD merupakan re-emerging disease dan endemis di seluruh negara beriklim tropis
di dunia. Penyakit ini juga bisa ditemukan dikawasan subtropis. DBD disebabkan oleh
virus dengue, termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. (Suhendro dkk,
2009) Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. (Suhendro dkk, 2009) Terdapat 4 serotipe
virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. (Simons et al, 2012) Penularan infeki virus
dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes terutama A. aegypti dan A.
virus dengue yaitu vektor : perkembangan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor
di lingkungan, tranportasi vektor dari satu tempat ketempat lain, penjamu : terdapatnya
penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis
kelamin, lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan. (Suhendro dkk, 2009)
Patogenesis DBD sampai saat ini masih dalam perdebatan. (Suhendro dkk, 2009)
disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi primer oleh satu serotipe virus
dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut
untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi
sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini
terjadi karena antibody heterologous yang terbentuk pada infeksi primer, akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang
(Suhendro dkk, 2009), selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6,
TNF- α dan PAF, akibatnya akan terjadi peningkatan infeksi virus dengue. TNF-α
mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Pendapat lain
hipolemik) dan perdarahan. (Martina et al, 2009) Teori ini masih diperdebatkan.
Indonesia)
2. ADE pada prinsipnya sama, dengan infeksi virus sekunder hanya berbeda dari sisi
sudut pandang. Teori ADE merupakan peranan sentral dari patogenesis DBD, karena
bahwa pembentukan antibodi non netralisir akan mempermudah sel terinfeksi oleh
virus dan memicu replikasi virus. (Sutirta dkk, 2012) Pada infeksi kedua yang dipicu
virus dengue dengan serotipe yang berbeda, maka virus dengue yang berperan sebagai
muatan polypeptide spesifik yang berasal dari MHC II, yang kemudian akan berikatan
dengan limfosit T CD4+ dengan perantara TCR. Limfosit CD4+ akan mengeluarkan
substansi Th1 yaitu berupa IFN-ˠ, IL-2, dan CSF. Peningkatan IFN-ˠ akan memicu
makrofag mengeluarkan sitokin yang bersifat vasoaktif dan prokoagulasi seperti IL-1,
IL-6, TNF-α, platelet activating factor, dan NO. (Suhendro dkk, 2009)
3. Virulensi Virus adalah kemampuan dari virus untuk menimbulkan penyakit. (Sutirta
dkk, 2012) Kemampuan ini dihubungkan dengan serotipe dari virus dengue untuk
(titer) dari virus yang ada dalam tubuh pasien DBD mempunyai hubungan positif
DBD. Pada reaksi ini yang berperan adalah sel limfosit (T-helper/CD4, T-
kerusakan endotel, meningkatkan permeabilitas kapiler, DIC, dan DSS. (Sutirta dkk,
2012)
1. Penurunan produksi trombosit, akibat supresi sumsum tulang (Suhendro dkk, 2009)
Terjadi depresi tulang yaitu tahap hiposeluler pada hari ke 3-4 demam dan
ini dijelaskan dengan adanya infeksi virus langsung pada sel hematopoietik progenitor
dan sel stromal. Hal ini sesuai dengan keadaan klinis pasien demam berdarah dengue
yang mengalami penurunan trombosit pada hari ke-3 dan terjadi trombositopenia pada
kerusakan sel.
terjadinya lisis dari platelet, agregasi platelet, dan mengaktivasi komplemen yang
Selain pada peningkatan pemakaian trombosit, pada fase akut infeksi virus dengue
sekunder, parameter kogulasi seperti jumlah platelet dan aPTT atau parameter
fibrinolis dari tPA dan PAI-1 mengalami perubahan. aPTT memanjang sementara itu
tPA juga meningkat. Hal tersebut menyebabkan aktivasi koagulasi dan fibrinolisis
terjadi bersamaan. Jika hal ini terus terjadi maka bisa menyebabkan DIC pada DBD.
Gambaran klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau berupa demam
yang tidak khas. (Suhendro dkk, 2009) Manifestasi klinis DBD diibaratkan seperti tapal
Pasien tiba-tiba mengalami demam tinggi. Demam akut terjadi selama 2-7 hari
injeksi faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Tes tourniquet yang
positif pada fase ini meningkatkan kemungkinan adanya infeksi virus dengue.
Perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan pada membran mukosa dapat
terjadi pada fase ini. Perdarahan vaginal dan gastrointestinal serta perdarahan otak
dapat terjadi pada fase ini walaupun sangat jarang. Hepatomegali dapat terjadi
Pasien mengalami penurunan suhu tubuh menjadi 37,5-38oC selama 3-7 hari
merupakan awal dari kebocoran plasma yang terjadi setelah 24-48 jam. (Sudjana,
2009)
penurunan trombosit. Derajat dari kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan
dari adanya kebocoran plasma. Syok terjadi disebabkan adanya kebocoran plasma
terjadi hipoperfusi jaringan, asidosis metabolik, dan DIC. Hal ini akan
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskular
Nilai hematokrit kembali stabil dikarenakan efek dari adanya reabsorbsi cairan
1. Klinis
Gejala klinis berikut harus ada, yaitu :
e. Pembesaran hati
C. Syok yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah.
2. Laboratoris
WHO pada tahun 2009 membagi derajat klinik pasien infeksi dengue sebagai berikut :
Merupakan kemungkinan infeksi virus dengue pada pasien yang bertempat tinggal
atau memiliki riwayat perjalanan ke daerah endemik. Pasien tersebut demam dan
a. Mual, muntah
b. Ruam
d. Nyeri kepala
Merupakan infeksi virus dengue yang membutuhkan observasi ketat. Kriteria pada
derajat ini adalah berdasarkan tanda dan gejala pada derajat 1 disertai adanya tanda
bahaya, yaitu:
a. Nyeri perut
b. Muntah persisten
c. Perdarahan mukosa
d. Letargi
e. Kegelisahan
f. Hepatomegali >2 cm
g. Ascites
h. Efusi pleura
Merupakan infeksi virus dengue yang membutuhkan observasi ketat dan merupakan
kegawatdaruratan medik. Kriteria pada derajat ini adalah berdasarkan tanda dan gejala
1. Syok (SSD)
2. Penumpukan cairan dengan distress respirasi
B. Perdarahan berat
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah
dengan melalui pemeriksaan darah lengkap yaitu kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru. Pemeriksaan darah lengkap biasanya digunakan untuk prosedur skrining
dan membantu untuk menunjang diagnosis dari berbagai penyakit. Pemeriksaan darah
sebaiknya dilakukan jika ada indikasi. Tes tambahan tersebut seperti tes fungssi hepar,
glukosa, serum elektrolit, urea, dan creatinin, bicarbonate, kardiak enzim, dan ECG.
Selain hemokosentrasi, maka yang selalu terjadi pada penderita DBD adalah
biasanya ditemukan antara hari 3-8 dari sakitnya. (Suhendro dkk, 2009) Menurut makro di
India tahun 2007 menuliskan bahwa penderita dengan kadar trombosit <20.000/cumm
merupakan kelompok risiko tinggi terjadi perdarahan karenanya indikasi untuk diberikan
transfusi trombosit, sedangkan kelompok risiko sedang terjadi perdarahan (trombosit 20.000 -
40.000/cumm) indikasi diberikan trombosit bila terjadi perdarahan. Kelompok dengan risiko
(Rena dkk, 2009) Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah
trombosit dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan dilakukan pertama saat pasien
diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada hari ketiga sakit, tetapi bila perlu
Hitung trombosit dapat digunakan sebagai alat bantu untuk diagnosis dengue karena
menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi mulai dari hari ke-4 panas (67,7% dan
87,5%), bahkan pada hari ke-5 sampai ke-7 menunjukkan angka 100%. Spesifisitas yang
jarangnya penyakit infeksi yang disertai dengan penurunan hitung trombosit sampai di bawah
150 000/mm3. Bahkan jika digunakan kriteria trombosit di bawah 100 000/ mm 3, spesifisitas
hampir mencapai 100% sejak hari pertama, namun mengurangi sensitivitas antara 10-20%.
Dengan demikian pemeriksaan trombosit harian akan sangat membantu diagnosis dengue
karena meningkatkan sensitivitas dan spesifisitasnya. Nilai rujukan jumlah trombosit normal
dalam darah menurut Dacie adalah 150.000 – 400.000 per mm3. Selain pada infeksi dengue,
kedua gejala klinis ini umumnya ditemukan pada Idiopathic ITP, tifoid, chikungunya dan flu
volume keseluruhan darah dan dinyatakan dalam %. Tujuan pemeriksaan nilai hematokrit
adalah mengetahui adanya nilai hemokentrasi pada DBD. Prinsip pemeriksaanya adalah
darah dengan antikoagulan diputar kemudian dibandingkan panjang kolom total cairan. Ada 2
Pada penderita DBD nilai hematokrit meningkat sampai lebih dari 20%. Peningkatan
plasma ke ruang ekstravaskular disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak.
Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang dapat mengakibatkan
terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah
disertai perdarahan, umumnya nilai hematokrit tidak meningkat, bahkan malahan menurun.
(Suwandono dkk, 2011) Namun kadar nilai hematokrit dipengaruhi oleh adanya penggantian
cairan awal dan perdarahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi pada perawatan
hematokrit hendaknya dilakukan setiap 2 jam sekali dalam waktu 6 jam. Apabila sudah
terjadi perbaikan pemeriksaan nilai hematokrit dilakukan setiap 4 jam sampai keadaan klinis
pasien membaik. Nilai rujukan nilai hematokrit normal menurut Dacie adalah :
1. Pria : 47 ± 7%
2. Wanita : 42 ± 5%
4. Bayi 3 bulan : 38 ± 6%
diantaranya adalah dehidrasi, diare berat, polisitemia vera, asidosis diabetikum, TIA,
Pemeriksaan penunjang lainnya yang digunakan untuk menapis infeksi dengue yaitu :
1.Leukosit dapat normal atau menurun (> 45% dari total leukosit) disertai plasma biru,
>15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat. (Suhendro dkk,
2009) Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrophil menurun
2.Dilakukan pemeriksaan PT, aPTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang
5.Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi
mulai hari ke 3-5 meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG
pada infeksi primer terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai
6.Pemeriksaan Anti-NS1 Dengue (Ag NSl) diharapkan memberikan hasil yang lebih
cepat dibandingkan pemeriksaan serologis lainnya karena antigen ini sudah dapat
terdeteksi dalam darah pada hari pertama onset demam. Selain itu pengerjaannya cukup
mudah, praktis dan tidak memerlukan waktu lama. Dengan adanya pemeriksaan Ag NS-
l yang spesifik terdapat pada virus dengue ini diharapkan diagnosis infeksi dengue
sudah dapat ditegakkan lebih dini. Menurut dusaart dkk pada sampel darah infeksi
dengue di Guyana menunjukkan Ag NS-l dapat terdeteksi mulai hari ke-0 (onset
demam) hingga hari ke-9 dalarn jumlah yang cukup tinggi. Pada penelitian ini
mencapai 100%, dibandingkan terhadap pemeriksaan isolasi virus dan RT-PCR dengan
7. Pemeriksaan radiologis foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma yang hebat, efusi pleura dijumpai pada
kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG.