Oleh:
Agani Salsabila, S.Ked 04084821921160
Pembimbing:
dr. H. M. Yusri, SpRad (K), MARS
DEPARTEMEN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Oleh:
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya periode 20 Januari sampai dengan 6 Februari 2020.
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
BAB II ....................................................................................................................6
2.2.1. Definisi..................................................................................................9
2.2.2. Etiologi..................................................................................................9
2.2.3. Patofisiologi.........................................................................................10
2.2.4. Gejala...................................................................................................10
2.2.5. Diagnosis.............................................................................................11
2.3.2. Teratoma..............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor,
jinak atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah
bedah, sedangkan untuk tumor ganas tergantung dari jenisnya tetapi secara umum
terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti yaitu bedah,
kemoterapi dan radiasi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
b) Mediastinum anterior, dari dinding belakang sternum sampai dinding depan
perikardium. Dalam mediastinum anterior terdapat jaringan ikat jarang,
lemak, pembuluh limfe, beberapa kelenjar limfe dan cabang pembuluh
thoracica interna.
8
d) Mediastinum medial, dari dinding depan perikardium ke dinding belakang
perikardium. Dalam mediastinum medial terdapat jantung dan pembuluh
besar.
2.2.2. Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor antara lain:
a) Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong
asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
b) Faktor genetik (biomolekuler)
Golongan darah A lebih tinggi 20 % berisiko menderita kanker/tumor pada lambung
dari pada golongan darah O, selain itu perubahan genetik termasuk perubahan
atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau
meningkatkan perkembangan tumor.
c) Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik
maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari
sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom
atom.
d) Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur
pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
e) Penyebab bioorganisme
9
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya
hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun
ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.
f) Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya
belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada
organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut
2.2.3. Patofisiologi
Beberapa faktor predisposisi mulai dari faktor lingkungan, faktor hormonal
dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan
terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang
merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang
lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. Inisiasi
agen biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan
beraksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetic (DNA).
Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan yang lama ditandai dengan
berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor. Hal ini dapat
berlangsung lama, mingguan bahkan sampai tahunan
2.2.4. Gejala
Mayoritas penderita yang memiliki massa mediastinum terlihat
asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum mempunyai
kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan
neoplasma ganas. Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik,
pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik lokal
sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala
sistemik bisa non spesifik atau bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya
patogmonik untuk neoplasma spesifik. Keluhan yang biasanya dirasakan adalah:
- Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
- Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
- Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
- Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
10
- Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan
berat badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan
oleh pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh
kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang
berdekatan.
Nyeri dada timbul sekunder terhadap kompresi atau invasi dinding dada
atau nervus interkostalis. Nyeri dada timbul paling sering pada tumor
mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh
kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis. Kompresi
batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk,
pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor.
Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi.
Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis
masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom
Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering
berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa
menyebabkan paralisis diafragma. Harus ditekankan bahwa walaupun lesi ganas
lebih sering terlibat dalam menyebabkan gejala yang berhubungan dengan
keterlibatan local, namun tumor jinak bisa juga menyebabkan simtomatologi
serupa
2.2.5. Diagnosis
a) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis pasien dan evaluasi cermat gejala yang diderita pasien sering akan
membantu dalam melokalisasi tumor dan bisa menggambarkan
kemungkinan diagnosis histology. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan
tumor dan kista mediastinum sering menunjukkan gambaran positif. Tetapi
jarang didapatkan diagnosis tepat dari informasi anamnesis atau
pemeriksaan fisik saja
b) Radiografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto
dada anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram
11
bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah
diagnostic lebih lanjut. CT scan thorax dengan kontras atau angiografi
sirkulasi pulmonum/aorta mungkin pula diperlukan untuk membedakan
apakah lesi berasal dari vascular-bukan vascular. Hal ini perlu menjadi
pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna
untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada
langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah
tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis / sarkoidosis maka
mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan.
Dasar dari evaluasi diagnostic adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto
thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir
massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan
timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas
relative massa ini, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya
kalsifikasi.
14
Gambar 8. Tumor mediastinum berdasarkan lokasinya (2)
15
mengetahui bahwa massa tidak berasal dari hillus tersebut karena massa di
anterior mediastinum terletak di anterior dari arteri pulmonalis, sehingga
hilus ini akan terlihat melalui massa tersebut.
Gambar 10. Pada foto konvensional di kiri tampak massa yang membentuk
sudut tumpul dengan mediastinum yang mengindikasikan bahwa massa
tersebut berasal dari mediastinum, lalu tampak hilus yang terlihat melalui
massa tersebut, kemungkinan massa berasal dari anterior mediastinum. Lalu
letak massa ini dikonfirmasi melalui pemeriksaan CT-scan yaitu berada di
anterior.
- Adanya pendataran aorta ascending
16
- Thymic wave sign adalah indentasi dari thymus normal pada anak
kecil oleh tulang iga yang menyebabkan batas yang bergelombang.
- Thymic notch adalah indentasi pada batasan antara thymus dan
jantung.
- Loss of retrosternal clear space
- Selain itu, kita dapat melihat hilum overlay sign yang mana
vaskularisasi hilus di sekitar massa mediastinum masih tampak
yang berarti bahwa massa bukan berasal dari hilus
- Pada foto thoraks lateral akan tampak bagian retrosternal yang
tidak lagi bersih karena terdapat massa di anterior mediastinum dan
anterior junction line juga menjadi tidak jelas
Gambar 11. Gambaran rontgenografi berkisar dari lesi kecil berbatas tegas
sampai densitas berlobulasi besar yang bersatu dengan struktur
mediastinum yang berdekatan
17
Gambar 12. Pada foto x-ray thoraks posteroanterior tampak massa opak di
daerah parahilar kiri, namun demikian, kita dapat melihat hillus di
balik massa tersebut, masih terlihat juga aortic notch yang
mengindikasikan bahwa massa tersebut bukan berada di keliling hilus
atau aortic notch.
b) CT Scan
Pada CT-scan, thymoma biasanya bermanifestasi sebagai jaringan
lunak di mediastinum anterior, ukurannya bisa berbagai macam, dengan
batas yang halus maupun tegas. Thymoma dapat muncul di dekat great
vessels dan pericardium dan yang lebih jarang di sudut kardiofrenikus
dan jarang di leher
18
Gambar 14. A. CT-Scan thoraks potongan sagittal menunjukkan lesi hiperdens pada
anterior mediastinum yang merupakan thymoma. B CT-Scan thoraks potongan
aksial menunjukkan lesi hiperdens pada anterior mediastinum berbatas tegas
pada thymoma. C. CT-scan thoraks potongan aksial menunjukkan massa di
mediastinum anterior (tanda panah) pada kasus thymoma. D. CT-scan thoraks
potongan aksial dengan kontras pada pasien wanita 40 tahun dengan thymoma
yang mengalami myasthenia gravis menunjukkan gambaran massa mediastinal
anterior yang berbatas tegas
Staging Timoma:
19
2.3.2. Teratoma
Teratoma (Tumor Mediastinum Anterior) merupakan neoplasma yang
terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada daerah dimana tumor tersebut
muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum anterior. Teratoma
yang histologik benigna mengandung terutama derivate ectoderm (kulit) dan
entoderm (usus). Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor
teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu
menduduki tempat yang terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah yang
pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk penanganan dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup
baik. Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan
tipe histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi.
Gambaran radiologis teratoma:
a) Foto Rontgen Thoraks
Teratoma tampak bulat dan sering lobulated dan mengandung
jaringan lunak dengan elemen cairan dan lemak. Biasanya ukurannya
besar. Sekitar 20% dari teratoma tampak kalsifikasi karena mereka
mengandung elemen seperti tulang dan gigi.
Gambar 15. A. Foto x-ray thoraks posteroanterior menunjukkan lesi opak dengan
batas yang jelas di bagian bawah mediastinum anterior. B. foto x-ray
20
thoraks lateral menunjukkan massa yang mengokupasi anterior bawah
mediastinum yang berbatas jelas
b) CT Scan
CT-scan thoraks terkadang menunjukkan massa yang berisikan
lemak dengan kalsifikasi.
21
Gambar 17. A. CT-scan thoraks potongan aksial menunjukkan massa mediastinal
kiri hipodens di anterior yang berbatas tegas dengan kalsifikasi dan
lemak di dalamnya. B. CT-scan thoraks potongan aksial menunjukkan
massa mediastinal anterior kiri bersepta yang mengandung elemen lemak
dan tulang.
22
akurat (karena efek pembesaran dan visualisasi yang buruk pada sisi
arteri). Selain itu, massa mediastinum dapat meniru aneurisma aorta.
Kalsifikasi mural terlihat baik pada penyakit aterosklerotik maupun
berbagai penyebab aortitis (lihat penyebab naiknya kalsifikasi aorta).
Gambar 18. Aorta toraks yang melebar, melibatkan arkus aorta dan aorta
desendens. Ukuran jantung batas atas normal. Paru-paru bersih
b) CT Scan
CTA adalah kuda penilai kerja aneurisma yang mampu dengan
cepat mencitrakan wilayah vaskular yang relevan dengan resolusi tinggi.
Ini dapat memvisualisasikan kantung dan lumen dan mendeteksi potensi
komplikasi. Biasanya aneurisma muncul sebagai dilatasi lumen.
Dindingnya bisa tipis atau menebal dengan adanya mural thrombus
(melingkar atau lebih sering eksentrik). Penyakit aterosklerosis yang
terkalsifikasi sering diidentifikasi tidak hanya pada dinding aneurisma
tetapi juga arteri yang berdekatan. Jika ruptur atau kebocoran terjadi
hematoma / cairan dapat terlihat berdekatan dengan aorta, di rongga
pleura kiri atau perikardium.
Gambar 19. Massa mediastinum anterior atas yang tampak hampir simetris. Tanda
hamparan hilus sinistra.
b) CT Scan
CT menunjukkan jaringan lunak yang menyerupai massa, dengan
margin halus atau berlobus yang sesuai dengan struktur di sekitarnya.
Area kistik atau gamaran lesi dengan kepadatan rendah biasa terlihat
Fitur lain termasuk:
- invasi parenkim: jarang
- efusi pleura
1) terlihat pada 50% kasus
2) biasanya unilateral
3) biasanya terdapat eksudat
4) deposit pleura mungkin ada
- efusi perikardial
- invasi dinding toraks
24
Kalsifikasi biasanya terlihat setelah terapi dan dapat memiliki
morfologi yang bervariasi, seperti irreguleritas, difus atau bahkan seperti
cangkang telur. Setelah terapi, massa nodus biasanya berkurang
ukurannya, namun dalam beberapa kasus ukuran massa tetap sama atau
bahkan meningkat (dalam kasus hiperplasia thymus). Karena CT seperti
itu tidak ideal untuk menilai respon pengobatan ketika penurunan ukuran
tidak ada.
25
.
Gambar 21. A. Pada gambar yang kiri, massa paru yang bersinggungan dengan
permukaan mediastinum akan membentuk sudut yang tajam. B. Pada
gambar yang kanan, massa mediastinal akan mendesak jaringan parenkim
paru-paru dan membentuk sudut yang tumpul dengan paru-paru.
- Garis mediastinal (azygoesophageal recess, anterior dan posterior junction
line akan terganggu.
- Akan tampak abnormalitas pada spinal, kosta, maupun sternal yang
berhubungan.
Gambar 22. A. Pada gambaran foto thoraks x-ray PA terlihat lesi yang membentuk
sudut yang tajam dengan mediastinum, maka dari itu lesi tersebut
merupakan massa paru. Massa merupakan pancoast tumor. B. Massa
tersebut membentuk sudut tumpul yang tidak tajam dengan mediastinum,
maka dari iru, massa tersebut merupakan massa mediastinum. Massa
merupakan timoma.
- Mediastinum dibagi menjadi anterior, medial, dan posterior. Harus
diperhatikan bahwa tidak ada jaringan yang memisahkan kompartmen ini.
26
Gambar 23. Tampak imaginary line yang membatas compartment mediastinum,
namun tidak ada bidang jaringan yang memisahkan mereka
27
BAB III
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo, et al, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.
Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI.
Carter, M. A.,, Gout, dalam Sylvia, A. P. And Lorraine, M. W. (Eds), 2001,
Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi IV, Buku II, 1242-
1246, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Murray, R. K., Granner, D. K., Mayer, P. A., Rodwell, V. M., 1997, Biokimia
Harper, alih bahasa oleh Andry Hartono, Edisi 24, 366-391, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Sabiston, David C,. 1994, Buku Ajar Bedah, alih bahasa Petrus Adriyanto, Edisi I,
Jilid II, 704-724, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
PAPDI. Pedoman diagnostik dan penatalaksanaan Tumor Mediastinum di
Indonesia. Perhimpunan Dokter PAPDI. Jakarta: 2003.
Pratama S, Syahruddin E, Hudoyo A. Karakteristik Tumor
MediastinumBerdasarkan Keadaan Klinis, Gambaran CT-SCAN dan Petanda
Tumor Di Rumah Sakit Persahabatan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2003.
Temes R, Chavez T, Mapel D, Ketai L, Crowell R, Key C, et al. Primary
mediastinal malignancies: finding in 219 patients. West J Med 1999;
170(3):161-6.
Tim kelompok kerja PDPI. Tumor mediastinum. Pedoman diagnosis
& penatalaksanaan di Indonesia,2003.
Lau S et al.Computed Tomography of Anterior Mediastinal Masses.
ComputedTomography of Anterio
Haniuda M, Kondo R, Numanami H, Makiuchi A, Machida E, Amano
J.Recurrence of thymoma: clinicopathological features, re-operation, and
outcome.J Surg Oncol 2001;78(3): 183-8.
Hainsworth JD, Greco FA. Mediastinal germ cell neoplasms. In:
Thoraciconcology. Roth JA, Ruckdeschel JC, Weisenburrger Th. Editors. W.B
Saunderscompany. Philadelphia.1989.p. 478-89.
Roberts JR, Keiser LR. Acquired lesions of the mediastinum: benign
andmalignant. In:Pulmonary diseases and disorder. Fishman AP, Elias JA,
FishmanJA, Grippi MA, Keiser LR, Senior RM. Editors. 3rd eds. McGraw-
Hill. NewYork. 1998.p.1509-37.23
29