MASSA MEDIASTINUM
Pembimbing:
dr. Nurlela Damayanti, Sp.P.
Disusun oleh:
Firliana Nur Alini
202220401011105
Kelompok E39
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................2
1.3 Manfaat..............................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
2.1 Anatomi Mediastinum........................................................................................3
2.2 Massa Mediastinum............................................................................................4
2.2.1 Definisi.......................................................................................................4
2.2.2 Epidemiologi..............................................................................................5
2.2.3 Etiologi.......................................................................................................6
2.2.4 Patofisiologi...............................................................................................6
2.2.5 Klasifikasi..................................................................................................8
2.2.6 Manifestasi klinis.......................................................................................8
2.2.7 Diagnosis....................................................................................................9
BAB 3 KESIMPULAN..................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................27
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam
mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri.
Mediastinum berisi jantung pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena,
trakea, kelenjar timus, saraf , jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya.Tumor mediastinum adalah suatu massa abnormal di ruang
antara paru kanan dan kiri. Tumor ini merupakan tumor yang jarang
dibanding tumor jenis lainnya dan kebanyakan tumor mediastinum tumbuh
lambat. Penegakan diagnosis untuk tumor mediastinum cukup sulit
dikarenakan banyak massa yang berupa jinak dan ganas dapat ditemukan di
rongga mediastinum, selain itu juga letak tumor yang bertumpang tindih
dengan organ lain dan struktur vaskuler yang kompleks. Rongga
mediastinum sempit dan tidak dapat diperluas, sehingga apabila terjadi
pembesaran tumor dapat menekan organ disekitarnya dan menimbulkan
kegawatan yang mengancam jiwa. Angka kejadian tumor mediastinum
berkisar 24%-47% pada orang dewasa dan pada anak-anak adalah 35%-50%
(Hardinur, 2020).
Tumor mediastinum sering tidak menimbulkan gejala dan terdeteksi
saat pasien dilakukan foto toraks, namun pasien biasanya datang ke fasilitas
kesehatan apabila telah terdapat keluhan. Penderita tumor mediastinum
datang ke layanan kesehatan dengan gejala klinis yang bervariasi dan
seringnya memiliki lebih dari satu gejala tergantung lokasi tumor dan organ
yang terlibat. Gejala klinis yang dapat terjadi pada pasien adalah batuk,
sesak, disfagia, sindroma vena cava superior, suara serak, batuk kering, dan
nyeri dada (Giovani, Agustina and Djajakusumah, 2018).
1
2
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang
massa mediastinum mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
klasifikasi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang dan tatalaksana.
1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
pemahaman penulis maupun pembaca mengenai massa mediastinum.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2020).
3
4
antara paru kanan dan kiri dan mempunyai banyak struktur anatomi vital
didalamnya. Rongga mediastinum sempit dan tidak dapat diperluas,
sehingga apabila terjadi pembesaran tumor dapat menekan organ
disekitarnya dan menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa. Tumor
ini merupakan tumor yang jarang dibandingkan tumor jenis lainnya dan
kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat (Hardinur, 2020).
1.5.2 Epidemiologi
Jenis tumor mediastinum sering berkaitan dengan lokasi tumor dan
umur penderita. Pada anak-anak tumor mediastinum yang sering
ditemukan berlokasi di mediastinum posterior dan jenisnya tumor saraf.
Sedangkan pada orang dewasa lokasi tumor banyak ditemukan di
mediastinum anterior dengan jenis limfoma atau timoma (Syahruddin,
Hudoyo and Jusuf, 2009).
Angka kejadian tumor mediastinum berkisar 24%-47% pada orang
dewasa dan pada anak-anak adalah 35%-50%. Rentang usia pasien tumor
mediastinum terdapat pada berbagai usia tergantung dengan jenis tumor
mediastinum. Frekuensi tertinggi yang berisiko adalah pada dekade ke-3
hingga dekade ke-5. Berdasarkan jenis kelamin, tumor mediastinum
diketahui dapat ditemukan baik pada pria maupun wanita. Jenis kelamin
bukan merupakan predileksi terhadap tumor mediastinum, namun
berdasarkan jenis sel tumor ditemukan perbedaan yang bermakna. Data
dari Framinghan Heart Study didapatkan peningkatan prevalensi tumor
mediastinum anterior dua kali lipat pada perokok (0,4%) dari penelitian
sebelumnya (Hardinur, 2020).
Lesi yang paling sering ditemui di mediastinum adalah thymoma,
tumor neurogenik dan kista jinak, mewakili 60% pasien dengan massa
mediastinum. Tumor neurogenik, neoplasma sel germinal, dan kista
foregut mewakili 80% lesi masa kanak-kanak, sedangkan neoplasma timus
primer, massa tiroid, dan limfoma adalah yang paling umum pada orang
dewasa. Tumor mediastinum anterior mencakup 50% dari semua massa
mediastinum, termasuk timoma, teratoma, penyakit tiroid, dan limfoma.
Massa mediastinum media biasanya merupakan kista kongenital
6
Gejala yang biasa muncul adalah batuk, nyeri dada, demam, dan
dispnea. Gejala lokalisasi sekunder akibat invasi tumor (respiratory
compromise; kelumpuhan anggota badan, diafragma, dan pita suara;
sindrom Horner; sindrom vena kava superior), sedangkan gejala sistemik
biasanya disebabkan oleh pelepasan hormon, antibodi, atau sitokin yang
berlebihan (Juanpere et al., 2013).
Kebanyakan pasien penderita tumor mediastinum memiliki lebih dari
satu gejala klinis. Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung tahun 2011 didapatkan bahwa kesulitan bernapas
merupakan gejala klinis dengan frekuensi tertinggi (38,7%), diikuti oleh
batuk (14,6%), dan gejala tipikal myasthenia gravis, seperti badan yang
lemah, kelopak mata yang sulit digerakkan, dan kesulitan menelan
makanan (11,7%). Tumor mediastinum dapat menyebabkan gejala lokal
maupun sistemik. Gejala lokal yang timbul dapat berupa penekanan dari
struktur di rongga mediastinum akibat massa yang membesar, sehingga
menyebabkan sesak napas, batuk, suara serak, nyeri dada dan kesulitan
menelan, sedangkan gejala sistemik mencakup sindroma paratimik, yang
menyebabkan myasthenia gravis beserta gejalanya, sindroma
paraneoplastik, yang memiliki gejala seperti napsu makan yang menurun,
demam dan mual muntah, dan yang lainnya (Giovani, Agustina and
Djajakusumah, 2018).
1.5.7 Diagnosis
Computed tomography (CT) adalah alat yang paling penting dalam
evaluasi massa mediastinum. Karakterisasi pada CT didasarkan pada
pelemahan spesifik udara, lemak, air dan kalsium. Gambar tersebut
menampilkan hubungan anatomi tumor yang terperinci dengan struktur
yang berdekatan. MRI juga merupakan alat yang ideal untuk mengevaluasi
tumor mediastinum. MRI telah terbukti berguna dalam membedakan timus
normal dan hiperplasia timus dari neoplasma timus dan limfoma (Juanpere
et al., 2013). Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mendiagnosis tumor mediastinum adalah (Brunner & Suddart, 2016):
Foto thoraks
10
1.5.7.1 Thymoma
Thymoma adalah neoplasma primer yang berasal dari epitel thymus
dan merupakan tumor paling umum dari mediastinum anterior tetapi
insidennya kurang dari 1% dari semua keganasan dewasa. Timoma
biasanya terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun, jarang
11
terjadi pada anak-anak, dan mempengaruhi pria dan wanita secara setara.
Antara 20% dan 30% pasien dengan thymoma memiliki gejala akibat
tekanan dari massa tersebut. Myasthenia gravis terkait dengan thymoma
paling sering terjadi pada wanita. Antara 30% dan 50% pasien dengan
thymoma terkena myasthenia gravis, sedangkan 10-15% pasien dengan
myasthenia gravis memiliki thymoma (Juanpere et al., 2013).
Gambaran histologiknya sangat bervariasi dan dapat terjadi
komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan
infiltrate di dalam organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk
histologiknya. Masaoka membagi staging berdasarkan penampakan
mikroskopis dan makroskopis. Tumor timoma noninvasif masih terbatas
pada kelenjar timus dan tidak menyebar ke organ lain. Semua sel tumor
terbungkus oleh kapsul dan secara mikroskopis tidak terlihat invasi ke
kapsul. Jika sel tumor invasi telah mencapai kapsul maka dikategorikan
timoma invasif (timoma ganas) (Syahruddin, Hudoyo and Jusuf, 2009).
Tabel 2.2 Staging berdasarkan Sistem Masaoka
Stage I Makroskopis berkapsul, tidak tampak invasi ke kapsul
secara mikroskopis
Stage II Invasi secara makroskopis ke jaringan lemak sekitar
pleura mediastinum atau invasi ke kapsul secara
mikroskopis
Stage III Invasi secara makroskopis ke organ sekitarnya
Stage IV-A Penyebaran ke pleura atau perikardium
Stage IV-B Metastasis limfogen atau hematogen.
Terapi tumor sel germinal bergantung pada subtipe sel tumor dan
staging penyakit. Bedah adalah terapi pilihan untuk teratoma jinak,
teratoma ganas diterapi dengan kemoterapi dan kalau perlu dilakukan
reseksi setelah kemoterapi. Terapi untuk seminoma tergantung pada
apakah masih resectable atau tidak, sedangkan yang nonseminoma
diberikan kemoterapi (Syahruddin, Hudoyo and Jusuf, 2009).
Gambar 2.15
Limfoma Hodgkin sklerosis nodular pada wanita berusia 44 tahun. Rontgen dada
PA menunjukkan massa mediastinum yang besar dan well-defined dengan
densitas yang meningkat (panah). CT scan dengan kontras menunjukkan massa
jaringan lunak yang besar (panah) dengan nilai CT atenuasi homogen menempati
ruang prevaskular.
19
Gambar 2.16
Seorang pria berusia 28 tahun dengan limfoma Hodgkin. Rontgen dada PA dan
CT scan kontras menunjukkan massa jaringan lunak yang homogen pada tingkat
subcarina (panah). Limfadenopati aortopulmoner window dapat dideteksi pada
CT scan (panah terbuka).
Gambar 2.17
(A) Rontgen dada menunjukkan pembesaran mediastinum superoanterior. (B)
CT thorax menunjukkan massa besar di mediastinum anterior atas menekan
arteri pulmonalis utama (MPA) dan arteri pulmonalis kiri.
20
Gambar 2.18
Kista bronkogenik pada pria 1.5.7.5
tanpa gejala berusia 40 tahun K
menunjukkan lesi jaringan
lunak homogen (M).
Perhatikan efek massa pada
vena pulmonal inferior kanan
dan atrium kiri (panah).
ista perikardium
Kista perikardial adalah bagian dari kista mesothelial. Kista ini
terbentuk sebagai hasil dari reses parietal yang persisten selama
embriogenesis. Mereka diperkirakan terjadi pada 1 dari 100.000 orang
dan sering tanpa gejala dan teridentifikasi pada dekade keempat hingga
kelima kehidupan. Lokasi kista perikardial yang paling umum adalah di
21
Gambar 2.19
Tampak depan dada menunjukkan massa pada sudut kardiofrenikus kanan (panah
hitam) dengan batas jelas. Massa tampaknya berbatasan dengan jantung. CT scan di
lokasi yang sama menunjukkan struktur kistik besar berisi cairan (panah putih)
Panah merah menunjuk ke jantung.
Neurilemoma
Tumor jinak yang tumbuh lambat ini terdiri dari 40 hingga 65%
massa mediastinum neurogenik. Neurilemoma atau schwannomas
merupakan 75% dari kelompok massa ini. Tumor ini keras, massa
terdiri dari sel Schwann. Neurofibroma tidak berkapsul, lunak, dan
rapuh, dan berhubungan dengan neurofibromatosis Von
Recklinghausen. Tumor ini sering tanpa gejala dan ditemukan secara
kebetulan (Duwe, Sterman and Musani, 2005).
Secara radiografis, tumor selubung saraf adalah massa bulat
yang berbatas tajam. Karena berdekatan dengan tulang belakang,
mereka dapat menyebabkan erosi dan kelainan bentuk tulang rusuk.
Atenuasi rendah pada CT scan dapat mengindikasikan hiposelularitas,
perubahan kistik, perdarahan, atau adanya lipid dalam mielin (Duwe,
Sterman and Musani, 2005).
23
Gambar 2.20
Massa mediastinum posterior
sisi kiri yang besar terlihat
paravertebral (panah putih).
Gambar 2.21
Rontgen dada menunjukkan massa mediastinum di area kardia posterior (A).
CT scan dada menunjukkan massa berbentuk oval berukuran 7,4 × 4,5 cm di
mediastinum posterior. Massa menekan atrium kiri, esofagus, dan tidak ada
invasi pasti ke paru-paru (B).
24
Neuroblastoma
Neuroblastoma adalah penyakit pada anak kecil, dengan 95%
terjadi pada pasien usia 5 tahun. Neuroblastoma adalah tumor yang
sangat agresif dan mudah bermetastasis yang terdiri dari sel-sel bulat
kecil yang tersusun dalam lapisan atau pseudoroset. Mereka adalah lesi
nonencapsulated, sering menunjukkan perdarahan, nekrosis, atau
degenerasi kistik. Gejalanya meliputi nyeri, defisit neurologis, sindrom
Horner, gangguan pernapasan, dan ataksia. Pada CT scan, 80% dari
tumor ini memiliki kalsifikasi. Seperti semua tumor neurogenik, MRI
berguna untuk menentukan sejauh mana keterlibatan intraspinal
(Duwe, Sterman and Musani, 2005).
Gambar 2.24
Bayi 9 hari dengan
neuroblastoma toraks.
Radiografi dada AP (A) dan
Lateral (B) menunjukkan massa
dada. Perhatikan pelebaran
tulang rusuk posterior (panah
hijau), melokalisir massa ke
mediastinum posterior. Pada
gambaran lateral, tanda bintang
biru menandakan massa,
menggeser jantung ke arah
anterior.
25
Gambar 2.25
Bayi 9 hari dengan neuroblastoma toraks. CT scan dengan kontras aksial
melalui dada bagian tengah. Massa yang meningkat secara heterogen
menempati mediastinum posterior kiri (tanda bintang biru) dengan
kalsifikasi berbintik (panah merah), invasi foramen saraf (panah hijau),
dan kerusakan tulang rusuk ipsilateral. Perhatikan deviasi anterior dan ke
kanan dari struktur mediastinum.
26
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
Elhidis, M. (2020) ‘Page 1’, Jurnal Respirologi Indonesia, 40(2), pp. 1–10.