Anda di halaman 1dari 83

MANAJEMEN TUMOR MEDIASTINUM

Dr. dr. Noni Novisari Soeroso, M.Ked(Paru), Sp.P-K.Onk, FISR

Department Pulmonology and Respiratory Medicine, Universitas Sumatera Utara


Hospital, Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara, Medan,
North Sumatera, Indonesia
TUMOR MEDIASTINUM
PENDAHULUAN

 Rongga mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri,


pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan
ikat, kelenjar getah bening, dan salurannya.

 Rongga mediastinum sempit dan tidak dapat diperluas 


maka pembesaran tumor dapat menekan organ didekatnya
dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa
Anatomi
1. S (Superior Mediastinum)  mulai pintu masuk
toraks (thoracic inlet) sampai batas yang dibuat oleh
garis yang ditarik dari sudut manubriosternum ke
diskus intervertebralis T4-T5.
2. A (Anterior Mediastinum)  dari garis batas
mediastinum superior ke diafragma di depan jantung.
3. P (Posterior Mediastinum)  dari garis batas
mediastinum superior ke diafragma di belakang
jantung.
4. M (Middle Mediastinum)  dari garis batas
mediastinum superior ke diafragma di antara
mediastinum anterior dan posterior.
Tabel 1. Isi Ruang Mediastinum
Mediastinum Mediastinum Medial Mediastinum Posterior
Anterior

Kelenjar tiroid Perikardium Aorta desenden


Kelenjar timus Jantung Vena azigos dan
Lemak pericardial Trakea dan bronkus utama hemiazigos
Kelenjar getah Esophagus Duktus torasikus
bening Aorta asenden
Nervus vagus dan nervus frenikus
Kelenjar getah bening
 Tumor mediastinum  tumor yang terdapat di dalam rongga mediastinum
yaitu di antara paru kanan dan kiri.

 Tumor mediastinum jenis ganas yang sering ditemukan :


 timoma,
 seminoma,
 sel germinal,
 teratoma,
 tumor neurogenik, dan
 limfoma.
Tabel 2. Tumor Mediastinum dan Distribusi Lokasinya

Mediastinum superior Mediastinum Mediastinum media Mediastinum


Anterior posterior
Limfoma Limfoma Limfoma Tumor neurogenik
Tumor tiroid Teratoma Sarkoidosis Limfoma
Tumor/kista timus Tumor/kista timus Lipoma Fibroma
Timoma Tumor tiroid Mieloma sel plasma Miksoma
Lipoma timus Tumor paratiroid Tumor duktus kelenjar Kondroma
Karsinoid Tumor sel germinal Aneurisma aorta
Tumor paratiroid Lipoma desenden
Arteri inominata Limfangioma Tumor medula spinal
Aneurisma arteri Fibroma
subclavia Hemangioma
Miksoma Kondroma
Silindroma bronkus Rabdomiosarkoma
Paraganglioma korpus karotis
Klasifikasi
TUMOR MEDIASTINUM

NON-NEOPLASTIK TUMOR NEOPLASTIK

Mediastinal TB Timoma

Aneurisme aorta Sel Germinal


- Seminoma
- Nonseminoma
- Teratoma

Tumor Neurogenik
Epidemiologi

1970-1990 1992 1973-1995


• Data RS Persahabatan
• Dari 103 penderita • New Mexico, USA  219
 operasi tumor
tumor mediastinum, pasien tumor mediastinum
mediastinum sebanyak
timoma ditemukan ganas yang diidentifikasi
137 penderita, dengan
pada 57,1% kasus, dari 110.284 pasien
jenis teratoma 44
tumor sel germinal penyakit keganasan primer,
kasus (32,1%), timoma
30%, limfoma, tumor jenis terbanyak adalah
33 (24%) dan tumor
tiroid dan karsinoid limfoma 55%, sel germinal
saraf 11 kasus (8%).
masing- masing 4,2%. 16%, timoma 14%,
sarkoma 5%, neurogenik
3%, dan jenis lainnya 7%.
Diagnosis : Gejala dan tanda
 Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang
terlibat:
 Batuk, sesak, atau stridor muncul bila terjadi penekanan
atau invasi pada trakea dan/atau bronkus utama
 Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke
esofagus
 Sindrom vena kava superior (SVKS)
 Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringeal
terlibat, paralisis diafragma timbul apabila penekanan
nervus frenikus
 Nyeri, terutama untuk tumor yang terletak di sisi posterior
akibat penekanan pada saraf
Diagnosis : Gejala dan tanda
Pada pemeriksaan fisik, umumnya gambaran klinis memberikan informasi
sesuai dengan lokasi tumor jika tumor memiliki ukuran yang besar

Pada keadaan khusus seperti miastenia gravis dan adanya limfadenopati di


leher, diagnosis tumor mediastinum perlu dipertimbangkan.

Perkiraan 20-50%  pasien timoma gejala miastenia gravis seperti sulit


menelan, kelemahan otot dengan gejala awal pada otot okular kemudian
diikuti dengan kelemahan otot lainnya yang akan membaik setelah istirahat

Limfadenopati servikal dengan perkembangan yang cepat, demam yang


lama dan tidak jelas penyebabnya, keringat malam hari, serta penurunan
berat badan dapat mengarahkan kita pada diagnosis non-hodgkin limfoma
Diagnosis

ALUR PROSEDUR DIAGNOSTIK TUMOR MEDIASTINUM TANPA


KEGAWATAN
Diagnosis

ALUR PROSEDUR DIAGNOSTIK TUMOR MEDIASTINUM DENGAN


KEGAWATAN
Diagnosis : Imaging
Foto toraks
 Tiga ciri radiologi yang menunjukkan bahwa massa berada di mediastinum:
 Massa yang licin dan berbatas tegas dengan paru yang berdekatan. Hal
ini karena massa mediastinum tumbuh dan mendorong pleura parietalis
dan viseralis ke arah paru-paru.
 Pembentukan obtuse angle (sudut tumpul) antara pinggir lesi dengan
paru yang berdekatan. Jika pertumbuhan konsentris dan massa
mediastinum membesar, massa tersebut mendorong pleura mediastinal,
pelan-pelan ke arah paru-paru. Sudut yang terbentuk pada pleura di atas
massa harus tumpul.
 Efek pada organ yang dekat (intimate effect) dengan lesi mediastinum. Lesi
yang kontak dengan organ sekitarnya menyebabkan perpindahan /
pendorongan lokal dari organ di mediastinum seperti esofagus dan trakea.
1. Massa yang licin dan berbatas tegas dengan paru yang berdekatan.
2. Pembentukan obtuse angle (sudut tumpul) antara pinggir lesi dengan paru yang
berdekatan.
 Efek pada organ yang dekat (intimate effect) dengan lesi mediastinum. Lesi
yang kontak dengan organ sekitarnya menyebabkan perpindahan /
pendorongan lokal dari organ di mediastinum seperti esofagus dan trakea.
Kanker paru
 CT scan toraks  alat diagnostik bantu yang bukan hanya dapat
mendeteksi lokasi tumor tetapi dapat memperkirakan jenis tumor
tersebut.
 Secara radiologi teratoma tampak bulat dan sering lobulated dan
mengandung jaringan lunak dengan elemen cairan dan lemak, kalsifikasi
terlihat pada 20-43% kasus.
 CT scan toraks dengan kontras juga dapat membantu menentukan
staging tumor dengan mengetahui adanya invasi kelenjar getah bening
maupun invasi ke organ sekitar.
 Pemeriksaan imaging lain, seperti ekokardiografi  untuk mendeteksi
pulsasi pada tumor dengan kecurigaan kearah aneurisma, esofagografi
jika ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus dan MRI kadang
dibutuhkan bukan hanya untuk diagnostik tetapi juga penatalaksanaan
yang akan diberikan.
Diagnosis : Pemeriksaan tumor marker
 Tumor marker pada tumor mediastinum meliputi LDH, β-HCG, Alfa Feto
Protein (AFP) dan ALP.
 Dimana pada jenis nonseminoma, akan terdapat peningkatan yang bermakna dari
LDH, βHCG, dan Alfa Feto Protein.

 Pemeriksaan petanda tumor tersebut pada pasien tumor sel germinal


sebelum terapi dapat menentukan prognosis sel germinal yang
bermetastasis pada pasien.

 Pemeriksaan petanda tumor tersebut pasca pengobatan dengan kadar


yang normal diperlukan untuk menilai respons terhadap kemoterapi
meskipun perlu dipertimbangkan juga pemeriksaan fisis, foto toraks
dan CT toraks pasien
Diagnosis : Pemeriksaan tumor marker

 Meskipun bukan tergolong pemeriksaan tumor marker, pada tumor


mediastinum anterior perlu dilakukan pemeriksaan T3, Free T4, dan
TSH jika dicurigai kearah tumor tiroid.

 Pada tumor tiroid, umumnya kadar TSH normal atau menurun tidak
bermakna, dan T3 dan T4 dalam batas normal atau meningkat tidak
terlalu bermakna.
Diagnosis : Tindakan diagnostik
BRONKOSKOPI
1. Dilakukan untuk memberikan informasi
tentang pendorongan atau penekanan tumor
terhadap saluran napas dan lokasinya
2. menilai invasi tumor ke saluran napas
3. membedakan tumor mediastinum dari kanker
paru primer
4. Memberikan informasi kepada bedah toraks
lokasi (bronkoskopi pre-op)
Tindakan bronkoskopi (Tampak stenosis kompresi 1/3
proksimal trakea dan BUKI,
MEDIASTINOSKOPI Stenosis infiltratif di RB5)

ESOFAGOSKOPI
TORAKOSKOPI DIAGNOSTIK
Diagnosis : Tindakan diagnostik
 Biopsi jarum halus (BJH) atau fine needle aspiration biopsy (FNAB) ]
 Sitologi cairan pleura dan biopsi pleura
 Biopsi transtorakal (TTB) dapat dilakukan bila ukuran tumor besar
dan lokasinya tidak berisi banyak pembuluh darah.
 Biopsi transtorakal dengan tuntunan fluoroskopi atau CT Scan dapat
menurunkan risiko terjadi komplikasi seperti pneumotoraks,
perdarahan dan false negative.
 Teknik Percutaneneous core needle biopsy (PCNB) untuk tumor
mediastinum memiliki sensitivitas 91,9% dan spesifisitas 90,3%
dengan komplikasi pneumotoraks 11% dan hemoptisis 1,6% dari 70
pasien
 EMG (Elektromiografi)  salah satu modalitas pemeriksaan penunjang
untuk kecurigaan timoma, yaitu untuk mencari kemungkinan
miastenia gravis atau myesthenic reaction.
PENATALAKSANAAN
 Bergantung pada sifat tumor, jinak atau ganas.
 Jinak  bedah
 Ganas  berdasarkan jenisnya  multimodaliti
yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi.
TIMOMA
TIMOMA : Definisi & Epidemiologi

Neoplasma yang berasal dari sel-sel epitel timus.

Usia produktif atau dewasa muda, rata-rata usia 40 dan 60 tahun.


Jarang terjadi pada anak-anak.
 Lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Marshal et al (2000 –
2001)  laki-laki (70,8%) dan perempuan (29,2%).
 Belum ada data yang memperlihatkan risiko etnis tertentu dengan
munculnya timoma, tetapi beberapa kasus memperlihatkan riwayat
yang sama dalam salah satu keluarga terdekatnya.
TIMOMA : Subtipe
Subtipe berdasarkan histologis :
 timoma tipe B2 dan AB (masing-masing 20-35% dari
seluruh kasus)
 timoma tipe B1 dan tipe A jarang (5-10% pada
kebanyakan studi)
TIMOMA : Etiologi
Masih belum diketahui.
Diduga :
 Virus Epstein-Barr jenis limfoepitelioma, skuamosa
diferensiasi buruk dan karsinoma timus tidak
berdiferensiasi di Asia dan negara-negara Barat
 Genetik atau lingkungan
 Gangguan immunodefisiensi
TIMOMA & MIASTENIA GRAVIS
 Kelenjar timus, yang terletak di daerah dada di bawah tulang dada berperan
penting dalam perkembangan sistem kekebalan tubuh pada awal kehidupan.
Sel-sel pada kelenjar ini merupakan sistem kekebalan tubuh normal.

 Hubungan antara kelenjar timus dan miastenia gravis belum sepenuhnya


dipahami.

 Perkiraan sekitar myasthenia reaction sekitar 40-50%.

 Terjadinyapembesaran kelenjar timus mengakibatkan kesalahan dalam


perkembangan sel-sel kekebalan sehingga terjadi autoimunitas dan produksi
antibodi reseptor asetilkolin serta terjadi kesalahan pada transmisi
neuromuskuler
TIMOMA : Manisfestasi Klinis
 Kista dan tumor mediastinum banyak tidak menimbulkan gejala, dan baru
ditemukan pada pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan toraks lainnya.
 Manifestasi  gejala lokal atau sistemik atau kombinasi dari keduanya.
 Keluhan yang sering ditemukan :

 Batuk  Suara serak


 Sesak napas  Gangguan menelan
 Nyeri dada kalau menarik napas dalam
 Benjolan di leher atau di sekitar sternum
TIMOMA : Diagnosis
 Pemeriksaan Radiologis

a. Foto toraks b. CT scan toraks

Gambar 1 (A) Foto toraks PA, massa di parahiler dan Gambar 2. CT scan toraks dengan hasil
parakardial kiri. (B) Foto toraks lateral kiri, massa tumor mediastinum anterior (timoma)
terletak di anterior
Massa solid berbatas tegas
menyebabnya hilangnya
sebagian siluet jantung

Massa solid berbatas tegas


tumpang tindih dengan
kontur aorta

Massa solid batas tegas dengan


enhancement moderat pada
mediastinum anterior, tanpa
disertai komponen kalsifikasi
ataupun lemak

Massa solid berbatas tegas


yang meng-enhance
melibatkan struktur aorta
TIMOMA : Diagnosis
 Pemeriksaan Radiologis

c. MRI
d. Ultrasonografi
e. Bronkoskopi https://www.humpath.com/spip.php?article
19028

f. Biopsi
g. Mediastinoskopi atau torakotomi

https://www.webpathology.com/image.asp?n=5
&Case=654
TIMOMA : Klasifikasi
 Menurut WHO

 Tipe A  medular, sel timoma bentuk spindle/ oval.

 Tipe AB  (tipe campuran), bentuknya kombinasi sel


pada tipe A dan B.
 Tipe B  sel sebagian besar berbentuk bulat atau
poligonal, tampak dendritik atau epiteloid.
Berdasarkan peningkatan rasio epitelial limfosit dan
dari sel neoplastiknya maka tipe B dibagi menjadi :
• Tipe B1 : predominan kortikal, kaya limfosit,
limfolitik, timoma organoid
• Tipe B2 : kortikal

• Tipe B3 : epitelial skuamosa, timoma atipik,


karsinoma timik berdiferensiasi baik
 Tipe C  karsinoma timik
TIMOMA : Klasifikasi
Tumor timus:
 1. Timoma (klasifikasi Muller Hermelink)
 Tipe medular
 Tipe campuran
 Tipe kortikal predominan
 Tipe kortikal Karsinoma timik
 Derajat rendah (Low grade)
 Derajat tinggi (High grade)
 2. Karsinoma timik dan Oat Cell Carcinoma
36
37
38
39
TIMOMA : Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan timoma tergantung pada stadium, demikian


juga prognosisnya.

 Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah


multimodaliti yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi.
TIMOMA : Penatalaksanaan
Penatalaksanaan timoma berdasarkan staging dan klinis penderita:
 Stage I : Extended Thymo Thymectomy (ETT)
 Stage II : ETT + Radioterapi
 Stage III : ETT + Extended Resection (ER) + Radioterapi + Kemoterapi
 Stage IV A : Debulking + Kemoterapi + Radioterapi
 Stage IV B : Kemoterapi + Radioterapi + Debulking
42
43
44
45
Kemoterapi diberikan dengan berbagai regimen tetapi hasil terbaik adalah yang
berbasis sisplatin atau cisplatin based regimen. Obat-obatan berikut ini paling sering
digunakan untuk mengobati timoma:

• Karboplatin (Paraplat, Paraplatin)


• Sisplatin (Platinol)
• Siklofosfamid (Cytoxan, Clafen, Neosar)
• Doksorubisin (adriamycin)
• Etoposid (VePesid, Toposar)
• Ifosfamid (Cyfos, IFEX, Ifosfamidum)
• Paklitaksel (Taxol)
• Vinkristin
Regimen yang sering digunakan adalah kombinasi
sisplatin + do­kso­rubisin + siklofosfamid (CAP) atau
regimen sisplatin + etoposid (PE), rejiman etoposid +
ifosfamid +sisplatin (VIP) atau doksorubisin + sisplatin +
vinkristin + siklofosfamid (ADOC). Kemoterapi diberikan
setiap 4 minggu (28 hari) dan maksimal 6 siklus dengan
evaluasi setelah pemberian 2 siklus.
Sumber Jumlah Regimen kemoterapi CR + PR CR Patologis PR
pasien
Bretti et al 25 Etoposide, 18/25 11/25 2/25
sisplatin/doksorubisin, sisplatin,
vinkristin, siklofosfamid
Lucchi et al 25 Sisplatin, epirubisin, etoposide 10 20  

Venuta et al 15 Sisplatin, epirubisin, etoposide 10/15   1/15

Berruti et al 6 Doksorubisin, sisplatin, 5/6 1/6 0


vinkristin, siklofosfamid
Jacot et al 5 Sisplatin, doksorubisin, 4/5 1/5  
siklofosfamid
Macchirini et al 7 Sisplatin, epirubisin, etoposide 7/7 4/7  

Kim et al 22 Sisplatin, doksorubisin, 17/22 16/21 6/16


siklofosfamid, prednison
Rea et al 16 Doksorubisin, Sisplatin, 16/16 11 5/16
vinkristin, siklofosfamid
Wright et al 10 Sisplatin, etoposide 4/10 8/10 4/10
Kunitoh et al 21 Sisplatin, vinkristin, 13/21 9/21 3/21
Doksorubisin, etoposide
TIMOMA : Prognosis
 Prognosis seseorang dengan timoma didasarkan pada karakteristik tumor, bukan
dari penampilan histologis.
 Masaoka et al, menghitung umur tahan hidup 5 tahun berdasarkan staging
penyakit,
92,6% untuk stage I,
85,7% untuk stage II,
69,6% untuk stage III dan
50% untuk stage IV.
 17 Dari 31 penderita timoma yang dibedah di RS Persahabatan didapatkan umur
tahan hidup untuk tahun pertama sebesar 58,44%, tahun kedua 43,29%, tahun
ketiga sampai dengan tahun kelima 30,9%, sedangkan median survival adalah
16,2 bulan.
 Penderita dengan reaksi miastenia mempunyai angka tahan hidup 5 tahun (74%)
sedangkan yang tidak hanya mempunyai umur tahan hidup 2 tahun (11,8%).
TUMOR SEL GERMINAL
TUMOR SEL GERMINAL : Definisi

 Kelompok neoplasma jinak dan ganas yang berasal dari sel


germinal primitif pada awal embriogenesis.
 Sering terjadi di gonad, namun dapat juga ekstragonad (5-10%)
yang tertinggal sepanjang struktur garis tengah saat migrasi dari
endoderm yolk ke gonad, yaitu di kelenjar pineal, neurohipofisis,
mediastinum, retroperitoneum, dan sakrokogsigeal.
 Tumor sel germinal ekstragonad tersering  di mediastinum
anterosuperior di sekitar kelenjar timus.
TUMOR SEL GERMINAL :
Epidemiologi
 Jarang ditemukan  3-10% dari semua tumor mediastinum

 1-3 % dari semua neoplasma sel germinal.


 Prevalensi  dewasa (10-15%), anak (8-24%), dan di antaranya
jinak (86%).
 Lesi ganas  anak-anak dan dewasa, usia 2 - 70 tahun
 Lesi terbanyak  laki-laki, usia 20 - 40 tahun
 Kasus terbanyak  tumor primer di testis
TUMOR SEL GERMINAL : Klasifikasi
Klasifikasi histologi berdasarkan buku PDPI :
1. Seminoma
2. Nonseminoma
- Karsinoma embrional
- Koriokarsinoma
- Yolk sac carcinoma
3. Teratoma
- Jinak (benign)
- Ganas (malignant)
 Dengan unsur sel germinal
 Dengan unsur nongerminal
 Imatur
Klasifikasi dan Staging Menurut WHO
1. Tumor Sel Germinal Mediastinal histologi tunggal (TSG murni)
- Seminoma
- Karsinoma embrional
- Tumor Yolk sac
- Koriokarsinoma
- Teratoma matur
- Teratoma imatur
2. Tumor Sel Germinal Mediastinal lebih dari satu jenis histologi (TSG
campuran)
- Poliembrioma (varian)
3. TSG dengan keganasan tipe somatik
4. TSG dengan keganasan hematologi
TUMOR SEL GERMINAL : Staging
Stadium klinis tumor sel germinal mediastinal terbagi atas 3 stadium
berdasarkan TNM yaitu:
a. Stadium I  batas tumor baik dengan atau tanpa perlekatan fokal ke
pleura atau perikardium dan tidak ada invasi ke organ sekitar secara
mikroskopis
b. Stadium II  tumor berbatasan dengan mediastinum serta terdapat
infiltrasi secara makroskopis dan atau mikroskopis ke dalam struktur
sekitar
c. Stadium III  tumor dengan metastasis terdiri atas:
 Stadium III A: metastasis ke organ intratoraks
 Stadium III B: metastasis ke ekstratoraks
TUMOR SEL GERMINAL : Prognosis
 Rata-rata follow-up adalah 5 tahun.
 Faktor prognostik:
- peningkatan alpha fetoprotein (AFP),
- fraksi beta Human Chorionic Gonadotropin (β-HCG),
- laktat dehydrogenase (LDH)
 Faktor pertimbangan lainnya adalah metastasis nonpulmoner pada
hati, tulang, dan/atau otak.
 Pada seminoma tampak gambaran metastasis nonpulmoner yang lebih
menonjol.
TUMOR SEL GERMINAL :
Penatalaksanaan
 Bergantung pada subtipe sel tumor dan staging penyakit.

 Sekitar 70% dari pasien dengan tumor ganas sel germinal dapat disembuhkan

 20-30 % dengan penyakit tahap lanjut gagal dalam mencapai respon komplit dan meninggal
karena penyakitnya.

Seminoma Non Seminoma Teratoma Jinak Teratoma Ganas

Sensitif
dengan Kemoterapi Resisten dengan radiasi Reseksi komplit Multimodaliti
dan radiasi (Bedah, kemoterapi,
radiasi)

Pilihan terapi kemoterapi


TUMOR SEL GERMINAL
(SEMINOMA)
SEMINOMA : Epidemiologi
 40% dari tumor sel germinal ganas.
 Laki-laki (20-40 tahun) dan perempuan (kurang 5%).
 Berkembang lambat dan dapat mencapai ukuran yang sangat besar sebelum
menimbulkan gejala.
 Gejala yang paling sering dikeluhkan  Nyeri dada, batuk, sesak napas dan
suara serak.
 Sindroma vena kava superior dapat ditemukan pada 10 sampai 20% pasien.
SEMINOMA : Imaging
 Massa besar, homogen di
mediastinum anterior
 Tidak berkalsifikasi
 Dapat menekan trakea atau
bronkus
 Jarang menyebar ke organ
sekitar
SEMINOMA : Laboratorium
 Sekitar 10% pasien seminoma murni dapat mengalami
peningkatan nilai β-HCG,
 Nilai AFP tidak pernah meningkat pada seminoma mediastinal
murni.
 Kenaikan nilai AFP mengindikasikan terdapat elemen
nonseminoma.
 Serum LDH meningkat pada sebagian besar pasien seminoma
mediastinal.
SEMINOMA : Penatalaksanaan
Seminoma

Resectable: Metastasis
tanpa gejala (asymptomatic),
terbatas di mediastinum anterior
tidak ada metastasis lokal/jauh
Kemoterapi
Atau
Kemoterapi + Radiasi
Multimodaliti
(Bedah, kemoterapi, radiasi)
Regimen Kemoterapi: Vinblastin + Bleomycin + Cisplatin

Survival 5 tahun > 90%


Dosis Radiasi 4500 – 5000 cGt (sangat radiosensitif)
TUMOR SEL GERMINAL
(NONSEMINOMA)
NONSEMINOMA
 Nonseminoma terdiri atas:

- karsinoma sel embrional,


- tumor sinus endodermal,
- koriokarsinoma
- campuran tumor sel germinal dengan berbagai macam bentuk jaringan.
 Ditemukan sebanyak 3% sampai 10%
 Laki-laki  20-50 tahun.
 Sangat cepat berkembang dan menyebar.
 85% pasien memiliki gejala klinis seperti nyeri, batuk, batuk darah, sesak napas,
demam dan penurunan berat badan.
 Gynecomastia dapat dijumpai sebagai akibat dari sekresi β-HCG dari sel tumor
tertentu.
 Sekitar 20% pasien mengalami SVKS.
Sindroma terkait Non Seminoma

Sindroma klinefelter Keganasan hematologi Idiopatik

Hipoganadisme Idiopathic
Acute myeloid leukemia,
Azoospermia trombositopenia
Acute nonlymphocytic
Kadar GnRH tingggi
leukemia
Kromosom X tambahan
Acute megakaryocytic
leukemia,
Terjadi pada 18% kasus
Erythroleukemia,
non seminoma
Myelodysplastic syndrome
Malignant histiocytosis

Terjadi pada 2% kasus


Choriocarcinoma Yolk Sac Tumor Ca – Embrionic
NONSEMINOMA : Penatalaksanaan

 Cisplatin based kemoterapi  terapi untuk golongan ini dan kadang

dilakukan operasi pascakemoterapi (postchemoterapy adjuctive surgery).

 Rejimen:
 Cisplatin, bleomisin dan etoposid.
 Tetapi ada rejimen yang terdiri dari sisplatin dan bleomisin yang diberikan 4
siklus.
Penatalaksanaan
TUMOR SEL GERMINAL
(TERATOMA)
TERATOMA
 Sering pada usia dewasa muda
 Insidensi hampir sama laki-laki dan perempuan
 80% mempunyai pertumbuhan jinak dan 20% ganas.

Teratoma Matur Teratoma Imatur


Mengandung 2 atau lebih derivat endoderm, Mengandung elemen ektoderm, mesoderm,
mesoderm, dan ektoderm berdiferensiasi dan ektoderm yang imatur
baik

Ektodermal: kulit, gigi, dan rambut Jarang ditemukan, hanya 1% dari semua
Mesodermal: tulang, kartilago, dan otot teratoma mediastinal
Endodermal: epitel bronkial dan
gastrointestinal

Pembentukan kista merupakan gambaran


yang khas
TERATOMA: Imaging

Massa batas tegas dengan densitas heterogen


dengan campuran komponen jaringan lunak, cairan, lemak dan kalsifikasi
TERATOMA: Imaging

Massa batas tegas dengan densitas heterogen Campuran area kistik, lemak, dan kalsifikasi banyak
dengan campuran komponen jaringan lunak, ditemukan pada teratoma imatur
cairan, lemak. Hipodens sentral menandakan Kapsul lebih padat dan menyangat dengan kontras
nekrosis atau perdarahan.
Fat fluid level merupakan ciri khas teratoma
matur
TERATOMA: Patologi
TERATOMA : Penatalaksanaan
 Teratoma jinak  bedah

 Teratoma ganas  kemoterapi dan kalau perlu dilakukan reseksi


setelah kemoterapi.

 Rejimen: sisplatin, vinkristin, bleomisin dan methotrexate,

etoposid, daktinomisin dan siklofosfamid.


LIMFOMA
Pendahuluan

 Limfoma malignum Hodgkin atau limfoma Non-Hodgkin


adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat
padat. Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai Limfoma
Non-Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat.
MANIFESTASI KLINIS NHL

 Adapun gejala pertama berupa pembesaran kelenjar limfe superfisial.


Manifestasinya yaitu pada 60-80% kelenjar limfe bagian leher, 6-20% aksila,
inguinal 6-12%.

 Pembesaran kelenjar limfe berupa massa yang keras, terfiksasi, bila mengenai
kulit tampak merah, edema, nyeri, dan pada stadium lanjut berupa ulserasi.

 Biasanya progresivitas pada LNH umumnya tidak beraturan, cepat, perjalanan


penyakit pendek dengan reaksi yang tidak seragam. Walaupun terjadi remisi tetap
mudah kambuh dengan prognosis yang lebih buruk
Klasifikasi Ann Arbor
 Stadium I:

 Keterlibatan satu daerah kelenjar getah bening (I) atau keterlibatan satu organ atau satu
tempat ekstralimfatik(IIE)3,4
 Stadium II:

 Keterlibatan 2 daerah kelenjar getah bening atau lebih pada sisi diafragma yang sama (II)
atau keterlibatan lokal pada organ atau tempat ekstralimfatik dan satu atau lebih daerah
kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang sama (IIE). Rekomendasi lain: jumlah
daerah nodus yang terlibat ditunjukkan dengan tulisan di bawah garis (subscript) (misalnya
II3)
 Stadium III:

 Keterlibatan daerah kelenjar getah bening pada kedua did diafragma (III), yang juga dapat
disertai dengan keterlibatan lokal pada organ atau tempat ekstralimfatik (IIIE) atau
keduanya (IIIE+S)
 Stadium IV:

 Keterlibatan yang difus atau tanpa disertai pembesaran kelenjar getah bening. Alasan
untuk menggolongkan pasien ke dalam stadium IV harus dijelaskan lebih lanjut dengan
menunjukkan tempat itu dengan simbol.
 DIAGNOSIS : MEDIASTINAL NON HOGKIN LIMFOMA
Penatalaksanaan

 Sesuai dengan tingkat derajat keganasan , apakah rendah,


menengah ataupun tinggi

 Umumnya terapi dilakukan Kemoterapi dan atau


radioterapi
Referensi
 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Mediastinum Non- limfoma. Jakarta.
 Williams PL, Bennister L, Berry LH, Collins P, Dyson M, Dussek JE, et al. L. Respiratory system. In: Gray‟s anatomy. Editors. 38 th ed, Churchill Livingstone, Edinburgh.
1999: 1627-76.
 Busroh ID. Tumor Mediastinum: tata laksana dan beberapa data. PIT IKABI, Jogjakarta, 4-6 Juli 1991.h. 1-14.
 Hudoyo A, Danna S, Siregar CA, Jusuf A, Yudanarso D. Tumor mediastinum di RSUP Persahabatan (1988-1992). Recent Advances in Respiratory Medicine Simposia.
Konperensi Kerja Nasional VII PDPI. Bandung, 1995.
 Bacha EA, Chapelier AR, Macchiarini P. Surgery for Invasive Primary Mediastinal Tumors. Ann Thorac Surg 1998;66:234 –9.
 Temes R, Chavez T, Mapel D, Ketai L, Crowell R, Key C, et al. Primary mediastinal malignancies: finding in 219 patients. West J Med 1999; 170(3):161-6.
 Whooley BP, Urschel JD, Antkowiak JG, Takita H. Primary tumors of the mediastinum. J Surg Oncol 1999; 70(2): 95-9.
 Weinberger SE, Cockrill BA, Mandel J. Mediastinal disease. In: Principles of Pulmonary Medicine. Fifth Edition. Saunders Elsevier. Philadelphia. 2008: 241-21
 Roberts JR, Keiser LR. Acquired lesions of the mediastinum: Benign and Malignant. In: Pulmonary Diseases and Disorder. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA,
Senior RM, Pack AI. Fourth Edition. McGraw- Hill. New York. 2008:1583-1601.
 Syahruddin E, Hudoyo A, Jusuf A, Ikhsan AG, Wibawanto A., Busroh ID, Arsanus J. Hidayat H. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Timoma di Rumah Sakit
Persahabatan Tahun 2007. Jurnal Respirologi Indonesia. Volume 27. No.4: Oktober 2007:231-5.
 Syahruddin E, Hudoyo A, Jusuf A. Penatalaksanaan Tumor Mediastinum Ganas. In Jurnal Respirologi Indonesia. Volume 29. No.4: Oktober 2009: 1-14.
 Park DR, Pierson DJ. Tumors and Cysts of The Mediastinum. In: Textbook of Respiratory Medicine. Murray JF, Nadel JA. Third Edition. WB Saunders Company.
Philadelphia. 2000: 2123-2133.
 Moran CA, Suster S, Przygodzki RM, Koss MN. Primary germ cell tumors of the mediastinum: II. Mediastinal seminoma - a clinicopathologic and immunohistochemical
study of 120 cases. Cancer 1997; 80(4): 691-8. 24.
 Moran CA, Suster S, Koss MN. Primary germ cell tumors of the mediastinum: III. Yolk sac tumor, embryonal carcinoma, choriocarcinoma, and combined nonteratomatous
germ cell tumors of the mediastinum, a clinicopathologic and immunohistochemical study of 64 cases. Cancer 1997; 80(4): 699-707.
 Strollo DC. Primary mediastinal tumors. Part I. Tumor anterior mediastinum. Chest 1997; 112: 511-22.
 Kuo TT, Mukai K, Eimoto T, et al. Type AB Thymoma. In: Pathology & Genetics. Tumours of The Lung, Pleura, Thymus and Heart. Travis WD, Brambilla E, Muller-
Hermelink HK, Harris CC. World Health Organzation Classification of Tumours. IARC Press. Lyon. 2004: 157-58.
 Park DR, Pierson DJ. Disorders of The Mediastinum. General Principles and Diagnostic Approach. In: Textbook of Respiratory Medicine. Murray JF, Nadel JA. Third Edition.
WB Saunders Company. Philadelphia. 2000: 2079-91.
 Boedjang N, Kusumawidjaya K, Icksan AG. Tumor di dalam Toraks.Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001:45-57.
 Pratama S, Syahruddin E, Hudoyo A. Karakteristik Tumor Mediastinum Berdasarkan Keadaan Klinis, Gambaran CT-Scan dan Petanda Tumor di Rumah Sakit
Persahabatan. J Respir Indones. 2009;29(1).
 Shaham D, Goitein O, Vazquez MF, Libson E, Sherman Y, Henschke CI, et al. Biopsy of mediastinal tumors: needle biopsy versus mediastinoscopy. Pro needle biopsy.
Journal of Bronchoscopy 2001; 8 : 132-8.
 Yang SC. Biopsy of Mediastinal tumors: needle biopsy versus mediastinoscopy. Pro mediastinoscopy. Journal of Bronchoscopy 2001; 8 : 139-43.
 Greif J, Staroselsky AN, Gernjac M, Schawarz Y, Marmur S, Perisman M, et al. Percutaneous core needle biopsy in the diagnosis of mediastinal tumors. Lung Cancer 1999;
25(3): 169-73.
 Muller-Hermelink HK, Engel P, Kuo TT, Strobel Ph, Marx A, Harris NL, et al. Tumours of The Thymus. In: Pathology & Genetics. Tumours of The Lung, Pleura, Thymus and
Heart. Travis WD, Brambilla E, Muller-Hermelink HK, Harris CC. World Health Organization Classification of Tumours. IARC press. Lyon. 2004 : 148-51.
 Evans KJ. Thymoma. Medscape. 2018: 1-12. Available from http://emedicine.medscape.com/article/193809-overview#showall.
 World Health Organization Clasification of Tumour, WHO Classification of Tumour of the Lung, Pleyra, Thymus and Heart, 144, 244-266.
TERIMA
KASIH

Jika berminat hubungi Ika no hp 082289975050


About Journal
International Journal of Respiratory Medicine (IJRM) is an international, open
access, online, peer-reviewed and published per 3 months a year in fields of Medical
Sciences, Health Science, and Public Health Science. From original research papers,
case studies, review, and academic or scholarly articles to extended versions of
previously published papers in conferences, scholarly journal or academic peer
reviewed international journals; we welcome high quality work that focuses on
research, development and application in the aforesaid areas

Editorial Team
Editor in Chief: Dr. rer. medic., dr. M Ichwan, M.Sc, Faculty of
Medicine Universitas Sumatera Utara.
More Editorial Team: http://bit.ly/2lH0n7j

Contact Person
respirology.usu@gmail.com
link journal: http://ijrm.respirology- usu.id/index.php/ijrm
link web: http://respirology-usu.id/

Anda mungkin juga menyukai