Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Mediastinum


Batas ruang mediastinum, atas: pintu masuk toraks, bawah: diafragma, lateral: pleura
mediastinalis, posterior : tulang belakang, anterior : sternum. Karena rongga
mediastinum tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ
penting di sekitarnya dan dapat mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum
tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai
keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting:
1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5
dan bagian bawah sternum.
2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma didepan
jantung.
3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma
dibelakang jantung.
4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di
antara mediastinum anterior dan posterior. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003)

2.2 Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga di
antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah
vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003) Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat
di mediastinum yaitu rongga imaginer di antara paru kiri dan kanan. Mediastinum berisi
jantung, pembuluh darah besar, trakea, timus, kelenjar getah bening dan jaringan ikat. (Elisna
Syahruddin). Tumor adalah suatu benjolan abnormal yanga ada pada tubuh, sedangkan
mediastinum adalah suatu rongga yang terdapat antata paru-paru kanan dan paru-paru kiri
yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar
timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Jadi, Tumor mediastinum
adalah tumor yang berada di daerah mediastinum. Tidak ada hal yang spesifik yang dapat
mencegah tumor mediastinum ini. Tetapi jika kita terbiasa berperilaku hidup sehat insyaalloh
kita akan tehindar dari penyakit tumor dan kanker. (dr. Agus Rahmadi, 2010)

2.3 Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
1. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong
asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
2. Faktor genetik
Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh
protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
3. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma
fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari
sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
4. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur
pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
5. Faktor mikroorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan
ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan.
Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.
6. Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian
peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat
pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.

2.4 Klasifikasi Tumor Mediastinum


1. Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak
terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun, tumor
ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin,
suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat
terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan
infiltrate di dalam organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya.
Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan
myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar
Thymoma mempunyai perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya
penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang
terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Stage dari Timoma:
 Stage I : belum invasi ke sekitar
 Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
 Stage III : invasi s/d pericardium
 Stage IV : Limphogen / hematogen
 Teratoid
2. Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada
mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah
putih pada sistem kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma. Limfoma
adalah bagian dari grup penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada abad ke-19
dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin karena ditemukan oleh Thomas
Hodgkin tahun 1832. Limfoma dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma
non-Hodgkin.
3. Tumor tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
4. Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat
menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka dengan
perikard itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini
juga dikenal sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital,
tetapi baru muncul manifestasi pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran
tumor biasanya secara lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada
fluoroskopi, kista-kista ini sering terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding yang
tipis dengan perubahan bentuk pada pernapasan dalam. Kista-kista coelom di sebelah
kanan harus differensiasi dengan lemak parakardial dan dengan hernia diafragmatika
melalui foramen Morgagni. Kista-kista ini sering terdapt, meskipun tentang hal ini tidak
ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan keluhan, infeksi sangat jarang dan
malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi hanya diperlukan pada keraguan
yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran kista yang sangat besar.
5. Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat,
manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak jaug
di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostals, ganglia
simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi
pada semua umur, tetapi relative frekuen pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006).
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto
thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang
berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada
nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu merupakan
gejala yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus. Sewaktu tumor
tumbuh lebih besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa
menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus brakhialis atau
rantai simpatis servikalis.

2.5 Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker/karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma
jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor
predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya
jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum. Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma
dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu proses yang
memakan waku bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik. Adakalanya berbagai
bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat oleh tim kesehatan. Diperlukan
berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan masalah adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara
mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai substansia pada
jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara
berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker
terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar mengakibatkan
sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan menyebar ke
berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun melalui
peristiwa mekanis dalam tubuh. Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum
secara mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta dapat
menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit
infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum,
bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan
banyak kerusakan pembuluh darah. Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya
infeksi sekunder; sehingga kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah
pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik
pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.

2.6 Manifestasi klinis


1. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu
(menelungkup)
2. Sekret berlebihan
3. Batuk dengan atau tanpa dahak
4. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5. Pernafasan tidak simetris
6. Egophonia pada daerah sternum
7. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
8. Wheezing unilateral/bilateral
9. Ronchii

2.7 Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan
hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam
mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan
penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel)
bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom
paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari
penyakit mediastinum adalah:
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esofagus

2.8 Pemeriksaan penunjang


1. Hb: menurun/normal
2. Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada
anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu.
Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostik lebih lanjut.
CT scan thorax diperlukan untuk membedakan apakah lesi berasal dari vaskuler
atau bukan vaskuler. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan
dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan apakah lesi
tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk membedakan
apakah massa tersebut adalah tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis/
sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. Dasar dari
evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan
posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam
mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian
tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif massa ini, dan
apakah padat atau kistik.
b. USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya
di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih
lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur
mediastinum lain, terutama esofagus dan pembuluh darah besar.
c. Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam
mediastinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk
diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang
yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa
mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan
materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular,
sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum.
Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan
massa mediastinum dari berbagai proses pada jantung dan aorta seperti
aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan perbaikan resolusi
belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostik yang jauh lebih sensitif
dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis
kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam pasien
myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan
apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang
sifat invasi relatif tumor mediastinum. Diferensiasi antara kompresi dan invasi
seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum dapat dibuat
dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan belakangan ini,
diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial,
adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena
gambarannya yang khas.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan
diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi
kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan
informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe
dan massa tumor.
e. Biopsy
Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini.
Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy
aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum.
Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit metastatik pada
pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik
ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan.

2.9 Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor
mediastinum
2. Obat-obatan
3. Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis
tumor.
4. Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal.
Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh
sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel normal.

2.10 Pengkajian keperawatan


1. Identitas
a. Nama pasien
b. Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa
c. Jenis kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita
d. Suku /Bangsa
e. Pendidikan
f. Pekerjaan
g. Alamat
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang berulang
tidak khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan
keluhan infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang
waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik
pada diri sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ
vital bawaan dapat memperberat gejala klinis penderita.
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Pemeriksaan Per Sistem
a. Sistem pernapasan
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak,
penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar suara
nafas abnormal, egophoni
b. Sistem kardiovaskuler
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun.
c. Sistem persyarafan
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
d. Sistem perkemihan
Data Subyektif: –
Data Obyektif: produksi urine menurun
e. Sistem pencernaan
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun, penurunan intake
makanan
f. Sistem muskuloskeletal dan integumen
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),
banyak keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot menurun, nyeri otot,
retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest
g. Sistem endokrin
6. Pengkajian psikososial
7. Pengkajian personal hygiene dan kebiasaan
Perokok berat dapat terkena penyakit tumor mediastinum.
8. Pengkajian spritual

2.11 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat
sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,
peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan
intake, demam.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat
khemoterapi.

2.12 Intervensi Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat
sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
Tujuan : ketidakefektifan pola napas teratasi.
Kriteria hasil : Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan
tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi.
No. Intervensi Rasional
Lakukan pengkajian tiap 4 jam
Evaluasi dan reassessment terhadap
1. terhadap RR, S, dan tanda-tanda
tindakan yang akan/telah diberikan
keefektifan jalan napas
Lakukan Phisioterapi dada secara Mengeluarkan sekresi jalan nafas,
2.
terjadwal. mencegah obstruksi
Berikan oksigen lembab, kaji Meningkatkan suplai oksigen jaringan
3.
keefektifan terapi. paru.
Berikan antibiotic dan antipiretik
4. sesuai order, kaji keefektifan dan Menurunkan resiko infeksi sekunder.
efek samping ( diare )
5. Lakukan suction secara bertahap Membantu pembersihan jalan nafas.

2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,


peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan
status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
 Status nutrisi terpenuhi
 Nafsu makan klien timbul kembali
 Berat badan normal
 Jumlah Hb dan albumin normal
No. Intervensi Rasional
Kaji sejauh mana Menganalisa penyebab melaksanakan
1.
ketidakadekuatan nutrisi klien intervensi.
Timbang berat badan sesuai
2. Mengawasi keefektifan secara diet
indikasi
Anjurkan makan sedikit tapi Tidak memberi rasa bosan dan
3.
sering pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan
Anjurkan kebersihan oral sebelum Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
4.
makan makan.
Kolaborasi ahli gizi pemberian Makanan yang bervariasi dapat
5.
makanan yang bervariasi. meningkatkan nafsu makan klien
Kolaborasi dengan dokter dalam Menstimulasi nafsu makan dan
6. pemberian suplemen dan obat- mempertahankan intake nutrisi yang
obatan peningkat nafsu makan. adekuat.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan


intake, demam.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
diri, pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa
dibantu, koordinasi otot; tulang dan anggota gerak lainnya baik.
No. Intervensi Rasional
Mengurangi aktivitas yang tidak
Rencanakan periode istirahat yang diperlukan, dan energi terkumpul dapat
1.
cukup. digunakan untuk aktivitas seperlunya
secar optimal.
Tahapan-tahapan yang diberikan
membantu proses aktivitas secara
Berikan latihan aktivitas secara
2. perlahan dengan menghemat tenaga
bertahap
namun tujuan yang tepat, mobilisasi
dini.
3. Bantu pasien dalam memenuhi Mengurangi pemakaian energi sampai
kebutuhan sesuai kebutuhan kekuatan pasien pulih kembali
Anjurkan kebersihan oral sebelum Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
4.
makan makan.
Menjaga kemungkinan adanya respons
Setelah latihan dan aktivitas kaji
5. abnormal dari tubuh sebagai akibat dari
respons pasien
latihan

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat


khemoterapi.
Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.
Kriteria Hasil:
 Intake adekuat
 Tidak adanya muntah dan diare
 Suhu tubuh dalam batas normal
No. Intervensi Rasional
Evaluasi ketat kebuituhan intake dan
1. Catat intake dan output
output
Kaji dan catat suhu setiap 4 jam
2. Meyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan
tanda deficit cairan.
Catat pengeluaran feses tiap 4 jam Evaluasi objektif sederhana deficit
3.
atau bila perlu. volume cairan.
Lakukan perawatan mulut tiap 4 Meningkatkan bersihan saluran cerna,
4.
jam meningkatkan nafsu makan/ minum.

2.13 Fds
3.1 Pengkajian

Anda mungkin juga menyukai