Anda di halaman 1dari 15

1.

Anatomi Fisiologi Mediastinum


Bagian medial dari rongga dada (interpleural) dibatasi oleh :
1)      dada inlet superior
2)      superior diafragma
3)      sternal anterior
4)      bagian belakang torakal 12
Mediastinum di bagi menjadi :
1)      Superior mediastinum
terletak di antara tulang rusuk pertama dan sudut sternum.
2)      Inferior mediastinum
terletak di antara sudut sternal dan diafragma
Bagian inferior mediastinum dibagi menjadi :
1)      Anterior mediastinum
2)      Meddle mediastinum
3)      Posterior mediastinum
Bagian Superior mediastinum meliputi :
2.      Pembuluh darah besar ( Vena dan Arteri )
3.      Saluran dada
4.      Trakea
5.      Eoshofagus
6.      Thymus
7.      Nervus
Pembuluh darah
1)      Vena cava Superior
2)      Vena Bracheocepalic
3)      Batang paru
4)      Lengkungan aorta
Nervus :
1)      Nervus vagus
2)      Saraf recurrent laryngeal kiri
3)      Saraf frenikus (phrenic nerve)
Bagian Inferior dari mediastinum meliputi :
Anterior terdiri dari :
1)      Thymus Gland (kelenjar timus)
2)      Lymph nodes (kelenjar getah bening)
3)      Lemak
Bagian tengah mediastinum berisi :
1)      Jantung
2)      Perikardium
3)      Phrenic nervus (saraf frenikus)
4)      Main bronchi (bronchus utama)
Bagian Posterior Mediastinum meliputi :
1)      Esofagus
2)      Aorta thorakal
3)      Vena Azigus
4)      Nervus Vagus
5)      Batang saraf simpatik
6)      torakal

2. Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang
berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri,
pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya.
Tumor mediastinum sebagian besar adalah metastasis dari tempat lain (yang paling
sering karsinoma bronkogenik), kemudian limfoma, sebagian kecil lagi dari tumor
neurogenic, teratoma, timoma dan lipoma.
Tumor neurogen adalah tumor primer mediastinum yang tersering, umumnya terletak
di dekat mediastinum posterior dekat lekukan para vertebral. Umumnya bersifat jinak antara
lain neurofibroma, schwannoma dan ganglioneuroma.

1.3. Etiologi dan Faktor Resiko


Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
1.      Penyebab kimiawi 
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat
yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
2.      Faktor genetik (biomolekuler)
perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein
bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
3.      Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik
maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari
maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
4.      Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada
kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
5.      Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya
hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu
tidak berkembang lanjut pada manusia.
6.      Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum
jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak
dipengaruhi oleh hormone tersebut.

1.4.Patofisiologi.
Sebagaimana bentuk kanker / karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma
jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor
predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya jaringan/
sel-sel kanker pada jaringan mediastinum.
Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat
maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan
manifestasi klinik. Kadang berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat
oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan masalah
adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara
mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai substansia pada
jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara
berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker
terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar
mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan
menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah
maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik menyebabkan
penekanan (direct pressure / indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan
sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak
nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna
merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala
manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti
pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai
gejala demam yang menonjol.

1.5 Klasifikasi
1)      Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang
banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun,
tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin,
suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi
komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam
organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat
keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell
aplasia dan hipogama globulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis
benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan
prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. (Aru
W. Sudoyo, 2006)
Stage dari Timoma:
1.      Stage I : belum invasi ke sekitar
2.      Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
3.      Stage III : invasi s/d pericardium
4.      Stage IV : Limphogen / hematogen
2)      Teratoma (Mesoderm)
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada
daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada mediatinum
anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate ectoderm (kulit)
dan entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan
karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang terpenting.
Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk
penanganan dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup baik.
Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe
histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru W. Sudoyo,
2006)
3)      Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada mediastinum.
Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah putih pada sistem
kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma. Limfoma adalah bagian dari
grup penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit
ini disebut penyakit Hodgkin karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma
dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
4)      Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
5)      Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat
menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka dengan
perikard itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini juga
dikenal sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital, tetapi baru
muncul manifestasi pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor biasanya
secara lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada fluoroskopi, kista-kista
ini sering terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding yang tipis dengan perubahan bentuk
pada pernapasan dalam. Kista-kista coelom di sebelah kanan harus differensiasi dengan
lemak parakardial dan dengan hernia diafragmatika melalui foramen Morgagni. Kista-kista
ini sering terdapt, meskipun tentang hal ini tidak ada data yang jelas. Kista ini tidak
menimbulkan keluhan, infeksi sangat jarang dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu
ekstirpasi hanya diperlukan pada keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada
ukuran kista yang sangat besar.
6)      Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat, manifestasinya
hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak jauh di mediastinum
belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostalis, ganglia simpatis, dan dari sel-sel
yang mempunyai ciri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi relative
frekuensi pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto
thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang
berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada
nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu merupakan gejala
yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih
besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan sindrom
pancoast atau Horner karena kompresi peleksus brakhialis atau rantai simpatis servikalis.
Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya:
a. Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
b.Dari saraf simpati:GanglionNeurinoma,Neuroblastoma,Simpatikoblastoma
c. Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
7)      Kista Bronkhogenik
Kista Bronkogenik kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari jaringan
ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut getar atau
planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak menempel pada
trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu dekat dengan bifurkatio. Kista ini
dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea,
bronki utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi sehingga
kalau ditemukan diperlukan pengangkatan dengan pembedahan. Gejala dari kista ini adalah
batuk, sesak napas s/d sianosis.

1.6 Manifestasi Klinik


1)      Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup)
2)      Sekret berlebihan
3)      Batuk dengan atau tanpa dahak
4)      Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5)      Pernafasan tidak simetris
6)      Unilateral Flail Chest
7)      Effusi pleura 
8)      Egophonia pada daerah sternum
9)      Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
10)  Wheezing unilateral/bilateral
11)  Ronchii
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu presentasi
.Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien menderita gejala
pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih mungkin menunjukkan
gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada
rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya
gejala pada pasien dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan
menggambarkan lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas.
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin
atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor
atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa membentuk
kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
1.      Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
2.      Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
3.      Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
4.      Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
5.      Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan
meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa
mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh
neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang
serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus
interkostalis. Kompresi batang trachea, bronkhus biasanya memberikan gejala seperti
dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan
esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus
rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika
vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala
ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa
menyebabkan paralisis diafragma.

1.7 Pemeriksaan Diagnostik.


1.      Hb: menurun/normal
1.      Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon
darah meningkat/normal
2.      Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal
3.      Pemeriksaan diagnostik
1)      Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anterior-superior,
lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat
amat penting untuk langkah diagnostik lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk
membedakan apakah lesi berasal dari vaskuler atau bukan vaskuler. Hal ini perlu menjadi
pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan
apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk membedakan
apakah massa tersebut adalah tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis/ sarkoidosis maka
mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. Dasar dari evaluasi diagnostik adalah
pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam
melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul
pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif massa ini, dan
apakah padat atau kistik.
2)      USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam
mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam
menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama
esofagus dan pembuluh darah besar.
USG Germ Cell Mediastinum
Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis sejumlah tumor.
Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan struma intratoraks dari lesi
mediatinum superior lain. Sidik gallium dan teknesium sangat memperbaiki kemampuan
mendiagnosis dan melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam
radiofarmakologi telah membawa ke diagnosis tepat.
3)      Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediastinum pada tahun
belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan
gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu
memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan
penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular,
sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum. Sebelumnya,
pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan massa mediastinum dari
berbagai proses pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava.
Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostik yang jauh lebih
sensitif dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis kista
bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis,
kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun. Tomografi komputerisasi
juga memberikan banyak informasi tentang sifat invasi relatif tumor mediastinum.
Diferensiasi antara kompresi dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak
mediastinum dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan
belakangan ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial,
adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena gambarannya
yang khas.
4)      Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan diferensiasi
struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di
masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau
tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor.
5)      Biopsy
Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini. Perbaikan
jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi jarum halus
untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat
dalam mendiagnosis penyakit metastatik pada pasien dengan keganasan primer yang
ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum
tetap akan ditegaskan.
1.8 Penatalaksanaan
1)      Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor mediastinum
2)      Obat-obatan
3)      Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
1.      Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis tumor.
2.      Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal. Sedangkan
tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan
kerusakan serendah mungkin pada sel normal.

1.9 Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan
hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam
mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan penyebaran
secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan
sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di
tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah:
1.      Obstruksi trachea
2.      Sindrom Vena Cava Superior
3.      Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4.      Rupture esofagus

1.10 Pencegahan
1.      Menghindari merokok, dan mulai berhenti apabila telah merokok, karena rokok
merupakan penyebab utama kanker paru hindari ikut menghisap asap rokok (perokok pasif)
bagi yang bekerja di industri yang menghasilkan polutan karsinogenik harus memperhatikan
kesehatan dan keselamatan kerja.
2.      Berolah raga secara teratur untuk mempertahankan daya tahan tubuh.
3.      Melakukan pemeriksaan secara teratur terutama bagi yang berisiko tinggi, agar dapat
terdeteksi secara dini.
Asuhan Keperawatan
1.Pengkajian
1.      Identitas
         Nama pasien
         Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa
         Jenis kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita
         Suku /Bangsa
         Pendidikan
         Pekerjaan
         Alamat
2.      Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang berulang
tidak khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan keluhan
infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.
3.      Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu
yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik pada diri sendiri
maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat
memperberat gejala klinis penderita.
4.      Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Per Sistem
1)      Sistem pernafasan (B1)
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan
otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni
2)      Sistem kardiovaskuler (B2)
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun.
3)      Sistem Persarafan (B3)
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
4)      Sistem Perkemihan (B4)
Data Subyektif: -
Data Obyektif: produksi urine menurun
5)      Sistem Pencernaan (B5)
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun, penurunan intake makanan
6)      Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot menurun, nyeri otot, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest
7)      Sistem Endokrin (B7)
5.      Pengkajian Psikososial
6.      Personal Hygiene dan Kebiasaan
Perokok berat dapat terkena penyakit tumor mediastinum.
7.      Pengkajian Spiritual

2.Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder
terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
2.      Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,
peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake,
demam.
4.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat
khemoterapi.

2.3.Rencana Keperawatan
1)      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder
terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
Tujuan: Keefektifan pola nafas 
Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan tidak
terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi.
No. Intervensi Rasional
1. Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, Evaluasi dan reassessment terhadap
S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas tindakan yang akan/telah diberikan
2. Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal. Mengeluarkan sekresi jalan nafas,
mencegah obstruksi
3. Berikan oksigen lembab, kaji keefektifan Meningkatkan suplai oksigen jaringan
terapi. paru.
4. Berikan antibiotic dan antipiretik sesuai Menurunkan resiko infeksi sekunder.
order, kaji keefektifan dan efek samping
( diare )
5. Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi
thoraks oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru
6. Lakukan suction secara bertahap Membantu pembersihan jalan nafas.
7. Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, Evaluasi berkala keberhasilan terapi
tiap 2-4 jam. tindakan tim kesehatan

2)      Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,
peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan status
nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
-       Status nutrisi terpenuhi
-       nafsu makan klien timbul kembali
-       berat badan normal
-       jumlah Hb dan albumin normal
No Intervensi Rasional
1 Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi Menganalisa penyebab melaksanakan
klien intervensi.
2 Timbang berat badan sesuai indikasi Mengawasi keefektifan secara diet
3 Memeberikan asupan nutrisi sesuai Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi
kebutuhan
4 Anjurkan makan sedikit tapi sering Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan
nutrisi dapat ditingkatkan
5 Anjurkan kebersihan oral sebelum makan Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
makan.
6 Kolaborasi ahli gizi pemberian  makanan Makanan yang bervariasi dapat
yang bervariasi. meningkatkan nafsu makan klien.
7 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Menstimulasi nafsu makan dan
suplemen dan obat-obatan peningkat nafsu mempertahankan intake nutrisi yang
makan. adekuat.

3)      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan intake,
demam.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil    :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri, pasien
mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa dibantu, koordinasi otot;
tulang dan anggota gerak lainnya baik.

No Intervensi Rasional
1 Rencanakan periode istirahat yang Mengurangi aktivitas yang tidak
cukup. diperlukan, dan energi terkumpul
dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.
2 Berikan latihan aktivitas secara bertahap Tahapan-tahapan yang diberikan
membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat,
mobilisasi dini.
3 Bantu pasien dalam memenuhi Mengurangi pemakaian energi
kebutuhan sesuai kebutuhan sampai kekuatan pasien pulih
kembali
4 Setelah latihan dan aktivitas kaji respons Menjaga kemungkinan adanya
pasien respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan

4)      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat
khemoterapi.
Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.
Kriteria Hasil:
1.      Intake adekuat
2.      Tidak adanya muntah dan diare
3.      Suhu tubuh dalam batas normal

No. Intervensi Rasional


1. Catat intake dan output Evaluasi ketat kebuituhan intake dan
output
2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam Meyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan.
tanda deficit cairan.
3. Catat pengeluaran feses tiap 4 jam Evaluasi objektif sederhana deficit
atau bila perlu. volume cairan.
4. Lakukan perawatan mulut tiap 4 Meningkatkan bersihan saluran cerna,
jam meningkatkan nafsu makan/ minum.

Anda mungkin juga menyukai