DEFINISI
Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap
gangguan neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak sehingga
terjadi gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan terjadinya
kematian otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian (Fransisca, 2008; Price & Wilson, 2006).
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin
lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar.
Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik. Stroke thrombosis
dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis
atau pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan
sirkulasi posterior. Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah titik
percabangan arteri serebral khususnya distribusi arteri carotis
interna.Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada
setiap gangguan neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan
atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak sehingga
terjadi gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan terjadinya
kematian otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian (WHO, 2009).
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan
oleh tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh
darah di otak, sehingga suplai darah ke otak berkurang (Smltzer &
Bare, 2005).
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin
lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar.
Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemia. Stroke trombotik terjadi
akibat cedera pada dinding pembuluh darah dan pembentukan bekuan
darah. Lumen pembuluh darah menjadi menyempit dan jika tersumbat, maka
infark terjadi. Trombosis mudah berkembang dimana plaque aterosklerotik
telah menyempitkan pembuluh darah. Stroke trombotik, yang merupakan
hasil dari trombosis atau penyempitan pembuluh darah, adalah penyebab
paling umum dari stroke, terhitung sekitar 60% dari stroke. Dua pertiga dari
stroke trombotik berhubungan dengan hipertensi atau diabetes mellitus,
yang keduanya mempercepat aterosklerosis.
2. KLASIFIKASI
Secara patologi, stroke dibedakan menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik.
A. Stroke Iskemik (Stroke yang terjadi ketika pembuluh darah ke otak
mengalami penyumbatan).
Penyebab terjadinya penyumbatan dapat terjadi karena thrombus
(bekuan darah di arteri serebri. Misal: atherosklerosis) atau embolus
(bekuan darah yang berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh).
Berdasarkan waktunya, stroke iskemik dibedakan menjadi :
a) Transient Ischaemic Attack (TIA) Gangguan fungsi otak singkat
yang reversibel akibat hipoksia serebral.
Defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 30 menit.
b) Reversible Ischaemic Neurogical Deficit (RIND)
Defisit neurologis membaik kurang dari 1 minggu.
Berdasarkan penyebabnya, stroke iskemik dibedakan menjadi :
a) Stroke Trombotik
Terjadi akibat oklusi aliran darah, biasanya karena atherosclerosis
berat. Seringkali, individu mengalami satu/lebih serangan iskemik
sementara (TIA) sebelum stroke trombotik yang sebenarnya terjadi.
TIA mungkin terjadi ketika pembuluh darah atherosklerotik mengalami
spasme, atau saat kebutuhan O2 otak meningkat dan kebutuhan ini
tidak dapat dipenuhi.
Stroke trombotik biasanya berkembang dalam periode 24 jam.
Selama periode perkembangan stroke, individu dikatakan mengalami
stroke in evolution. Pada akhir periode tersebut, individu dikatakan
mengalami stroke lengkap (completed stroke).
Ada dua jenis stroke trombotik :
1) Trombosis pembuluh darah besar (large vessel thrombosis),
bentuk paling umum dari stroke trombotik, terjadi di arteri besar
otak (termasuk sistem arteri karotis). Dampak dan kerusakan
cenderung diperbesar karena semua pembuluh darah kecil yang
disuplai arteri telah dicabut dari darah. Dalam kebanyakan kasus,
trombosis pembuluh besar disebabkan oleh kombinasi dari
penumpukan plak jangka panjang (aterosklerosis) diikuti oleh
pembentukan gumpalan darah yang cepat. Kolesterol tinggi
merupakan faktor risiko umum untuk jenis stroke.
2) Trombosis pembuluh darah kecil (infark lacunar) terjadi ketika
aliran darah tersumbat untuk pembuluh darah arteri kecil. Ini telah
dikaitkan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan merupakan
indikator penyakit aterosklerosis.
b) Stroke Embolik
Berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbentuk di luar
otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke: jantung
setelah infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang
merusak arteri karotis komunis atau aorta.
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
2) Arteritis( radang pada arteri )
3) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor-faktor yang tidak
dapat diubah dan yang dapat diubah. Menurut Bustami (2007), penjabaran
faktor risiko tersebut sebagai berikut:
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi :
Faktor Risiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Usia
berpengaruh pada elastisitas pembuluh darah. Makin tua usia,
pembuluh darah makin tidak elastis. Apabila pembuluh darah
kehilangan elastisitasnya, akan lebih mudah mengalami
aterosklerosis.
4. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)
5. MANIFESTASI KLINIS
Berikut adalah gejala penyakit stroke :
Rasa lemas secara tiba-tiba pada wajah, lengan, atau kaki, seringkali
terjadi pada salah satu sisi tubuh.
Mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh.
Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan.
Kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata.
Kesulitan berjalan, pusing, hilang keseimbangan.
Sakit kepala parah tanpa penyebab jelas, dan hilang kesadaran atau
pingsan.
(Kemenkes RI, 2014)
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologis
Angiografi serebri : Membantu menentukan penyebab dari stroke
secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan
untuk mencari sumber perdarahan.
CT scan : Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark/iskemia, serta posisinya
secara pasti.
MRI (Magnetic Imaging Resonance) : Menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. gula darah dapat mencapai
250 mg/dL dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
Pemeriksaan darah lengkap
Mencari kelainan pada darah. Untuk mengetahui adanya anemia,
trombositopenia dan leukositosis yang dapat menjadi faktor risiko stroke
hemoragik
Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai
sumber untuk metabolisme.
Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan
pencetus stroke hemoragik
(Muttaqin, 2008)
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan
edukasi kepada keluarga pasien, menyangkut dampak stroke terhadap
pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan
keluarga.
Stroke Iskemik
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30o, kepala dan dada pada satu
bidang
b. Ubah posisi tidur setiap 2 jam
c. Mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
d. Bebaskan jalan napas
e. Beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah.
Jika perlu, dilakukan intubasi.
f. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya.
g. Jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter
intermiten).
h. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonic.
i. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui selang nasogastrik.
j. Kadar gula darah >150 mg/dL harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg/dL dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg/dL atau < 80 mg/dL
dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali
normal dan harus dicari penyebabnya.
k. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala.
l. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure
(MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30
menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif
serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-
beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu
tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250
mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama
8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu
tekanan darah sistolik masih 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20
μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
m. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
n. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan
anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant
tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu
sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
Stroke Hemoragik
Terapi umum
a. Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma
>30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan
klinis cenderung memburuk.
b. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau
15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP
>130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10
mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10
menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril
3 kali 6,25-25 mg per oral.
c. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 30o, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol
(lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg).
d. Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak
lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan
bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien
yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter
>3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum,
dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin)
atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena
(arteriovenous malformation, AVM).
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah
sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program
preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya.
b. Penatalaksanaan komplikasi.
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi.
d. Prevensi sekunder.
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning.
(Setyopranoto, 2011)
8. KOMPLIKASI
Stroke kadang-kadang dapat menyebabkan cacat sementara atau
permanen, tergantung pada berapa lama otak kekurangan aliran darah dan
bagian mana yang terpengaruh. Komplikasi dapat mencakup :
a. Kelumpuhan atau hilangnya gerakan otot
Penderita mungkin menjadi lumpuh di satu sisi tubuh, atau kehilangan
kontrol otot tertentu, seperti yang di satu sisi wajah atau satu lengan.
Terapi fisik dapat membantu penderita kembali ke aktivitas yang
terhambat oleh kelumpuhan, seperti berjalan, makan dan berpakaian.
b. Kesulitan berbicara atau menelan
Stroke dapat menyebabkan penderita memiliki sedikit kontrol atas kerja
otot mulut dan tenggorokan untuk bergerak, sehingga sulit untuk
berbicara dengan jelas (dysarthria), menelan atau makan (disfagia).
Penderita juga mungkin mengalami kesulitan dengan bahasa (aphasia),
termasuk berbicara, membaca atau menulis. Terapi dengan bicara dan
bahasa patolog dapat membantu.
c. Kehilangan memori atau kesulitan berpikir
Banyak orang yang telah mengalami stroke mengalami beberapa
kehilangan memori. Mungkin memiliki kesulitan dalam berpikir, membuat
penilaian, penalaran dan konsep pemahaman.
d. Masalah emosional
Orang-orang yang telah mengalami stroke mungkin memiliki lebih
banyak kesulitan mengendalikan emosi mereka, atau mungkin depresi
meningkat.
e. Rasa sakit
Orang yang mengalami stroke mungkin memiliki rasa sakit, mati rasa
atau sensasi aneh lainnya di bagian tubuh mereka yang terkena stroke.
Sebagai contoh, jika stroke menyebabkan kehilangan rasa di lengan kiri,
penderita dapat merasa kesemutan di lengan itu.
f. Penderita mungkin juga sensitif terhadap perubahan suhu, terutama
dingin yang ekstrim setelah stroke. Komplikasi ini dikenal sebagai nyeri
stroke yang pusat atau sindrom nyeri sentral. Kondisi ini umumnya
berkembang beberapa minggu setelah stroke, dan mungkin meningkat
dari waktu ke waktu. Tetapi karena rasa sakit yang disebabkan oleh
masalah di otak, daripada luka fisik, ada beberapa perawatan.
g. Perubahan perilaku dan kemampuan perawatan diri
Orang-orang yang telah mengalami stroke mungkin menjadi lebih
menarik diri dan kurang sosial atau lebih impulsif. Mereka mungkin
memerlukan bantuan dengan perawatan dan tugas sehari-hari.
(Mayo Clinic, 2015)
9. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
Identitas klien
Nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
Riwayat penyakit sekarang
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai
tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung, anemia, riawayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta,
dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral.
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus atau adnya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
Pengkajian psikososiokultural
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat ganggguan
bicara. Pola persepsi dan konsep diri yang didapatkan, klien merasa
tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
Pola penanggulangan stress, klien biasanya mengalami kesulitan
untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan
kesulitan berkomunikasi. Pola tata nilai dan kepercayaan, klien
biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku
yang tidak stabil, kelemahan ataua kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah
keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien, karena
biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak
sedikit.
Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol,
penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan,
obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi
bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid,
spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum,
gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes,
1998, 2000: 290)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, tidak kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/
kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka
dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari
beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa
dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah,
sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes,
2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku
yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping
itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik
harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu
sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya
hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi
Pengkajian saraf kranial
a. Saraf I (N. Olfaktorius). Biasanya pada klien stroke tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II (N. Optikus). Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensorik primer diantara mata dan korteks
visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI (N. Okulomotoris, Troklear dan
Abdusen). Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis
sesisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V (N. Trigeminus). Pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigenimus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan
kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus
daneksternus.
e. Saraf VII (N. Fasialis). Persepsi pengecapan dalam batas
normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik kebagian sisi yang
sehat.
f. Saraf VIII (N. Vestibulokoklear). Tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus). kemampuan
menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h. Saraf XI (N. Asesoris). Tidak ada atrofi
sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII (N. Hipoglosus). Lidah simetris, terdapat devisiasi
pada satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan normal.
Catatan:
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat
gangguan nervus cranialis VII dan XII central. Penglihatan
menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan
penciuman, paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan,
kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon
melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya
rangsang sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat
kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan
memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal,
kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
Pemeriksaan penunjang
(a) Pemeriksaan radiologi
(b) Pemeriksaan laboratorium
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
c. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
e. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik
f. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
g. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaranPola nafas
tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Christensen & Kockrow. 2011. Adult Health Nursing. Ed. 6. Missouri : Mosby
Elsevier.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Dewanto, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC.
Kemenkes RI. 2013. Pedoman Pengendalian Stroke. Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular.
Kemenkes RI. 2014. Situasi Kesehatan Jantung. Pusat Data dan Informasi.
Lewis, dkk. 2013. Medical-Surgical Nursing :Assesment and Management of
Clinical Problems. Ed. 9. Missouri : Mosby Elsevier.
Mayo Clinic. 2015. Stroke. http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/stroke/symptoms-causes/dxc-20117265. Diakses tanggal 14
November 2015 pukul 20.16 WIB.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Pinzon, Rizaldy & L. Asanti. 2010. AWAS STROKE! Pengertian, Gejala,
Tindakan, Perawatan dan Pencegahan. Yogyakarta: Andi.
Sacco, dkk. 1997. Stroke : Risk Factors.
http://stroke.ahajournals.org/content/28/7/1507.full. Diakses tanggal 13
maret 2016 pukul 12.50 WIB..
Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 185, 38
(4) : 247 – 250.
Shah, Sid. 2000. Stroke Pathophysiology.
https://www.uic.edu/com/ferne/pdf/pathophys0501.pdf. Diakses tanggal 13
maret 2016 pukul 12.29 WIB.
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta: EGC
Lampiran : Patofisiologi CVA Trombosis