Disusun Oleh:
Elza Adillah Ayuningtyas Putri
135070207113014
3. Etiologi
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
Aterosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama, trombosis serebral merupakan penyebab yang umum pada serangan
stroke.
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi
pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri
serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi
suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang
menyuplai darah ke otak.
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar
durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi
subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi
otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).
4. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikanberdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau
potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well
documented) (Goldstein,2006).
a. Non modifiable risk factors :
Usia
Jenis kelamin
Berat badan lahir rendah
Ras/etnis
genetik
b. Modifiable risk factors
1) Well-documented and modifiable risk factors
Hipertensi
Paparan asap rokok
Diabetes
Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
Dislipidemia
Stenosis arteri karotis
Sickle cell disease
Terapi hormonal pasca menopause
Diet yang buruk
Inaktivitas fisik
Obesitas
2) Less well-documented and modifiable risk factors
Sindroma metabolik
Penyalahgunaan alkohol
Penggunaan kontrasepsi oral
Sleep-disordered breathing
Nyeri kepala migren
Hiperhomosisteinemia
Peningkatan lipoprotein
Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
Hypercoagulability
Inflamasi
Infeksi
5. Patofisiologi (Pathway Terlampir)
a. Patogenesis umum
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri
– arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang – cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa, (1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri,
seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau
peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah,
misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau
embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4)
ruptur vascular didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid. Berdasarkan
patogenesis stroke, maka perjalanan sakit akan dijabarkan dibawah ini menjadi:
1) Stadium prapatogenesis, yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke. Stadium
ini umumnya penderita sudah mempunyai faktor risiko atau memiliki gaya
hidup yang mengakibatkan penderita menderita penyakit degeneratif.
2) Stadium patogenesis, yaitu stadium ini dimulai saat terbentuk lesi patologik
sampai saat lesi tersebut menetap. Gangguan fungsi otak disini adalah akibat
adanya lesi pada otak. Lesi ini umumnya mengalami pemulihan sampai
akhirnya terdapat lesi yang menetap. Secara klinis defisit neurologik yang
terjadi juga mengalami pemulihan sampai taraf tertentu.
3) Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara klinis ditandai dengan
defisit neurologik yang cenderung menetap. Usaha yang dapat dilakukan
adalah mengusahakan adaptasi dengan lingkungan atau sedapat mungkin
lingkungan beradaptasi dengan keadaan penderita. Sehubungan dengan
penalataksanaanya maka stadium patogenoesis dapat dibagi menjadi tiga
fase, yaitu :
Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0 – 3 /
12 jam pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk
menegakkan diagnosis dan usaha untuk membatasi lesi patologik yang
terbentuk.
Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam – 14 hari pasca onset.
Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya
komplikasi, usaha yang sangat fokus pada restorasi/rehabilitasi dini dan
usaha preventif sekunder.
Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari – kurang dari 180 hari
pasca onset dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit
serta penatalaksanaan lebih ditujukkan untuk usaha preventif sekunder
serta usaha yang
fokus pada neuro restorasi / rehabilitasi dan usaha menghindari komplikasi.
6. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan
Holistik (1996: 258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
a. Defisit Motorik
Hemiparese, hemiplegia
Distria (kerusakan otot-otot bicara)
Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
b. Defisit Sensori
Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri)
̵ Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah
bidang pandang pada sisi yang sama)
̵ Diplopia (penglihatan ganda)
̵ Penurunan ketajaman penglihatan
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin)
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)
c. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)
Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
Disorientasi (waktu, tempat, orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan
tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan
ukurannya dan menilai jauhnya
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan kiri
d. Defisit Bahasa/Komunikasi
Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara
yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu
kata
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk
berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar
tentang kesalahan ini)
Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
e. Defisit Intelektual
Kehilangan memori
Rentang perhatian singkat
Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
Penilaian buruk
Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi
yang lain
Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara
abstrak
f. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
Penurunan toleransi terhadap stres
Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
Kekacauan mental dan keputusasaan
Menarik diri, isolasi
Depresi
Pemeriksaan: - +
Darah pada LP + Kemungkinan pergeseran
X foto Skedel glandula pineal
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan,
mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja,
ataupun sewaktu istirahat.
b. Pemeriksaan fisik
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran
penderita.Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow
agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar
tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf –
saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.
Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu
lakukan pemeriksaan refleks – refleks batang otak yaitu :
Reaksi pupil terhadap cahaya.
Refleks kornea.
Refleks okulosefalik.
Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke,
hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik.Setelah itu tentukan
kelumpuhan yang terjadi pada saraf – saraf otak dan anggota gerak.Kegawatan
kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin
dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis maupun
kehidupan.Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi
perdarahan – perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1) Laboratorium.
Pemeriksaan darah rutin.
Pemeriksaan kimia darah lengkap.
Gula darah sewaktu.
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif.Gula darah dapat mencapai 250
mg dalam serum dan kemudian berangsur – angsur kembali turun.
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta
total lipid).
Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
Waktu protrombin.
Kadar fibrinogen.
Viskositas plasma.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2) Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan
elektrokardiografi.Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat
serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan – perubahan
elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu
infark miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up
nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan
fisik mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac
emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial
echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
3) Pemeriksaan radiologi
CT-scan otak
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini
sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan
infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari – hari pertama,
biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup
besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit
diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk
memastikan proses patologik di batang otak.
Pemeriksaan foto thoraks.
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain
pada jantung.
Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi
proses manajemen dan memperburuk prognosis.
8. Penatalaksanaan
a. Cedera akut
Fase ini diukur dalam jam dan bervariasi sesuai dengan fitur cedera.
Strategi terapeutik kunci di sini adalah mengurangi tingkat cedera.
Pendekatan pengobatan utama yang diperiksa hingga saat ini
termasuk:
► reperfusi
► pelindung saraf
b. Tahap pemulihan
Fase pertumbuhan spektakuler ini dimulai segera setelah cedera akut
telah menstimulasi proses restoratif, berkembang selama beberapa
minggu, dan bervariasi dalam kaitannya dengan faktor-faktor seperti
faktor gen, lingkungan molekuler, lingkungan, dan pengalaman.
Strategi terapi kunci ini adalah untuk meningkatkan proses yang
mendasari pemulihan spontan. Target lain mungkin terkait dengan
memodifikasi peradangan, mengangkat diaschisis, atau mengurangi
kematian saraf akhir. Cedera akut diperbaiki dan pengurangannya
bukan strategi selama tahap ini.
Pendekatan pengobatan utama yang diperiksa hingga saat ini
termasuk:
► faktor pertumbuhan
► antibodi monoklonal
► obat-obatan
► terapi berbasis sel
► terapi berbasis aktivitas
► stimulasi otak
c. Keadaan kronis
Fase ini dimulai setelah pemulihan perilaku spontan telah mencapai
dataran tinggi dan masa kritis tahap pemulihan telah berakhir. Fase ini
biasanya terjadi tiga bulan pasca-stroke untuk sistem motorik,
kemudian di domain kognitif, dan berlanjut untuk survivor stroke
seumur hidup.
Strategi terapi kunci ini di sini terdiri dari intervensi untuk menginduksi
keadaan plastisitas yang meningkat, mengingat bahwa keadaan
biologis dari pemulihan spontan telah surut.
Pendekatan pengobatan utama yang diperiksa hingga saat ini
termasuk:
► obat-obatan
► terapi berbasis sel
► terapi berbasis aktivitas
► stimulasi otak
Otak berkembang melalui tiga kala setelah stroke. Masing-masing memiliki biologi
yang berbeda yang didefinisikan oleh beberapa proses yang sedang berlangsung
secara paralel. Untuk setiap kala, skala waktu umum, strategi terapi kunci, dan
pendekatan pengobatan utama yang dipelajari dalam studi praklinis (Steven
C.Cramer, 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Steven C. Cramer. 2018. Treatments to Promote Neural Repair after Stroke. USA: University
of California
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan
Keperawatan, Padjajaran, Bandung.
Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
EGC, Jakarta.