CVA EMBOLI
Oleh :
TIA NOVIA
180070300111028
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. DEFINISI
Cerebro Vascular Accident (CVA)
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan
fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah
ke bagian otak (Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu
kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh
keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem
pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Yang
biasanya diakibatkan oleh trombosis, embolisme, iskemia dan hemoragi
(Smeltzer, 2002).
Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik yang
paling khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan
atau tungkai disalah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan menelan
dan hilangnya sebagian penglihatan disatu sisi. Seorang dikatakan terkena
stroke jika salah satu atau kombinasi apapun dari gejala diatas berlangsung
selama 24 jam atau lebih (Feigin, 2007).
Emboli
Emboli adalah benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam
sirkulasi darah. Biasanya benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas
dari perlekatannya dalam pembuluh darah jantung, arteri atau vena
(Smeltzer, 2002).
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
(Smeltzer, 2002).
2. KLASIFIKASI
1) Stroke iskemik
• Trombosis serebri
• Emboli serebri
Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi
ateromatusyang terletak pada pembuluh yang lebih distal.Gumpalan-gumpalan
kecil dapatterlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat
lain dalamaliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk
dilewati danmenjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti,
mengakibatkaninfark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen.
Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke non hemoragik.
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Eemboli
ekstrakranial dapat disebabkan juga oleh :
• Fibrilasi atrium
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal).Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi
mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan
oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama
setelah terjadinya infark miokard
2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada penderitahipertensi
(Ngoerah, 1991).Stroke hemoragi disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan
otak atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan
otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak. Ini adalah jenis stroke yang paling
mematikan. Stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid
b. Berdasarkan stadium:
3. ETIOLOGI
4. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau
potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well
documented) (Goldstein,2006).
a. Non modifiable risk factors :
• Usia
merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks sirkulasi
sudahtidak baik lagi (Smeltzer, 2002).
• Jenis kelamin
• Berat badan lahir rendah
• Ras/etnis
• genetik
b. Modifiable risk factors
1) Well-documented and modifiable risk factors
• Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh
darahotak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak
danapabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel- sel otak akan mengalami kematian(Smeltzer, 2002).
• Paparan asap rokok
merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung. Pada
perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
terjadiaterosklerosis(Smeltzer, 2002)..
• Diabetes
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan
diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan
mengganggukelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan
infark sel- selotak(Smeltzer, 2002)..
• Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
• Dislipidemia
• Stenosis arteri karotis
• Sickle cell disease
• Terapi hormonal pasca menopause
• Diet yang buruk
• Inaktivitas fisik
• Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Pada obesitas
dapatterjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat
mengakibatkangangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh darah
otak(Smeltzer, 2002).
2) Less well-documented and modifiable risk factors
• Sindroma metabolik
• Penyalahgunaan alkohol
• Penggunaan kontrasepsi oral
• Sleep-disordered breathing
• Nyeri kepala migren
• Hiperhomosisteinemia
• Peningkatan lipoprotein
• Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
• Hypercoagulability
• Inflamasi
• Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yangmenuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkulosis,malaria, lues, leptospirosis, dan infeksi cacing(Smeltzer, 2002).
a. Defisit Motorik
• Hemiparese, hemiplegia
b. Defisit Sensori
• Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri)
d. Defisit Bahasa/Komunikasi
• Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons
satu kata
e. Defisit Intelektual
• Kehilangan memori
• Penilaian buruk
• Depresi
• Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral
yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan
kehilangan semua kontrol miksi
h. Gangguan Kesadaran
6. PATOFISIOLOGI (terlampir)
a. Patogenesis umum
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri –
arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang – cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark
atau kematian jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu
dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi
otak. Patologinya dapat berupa, (1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu
sendiri, seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh
darah, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran
darah, misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat
bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh
ekstrakranium; atau (4) ruptur vascular didalam jaringan otak atau ruang
subaraknoid. Berdasarkan patogenesis stroke, maka perjalanan sakit akan
dijabarkan dibawah ini menjadi:
1) Stadium prapatogenesis, yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke.
Stadium ini umumnya penderita sudah mempunyai faktor risiko atau memiliki
gaya hidup yang mengakibatkan penderita menderita penyakit degeneratif.
2) Stadium patogenesis, yaitu stadium ini dimulai saat terbentuk lesi
patologik sampai saat lesi tersebut menetap. Gangguan fungsi otak disini adalah
akibat adanya lesi pada otak. Lesi ini umumnya mengalami pemulihan sampai
akhirnya terdapat lesi yang menetap. Secara klinis defisit neurologik yang terjadi
juga mengalami pemulihan sampai taraf tertentu.
3) Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara klinis ditandai dengan
defisit neurologik yang cenderung menetap. Usaha yang dapat dilakukan adalah
mengusahakan adaptasi dengan lingkungan atau sedapat mungkin lingkungan
beradaptasi dengan keadaan penderita. Sehubungan dengan
penalataksanaanya maka stadium patogenoesis dapat dibagi menjadi tiga fase,
yaitu :
• Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0 – 3 /
12 jam pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk
menegakkan diagnosis dan usaha untuk membatasi lesi patologik yang
terbentuk.
• Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam – 14 hari pasca onset.
Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya komplikasi,
usaha yang sangat fokus pada restorasi/rehabilitasi dini dan usaha preventif
sekunder.
• Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari – kurang dari 180
hari pasca onset dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit
serta penatalaksanaan lebih ditujukkan untuk usaha preventif sekunder serta
usaha yangfokus pada neuro restorasi / rehabilitasi dan usaha menghindari
komplikasi.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
• Refleks kornea.
• Refleks okulosefalik.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium.
• Waktu protrombin.
• Kadar fibrinogen.
• Viskositas plasma.
2) Pemeriksaan neurokardiologi
3) Pemeriksaan radiologi
• CT-scan otak
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pembedahan
Tindakan lain yang dapat dilakukan antara lain setelah keadaan pasien stabil
yaitu (Mansjoer, 2000) :
Penatalaksanaan keperawatan
2.Intervensi bedah
4.Anti koagulan
Carpenito, L.J., 2009, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Hudak, C.M., Gallo, B.M., 2006, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC,
Jakarta.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan
Keperawatan, Padjajaran, Bandung.
Lumban Tobing, S.M., 2008, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI