Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI


PUSKESMAS KECAMATAN BANTUR MALANG

Untuk Memenuhi Tugas


Pendidikan Profesi Ners Departemen Jiwa

Kelompok 2

Oleh :
Afiat Arif Ibrahim
NIM. 150070300011010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
RESIKO BUNUH DIRI

Definisi
Menurut Corr dan Nabe(2003), agar sebuah kematian bisa disebut
bunuh diri, maka harus disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun
demikian, intensi bukanlah hal yang mudah ditentukan, karena intensi
sangat variatif dan bisa mendahului, misalnya untuk mendapatkan
perhatian, membalas dendam, mengakhiri sesuatu yang dipersepsikan
sebagai penderitaan, atau mengakhiri hidup.
Richman menyatakan ada dua fungsi dari metode bunuh diri
(dalam Maris dkk, 2000). Fungsi pertama adalah sebagai sebuah cara
untuk melaksanakan intensi mati. Sedangkan pada fungsi yang kedua,
Richman percaya bahwa metode memiliki makna khusus atau simbolisasi
dari individu.
Secara umum, metode bunuh diri terdiri dari 6 kategori utama yaitu:
1. Obat (memakan padatan, cairan, gas, atau uap)
2. Menggantung diri (mencekik dan menyesakkan nafas)
3. Senjata api dan peledak
4. Menenggelamkan diri
5. Melompat
6. Memotong (menyayat dan menusuk)
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah,
dapat mengarah kepada kematian. Perilaku ini dapat diklasifikasikan
sebagai langsung dan tidak langsung.
a. Perilaku destruktif diri langsung
Mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian,
dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama
perilaku berjangka pendek.
b. Perilaku destruktif diri tidak langsung
Meliputi setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan
dapat mengarah kepada kematian. Individu tersebut tidak menyadari
tentang potensial terjadi kematian akibat perilakunya dan biasanya akan
menyangkal apabila dikonfrontasi. Durasi perilaku ini biasanya lebih lama
daripada perilaku bunuh diri (Gail Stuart, 2006). Perilaku destruktif diri
tidak langsung meliputi perilaku berikut:
1. Merokok
2. Mengebut
3. Berjudi
4. Tindakan kriminal
5. Terlibat dalam aktivitas rekreasi beresiko tinggi
6. Penyalahgunaan zat
7. Perilaku yang menyimpang secara sosial
8. Perilaku yang membuat stres
9. Gangguan makan
10. Ketidakpatuhan pada pengobatan medis (Gail Stuart, 2006)
Rentang respons protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai
respon paling adaptif, sedangkan perilaku destruktif diri tidak langsung,
pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan respons maladaptif (Gail
Stuart, 2006).

RENTANG RESPON NEUROBIOLOGI KLIEN DENGAN WAHAM

RENTANG RESPONS PROTEKTIF-DIRI

Peningkatan Pengambilan Pencedaraan Bunuh


Perilaku
diri resiko yang diri diri
destruktif-diri
meningkatkan
tidak langsung
pertumbuhan

1) Ketidakpatuhan
Telah diperkirakan bahwa setengah dari pasien tidak patuh terhadap rencana
pengobatan kesehatan mereka. Orang yang tidak patuh dengan aktivitas
perawatan kesehatan yang dianjurkan umumnya menyadari bahwa mereka telah
memilih untuk tidak memperhatikan diri mereka. Perilaku paling menonjol yang
berhubungan dengan ketidakpatuhan yaitu ketidakpatuhan terhadap
pengobatan:
- Menyadari alasan ketidakpatuhan
- Meremehkan keparahan masalah
- Penyakit kronik yang ditandai dengan interval asimtomatik
- Pemberi pelayanan kesehatan yang sering berganti
- Mencari penyembuhan secara mukjizat
- Rasa bersalah yang mempengaruhi pencapaian perawatan teratur
- Kepedulian tentang control

2) Pencedaraan diri
Berbagai istilah digunakan untuk menggambarkan perilaku mencederai diri:
- Aniaya diri
- Agresi terhadap diri sendiri
- Membahayakn diri
- Cedera yang membebani diri
- Mutilasi diri
Pencederaan diri dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan membahayakan
diri sendiri yang dilakukan sengaja. Pencedaraan dilakukan terhadap diri sendiri,
tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut meliputi kerusakan jaringan yang
cukup parah. Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai tubuh
sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.

3) Perilaku Bunuh diri


Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya. Semua perilaku bunuh diri adalah serius,
apapun tujuannya. Dalam pengkajian perilaku bunuh diri, lebih ditekankan pada
letalitas dari metode yang mengancam atau digunakan. Walaupun semua
ancaman dan percobaan bunuh diri harus ditanggapi secara serius, perhatian
yang lebih waspada dan seksama ditunjukkan ketika seseorang merencanakan
atau mencoba bunuh diri dengan cara yang paling mematikan seperti dengan
pistol, menggantung diri atau melompat dari bangunan yang tinggi. Cara yang
kurang mematikan seperti karbon monoksida dan overdosis obat, memberikan
waktu untuk mendapatkan bantuan saat tindakan bunuh diri telah dilakukan.
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
telah membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan
renana bunuh diri tersebut. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang
merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana
spesifik, dan mempunyai alat untuk melakukannya.

a) Epidemiologi
Pada tahun-tahun terakhir angka bunuh diri pada remaja di Amerika
Serikat telah meningkat secara dramatis, walaupun pada beberapa negara
lain tidak demikian. Telah terdapat peningkatan yang tetap pada angka
bunuh diri bagi orang Amerika yang berusia 15 sampai 19 tahun. Angka
tersebut sekarang adalah 13, 6 per 100.000 untuk anak laki-laki dan 3,6
per 100.000 untuk perempuan. Lebih dari 5.000 orang remaja melakukan
bunuh diri setiap tahunnya di Amerika Serikat, yaitu satu tiap 90 menit.
Peningkatan angka bunuh diri dianggap mencerminkan perubahan dalam
lingkungan sosial, perubahan sikap terhadap bunuh diri, dan
meningkatkan ketersediaan alat untuk bunuh diri; sebagai contohnya, di
Amerika Serikat 66% bunuh diri remaja pada anak laki-laki adalah
dilakukan dengan senjata api, dibandingkan dengan 6% di Inggris.
Bunuh diri adalah penyebab kematian nomor 3 yang terbanyak di
Amerika Serikat pada orang yang berusia 15 sampai 24 tahun dan nomor
2 di antara laki-laki kulit putih pada kelompok usia tersebut
Angka bunuh diri adalah tergantung pada usia, dan angka meningkat
secara bermakna setelah pubertas. Bilaman kurang dari 1% bunuh diri
yang berhasil per 100.000 untuk usia di bawah 14 tahun, kira-kira 10 per
100.000 bunuh diri yang berhasil terjadi pada remaja yang berusia antara
15 dan 19 tahun. Di bawah usia 14 tahun, usaha bunuh diri sekurangnya
adalah 50 kali lebih sering dibandingkan keberhasialn bunuh diri. Tetapi,
antara usia 15 dan 19 tahun, angka usaha bunuh diri adalah kira-kira 15
kali lebih besar dibandingkan keberhasialn bunuh diri. Jumlah bunuh diri
remaja pada beberapa dekade yang lalu telah meningkat sebesar 3
sampai 4 kali.

b) Penyebab
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan


masalah. Terbagi menjadi:
1. Faktor Genetik
2. Faktor Biologis lain
3. Faktor Psikososial & Lingkungan

Faktor genetik (berdasarkan penelitian):


1,5 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang
menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan
mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.

Faktor Biologis lain:


Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
Stroke
Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
DiabetesPenyakit arteri koronaria
Kanker
HIV / AIDS

Faktor Psikososial & Lingkungan:


Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan
objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif thd diri,
dan terakhir depresi.
Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri
Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya
sistem pendukung social

Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal / gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusan.

Faktor Predisposisi
Lima domain faktor predisposisi yang menunjang pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah:
1. Diagnosis psikiatrilebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan
alam perasaan, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadiantiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan
depresi
3. Lingkungan psikososialbaru mengalami kehilangan, perpisahan atau
perceraian, kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri
4. Riwayat keluargariwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor resiko penting untuk perilaku destruktif-diri
5. Faktor biokimiadata menunjukkan bahwa proses yang dimediasi
serotonin, opiat, dan dopamin dapat menimbulkan perilaku destruktif-diri
(Gail Stuart, 2006)

Stresor Pencetus
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres yang berlebihan
yang dialami individu. Pencetusnya seringkali beruapa kejadian kehidupan
yang memalukan, seperti masalah yang interpersonal, dipermalukan didepan
umum, kehilangan pekerjaan atau ancaman pengurungan. Selain itu, dengan
mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga dapat membuat individu semakin
rentan untuk melakukan perilaku destruktif-diri.

c) Tanda dan Gejala


Menurut Carpenito dan Keliat tanda dan gejalanya adalah:
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut
jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika
saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik
diri sendiri.
Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu,
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya
tentang memilih alternatif tindakan.
Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

Proses terjadinya masalah


Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
telah membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan renana bunuh diri tersebut. Orang yang siap membunuh diri
adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan,
mempunyai rencana spesifik, dan mempunyai alat untuk melakukannya (Gail
Stuart, 2006).
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, terdapat
tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu :
Isyarat bunuh diri
Biasanya ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan, Tolong jaga anak-anak karena
saya akan pergi jauh! atau Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk
mengakhiri hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan
diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah,
sedih, marah, putus asa, atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan
hal-hal negatif tentang dirinya sendiri yang menggambarkan harga diri
rendah.(B. A. Keliat, 2006)
Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien
telah memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri (B. A. Keliat, 2006).
Walaupun dalam kondisi ini belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya. (B. A.
Keliat, 2006)
Mengkomunikasikan secara nonverbal dengan memberikan barang
berharga sebagai hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya. Pesan-
pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat
ini. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian.
Kurangnya respons positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri (Gail Stuart, 2006).
Percobaan bunuh diri/ Upaya bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai
diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi (B. A. Keliat, 2006).

Pohon masalah
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, terdapat
tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu :
Isyarat bunuh diri
Biasanya ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan, Tolong jaga anak-anak karena
saya akan pergi jauh! atau Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk
mengakhiri hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan
diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah,
sedih, marah, putus asa, atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan
hal-hal negatif tentang dirinya sendiri yang menggambarkan harga diri
rendah.(B. A. Keliat, 2006)
Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien
telah memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri (B. A. Keliat, 2006).
Walaupun dalam kondisi ini belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya. (B. A.
Keliat, 2006)
Mengkomunikasikan secara nonverbal dengan memberikan barang
berharga sebagai hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya. Pesan-
pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat
ini. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian.
Kurangnya respons positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri (Gail Stuart, 2006).
Percobaan bunuh diri/ Upaya bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai
diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi (B. A. Keliat, 2006).
Data yang perlu dikaji
FAKTOR-FAKTOR DALAM PENGKAJIAN PASIEN
DESTRUKTIF-DIRI
Lingkungan Upaya Bunuh Diri
Pencetus peristiwa kehidupan yang memalukan;
Tindakan persiapan: mendapatkan suatu metode, mengatur rencana,
membicarakan tentang bunuh diri, memberikan barang berharga sebagai
hadiah, catatan untuk bunuh diri;
Penggunaan metode kekerasan atau obat/ racun yang lebih mematikan;
Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih
Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui

Petunjuk Gejala
Keputusasaan;
Menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga;
Alam perasaan tertekan;
Agitasi dan gelisah;
Insomnia yang menetap;
Penurunan berat badan;
Berbicara lamban,keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial;
Pikiran dan rencana bunuh diri

Gangguan Jiwa
Upaya bunuh diri sebelumnya;
Gangguan alam perasaan;
Alkoholisme atau penyalahgunaan zat;
Gangguan tingkah laku dan depresi pada remaja;
Demensia dini dan status konfusi pada lansia yang mengalami skizofrenia;
Kombinasi dari kondisi diatas.

Riwayat Psikososial
Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan;
Hidup sendiri;
Tidak bekerja, perubahan atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami;
Stres kehidupan multipel (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti,
masalah sekolah, ancaman terhadap krisis disiplin);
Penyakit medis kronik;
Minum alkohol yang berlebihan atau penyalahgunaan zat;

Faktor Kepribadian
Impulsif, agresif, rasa bermusuhan;
Kekakuan kognitif dan negativitas;
Keputusasaan;
Harga diri rendah;
Gangguan kepribadian ambang atau antisosial.

Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri;
Riwayat keluarga gangguan alam perasaan, alkoholisme, atau keduanya.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Bunuh Diri
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. ketidakefektifan koping

Rencana tindakan keperawatan


Tgl/ Tindakan Keperawatan untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk
No Dx Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi benda-benda 1. Menjelaskan masalah yang
yang dapat membahayakan dirasakan keluarga dalam
pasien merawat pasien
2. Mengamankan benda-benda 2. Menjelaskan pengertian,
yang dapat membahayakan tanda dan gejala risiko
pasien bunuh diri, dan jenis waham
3. Melakukan kontrak treatment yang dialami pasien, serta
4. Mengajarkan cara proses terjadinya
mengendalikan dorongan 3. Menjelaskan cara merawat
bunuh diri pasien dengan risiko bunuh
5. Melatih cara mengendalikan diri
dorongan bunuh diri
SP 2 SP 2
1. Mengidentifikasi aspek positif 1. Melatih keluarga
pasien mempraktikkan cara
2. Mendorong pasien untuk merawat pasien dengan
berpikir positif terhadap diri risiko bunuh diri
3. Mendorong pasien untuk 2. Melatih keluarga melakukan
menghargai diri sebagai cara merawat langsung
individu yang berharga pasien risiko bunuh diri
SP 3 SP 3
1. Mengidentifikasi pola koping 1. Membantu keluarga untuk
yang biasa diterapkan pasien membuat jadwal aktivitas di
2. Menilai pola koping yang biasa rumah termasuk minum obat
digunakan (discharge planning)
3. Mengidentifikasi pola koping 2. Menjelaskan follow up
yang konstruktif pasien setelah pulang
4. Mendorong pasien memilih
pola koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien
menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan
harian
SP 4
1. Membuat rencana masa depan
yang realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara
mencapai rencana masa
depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan
yang realistis
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, LJ. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:EGC.
Yudi Hartono dan Farida Kusumati. 2010. Buku Ajar Kepeawatan Jiwa.
Jakarta:EGC.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Reflika Aditama

Anda mungkin juga menyukai