HALUSINASI
Kelompok 18
Oleh :
NIM. 160070301111035
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
HALUSINASI
A. KONSEP HALUSINASI
Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001). Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterprestasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien
dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya
stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus
yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Pasien mengalami ilusi jika interpretasi
yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang
diterima. Rentang respon halusinasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Keterangan Gambar :
1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif berupa :
a. Pikiran logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari hati sesuai
dengan pengalaman.
d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
2. Psikososial
Respon psikososial, antara lain :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
kekacauan/mengalami gangguan.
b. Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
sungguh terjadi (objek nyata), karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain atau
hubungan dengan orang lain.
3. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya. Respon
maladaptif yang sering ditemukan meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi ialah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan di terima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif
mengancam.
Gejala psikosis dikelompokkan memjadi 5 kategori utama fungsi otak : kognitif,
persepsi, emosi, perilaku dan sosialisai yang saling berhubung, perilaku yang
berhubungan dengan masalah proses informasi termasuk pada semua askpe memori,
perhatian, bentuk dan isi bicara, pengambilan keputusan dan isi pikir (waham dan pola
pikir primitive). Persepsi mengacu pola indetifikasi dan interprestasi awal dari situasi
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra. Perilaku berhubungan
dengan masalah-masalah persepsi yaitu halusinasi, ilusi, dan deporsanalisasi
(Stuart,2002)
Perilaku yang berhubungan dengan emosi dapat diekspresikan secara berlebihan
(hiperekspresi) atau kurang (hipoekspresi) dengan sikap yang sesuai. Individu yang
mengalami skizofrenia mempunyai masalah yang berhubungan dengan hipoeksresi
diantaranya : tidak enak dipandang, membingungkan, sulit diatasi dan sulit di [ahami
oleh orang lain.
Perilaku yang berhubungan dengan gerakan diantaranya gerakan mata abnormal,
menyeringi, langkah yang tidak normal, apraksia dan ekoprasi. Perubahan perilaku
meliputi agresi/agitasi, perilaku streotip, impulsive dan afolisi. Perilaku yang
berhubungan dengan sosialisai dianaranya menarik diri, harga diri rendah, tidak tertarik
dengan aktivitas rekreasi dan perubahan kualitas hidup (Stuart, 2002).
B. DEFINISI
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2003). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu pencerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Menurut
Varcarolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus (Yosep, Iyus, 2009).
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien memberikan
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara (Kusumawati, 2010).
C. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan yang
berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam pencapaian tugas
perkembangan tersebut mengalami gangguan akan menyebabkan seseorang
berperilaku menarik diri, serta lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor biologik
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang mal adaptif
yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai berikut : Penilaian
pencitraan otak sudah mulai menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia: lesi pada area frontal temporal dan limbic paling
berhubungan dengan perilaku psikotik,beberapa kimia otak dikaitkan dengan
gejala skizofrenia antara lain : dopain, neurotransmitter dan lain lain.
c. Faktor sosiokultural.
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted
child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada
lingkungannya.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mass depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua yang
mengalami skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yang berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain, stressor juga
bisa menjadi salah satu penyebabnya.
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon nurobiologik yang mal
adaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara efektif menanggapi
rangsangan
b. Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya gangguan perilaku.
c. Perilaku
respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, merasa tidak nyaman,
gelisah, bingung, dan tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 menyebutkan bahwa hakikat keberadaan
seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-
psiko-sosio-spiritual seehingga dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal
yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh
beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua prilaku klien.
Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi
sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan
intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi
yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada
individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi,
individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem
kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu
kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat
mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang
mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri
D. TAHAPAN HALUSINASI
1. Tahap 1 (non psikotik ) - Comforting
Pada Tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman, tingkat orientasi
sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang
menyenangkan bagi klien.
Karakteristik
Mengalamai kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan
Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control kesadaran
Perilaku yang muncul
Tersenyum atau tertawa sendiri
Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi
2. Tahap II (non psikotik) - Conderming (Ansietas berat helusinasi memberatkan)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat
kecemasn berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipasti
Karakteristik
Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman
tersebut
Mulai merasa kehilangan control
Menarik diri dari orang lain
Perilaku yang muncul
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
Perhatian terhadap lingkungan menurun.
Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun
Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita
3. Tahap III (psikotik) - Controlling (Ansietas berat pengalaman sensori menjadi
berkuasa)
Klien biasanya dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan
halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Karakteristik
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
Isi halusinasi menjadi atraktif
Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir
Perilaku yang muncul
Klien menuruti perintah halusinasi
Sulit berhubungan dengan orang lain
Perhatian terhadap lingkungan sedikit dan sesaat
Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
Klien tampak tremor dan berkeringant
4. Tahap IV (psikotik) Conquering (umumnya menjadi lebur dalam halusinasi)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasinya dan biasanya klien terlihat panic
Perilaku yang sering mucul
Risiko tinggi menciderai
Agitasi/ Kataton
Tidak mampu merespon rangsangan yang ada
Timbul perubahan persepsi halusinasi biasanya diawali dengan seseorang yang
menarik diri dari lingkunganya karena orang tersebut menilai dirinya rendah. Bila
klien memiliki halusinasi dengar dan lihat atau salah satunya menyuruh pada
kejelekan, maka akan berisiko terhadap perilaku kekerasan
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Mary C. Townsend, 1998
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan merasa
sesuatu tidak nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
e. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
f. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
j. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
k. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
l. Muka merah dan kadang pucat.
m. Ekspresi wajah tenang.
n. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.
2. Karakteristik halusinasi menurut (Stuart and Laraia, 2003)
Jenis Karakteristik
Halusinasi
Pendengaran Mendengar suara-suara/kebisingan, paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan lengkap antara dua
orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana
klien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang-kadang dapat membahayakan.
Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panaroma yang luas dan komplek. Penglihatan dapat
berupa sesuatu yang menyenangkan/ sesuatu yang menakutkan seperti
monster.
Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah, urine, feses umumnya bau-bau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang/dernentia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, feses
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain
Kinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri), pencernaan
makanan
Klinestetik Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri
F. POHON MASALAH
(Iyus, 2009)
G. PENATALAKSANAAN
1. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk
menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong dalam pengobatan
psikofarmaka adalah :
a. Clopromazine (CPZ)
Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat normal,
sosial dan titik terganggu berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mekanisme kerjanya adalah memblokade dopamine pada reseptor sinap
diotak khususnya system ekstra pyramida.
Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering, kesulitan
dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung.
Kontra indikasinya penyakit hati, kelainan jantung, febris, ketergantungan
obat, penyakit sistem syaraf pusat, gangguan kesadaran.
b. Thrihexyfenidil (THP)
Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca ensefalitis
dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserfina dan
senoliazyne.
Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin dan anti
kolinergik lainnya.
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi urin.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil, glukoma sudut
sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostase dan obstruksi
saluran cerna.
c. Halloperidol (HLP)
Indikasinya : berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam
fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Mekanisme kerja : obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada
reseptor pasca sinoptik neuron di otak, khususnya system limbic dan
system ekstra pyramidal
Efek samping : sedasi dan inhabisi psimotor gangguan otonomik yaitu
mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Kontra indikasi : penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan kesadaran.
2. Therapy Somatik
Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan langsung
mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatik adalah :
a. Elektro Convulsif Therapy
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt.
Cara kerja ini belum diketahui secara jelas, namun dapat dikatakan bahwa
therapy ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan
dapat mempermudah kontak dengan orang lain.
b. Pengekangan atau pengikatan
Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti manset
untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sprei
pengekangan dimana klien dapat di imobilisasi dengan membalutnya.
Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku
kekerasan diantaranya : marah-marah, mengamuk
c. Isolasi
Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak
dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya.
Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang telah melakukan perilaku
kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak lingkungan dan
memecahkan barang-barang yang ada didekatnya.
3. Therapy Okupasi
Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mencurahkan
partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja
dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan
harga diri seseorang.
Therapy Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai media
pelaksana.
4. Prinsip Tindakan
Adapun prinsip tindakan keperawatan pada halusinasi adalah sebagai berikut :
Membina hubungan interpersonal saling percaya dengan cara
mengekspresikan perasaan secara terbuka dan jujur.
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap observasi tingkah laku
klien yang terkait dengan halusinasi.
Mengajarkan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan bantuan
perawat.
Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa yang
sedang terjadi, tujuannya adalah untuk memberikan kekuatan kepada
individu dengan membantunya memahami gejala yang dialaminya atau
ditunjukkannya. Hal ini akan menolong individu untuk mengendalikan
penyakitnya, meminta bantuan dan diharapkan dapat mencegah halusinasi
yang lebih kuat.
Katakan bahwa perawat percaya klien mengalaminya (dengan nada
bersahabat, tanpa menuduh dan menghakimi) katakan bahwa ada klien lain
yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu.
Memberikan perhatian pada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien
seperti : makan dan minum, mandi dan berhias.
Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi yang
sekarang dengan terakhir yang dialaminya.
Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran, perasaan dan
tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan dengan halusinasi yang
dialaminya.
Bantu individu untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara
halusinasi dengan kebutuhan yang mungkin tercermin.
Sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam
pemenuhan kebutuhan.
Identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi kemampuan
individu untuk melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari.
PSIKODINAMIKA HALUSINASI
Faktor predisposisi
Abnormalitas perkembangan Tipe kepribadian lemah dan tidak kemiskinan, konflik sosial
sistem saraf, lesi daerah frontal, bertanggung jawab berpengaruh budaya (perang,
dopamine neurotransmitter, terhadap kemampuan klien dalam kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan
factor biokimia. mengambil keputusan yang tepat
yang terisolasi disertai
bagi masa depan sehingga klien stress, tinggal di ibukota,
lebih memilih kesenangan sesaat penolakan dari lingkungan
dan lari dari alam nyata kea lam
hayal.
Stresor presipitasi
penurunan fungsi ego Ansietas dari Gangguan curiga, ketakutan, Klien asyik dengan
ringan sampai dalam rasa tidak aman, halusinasinya,
berat, takut, komunikasi gelisah, bingung, seolah-olah ia
sedih dan putaran perilaku merusak merupakan tempat
balik otak, diri, kurang untuk memenuhi
Tekanan perhatian, tidak kebutuhan akan
darah mampu mengambil interaksi sosial,
meningkat, keputusan, bicara kontrol diri dan
Mual, inkoheren, bicara harga diri yang
Muntah sendiri, tidak tidak didapatkan
membedakan yang dalam dunia nyata
nyata dengan yang
tidak nyata..
Sumber koping
Kemampuan Dukungan Keyakinan
Aset material
personal sosial positif
Mekanisme Koping
Konstruktif Destruktif
Damaiyanti, M. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: PT. Refika
Aditama
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. 2000. Keperawatan Jiwa. Teori dan Tindakan
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Dep. Kes R.I.
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.
Kusumawati, F. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Stuart & Sudden .1988. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart GW Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, G.W., dan Laraia, 2003. Principles and practice of psychiatric Nursing.St. Louis: Mosby
year book.
Towsend, Mary C .1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri. Jakarta: EGC.
Videbeck, S. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Refika Aditama
Yosep, Iyus. 2009. Keperwatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.