Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

PUSKESMAS KECAMATAN BANTUR MALANG

Untuk Memenuhi Tugas

Pendidikan Profesi Ners Departemen Jiwa

Kelompok 2

Oleh :

Afiat Arif Ibrahim

NIM. 150070300011010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
ISOLASI SOSIAL

A. DEFINISI

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
maupun komunikasi dengan orang lain (Keliat et al, 2005).

B. ETIOLOGI

Faktor-faktor yang mungkin menyebabkan isolasi sosial dibedakan menjadi 2,


yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
1. Faktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, maka akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu
dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih
saying, perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah
laku curiga pada orang lain maupun lingkungan dikemudian hari. Oleh
karena itu, komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar
anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi penting
dalam mengembangkan gangguan tingkah laku seperti sikap
bermusuhan/hostilitas, sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-
jelekkan anak, selalu mengkritik, menyalahkan, dan anak tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya, kurang kehangatan,
kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaraan anak, hubungan yang
kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka,
terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka
dengan musyawarah, ekspresi emosi yang tinggi, double bind, dua pesan
yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung dan
kecemasannya meningkat
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif. Bukti
terdahulu menunjukkan keterlibatan neurotransmitter dalam perkembangan
gangguan ini, namun tetap diperlukan penelitian lebih lenjut.
Adanya faktor genetic inheritance
Hipotesis dopamin, dimana gejala muncul terutama karena aktivitas
hiperdopaminergik
Studi neuroanatomik, temuan adalah pembesaran ventrikular,
atropiserebellar, fungsi premorbid buruk, respons terapi buruk, dan
kerusakankognitif
2. Faktor presipitasi
a. Faktor eksternal
Stress sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunya stabilitas unit keluarga
seperti perceraian, berpisah dari orang yang berarti, kehilangan pasangan
pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dan dirawat di rumah sakit
atau di penjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Faktor internal
Stress Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.Tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi. Koping individu
yang tidak efektif misal : saat individu menghadapi kegagalan, menyalahkan
orang lain, ketidakberdayaan, menyangkal tidak mampu menghadapi
kenyataan dan menarik diri dari lingkungan, terlalu tingginya ideal diri dan
tidak mampu menerima realitas dengn rasa syukur.
C. RENTANG RESPON

Rentang respon sosial

1) Respon adaptif
Adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultural dimana individu
tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal. Adapun respon adaptif
tersebut :
Menyendiri (solitude)
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan
menentukan langkah berikutnya.
Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-
ide pikiran.
Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk memberi dan menerima.
Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam hubungan
interpersonal.
2) Respon Maladaptif
Adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
Karakteristik dari perilaku maladaptif :
Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara
waktu.
Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri sendiri ataupun tujuan,
bukan berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat membina
hubungan sosial secara mendalam.
Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang
dimiliki.
Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk
dan cenderung memaksakan kehendak.
Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburuan dan
marah jika orang lain tidak mendukung.

D. TANDA DAN GEJALA

Menurut Townsend 2009, NANDA 2007, Keliat, dkk 2005 :


1) Tanda dan gejala fisik
Tanda dan gejala fisik merupakan manifestasi respon fisiologis tubuh
terhadap masalah isolasi ditandai dengan kurang energi, lemah,
insomnia/hipersomia, penurunan atau peningkatan nafsu makan. Klien malas
beraktivitas, kurang tekun bekerja dan bersekolah, dan kesulitan melaksanakan
tugas yang komplek. Kondisi fisik berupa keterbatasan atau kecacatan
fisik/mental dan penyakit fisik juga akan menunjukkan perilaku yang maladaptif
pada klien yaitu isolasi sosial.
2) Tanda dan gejala kognitif
Tanda dan gejala kognitif terkait dengan pemilihan jenis koping, reaksi emosi,
fisiologik dan emosi. Penilaian kognitif merupakan tanggapan atau pendapat
klien terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Stuart & Laraia, 2005). Hal
ini ditandai dengan adanya penilaian individu bahwa adanya perasaan kesepian
dan ditolak oleh orang lain, tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan,
merasa tidak memiliki tujuan hidup. Klien menjadi kebingungan, kurangnya
perhatian, merasa putus asa, merasa tidak berdaya, dan merasa tidak berguna.
3) Tanda dan gejala perilaku
Tanda dan gejala perilaku dihubungkan dengan tingkah laku yang
ditampilkan atau kegiatan yang dilakukan klien berkaitan dengan pandangannya
terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart & Laraia, 2005). Pada
klien isolasi sosial perilaku yang ditampilkan yakni; kurangnya aktifitas, menarik
diri, tidak/jarang berkomunikasi dengan orang lain, tidak memiliki teman dekat,
melakukan tindakan berulang dan tidak bermakna, kehilangan gerak dan minat,
menjauh dari orang lain, menunjukkan perilaku bermusuhan, menolak
berhubungan dengan orang lain, menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima
oleh kultur, mengulang-ulang tindakan, tidak ada kontak mata, berdiam diri di
kamar.
4) Tanda dan Gejala Afektif
Tanda dan gejala afektif terkait dengan respon emosi dalam menghadapi
masalah (Stuart & Laraia, 2005). Respon emosi sangat bergantung dari lama dan
intensitas stressor yang diterima dari waktu ke waktu. Tanda dan gejala yang
ditunjukkan klien isolasi sosial meliputi merasa sedih, afek tumpul, kurang
motivasi, serta merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu. Rasa sedih
karena kehilangan terutama terhadap sesuatu yang berarti dalam kehidupan
sering kali menyebabkan seseorang menjadi takut untuk menghadapi kehilangan
berikutnya.

E. POHON MASALAH

Resiko bunuh diri

Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif


(Iyus, 2009)
F. DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji
Isolasi sosial Subjektif
Klien mengatakan malas bergaul dengan
orang lain
Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani
perawat dan meminta untuk sendirian
Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan
orang lain
Tidak mau berkomunikasi
Data tentang klien biasanya didapat dari
keluarga yang mengetahui keterbatasan klien
(suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman
dekat).
Riwayat keluarga terkait penyakit gangguan
jiwa
Riwayat penyakit pasien dan pengobatannya
Riwayat trauma (bio, psiko, sosio, spiritual)
Pemeriksaan fisik meliputi TTV, head to toe,
dan keadaan umum
Perkembangan fungsi keluarga, konflik
keluarga, dan mekanisme kopingnya
Pengkajian psikososial sebelum dan sesudah
sakit
Stres lingkungan yang dialami klien
Pemicu gejala: kesehatan lingkungan, sikap
dan prilaku individu, seperti : gizi buruk, kurang
tidur,infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau
lingkungan yang penuh kritik, masalah
perumahan, kelainan terhadap penampilan,
stress agngguan dalam berhubungan
interpersonal, kesepian, tekanan, pekerjaan,
kemiskinan, keputusasaan.
Objektif
Kurang spontan
Apatis (acuh terhadap lingkungan)
Ekspresi wajah kurang berseri
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan
kebersihan diri
Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
Mengisolasi diri
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya
Asupan makanan dan minuman terganggu
Retensi urine dan feses
Aktivitas menurun
Kurang berenergi atau bertenaga
Rendah diri
Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus
atau janin (khususnya pada posisi tidur)

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Isolasi sosial
b) Harga diri rendah kronis
c) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d) Koping individu tidak efektif
e) Koping keluarga tidak efektif
f) Intoleransi aktivitas
g) Defisit perawatan diri
h) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
H. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tgl/ Tindakan Keperawatan untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk
No Dx Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab 1. Menjelaskan masalah yang
isolasi sosial dirasakan keluarga dalam
2. Berdiskusi dengan pasien merawat pasien
tentang keuntungan 2. Menjelaskan pengertian,
berinteraksi dengan orang tanda dan gejala Isolasi
lain Sosial, dan jenis Isolasi
3. Berdiskusi dengan pasien Sosial yang dialami pasien,
tentang kerugian tidak serta proses terjadinya
berinteraksi dengan orang 3. Menjelaskan cara merawat
lain pasien dengan Isolasi
4. Mengajarkan pasien cara Sosial
berkenalan dengan satu
orang
5. Menganjurkan pasien
memasukkan kegiatan latihan
berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan
harian

SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga
harian pasien mempraktikkan cara
2. Memberikan kesempatan merawat pasien dengan
kepada pasien Isolasi Sosial
mempraktekkan cara 2. Melatih keluarga
berkenalan dengan satu melakukan cara merawat
orang langsung pasien Isolasi
3. Membantu pasien Sosial
memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga untuk
harian pasien membuat jadwal aktivitas di
2. Memberi kesempatan kepada rumah termasuk minum
pasien untuk berkenalan obat (discharge planning)
dengan dua orang atau lebih 2. Menjelaskan follow up
3. Menganjurkan pasien pasien setelah pulang
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
DAFTAR PUTAKA

Afdol, M dkk. 2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Asuhan Keperawatan
Jiwa pada Pasien dengan Masalah Isolasi Sosial di Ruangan Rawat Inap Jiwa
Doenges.E Marilynn, dkk. 2006. Rencana Usaha Keperawatan Psikiatri, edisi 3. EGC :
Jakarta.

Hermawati, (2008), Terapi Supportif Keluarga pada Keluarga dengan klien gangguan jiwa,
Draft terapi spesialis keperawatan jiwa.
Keliat, Budi Anna dll. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Stuart dan Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai