Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA EMBOLI
1. Pengertian
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak
(Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap
embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat
ruptur arteri (aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau berhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk
menjelaskan infark serebrum. Istilah yang masih lama dan masih sering digunakan
adalah cerebrovaskular accident (CVA) (Price, 2006).
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Yang biasanya diakibatkan
oleh trombosis, embolisme, iskemia dan hemoragi (Smeltzer, 2002).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak

yang timbul mendadak yang

disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang bisa terjadi pada
siapa saja (Muttaqin, 2008).
Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik yang paling
khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan

atau tungkai

disalah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan hilangnya sebagian
penglihatan disatu sisi. Seorang dikatakan terkena stroke jika

salah satu atau

kombinasi apapun dari gejala diatas berlangsung selama 24 jam atau lebih (Feigin,
2007).

Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang mengacu kepada

setiap

gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri di otak (Price & Wilson, 2006).
2. Klasifikasi
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi
(lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).
a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1) Stroke iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85% disebabkan
oleh sumbatan karena bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau
beberapa arteri yang mengarah ke otak dan karena embolus (kotoran) yang
terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranii (arteri yang berada

di luar

tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa arteri


intrakranii (arteri yang ada di dalam tengkorak). Gangguan darah,
peradangan, dan infeksi merupakan penyebab sekitar 5-10 persen terjadinya
stroke hemoragi dan menjadi penyebab tersering pada orang berusia muda
(Mansjoer, 2000). Stroke iskemik dibagi menjadi :

Transient Ischemic Attack (TIA)


Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

Trombosis serebri
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumenpembuluh darah otak karena trombus yang makin
lama

makin

menebal,

sehingaaliran

darah

menjadi

tidak

lancar.Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemia.Trombosis


serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi padaproses oklusi
satu atau lebih pembuluh darah local

Emboli serebri
Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi
ateromatusyang terletak pada pembuluh yang lebih distal.Gumpalangumpalan kecil dapatterlepas dari trombus yang lebih besar dan
dibawa ke tempat-tempat lain dalamaliran darah. Bila embolus
mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati danmenjadi

tersumbat,

aliran

darah

fragmen

distal

akan

terhenti,

mengakibatkaninfark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan


oksigen. Embolimerupakan 32% dari penyebab stroke non hemoragik.
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
Eemboli ekstrakranial dapat disebabkan juga oleh :
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal

dari plaque

athersclerotique yang

berulserasi

atau

dari

trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian


kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel.

Penyakit

jantung

rheumatoid

akut

atau

menahun

yang

meninggalkan gangguan pada katup mitralis.

Fibrilasi atrium

Infarksio kordis akut

Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung


miksomatosus sistemik

c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai

Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis

Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru

Embolisasi

lemak

dan

udara

atau

gas

(seperti

penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal).Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan),

trombi mural (seperti infark miokard,

atrial

fibrilasi,

kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3


persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di
antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard
2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada

penderitahipertensi (Ngoerah, 1991).Stroke hemoragi disebabkan oleh


perdarahan ke dalam jaringan otak atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak. Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan. Stroke hemoragik dibagi
menjadi :
a) Perdarahan intraserebral
b) Perdarahan subarakhnoid
b. Berdasarkan stadium:
1) Transient Ischemic Attack (TIA) yaitu serangan stroke sementara yang
berlangsung kurang dari 24 jam.
2) Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RNID) yaitu gejala neurologis akan
menghilang antara >24 jam sampai dengan 21 hari.
3) Stroke in evolution yaitu kelainan atau defisit

neurologik berlangsung

secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.


4) Completed stroke yaitu kelainan neurologis sudah

menetap dan tidak

berkembang lagi (Ngoerah, 1991).


c. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):
1)

Tipe karotis

2)

Tipe vertebrobasiler

3. Etiologi
a. Trombosis

(bekuan

darah

didalam

pembuluh

darah

otak

dan

Aterosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah


utama, trombosis serebral merupakan penyebab yang

leher).

penyebab

umum pada serangan

stroke.
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada

jantung kiri, seperti

endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi
pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri
serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral
suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi

(insufisiensi

ateroma pada arteri yang

menyuplai darah ke otak.


d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan

kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar
durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi

subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi


otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).
4. Faktor Resiko
Faktor

resiko

untuk

terjadinya

stroke

dapat

diklasifikasikanberdasarkan

kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau


potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well
documented) (Goldstein,2006).
a. Non modifiable risk factors :

Usia

Jenis kelamin

Berat badan lahir rendah

Ras/etnis

genetik

b. Modifiable risk factors


1) Well-documented and modifiable risk factors

Hipertensi

Paparan asap rokok

Diabetes

Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu

Dislipidemia

Stenosis arteri karotis

Sickle cell disease

Terapi hormonal pasca menopause

Diet yang buruk

Inaktivitas fisik

Obesitas

2) Less well-documented and modifiable risk factors

Sindroma metabolik

Penyalahgunaan alkohol

Penggunaan kontrasepsi oral

Sleep-disordered breathing

Nyeri kepala migren

Hiperhomosisteinemia

Peningkatan lipoprotein

Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase

Hypercoagulability

Inflamasi

Infeksi

5. Patofisiologi (Pathway Terlampir)


a. Patogenesis umum
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri
arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa, (1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri,
seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau
peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah,
misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau
embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4)
ruptur vascular didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid. Berdasarkan
patogenesis stroke, maka perjalanan sakit akan dijabarkan dibawah ini menjadi:
1) Stadium prapatogenesis, yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke. Stadium
ini umumnya penderita sudah mempunyai faktor risiko atau memiliki gaya
hidup yang mengakibatkan penderita menderita penyakit degeneratif.
2) Stadium patogenesis, yaitu stadium ini dimulai saat terbentuk lesi patologik
sampai saat lesi tersebut menetap. Gangguan fungsi otak disini adalah akibat
adanya lesi pada otak. Lesi ini umumnya mengalami pemulihan sampai
akhirnya terdapat lesi yang menetap. Secara klinis defisit neurologik yang
terjadi juga mengalami pemulihan sampai taraf tertentu.
3) Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara klinis ditandai dengan
defisit neurologik yang cenderung menetap. Usaha yang dapat dilakukan
adalah mengusahakan adaptasi dengan lingkungan atau sedapat mungkin
lingkungan beradaptasi dengan keadaan penderita. Sehubungan dengan
penalataksanaanya maka stadium patogenoesis dapat dibagi menjadi tiga
fase, yaitu :

Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0 3 /


12 jam pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk
menegakkan diagnosis dan usaha untuk membatasi lesi patologik yang
terbentuk.

Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam 14 hari pasca onset.
Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya
komplikasi, usaha yang sangat fokus pada restorasi/rehabilitasi dini dan
usaha preventif sekunder.

Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari kurang dari 180 hari
pasca onset dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit
serta penatalaksanaan lebih ditujukkan untuk usaha preventif sekunder
serta usaha yang

fokus pada neuro restorasi / rehabilitasi dan usaha menghindari komplikasi.


6. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan
Holistik (1996: 258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
a. Defisit Motorik

Hemiparese, hemiplegia

Distria (kerusakan otot-otot bicara)

Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)

b. Defisit Sensori

Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri)

Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah


bidang pandang pada sisi yang sama)

Diplopia (penglihatan ganda)

Penurunan ketajaman penglihatan

Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial


(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin)

Tidak

memberikan

atau

hilangnya

respon

terhadap

proprioresepsi

(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)


c. Defisit

Perseptual

(Gangguan

dalam

menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)

merasakan

dengan

tepat

dan

Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap


ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)

Disorientasi (waktu, tempat, orang)

Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan


tepat)

Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)

Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan


ukurannya dan menilai jauhnya

Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat

Disorientasi kanan kiri

d. Defisit Bahasa/Komunikasi

Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara


yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu
kata

Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk


berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar
tentang kesalahan ini)

Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) tidak mampu


berkomunikasi pada setiap tingkat

Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)

Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)

e. Defisit Intelektual

Kehilangan memori

Rentang perhatian singkat

Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)

Penilaian buruk

Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi


yang lain

Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara


abstrak

f.

Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis

Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)

Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial

Penurunan toleransi terhadap stres

Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah

Kekacauan mental dan keputusasaan

Menarik diri, isolasi

Depresi

g. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)

Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial


kandung kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan
inkontinensia urine.

Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral
yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan
kehilangan semua kontrol miksi

Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik

Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi


dan imobilitas

Konstipasi dann pengerasan feses

h. Gangguan Kesadaran
Berikut adalah tabel perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding :
Gejala (anamnesa)
Permulaan (awitan)

Infark
Sub akut/kurang mendadak

Perdarahan
Sangat akut/mendadak

Waktu (saat serangan)

Bangun pagi/istirahat

Sedang aktifitas

Peringatan

+ 50% TIA

Nyeri Kepala

+/-

+++

Kejang

Muntah

Kesadaran menurun
Koma/kesadaran menurun

Kadang sedikit
+/-

+++
+++

Kaku kuduk

++

Kernig

pupil edema

Perdarahan Retina

Bradikardia

hari ke-4

sejak awal

Penyakit lain

Tanda adanya aterosklerosis

Hampir selalu hypertensi,

di retina, koroner, perifer.

aterosklerosis, HHD

Emboli pada ke-lainan katub,


fibrilasi, bising karotis

Pemeriksaan:

Darah pada LP

Kemungkinan pergeseran

X foto Skedel
Angiografi

glandula pineal
Oklusi, stenosis

Aneurisma. AVM. massa


intra hemisfer/ vasospasme.

CT Scan

Densitas berkurang

Massa intrakranial

(lesi hypodensi)

densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)

Opthalmoscope

Crossing phenomena

Perdarahan retina atau

Silver wire art

corpus vitreum

Tekanan

Normal

Meningkat

Warna

Jernih

Merah

Eritrosit

< 250/mm3

>1000/mm3

oklusi

ada shift

di tengah

shift midline echo

Lumbal pungsi

Arteriografi
EEG
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis

Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan,


mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja,
ataupun sewaktu istirahat.
b. Pemeriksaan fisik

Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan


darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran
penderita.Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow
agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar
tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf
saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.
Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu
lakukan pemeriksaan refleks refleks batang otak yaitu :

Reaksi pupil terhadap cahaya.

Refleks kornea.

Refleks okulosefalik.

Keadaan

(refleks)

respirasi,

apakah

terdapat

pernafasan

Cheyne

Stoke,

hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik.Setelah itu tentukan


kelumpuhan yang terjadi pada saraf saraf otak dan anggota gerak.Kegawatan
kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin
dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis maupun
kehidupan.Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi
perdarahan perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1) Laboratorium.

Pemeriksaan darah rutin.

Pemeriksaan kimia darah lengkap.

Gula darah sewaktu.

Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif.Gula darah dapat mencapai 250


mg dalam serum dan kemudian berangsur angsur kembali turun.

Kolesterol,

ureum,

kreatinin,

asam

urat,

fungsi

hati,

enzim

SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta


total lipid).

Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).

Waktu protrombin.

Kadar fibrinogen.

Viskositas plasma.

Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.

2) Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian

kecil

penderita

elektrokardiografi.Perubahan

ini

stroke
dapat

berarti

terdapat
kemungkinan

perubahan
mendapat

serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan perubahan
elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu
infark miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up
nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan
fisik mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac

emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial


echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
3) Pemeriksaan radiologi

CT-scan otak
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini
sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan
infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari hari pertama,
biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup
besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit
diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk
memastikan proses patologik di batang otak.

Pemeriksaan foto thoraks.

Dapat

memperlihatkan

keadaan

jantung,

apakah

terdapat

pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda


hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain
pada jantung.

Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi


proses manajemen dan memperburuk prognosis.

8. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:

Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang


sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha


memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK


Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang

berlebihan,
Pengobatan Konservatif

Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi


maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.

Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi


pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya


trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka


arteri karotis di leher.

Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya


paling dirasakan oleh pasien TIA.

Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan
untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
1) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya
hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
2) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
3) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
4) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan

separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun
pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih
baik.
5) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)
6) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
7) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 1996)
8) Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)

Pola tidur dan istirahat


Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
9) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen

Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah

yang

menonjol

karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu


Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.Merokok
merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.

Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,


gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan
masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999,
Doengoes, 2000: 291)
2. Diagnosa yang muncul.
1) Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan

penambahan

isi otak

sekunder terhadap perdarahan otak .


2) Intoleransi

aktifitas

(ADL)

berhubungan

dengan

kehilangan

kesadaran,kelumpuhan.
3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
5) Kecemasan (ancaman

kematian) berhubungan dengan kurang

informasi

prognosis dan terapi.Kurang pengetahuan prognosis dan terapi berhubungan


dengan kurang informasi, salah interpretasi.
6) Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan, penurunan
kesadaran.
7) Gangguan

nutrisi

(kurang

dari

kebutuhan

tubuh)

berhubungan

dengankesulitan menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.


8) Inkoninensia uri berhubungan dengan defisit neurologis.
9) Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan
neurologis.
10) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas,
parise dan paralise.
11) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan bicara
verbal atau tidak mampu komunikasi.
12) Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori.
13) Resiko terjadinya: kekeringan kornea, Pneumonia ortostatik sekunder
kehilangan kesadaran.

c.

Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan Perfusi

Tujuan
Setelah dilakukan tindakan

Intervensi
Monitorang neurologis

jaringan serebral b.d aliran

keperawatan diharapkan suplai aliran

1.

Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil

darah ke otak terhambat.

darah keotak lancar dengan kriteria

2.

Monitor tingkat kesadaran klien

hasil:

3.

Monitir tanda-tanda vital

4.

Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah

berkurang sampai de-ngan hilang

5.

Monitor respon klien terhadap pengobatan

6.

Hindari aktivitas jika TIK meningkat

7.

Observasi kondisi fisik klien

Nyeri kepala / vertigo


Berfungsinya saraf dengan

baik
-

Tanda-tanda vital stabil

Terapi oksigen
1.

Bersihkan jalan nafas dari sekret

2.

Pertahankan jalan nafas tetap efektif

3.

Berikan oksigen sesuai intruksi

4.

Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem

humidifier
5.

Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya

pemberian oksigen
6.

Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi

7.

Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen

8.

Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama

aktifitas dan tidur


Kerusakan komunikasi verbal

Setelah dilakukan tindakan

1.

Libatkan keluarga untuk membantu memahami /

b.d penurunan sirkulasi ke

keperawatan, diharapkan klien

memahamkan informasi dari / ke klien

otak

mampu untuk berkomunikasi lagi

2.

Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian

dengan kriteria hasil:

3.

Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam

komunikasi dengan klien

dapat menjawab pertanyaan

yang diajukan perawat

4.

Dorong klien untuk mengulang kata-kata

5.

Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap

dapat mengerti dan memahami

pesan-pesan melalui gambar

interaksi dengan klien

6.

Programkan speech-language teraphy

perasaannya secara verbal maupun

7.

Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi

nonverbal

dengan klien

Defisit perawatan diri;

Setelah dilakukan tindakan

Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri

mandi,berpakaian, makan,

keperawatan, diharapkan kebutuhan

Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam

mandiri klien terpenuhi, dengan

makan, mandi, berpakaian dan toileting

kriteria hasil:

bisa mandiri

dapat mengekspresikan

Klien dapat makan dengan

Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya

bantuan orang lain / mandiri

aktivitas normal sesuai kemampuannya

Klien dapat mandi de-ngan

Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan

bantuan orang lain

perawatan diri klien

Klien dapat memakai pakaian

dengan bantuan orang lain / mandiri


-

Klien dapat toileting dengan

bantuan alat

Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan

Kerusakan mobilitas fisik b.d

Setelah dilakukan tindakan

kerusakan neurovas-kuler

keperawatan selama, diharapkan

ekstrimitas yang sehat

klien dapat melakukan pergerakan

fisik dengan kriteria hasil :

parese / plegi dalam toleransi nyeri

Tidak terjadi kontraktur otot

Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi


Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang
Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau

dan footdrop

mangurangi bengkak

Pasien berpartisipasi dalam

Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan

program latihan

kemampuan klien

Pasien mencapai

Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti

keseimbangan saat duduk

yang disarankan

Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi

Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka

Pasien mampu menggunakan

sisi tubuh yang tidak sakit untuk


kompensasi hilangnya fungsi pada
sisi yang parese/plegi
Resiko kerusakan integritas

Setelah dilakukan tindakan perawatan

kulit b.d immobilisasi fisik

selama, diharapkan pasien mampu

tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan agar

mengetahui dan mengontrol resiko

tidak terjadi luka tekan)

dengan kriteria hasil :

Ciptakan lingkungan yang nyaman

dan gejala adanya resiko luka tekan

Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin

Lakukan masase secara teratur

Anjurkan klien untuk rileks selama masase

Klien mampu menge-nali tanda


Klien mampu berpartisi-pasi

dalam pencegahan resiko luka tekan

Berikan masase sederhana

(masase sederhana, alih ba-ring,

manajemen nutrisi, manajemen

kerusakan kapiler

tekanan).

Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari


Evaluasi respon klien terhadap masase
Lakukan alih baring

Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam

Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk

mengurangi kekuatan geseran


-

Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit

Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki,

sakrum, skrotum, siku, ischium, skapula)


4

Berikan manajemen nutrisi

Kolaborasi dengan ahli gizi

Monitor intake nutrisi

Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk

memelihara ke-seimbangan nitrogen positif


5

Berikan manajemen tekanan

Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah

Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah

Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering

Monitor aktivitas dan mobilitas klien

Beri bedak atau kamper spritus pada area yang

tertekan

Resiko Aspirasi berhubungan

Setelah dilakukan tindakan

Aspiration Control Management :

dengan penurunan tingkat

perawatan, diharapkan tidak terjadi

kesadaran

aspirasi pada pasien dengan kriteria

menelan

hasil :

Pelihara jalan nafas

Lakukan saction bila diperlukan

mudah,frekuensi pernafasan normal

Haluskan makanan yang akan diberikan

Haluskan obat sebelum pemberian

Dapat bernafas dengan


Mampu menelan,mengunyah

Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan

tanpa terjadi aspirasi


Resiko Injuri berhubungan

Setelah dilakukan tindakan

Risk Control Injury

dengan penurunan tingkat

perawatan, diharapkan tidak terjadi

menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien

kesadaran

trauma pada pasien dengan kriteria

memberikan informasi mengenai cara mencegah

hasil:

cedera

bebas dari cedera

memberikan penerangan yang cukup

mampu menjelaskan factor

menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien

resiko dari lingkungan dan cara untuk


mencegah cedera
-

menggunakan fasilitas

kesehatan yang ada


Pola nafas tidak efektif

Setelah dilakukan tindakan

Respiratori Status Management

berhubungan dengan

perawatan, diharapkan pola nafas

Pertahankan jalan nafas yang paten

penurunan kesadaran

pasien efektif dengan kriteria hasil :

Observasi tanda-tanda hipoventilasi

- Menujukkan jalan nafas paten ( tidak

Berikan terapi O2

merasa tercekik, irama nafas normal,

Dengarkan adanya kelainan suara tambahan

frekuensi nafas normal,tidak ada

Monitor vital sign

suara nafas tambahan


- Tanda-tanda vital dalam batas
normal

DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai