Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN SPINA BIFIDA

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Stase Anak


Program Profesi Ners

DISUSUN OLEH :

YEYEN NALIDA
11194691910057

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2020
FORMAT LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : SPINA BIFIDA


NAMA MAHASISWA : YEYEN NALIDA
NIM : 11194691910057

Banjarmasin,……………….2020

Menyetujui,

Program Studi Profesi Ners


Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia
Preseptor Akademik (PA)

Dewi Wulandari, S.Kep., Ns


NIK. ............................
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : SPINA BIFIDA


NAMA MAHASISWA : YEYEN NALIDA
NIM : 11194691910057

Banjarmasin,……………….2020

Menyetujui,

Program Studi Profesi Ners


Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia
Preseptor Akademik (PA)

Dewi Wulandari, S.Kep., Ns


NIK. .....................

Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan
Universitas Sari Mulia

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 1166102012053
TINJAUAN PUSTAKA SPINA BIFIDA

A. DEFINISI
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada
tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau
beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Spina
bifida adalah gagal menutupnya columna vertebralis pada masa
perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan
gangguan fusi tuba neural. Gangguan fusi tuba neural terjadi sekitar minggu
ketiga setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan
jelas (Penhua,2013).
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada
arkus pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf
dari kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio . Keadaan ini biasanya
terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek
bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan
fungsi satu atau lebih dari satu arkus pascaerior vertebra pada daerah
lumosakral. Belum ada penyebab yang pasti tentang kasus spina bifida.
Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal menutupnya columna
vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan
herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.Gangguan fusi tuba neural
terjadi beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah
konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
Gambar 1. Spina Bifida pada Bayi
B. KLASIFIKASI
1. Spina bifida okulta
Merupakan spina bifida yang paling ringan satu atau beberapa vertebra
tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaput otak
( meningitis ) tidak menonjol. Gejalanya:
a. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
b. Lekukan pada daerah sacrum.
2. Spina bifida aperta
Bentuk cacat tabung saraf tempat kantong selaput otak menonjol
melalui lobang. Kulit diatas pembengkakan biasanya tipis, tekanan pada
kantong menyebabkan fontanella menonjol. Spina Bifida Aperta dapat
terjadi 2 keadaan :
a. Meningokel
Adalah ketika kantung berisi cairan cerebro-tulang belakang (cairan
yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang) dan meninges
(jaringan yang meliputi sumsum tulang belakang), tidak ada
keterlibatan saraf. meningens menonjol melalui vertebra yang tidak
utuh dan teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit.
Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung
jawab untuk menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang
belakang. Meningokel memiliki gejala lebih ringan daripada
myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar dari tulang
pelindung, Meningocele adalah meningens yang menonjol melalui
vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi
cairan di bawah kulit dan ditandai dengan menonjolnya meningen,
sumsum tulang belakang dan cairan serebrospinal. Meningokel
seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdapat tonjolan saraf
corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai
kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing
ataupun kolon.
b. Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling
berat, dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit
diatasnya tampak kasar dan merah. Penaganan secepatnya sangat di
perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat
tonjolan tesebut. Jika pada tonjolan terdapat syaraf yang
mempersyarafi otot atau extremitas, maka fungsinya dapat
terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis
myelomeningocale ialah jenis yang paling sering dtemukan pada
kasus spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina
bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam dan di
sekitar otak (Penhua,2013).
C. ETIOLOGI
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui.
Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam
terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah
konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar
vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan
asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50%
defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-
vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat.
Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek
tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-
macam penyebab yang berat menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi
banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya
dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan.
1. Resiko  melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat
dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal
kehamilan.
2. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan
kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi
penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.
3. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida.
Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal
atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling
akhir.
4. Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan
berbahaya) dapat menyebabkan resiko melahirkan anak dengan
spina bifida. Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat
keluarga dengan defek neural tube. Resiko akan melahirkan anak
dengan spina bifida 8 kali lebih besar bila sebelumnya pernah
melahirkan anak spina bifida.

Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain:

1. Hidrosefalus
2. Siringomielia
3. Dislokasi pinggul.

D. PATOFISOLOGI
Spina bifida disebabkan oleh kegagalan dari tabung saraf untuk
menutup selama bulan pertama embrio pembangunan (sering sebelum ibu
tahu dia hamil). Biasanya penutupan tabung saraf terjadi pada sekitar 28 hari
setelah pembuahan. Namun, jika sesuatu yang mengganggu dan tabung
gagal untuk menutup dengan baik, cacat tabung saraf akan terjadi. Obat
seperti beberapa Antikonvulsan, diabetes, setelah seorang kerabat dengan
spina bifida, obesitas, dan peningkatan suhu tubuh dari demam atau sumber-
sumber eksternal seperti bak air panas dan selimut listrik dapat
meningkatkan kemungkinan seorang wanita akan mengandung bayi dengan
spina bifida. Namun, sebagian besar wanita yang melahirkan bayi dengan
spina bifida tidak punya faktor risiko tersebut, sehingga meskipun banyak
penelitian, masih belum diketahui apa yang menyebabkan mayoritas kasus.
Beragam spina bifida prevalensi dalam populasi manusia yang berbeda dan
bukti luas dari strain tikus dengan spina bifida menunjukkan dasar genetik
untuk kondisi. Seperti manusia lainnya penyakit seperti kanker, hipertensi
dan aterosklerosis (penyakit arteri koroner), spina bifida kemungkinan hasil
dari interaksi dari beberapa gen dan faktor lingkungan. Penelitian telah
menunjukkan bahwa kekurangan asam folat (folat) adalah faktor dalam
patogenesis cacat tabung saraf, termasuk spina bifida (Penhua,2013).
Pathway
Kurang asupan nutrisi Gangguan pertumbuhan
Wanita usia produktif Ibu hamil (terutama Asam folat / dan perkembangan sel
vitamin B9) pada janin

Kegagalan penutupan
Terdapat celah pada os.vertebra (lumbal-
SPINA BIFIDA
os.vertebra sakum)

SB okulta SB kristik
(Tidak terlihat dari luar) (terdapat penonjolan)

SB meningokel SB meningomielokel
Gangguan saraf pada
sistem perkemihan

Inkontinensia urin Kelainan sistem syaraf Resiko Trauma/injuri


Kerusakan pada
ekstremitas bawah
produksi CSS
Gangguan Eleminasi Urin Gangguan Mobilitas Fisik
TIK

Resiko Kerusakan
Hidrosefalus
Integritas Kulit
Resiko Tinggi Infeksi
Pemasangan VP shunt Pembedahan/operasi Resiko Tinggi Infeksi
Resiko Tinggi Infeksi
Ansietas
Resiko Tinggi Infeksi
Resiko Tinggi Infeksi
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Spina bifida okulta (tersembunyi): bila kelainan hanya sedikit, hanya
ditandai oleh bintik, tanda lahir merah anggur, atau ditumbuhi rambut dan
bila medula spinalis dan meningens normal.
2. Meningokel : bila kelainan tersebut besar, meningen mungkin keluar
melalui medula spinalis, membentuk kantung yang dipenuhi dengan CSF.
Anak tidak mengalami paralise dan mampu untuk mengembangkan
kontrol kandung kemih dan usus. Terdapat kemungkinan terjadinya infeksi
bila kantung tersebut robek dan kelainan ini adalah masalah kosmetik
sehingga harus dioperasi.
3. Mielomeningokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana sebagian
dari medula spinalis turun ke dalam meningokel. Gejalanya berupa:
a. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada
bayi baru lahir.
b. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.
c. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
d. Penurunan sensasi.
e. Inkontinensia urin maupun inkontinensia tinja.
f. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis)
(Nining,2016)

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran antara
lain adalah:
1. Paralisis cerebri
2. Retardasi mental
3. Atrofi optic
4. Epilepsi
5. Osteo porosis
6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.
8. Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen (Wong,2015).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada
trimester pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut
Triple Screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida,
sindroma down dan kelainan bawaan lainnya. 85 % wanita yang
mengandung bayi dengan spina bifida akan memiliki kadar serum alfa
feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi,
karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan
adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosintesis (analisa cairan
ketuban)
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda
spinalis maupun vertebra.
3. CT-Scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk
menentukan lokasi dan luasnya kelainan (Agus,2013).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim
yang terdiri dari spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik,
ortopedi, endokrin, urologi dan tim terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis
perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.
1. Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode
neonatal sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
a. Mengontrol inkotinensia
b. Mencegah dan mengontrol infeksi
c. Mempertahankan fungsi ginjal

Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan


kebanyakan anak umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent
catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila terapi konservatif gagal
mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk
mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder
augmentation, atau suprapubic vesicostomy.

2. Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi
yang terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi
ekstremitas bawah. Dislokasi hip dan pelvic obliquity sering bersama-
sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian
ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal
juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang.
Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan
abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan
acetabulum yang displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau
Pavlik harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya
mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis
atau transfer dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes
cavus yang berat. Subtalar fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau
talectomi dilakukan bila operasi pada jaringan lunak tidak memberikan
hasil yang memuaskan.
3. Rehabilitasi Medik
a. Sistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir
dilakukan seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal.
Latihan penguatan dilakukan pada otot yang lemah, otot partial
inervation atau setelah prosedur tendon transfer.
b. Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan
tingkat dari defisit neurologis.
c. Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18
bulan. Spinal brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis.
Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric Reciprocal gait orthosis
(IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi dengan aktif.
HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai
gangguan aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar
mampu ke posisi berdiri tegak. Penggunaan kursi roda dapat dimulai
saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan
melakukan ambulasi.
d. Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak
dan berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses
dilakukan 30 menit setelah makan dengan menggunakan reflek
gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di toilet untuk
menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses
Stimulasi digital atau supositoria rektal digunakan untuk merangsang
kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener digunakan bila stimulasi digital
tidak berhasil.
4. Pembedahan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup
kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang
sebagai akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau
menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang. Kegagalan
tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan
pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan
pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam
serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering
digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun
spinal dapat terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan
spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi
kegagalan lamina vertebrata.
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya,
posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan
ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah. Bayi
biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga
temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang
dapat mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat
overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek
pengering dari panas yang dipancarkan. Sebelum pembedahan, kantung
dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab,
dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan
adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai
4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran,
abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan
dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang
sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan
resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah
kontraktur, dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan.
Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan
sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor
pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan
subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang
menderita keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan
seksualnya, penguasaan social, hubungan kelompok remaja sebaya, dan
kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih
berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada
ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu (Kyle,2014).

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Rasa Nyaman
2. Ketidakefektifan Eleminasi Urin
3. Hambatan Mobilitas Fisik
4. Resiko Cedera
5. Ansietas
6. Resiko Infeksi
J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan Urinary Retention Care
Eleminasi Urin Tindakan - Lakukan penilaian
keperawatan 1x 60 kemih yang
menit diharapkan komprehensif
tidak terjadi gangguan berfokus pada
eleminasi urin dengan inkontinensia
kriteria hasil (misalnya, output
Urinary elimination urin, pola berkemih
Urinary Contiunence kemih, fungsi
- Kandung kognitif, dan
kemih kosong masalah kencing
secara penuh praeksisten)
- Tidak ada - Memantau
residu urine > penggunaan obat
100-200 cc dengan sifat
- Intake cairan antikolinergik atau
dalam rentang properti alpha
normal agonis
- Bebas dari ISK - Memonitor efek
- Tidak ada dari obat-obatan
spasme yang diresepkan,
bladder seperti calcium
- Balance cairan channel blockers
seimbang dan antikolinergik
- Merangsang
refleks kandung
kemih dengan
menerapkan dingin
untuk perut,
membelai tinggi
batin, atau air
- Sediakan waktu
yang cukup untuk
pengosongan
kandung kemih (10
menit)
- Masukkan kateter
kemih, sesuai
- Anjurkan keluarga
untuk merekam
output urin, sesuai
- Memantau asupan
dan keluaran
- Memantau tingkat
distensi kandung
kemih dengan
palpasi dan perkusi
- Merujuk ke
spesialis
kontinensia kemih
- Berikan perawatan
pada kulit klien
yang basah karena
urin (dilap dengan
air hangat
kemudian dilap
kering dan diberi
bedak)
- Anjurkan ibu klien
untuk sering
memeriksa popok
klien, jika basah
segera diganti
- Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian obat
(misalnya:
Antikolinergik)

2 Hambatan NOC : NIC :


 Joint movement : Exercise therapy :
Mobilitas Fisik
Active ambulation
 Mobility level 1. Konsultasikan dengan
 Transfer terapi fisik tentang
performance rencana ambulasi
Setelah dilakukan sesuai dengan
tindakan keperawatan kebutuhan
selama.... masalah 2. Ajarkan keluarga atau
hambatan mobilitas tenaga kesehatan lain
fisik teratasi dengan tentang teknik
Kriteria Hasil: ambulasi
 Pasien 3. Kaji kemampuan
meningkat dalam pasien dalam
aktifitas fisik mobilisasi
 Keluarga 4. Dampingi dan Bantu
membantu dalam pasien saat mobilisasi
peningkatan dan bantu penuhi
aktivitas pasien kebutuhan ADLs ps.
 Mengerti dari 5. Ajarkan keluarga
tujuan peningkatan bagaimana merubah
mobilitas posisi pasien dan
berikan bantuan jika
diperlukan

3 Resiko NOC : NIC :


 Tissue Integrity : Pressure Management
Kerusakan
Skin and Mucous 1. Anjurkan keluarga
Integritas Kulit Membranes untuk memakaikan
pasien pakaian yang
Setelah dilakukan longgar
tindakan keperawatan 2. Hindari kerutan pada
selama 1x8 jam tempat tidur
masalah kerusakan 3. Jaga kebersihan kulit
integritas kulit tidak agar tetap bersih dan
terjadi dengan kering
Kriteria Hasil : 4. Mobilisasi pasien (ubah
a. Integritas kulit posisi pasien) setiap
yang baik bisa dua jam sekali
dipertahankan 5. Monitor kulit akan
(sensasi, adanya kemerahan
elastisitas, 6. Oleskan lotion atau
temperatur, minyak/baby oil pada
hidrasi, derah yang tertekan
pigmentasi) 7. Monitor status nutrisi
b. Tidak ada luka/lesi pasien
pada kulit 8. Instruksikan keluarga
c. Perfusi jaringan untuk mengganti popok
baik apabila penuh
d. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
4 Resiko Cedera NOC : NIC :
 Risk Kontrol Environmental
Setelah dilakukan Management safety
tindakan keperawatan (Manajemen
selama 1x8 jam Lingkungan)
masalah resiko injury 1. Sediakan
teratasi dengan lingkungan yang aman
Kriteria Hasil : untuk pasien
 Klien terbebas 2. Identifikasi
dari cedera kebutuhan keamanan
 Keluarga pasien, sesuai dengan
mampu kondisi fisik dan fungsi
menjelaskan kognitif pasien dan
cara/metode riwayat penyakit
untukmencegah terdahulu pasien
injury/cedera 3. Menghindarkan
 Keluarga lingkungan yang
mampu berbahaya (misalnya
menjelaskan factor memindahkan
resiko dari perabotan)
lingkungan/perilak 4. Memasang side rail
u personal tempat tidur
 Mampu 5. Menyediakan
memodifikasi gaya tempat tidur yang
hidup untuk nyaman dan bersih
mencegah injury 6. Membatasi
 Menggunakan pengunjung
fasilitas kesehatan 7. Menganjurkan
yang ada keluarga untuk
 Mampu menemani pasien.
mengenali 8. Mengontrol
perubahan status lingkungan dari
kesehatan kebisingan
9. Memindahkan
barang-barang yang
dapat membahayakan
10. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

5 Ansietas  Anxiety control NIC:


 Anxiety Level Anxiety Reduction
 Coping (penurunan kecemasan)
Setelah dilakukan 1. Gunakan
Tindakan pendekatan yang
keperawatan selama menenangkan
1x 8 jam keluarga 2. Nyatakan dengan
tidak mengalami jelas harapan terhadap
kecemasan dengan kondisi pasien
Kriteria Hasil : 3. Jelaskan semua
 Keluarga prosedur yang
mampu dilaksanakan pasien
mengidentifikasi 4. Temani keluarga
dan untuk memberikan
mengungkapkan keamanan dan
gejala cemas mengurangi takut
 Mengidentifika 5. Berikan informasi
si, faktual mengenai
mengungkapkan diagnosis, tindakan
dan menunjukkan prognosis
tehnik untuk 6. Dorong keluarga
mengontol cemas untuk menemani anak
 Vital sign 7. Dengarkan dengan
dalam batas penuh perhatian
normal 8. Identifikasi tingkat
 Postur tubuh, kecemasan
ekspresi wajah, 9. Bantu keluarga
bahasa tubuh dan mengenal situasi yang
tingkat aktivitas menimbulkan
menunjukkan kecemasan
berkurangnya 10. Dorong keluarga
kecemasan untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
11. Instruksikan
keluarga
menggunakan teknik
relaksasi
6 Resiko Infeksi Setelah di lakukan Infection Control
tindakan keperawatan (Kontrol infeksi)
selama 1x 8 jam 1. Bersihkan lingkungan
diharapkan infeksi setelah dipakai pasien
tidak terjadi lain
Dengan Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik
Risk Control isolasi
1. Pengetahuan 3. Batasi pengunjung bila
tentang resiko perlu
2. Memonitor faktor 4. Instruksikan pada
resiko dan pengunjung untuk
lingkungan mencuci tangan saat
3. Memonitor faktor berkunjung dan
resiko dari perilaku setelah berkunjung
personal meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci
tangan
6. Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
9. Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake
nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotik bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
2. Monitor hitung
granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
6. Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
7. Pertahankan teknik
isolasi k/p
8. Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
9. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka /
insisi bedah
11. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
12. Dorong istirahat
13. Ajarkan keluarga tanda
dan gejala infeksi
14. Ajarkan cara
menghindari infeksi
15. Laporkan kecurigaan
infeksi
16. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Agus, D. M. (2013). Keperawatan Anak: Penuntun Praktik.EGC : Jakarta


Kyle, & Carman, S. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatri(2nd ed.).
Jakarta: EGC.
Pen-Hua Su. 2013. Congenital Anomalies: Current Knowledge and Future
Prospects. Taiwan: Pediatrics and Neonatology
Nining, Yuliastati. 2016. Keperawatan Anak. Jakarta Selatan:Pusdik SDM
Kesehatan.
Wong. D.L. (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.Edisi 2. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai