MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Diskusi Kelompok Pada Mata Kuliah Neurologi
Semester Tiga Yang Diampu Oleh Ns. Desi Ariyana R, M. Kep.
Oleh :
Kelompok 3
2017
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan
merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira
20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan
diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi
pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu
misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan
embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor
lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Banyak kelainan kongenital yang
tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup
janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia,
hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali
penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
Salah satu kelainan congenital yang sering terjadi adalah meningokel.
Angka kejadiannya adalah 3 di antara 1000 kelahiran. Terjadi karena adanya
defek pada penutupan spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak
normal korda spinalis atau penutupnya. Biasanya terletak di garis tengah.
Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas.
Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis
(dalam durameter tidak terdapat saraf).
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem neurobehavior. Agar mahasiswa
mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan spina bifida dan dapat
memberikan Asuhan Keperawatan yang sesuai.
2. Tujuan Khusus
Agar para pembaca mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan spina
bifida dan bisa memberikan Asuhan Keperawatan yang sesuai dengan standar
keperawatan yang telah ditentukan.
C. METODE PENULISAN
Pada penulisan amkalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Gangguan
Sistem Imunology (Anafilaksis)” ini, penulis hanya menggunakan metode
penulisan dengan literatur saja. Dengan metode literatul ini penulis menemukan
berbagai sumber pada buku yang bersangkuta dengan judul.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
A. BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penulisan,
Sistematika penulisan
B. BAB II KONSEP DASAR
Pengertian, Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi klinik,
Penatalaksanaan, Pengkajian Fokus, Pathways Keperawatan, Diagnosa
Keperawatan, dan Fokus Intervensi
C. BAB III PENUTUP
Saran dan Penutup
BAB II : KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Spina bifida adalah kondisi yang terjadi ketika janin berkembang di dalam
rahim dan tulang belakangnya tidak membentuk dengan benar (cacat tabung
saraf). Beberapa vertebra (ruas tulang di tulang belakang) tidak menutup untuk
membentuk lingkar normal mereka di sekitar sumsum tulang belakang. (Lionel
Ginsberg, 2005:162)
Menurut Bilqis (2014:10) “Spina Bifida merupakan jenis kelainan pada tulang
belakang yang ditandai dengan terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang dan
tidak tertutupnya kembali selama proses perkembangan. :
Jadi menurut kami spina bifida adalah suatu kondisi bawaan dimana terdapat
kelainan pada tulang belakang akibat dari kegagalan penutupan elemen saraf
kanalis spinalis yang menyebabkan terbukanya beberapa rua tulang belakang dan
tidak menutup kembali selama perkembangan.
a. Kekurangan asam folat. Memiliki kadar asam folat yang cukup terutama
sebelum dan selama masa kehamilan sangat penting untuk menurunkan risiko
bayi lahir dengan spina bifida. Sebaliknya, defisiensi asam folat merupakan
faktor pemicu yang paling signifikan dalam kasus spina bifida serta jenis
kecacatan tabung saraf lainnya.
b. Faktor keturunan. Orang tua yang pernah memiliki anak dengan spina bifida
mempunyai risiko lebih tinggi untuk kembali memiliki bayi dengan kelainan
yang sama.
c. Jenis kelamin. Kondisi ini lebih sering dialami oleh bayi perempuan.
d. Obat-obatan tertentu, khususnya asam valproat dan carbamazepine yang
digunakan untuk epilepsi atau gangguan mental, seperti gangguan bipolar.
e. Diabetes. Wanita yang mengidap diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk
melahirkan bayi dengan spina bifida.
f. Obesitas.Obesitas pada masa sebelum kehamilan akan meningkatkan risiko
seorang wanita untuk memiliki bayi dengan kecacatan tabung saraf, termasuk
spina bifida.
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan,
penyebabnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga
bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
Prosesnya bermula ketika perkembangan awal dari embrio mengalami kelainan
kongenital dimana hal ini akan mempengaruhi kegagalan penutupan elemen
syaraf dari kanalis spinalis sehingga terjadi defek pada arkus pascaerior tulang
belakang dan terjadi kegagalan fungsi arkus pascaerior vertebra pada daerah
lumbosakral maka terjadilah penyakit yang dinamakan spina bifida. Spina bifida
sendiri ada tiga jenis yaitu oculta, meningokel dan aperta (myelomeningokel).
Pada tipe okulta dan meningokel akan terjadi paralisis spastik dan peningkatan
TIK yang akan beresiko pada herniasi dan defisit neurologis. Pada
myelomeningokel justru lebih parah lagi dimana terlibatnya struktur syaraf dalam
spina bifida tersebut yang juga dapat menyebabkan defisit neurologis.
Kesemuanya dapat menyebabkan paralisa visera, motorik dan sensorik yang pada
akhirnya akan berakibat pada hambatan mobilitas fisik. (Muttaqin, 2008 : hal 250)
D. MANIFESTASI KLINIK
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Terdapat beberapa jenis spina bifida:
1. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau
beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan
selaputnya (meningens) tidak menonjol.
Gejala pada spina bifida okulta:
seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
lekukan pada daerah sakrum.
2. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba
sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol
dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah.
Gejalanya berupa:
penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru
lahir
jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki - penurunan sensasi
inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk
mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau
CSS pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada
kulit diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk
mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada
tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai
sistem tubuh. Berikut ini adalah obat-obat yang dapat diberikan :
Penatalaksanaan Keperawatan
Preoperasi segera setelah lahir daerah yang terpapar harus dikenakan
kasa steril yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus
ditutupi kasa yang tidak melekat, misalnya telfa untuk mencegah jaringan
syaraf yang terpapar menjadi kering. Perawatan prabedah neonatus rutin
dengan penekanan khusus pada mempertahankan suhu tubuh yang dapat
menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam
kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat
permukaan lesi yang basah.- Suatu catatan aktivitas otot pada anggota gerak
bawah dan spingter analakan dilakukan oleh fisioterapist.- Lingkaran oksipito-
frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
Pasca operasi- Perawatan pasca bedah neonatus umum- Pemberian makanan
peroral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.- Jika ada drain penyedotan
luka maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya belitan atau
tekukan pada saluran dan terjaganya tekana negatif dalam wadah. Cairan akan
berhenti berdrainase sekitar 2 atau 3 hari pasca bedah, dimana pada saat ini
drain dapat diangkat.Pembalut luka kemungkinan akan dibiarkan utuh, dengan
inspeksi yangteratur, hingga jahitan diangkat 10 - 12 hari setelah pembedahan.
Akibat kelumpuhan anggota gerak bawah, maka rentang gerakan pasif yang
penuh dilakukan setiap hari. Harus dijaga agar kulit di atas perinium dan bokong
tetap utuh dan pergantian popok yang teratur dengan pembersihan dan
pengeringan yang seksama merupakan hal yang penting. Prolaps rekti dapat
merupakan masalah dini akibat kelumpuhan ototdasar panggul dan harus
diusahakan pemakaian sabuk pada bokong . Lingkaran kepala diukur dan dibuat
grafik sekali atau dua kali seminggu. Seringkali terdapat peningkatan awal dalam
pengukuran setelah penutupan cacad spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan
terjadi perkembangan hidrosefalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.
(Rosa.M.Sacharin,1996).
F. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah yang menderita penyakit sejenis, bagaimana kondisi kehamilan ibu
(demam selama kehamilan, epilepsi, mengkonsumsi obat-obat tertentu, dsb), kaji
kehamilan sebelumnya (angka kejadian semakin meningkat jika pada kehamilan
dua sebelumnya menderita meningomielokel atau anencefali).
2. Riwayat kesehatan sekarang.
Apa keluhan utama (kelumpuhan, gangguan eliminasi, dsb), adakah penderita
yang samadi lingkungan penderita, sudah berapa lama menderita, kapan gejala
terasa dan keluhan lain apa yang mengikutinya.
3. Pengkajian fisik
pada pengkajian fisik didapat data-data sebagai berikut :
- aktivitas/istirahat
Tanda : kelumpuhan tungkai tanpa terasa atau refleks pada bayi.gejala : dislokasi
pinggul.
- sirkulasi
Tanda : pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus, hipotensi, ekstremitas dingin
atau sianosis
.- eliminasi
Tanda : diurnal ataupun nocturnal, inkontinensia urin/alfi, konstipasi kronis.
.- nutrisi
Tanda : distensi abdomen, peristaltic usus lemah/hilang (ileus paralitik).
- neuromuskuler
Tanda : gangguan sensibilitas segmental dan gangguan trofik paralisis kehilangan
refleksasimetris termasuk tendon dalam, kehilangan tonus otot/vasomotor ;
kelumpuhan lengan tungkai dan otot bawah
.- pernapasan
Tanda : pernapasan dangkal, periode apneu, penurunan bunyi napas.
Gejala : napas pendek, sulit bernapas.
- kenyamanangejala : suhu yang berfluktuasi
4. Pemeriksaan diagnostic
- mri, ct scan, x-ray
- tes serum alfa fetoprotein (afp)
- ultrasound
(cecily l betz dan linda a sowden, 2002)
G. PATHWAYS
Terlibatnya struktur
Paralisis spastik Peningkatan TIK saraf
Defisit neurologis
Hambatan Mobilitas
Risiko tinggi kerusakan
Fisik
integritas kulit
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3.2 SARAN
Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu
yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan
bagi semua wanita hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L,dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.3.
Bilqis. 2014. Lebih dekat dengan anak tunadaksa. Jakarta: Diandra Kreatif.
Catzel, Pincus. 1994. Kapita Selekta Pediatri. Edisi II. Editor : Adrianto, Petrus. Jakarta :EGC.2.
Doenges Marillyn E,dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan
pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3..Jakarta: EGC.
Kenneth, Gary, Norman, dkk. 2009. Obstetri William:Panduan Ringkas edisi 21.
Jakarta:EGC
Rendle, John Dkk. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak Edisi 6 Jilid 2. Bina Rupa Aksara:Jakarta4.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi IV. Jakarta: EGC.6.