Anda di halaman 1dari 62

Askep Spina Bifida

diposting oleh nuzulul-fkp09 pada 13 October 2011


di Kep Neurobehaviour - 0 komentar

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) SPINA BIFIDA


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003). Penyakit
spina bifida atau sering dikenal sebagai sumbing tulang belakang adalah salah satu
penyakit yang banyak terjadi pada bayi. Penyakit ini menyerang medula spinalis
dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena satu
atau beberapa bagian dari vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh
dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi, ditambah lagi penyebab utama dari
penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas mengakibatkan gangguan pada sistem
saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf pusat yang tentunya memiliki
peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika medula spinalis
mengalami gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medula spinalis pasti juga
akan terpengaruh dan akan mengalami ganggusn pula. Hal ini akan semakin
memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem
tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.
Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di
Indonesia yaitu ensefalus, anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65% bayi yang baru
lahir terkena spina bifida.Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi
yang lahir di Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya.
Bayi-bayi tersebut butuh perawatan medis intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya
mereka menderita lumpuh kaki, dan dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang
kali.
Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam menangani hal-hal yang
terkait dengan spina bifida misalnya saja dalam memberikan asuhan keperawatan

harus tepat dan cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat spina
bifida.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari spina bifida?
1. Bagaimana etilogi dari spina bifida?
2. Apakah manifestasi klinis dari spina bifida?
3. Bagaimana patofisiologi pada spina bifida?
4. Bagaimana penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida?
5. Bagaimana pengkajian pada klien dengan spina bifida?
6. Bagaimana diagnosa pada klien dengan spina bifida?
7. Bagaimana intervensi pada klien dengan spina bifida?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta pendekatan asuhan
keperawatannya.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi definisi dari spina bifida.
1. Mengidentifikasi etilogi spina bifida.
2. Mengidentifikasi manifestasi klinis spina bifida.
3. Menguraikan patofisiologi spina bifida
4. Mengidentifikasi penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida
1. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan spina bifida.
2. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan spina bifida.
3. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan spina bifida.

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit neurologis spina bifida serta mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan spina bifida dengan pendekatan
Student Centre Learning.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Spina Bifida


Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada
perkembangan awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi
pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek bervariasi, pada
keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu atau lebih dari
satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral. Belum ada penyebab yang
pasti tentang kasus spina bifida. Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal
menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini
berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.Gangguan fusi
tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah
konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003). Spina bifida
(Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang
terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh.
(http:// www.medicasatore.com). Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis
untuk berfusi di posterior (Rosa.M.Sacharin,1996).
2.2 Klasifikasi
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa
jenis yaitu :

1. Spina Bifida Okulta


Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak
terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak
menonjol. Spina bifida okulta merupakan cacat arkus vertebra dengan kegagalan fusi
pascaerior lamina vertebralis dan seringkali tanpa prosesus spinosus, anomali ini
paling sering pada daerah antara L5-S1, tetapi dapat melibatkan bagian kolumna
vertebralis, dapat juga terjadi anomali korpus vertebra misalnya hemi vertebra. Kulit
dan jaringan subkutan diatasnya bisa normal atau dengan seberkas rambut abnormal,
telangietaksia atau lipoma subkutan. Spina bifida olkuta merupakan temuan terpisah
dan tidak bermakna pada sekitar 20% pemerikasaan radiografis tulang belakang.
Sejumlah kecil penderita bayi mengalami cacat perkembangan medula dan radiks
spinalis fungsional yang bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek
yang kecil pada arkus pascaerior.
1. Meningokel
Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab untuk
menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika Meningen
mendorong melalui lubang di tulang belakang (kecil, cincin-seperti tulang yang
membentuk tulang belakang), kantung disebut Meningokel. Meningokel memiliki
gejala lebih ringan daripada myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar dari
tulang pelindung, Meningocele adalah meningens yang menonjol melalui vertebra
yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan
ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang dan cairan
serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdaoat
tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai
kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing ataupun kolon.
1. Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana
korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan
merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf
dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut. Jika pada tonjolan terdapat syaraf yamg
mempersyarafi otot atau extremitas, maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan
ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis myelomeningocale ialah jenis yang paling sering
dtemukan pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina
bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.

2.3 Etiologi
1. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan
kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
2. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada
korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan
fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian
bawahnya.
3. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan
terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena
penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
4. Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek
neural tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih
besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.
Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain:
1.
1. Hidrosefalus
2. Siringomielia
3. Dislokasi pinggul.

2.4 Manifestasi Klinis


Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan
akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala;
sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh
korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Gejalanya berupa:
1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru
lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
1. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
2. Penurunan sensasi.

3. Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja


4. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
5. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
6. Lekukan pada daerah sakrum.
7. Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas
upper spine (arnold chiari malformation) yang menyebabkan masalah
koordinasi
8. Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans
kekuatan otot dan fungsi
9. Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk
merelakskan secara volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine
pada bladder dan feses pada rectum.
10. Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat
normal bila hirosefalus di terapi dengan cepat.
11. Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami
tethered spinal cord. Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan
tidak dapat bergerak naik atau turun secara normal. Keadaan ini
menyebabkan deformitas kaki, dislokasi hip atau skoliosis. Masalah
ini akan bertambah buruk seiring pertumbuhan anak dan tethered cord
akan terus teregang.
12. Obesitas oleh karena inaktivitas
13. Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena
kelemahan atau penyakit pada tulang.
14. Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue
15. Learning disorder
16. Masalah psikologis, sosial dan seksual
17. Alergi karet alami (latex)

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan


dapat dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu hamil, dapat
dilakukan pemeriksaan :
1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang
disebut triple screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan
amnion.
2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat
medik, riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan.
Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan
kelainan bawaan lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi,
deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih
besar dilakukan asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang,
skoliosis, deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis
maupun vertebra dan lokasi fraktur patologis.
5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang
untuk memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
6. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural
tube, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang
tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika
hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat
diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina
bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:
1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis
maupun vertebra
3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan
lokasi dan luasnya kelainan.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri
dari spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi
dan tim terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan
lain-lain.
1. Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal
sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
1. Mengontrol inkotinensia
2. Mencegah dan mengontrol infeksi
3. Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak
umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan
mandiri. Bila terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah
dapat dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral
reimplantasi, bladder augmentation, atau suprapubic vesicostomy.
1. Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik
dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah. Dislokasi
hip dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi
skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi
spinal dan fiksasi internal juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang
belakang. Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan
abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang
displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2
tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer
dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar
fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada
jaringan lunak tidak memberikan hasil yang memuaskan.
1. Rehabilitasi Medik
2. Sistem Muskuloskeletal

Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan
seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan
pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer.
1. Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari
defisit neurologis.
1. Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 18 bulan. Spinal
brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO)
atau Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip
dapat fleksi dengan aktif. HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip
disertai gangguan aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu
ke posisi berdiri tegak. Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua
terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi.
1. Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk
sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan
dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk
di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi
digital atau supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid.
Fekal softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.
1. Pembedahan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit,
sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi
meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi
CSS yang berkurang. Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28
gestasi, atau kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero
dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam
serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan
sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi;
terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP
disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata.

Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi
ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti,
dan pemberian makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya
dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang
rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering
dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan. Sebelum
pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan steril,
lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan
adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan
sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tandatanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau
terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada
sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur,
dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini
dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak
stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor,
mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan
ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social,
hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya
ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap
kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran antara lain
adalah:
1. Paralisis cerebri
2. Retardasi mental
3. Atrofi optic
4. Epilepsi

5. Osteo porosis
6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.
Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan organisme
campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada beberapa
kasus, filum terminale medulla spinalis tertambat atau terbelah oleh spur tulang
(diastematomielia), yang dapat menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada
pertumbuhan. Sendi charcot dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki,
lutut atau coxae yang tak nyeri. Hidrosefalus karena malformasi Arnold-chiari sering
ditemukan.
2.8 Prognosis
Prognosis spina bifida tergantung pada berat ringannya abnormalitas.
Prognosis terburuk bila terdapat paralisis komplet, hidrosefalus dan defek kongenital
lainnya. Dengan penanganan yang baik, sebagian besar anak-anak dengan spina
bifida dapat hidup sampai usia dewasa.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1

Pengkajian

3.1.1 Anammesa
1. Identitas pasien
Nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan
ibu.
1. Keluhan utama
Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru dilahirkan.

1. Riwayat penyakit sekarang


2. Riwayat penyakit terdahulu
3. Riwayat keluarga
Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung asam
folat misalnya sayuran, buah-buahan (jeruk,alpukat), susu, daging, dan hati.
Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.
3.2.2 Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : normal
B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue
B3 (Brain) :
1. Peningkatan lingkar kepala
2. Adanya myelomeningocele sejak lahir
3. Pusing
B4 (Bladder) : Inkontinensia urin
B5 (Bowel) : Inkontinensia feses
B6 (Bone)
3.3

: Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas bagian bawah

Diagnosa
1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka
operasi
2. Berduka berhubungan dengan kelahiran anak dengan spinal malformation
3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan
positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
4. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)
6. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan
dengan paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses.

3.3 Intervensi
1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka
operasi
Tujuan :
1. Anak bebas dari infeksi
2. Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasil :
Suhu dan TTV normal, Luka operasi, insisi bersih.
Intervensi
Rasional
1. Monitor tanda-tanda vital. Observasi
Untuk melihat tanda-tanda terjadinya
tanda infeksi : perubahan suhu, warna kulit, resiko infeksi
malas minum , irritability, perubahan warna
pada myelomeingocele.
2. Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu
sekali, observasi fontanel dari cembung dan
palpasi sutura kranial
3. Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk
mencegah dekubitus

Untuk melihat dan mencegah terjadinya


TIK dan hidrosepalus

4. Observasi tanda-tanda infeksi dan


obstruksi jika terpasang shunt, lakukan
perawatan luka pada shunt dan upayakan
agar shunt tidak tertekan

Untuk mencegah terjadinya luka infeksi


pada kepala (dekubitus)

Menghindari terjadinya luka infeksi dan


trauma terhadap pemasangan shunt

1. Berduka b.d kelahiran anak dengan spinal malformation

Tujuan :
Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga
Kriteria hasil :
1. Orangtua mendemonstrasikan menerima anaknya dengan menggendong,
memberi minum, dan ada kontak mata dengan anaknya
2. Orangtua membuat keputusan tentang pengobatan
3. Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya
Intervensi
Rasional
Dorong orangtua mengekspresikan Untuk meminimalkan rasa bersalah dan
perasaannya dan perhatiannya
saling menyalahkan
terhadap bayinya, diskusikan perasaan
yang berhubungan dengan pengobatan
anaknya
Memberikan stimulasi terhadap
Bantu orangtua mengidentifikasi
orangtua untuk mendapatkan keadaan
aspek normal dari bayinya terhadap bayinya yang lebih baik
pengobatan
Memberikan arahan/suport terhadap
Berikan support orangtua untuk
orangtua untuk lebih mengetahui
membuat keputusan tentang
keadaan selanjutnya yang lebih baik
pengobatan pada anaknya
terhadap bayi

1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan


positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Tujuan :
Anak mendapat stimulasi perkembangan
Kriteria hasil :
1. Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan
2. Bayi / anak tidak menangis berlebihan

3. Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi /


anaknya
Intervensi
Ajarkan orangtua cara merawat bayinya
dengan memberikan terapi pemijatan
bayi

Rasional
Agar orangtua dapat mandiri dan
menerima segala sesuatu yang sudah
terjadi

Posisikan bayi prone atau miring


kesalahasatu sisi

Untuk mencegah terjadinya luka infeksi


dan tekanan terhadap luka

Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat Untuk mencegah terjadinya luka memar


melakukan perawatan kulit
dan infeksi yang melebar disekitar luka
1. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
Tujuan :
Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Kriteria Hasil:
1. Kantung meningeal tetap utuh
2. Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervensi
Rawat bayi dengan cermat
Tempatkan bayi pada posisi
telungkup atau miring
Gunakan alat pelindung di sekitar
kantung ( mis : slimut plastik
bedah)

Rasional
Untuk mencegah kerusakan pada kantung
meningeal atau sisi pembedahan Untuk
meminimalkan tegangan pada kantong
meningeal atau sisi pembedahan

Untuk memberi lapisan pelindung agar


tidak terjadi iritasi serta infeksi

Modifikasi aktifitas keperawatan


rutin (mis : memberi makan,
member kenyamanan)
Mencegah terjadinya trauma

1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)


Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial
Kriteria Hasil : anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK
Intervensi
Observasi dengan cermat adanya
tanda-tanda peningkatan TIK
Lakukan pengkajian Neurologis
dasar pada praoperasi
Hindari sedasi
Ajari keluarga tentang tanda-tanda
peningkatan TIK dan kapan harus
memberitahu

Rasional
Untuk mencegah keterlambatan tindakan
Sebagai pedoman untuk pengkajian
pascaoperasi dan evaluasi fungsi firau
Karena tingat kesadaran adalah pirau
penting dari peningkatan TIK
Praktisi kesehatan untuk mencegah
keterlambatan tindakan

1. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan


dengan paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses
Tujuan :
pasien tidak mengalami iritasi kulit dan gangguan eleminasi urin
Kriteria hasil :
kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi dan gangguan eleminasi.
Intervensi
Rasional
Jaga agar area perineal tetap bersih Untuk mengrangi tekanan pada lutut dan
dan kering dan tempatkan anak pada pergelangan kaki selama posisi telengkup
permukaan pengurang tekanan.
Untuk meningkatkan sirkulasi.
Masase kulit dengan perlahan selama
pembersihan dan pemberian lotion.
Berikan terapi stimulant pada bayi

Untuk memberikan kelancaran eleminasi

DOWNLOAD : WOC ASKEP SPINA BIFIDA

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada
perkembangan awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi
pada minggu ke empat masa embrio.
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa
jenis yaitu : spina bifida okulta, meningokel, dan myelomeningokel.
Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain: hidrosefalus,
siringomielia,dan dislokasi pinggul.
Tanda-tanda fisik yang umumnya bisa dilihat adalah penonjolan seperti kantung di
punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut
tidak tembus cahaya dan kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan spina bifida adalah
pembedahan, bowel training, ambulasi, rehabilitasi medik, orthopedik, dan
urologi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2009.Laporan Pendahuluan Spina Bifida.Diakses dari :


http://mvzpry.blogspot.com/2009/05/laporan-pendahuluan-spina-bifida.html. Pada:
10 November 2010. Jam : 11.00 WIB.
Anonim.2010.Sfina Bifida. Diakses dari:
http://www.forumsains.com/kesehatan/spina-bifida/. Pada: 8 November 2010 jam
12.00 WIB.
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.
Donna dan Shannon.1999.Maternal Child Nursing Care.USA: Mosby.
Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan.Jakarta: Salemba Medika.
Zaa23.2009.Spina Bifida. Diakses dari:
http://zaa23.wordpress.com/2009/05/13/spina-bifida/. Pada : 10 November 2010. Jam
: 10.00 WIB.
SNEO LABIOSCHIZIS DAN LABIOPALATOSCHIZIS
BAB I LABIOSCHIZIS DAN LABIOPALATOSCHIZIS
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH


Labioschizis dan labiopalatoschizis adalah kelainan yang diduga
karena infeksi kronis yang diderita oleh ibu pada kehamilan trimester 1.
Bayi akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita
infeksi saluran pernapasan akibat aspirasi, dan gangguan-gangguan
pertumbuhan lain.

B.

TUJUAN
Sedangkan untuk tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Asuhan Neonatus Bayi dan Balita yang diberikan oleh dosen
pengampu Ibu Sri Anggarini, S.SiT, M.Kes. Untuk menambah pengetahuan
tentang labioschizis dan labiopalatoschizis serta memberikan informasi
tentang labioschizis dan labiopalatoschizis kepada para pembaca.
BAB II ISI

A.

Pengertian

Labioshcizis dan labiopalatoschisis merupakan deformitas daerah


mulut berupa celah atau dumbing atau pembentukan yang kurang
sempurna semasa perkembangan embrional dimana bibir atas bagian
kanan dan kiri tidak tumbuh bersatu (Vivian Nanny LD, 2010).
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi
dimana terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung.
Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna
sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari
bibir ke hidung.
Labio palatoshcizis atau sumbing bibir langitan adalah cacat
bawaan berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit (Fitri
Purwanto, 2001).
Labio palatoshcizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi
pada daerah mulut palato shcizis (sumbing palatum) labio shcizis
(sumbing pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya perkembangan embrio
(Hidayat, 2005).
Labio palatoschizis adalah merupakan congenital anomaly yang
berupa adanya kelainan bentuk pada wajah ( Suryadi SKP, 2001).
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa labio palatoschizis adalah suatu kelainan congenital
berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit yang terjadi
akibat gagalnya perkembangan embrio.

Gambar 1 Bagian-bagian Mulut

spina bifida
Posted: January 8, 2011 in Uncategorized

a. Definisi
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup
atau gagal terbentuk secara utuh.
b. Klasifikasi
1. Spina bifida okulta
Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak
terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak
menonjol.
2. Meningokel spinalis
Defek pada durameter dan arkus spinalis. Herniasi kantung berisi leptomeningen dan
cairan, tanpa jaringan saraf.
3. Meningomielokel
Kantung herniasi terdiri dari leptomeningen, cairan, jaringan saraf berupa serabut
spinalis atau sebagian medulla spinalis.
4. Mielomeningosistokel
Kantung terdiri dari leptomeningen, cairan serebrospinal, serabut saraf. Sebagian
jaringan saraf yang membentuk kista berisi cairan yang berhubungan dengan kanalis
sentralis,
5. Rakiskisis spinal lengkap
Tulang belakang terbuka seluruhnya.
c. Etilogi
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan
asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian
tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di
punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra
di bagian ini terjadi paling akhir.
d. Gejala
Gejalanya spina bifida bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa
gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi
oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena. Gejalanya berupa:
penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki

penurunan sensasi
inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
Gejala pada spina bifida okulta:
seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
lekukan pada daerah sakrum.
e. Diagnosa Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang dibagi dua yaitu yaitu pemeriksaan antenatal dan postnatal
(setelah bayo lahir).
Pemeriksaan Antenatal
Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut
triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down
dan kelainan bawaan lainnya. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina
bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki
angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.
Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.
Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Pemeriksaan Post Natal
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:
Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis
maupun vertebra
CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan.
f. Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan awal adalah:
Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida
Meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)
Membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini.
Penatalaksanaan juga tergantung jenis spina bifida, keparahan dan seberapa besar
spina bifida. Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain:
Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati
hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang
sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat
fungsi otot.
Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi

lainnya, diberikan antibiotik.


Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembut
diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan
kateter.
Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki
fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur
tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik.
Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi
yang terjadi.
Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan menyebabkan
berkurangnya mielomeningokel secara spontan .
g. Komplikasi
1. Komplikasi spina bifida selalunya disebabkan oleh kerosakan pada saraf tunjang
atau hujung saraf yang terkeluar dari saraf tunjang.
Ini akan mengakibatkan:
Sakit belakang
Tidak boleh mengawal buang air kecil dan retensi urin.
Tidak boleh mengawal buang air besar dan sembelit
Lemah atau kelumpuhan pada bahagian kaki.
Hilang deria rasa di bahagian yang terlibat yang mana menyebabkan
kecederaan, kudis tekanan atau kelecuran di kulit.
2. Spina bifida selalunya berkaitan dengan hydrocephalus dalam 70 % kes. Otak dan
saraf tunjang di alirkan dan di bekalkan dengan nutrisi oleh cairan serebrospinal.
Dalam spina bifida , pengaliran cairan serebrospinal tersekat menyebabkan
pengumpulan cairan ini di dalam otak. Keadaan ini berbahaya kerana cecair yang
terkumpul akan meningkatkan tekanan dan akan menyebabkan kerosakan pada otak.
3. Jangkitan
Meningitis Jangkitan pada selaput yang menyaluti tisu saraf.
Jangkitan di salur air kencing melibatkan pundi kencing dan atas buah pinggang
Retensi air kencing akan menyebabkan pengalirannya berbalik ke buah pinggang
semula.
4. Masalah tulang seperti scoliosis (bongkok), telepis (club foot ) atau terkehel tulang
pinggul.
h. Pencegahan
Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.
Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut
hamil karena kelainan ini terjadi sangat dini. Kepada wanita yang berencana untuk

hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan
asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.Asam folat juga dapat diperoleh dari
makanan antara lain sayuran hijau, kuning telur, buah-buahan, cereal, biji-bijian,
tepung, nasi
ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) SPINA BIFIDA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003). Penyakit
spina bifida atau sering dikenal sebagai sumbing tulang belakang adalah salah satu
penyakit yang banyak terjadi pada bayi. Penyakit ini menyerang medula spinalis
dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena satu
atau beberapa bagian dari vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh
dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi, ditambah lagi penyebab utama dari
penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas mengakibatkan gangguan pada sistem
saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf pusat yang tentunya memiliki
peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika medula spinalis
mengalami gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medula spinalis pasti juga
akan terpengaruh dan akan mengalami ganggusn pula. Hal ini akan semakin
memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem
tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.
Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di
Indonesia yaitu ensefalus, anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65% bayi yang baru
lahir terkena spina bifida.Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi
yang lahir di Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya.
Bayi-bayi tersebut butuh perawatan medis intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya
mereka menderita lumpuh kaki, dan dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang
kali.
Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam menangani hal-hal yang
terkait dengan spina bifida misalnya saja dalam memberikan asuhan keperawatan
harus tepat dan cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat spina
bifida.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah definisi dari spina bifida?
Bagaimana etilogi dari spina bifida?
Apakah manifestasi klinis dari spina bifida?
Bagaimana patofisiologi pada spina bifida?
Bagaimana penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida?
Bagaimana pengkajian pada klien dengan spina bifida?
Bagaimana diagnosa pada klien dengan spina bifida?

Bagaimana intervensi pada klien dengan spina bifida?


1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta pendekatan asuhan
keperawatannya.
Tujuan Khusus
Mengidentifikasi definisi dari spina bifida.
Mengidentifikasi etilogi spina bifida.
Mengidentifikasi manifestasi klinis spina bifida.
Menguraikan patofisiologi spina bifida
Mengidentifikasi penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida
Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan spina bifida.
Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan spina bifida.
Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan spina bifida.
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit neurologis spina bifida serta mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan spina bifida dengan pendekatan
Student Centre Learning.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Spina Bifida
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada
perkembangan awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi
pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek bervariasi, pada
keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu atau lebih dari
satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral. Belum ada penyebab yang
pasti tentang kasus spina bifida. Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal
menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini
berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.Gangguan fusi
tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah
konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa
tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003). Spina bifida
(Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang
terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh.

(http:// www.medicasatore.com). Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis


untuk berfusi di posterior (Rosa.M.Sacharin,1996).

2.2 Klasifikasi
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa
jenis yaitu :
Spina Bifida Okulta
Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak
terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak
menonjol. Spina bifida okulta merupakan cacat arkus vertebra dengan kegagalan fusi
pascaerior lamina vertebralis dan seringkali tanpa prosesus spinosus, anomali ini
paling sering pada daerah antara L5-S1, tetapi dapat melibatkan bagian kolumna
vertebralis, dapat juga terjadi anomali korpus vertebra misalnya hemi vertebra. Kulit
dan jaringan subkutan diatasnya bisa normal atau dengan seberkas rambut abnormal,
telangietaksia atau lipoma subkutan. Spina bifida olkuta merupakan temuan terpisah
dan tidak bermakna pada sekitar 20% pemerikasaan radiografis tulang belakang.
Sejumlah kecil penderita bayi mengalami cacat perkembangan medula dan radiks
spinalis fungsional yang bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek
yang kecil pada arkus pascaerior.
Meningokel
Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab untuk
menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika Meningen
mendorong melalui lubang di tulang belakang (kecil, cincin-seperti tulang yang
membentuk tulang belakang), kantung disebut Meningokel. Meningokel memiliki
gejala lebih ringan daripada myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar dari
tulang pelindung, Meningocele adalah meningens yang menonjol melalui vertebra
yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan
ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang dan cairan
serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdaoat
tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai
kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing ataupun kolon.
Myelomeningokel

Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana
korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan
merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf
dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut. Jika pada tonjolan terdapat syaraf yamg
mempersyarafi otot atau extremitas, maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan
ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis myelomeningocale ialah jenis yang paling sering
dtemukan pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina
bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.
2.3 Etiologi
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan
asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian
tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di
punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra
di bagian ini terjadi paling akhir.
Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek neural
tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih besar bila
sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.
Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain:
Hidrosefalus
Siringomielia
Dislokasi pinggul.
2.4 Manifestasi Klinis
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan
akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala;
sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh
korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Gejalanya berupa:
Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
Penurunan sensasi.
Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja
Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
Lekukan pada daerah sakrum.

Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas upper spine
(arnold chiari malformation) yang menyebabkan masalah koordinasi
Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans kekuatan otot
dan fungsi
Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk merelakskan secara
volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine pada bladder dan feses pada rectum.
Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat normal bila
hirosefalus di terapi dengan cepat.
Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami tethered spinal cord.
Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan tidak dapat bergerak naik atau turun
secara normal. Keadaan ini menyebabkan deformitas kaki, dislokasi hip atau
skoliosis. Masalah ini akan bertambah buruk seiring pertumbuhan anak dan tethered
cord akan terus teregang.
Obesitas oleh karena inaktivitas
Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena kelemahan atau
penyakit pada tulang.
Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue
Learning disorder
Masalah psikologis, sosial dan seksual
Alergi karet alami (latex)
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
dapat dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu hamil, dapat
dilakukan pemeriksaan :
Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut
triple screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.
Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik,
riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini
merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan
lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas
muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan
asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis,
deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun
vertebra dan lokasi fraktur patologis.
CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk
memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube, akan
memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini
memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang

biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis


(analisa cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:
Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun
vertebra
CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri
dari spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi
dan tim terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan
lain-lain.
Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal
sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
Mengontrol inkotinensia
Mencegah dan mengontrol infeksi
Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak
umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan
mandiri. Bila terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah
dapat dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral
reimplantasi, bladder augmentation, atau suprapubic vesicostomy.
Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik
dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah. Dislokasi
hip dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi
skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi
spinal dan fiksasi internal juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang
belakang. Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan
abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang
displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2
tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer
dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar
fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada
jaringan lunak tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Rehabilitasi Medik
Sistem Muskuloskeletal

Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan
seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan
pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer.
Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari
defisit neurologis.
Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 18 bulan. Spinal
brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO)
atau Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip
dapat fleksi dengan aktif. HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip
disertai gangguan aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu
ke posisi berdiri tegak. Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua
terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi.
Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk
sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan
dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk
di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi
digital atau supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid.
Fekal softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.
Pembedahan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit,
sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi
meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi
CSS yang berkurang. Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28
gestasi, atau kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero
dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam
serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan
sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi;
terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP
disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata.
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi
ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti,
dan pemberian makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya
dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang
rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering
dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan. Sebelum
pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan steril,
lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan
adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan
sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-

tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau
terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada
sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur,
dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini
dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak
stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor,
mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan
ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social,
hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya
ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap
kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran antara lain
adalah:
1. Paralisis cerebri
2. Retardasi mental
3. Atrofi optic
4. Epilepsi
5. Osteo porosis
6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.
Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan organisme
campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada beberapa
kasus, filum terminale medulla spinalis tertambat atau terbelah oleh spur tulang
(diastematomielia), yang dapat menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada
pertumbuhan. Sendi charcot dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki,
lutut atau coxae yang tak nyeri. Hidrosefalus karena malformasi Arnold-chiari sering
ditemukan.
2.8 Prognosis
Prognosis spina bifida tergantung pada berat ringannya abnormalitas.
Prognosis terburuk bila terdapat paralisis komplet, hidrosefalus dan defek kongenital
lainnya. Dengan penanganan yang baik, sebagian besar anak-anak dengan spina
bifida dapat hidup sampai usia dewasa.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anammesa
Identitas pasien

Nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan
ibu.
Keluhan utama
Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru dilahirkan.
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat keluarga
Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung asam
folat misalnya sayuran, buah-buahan (jeruk,alpukat), susu, daging, dan hati.
Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.
3.2.2 Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : normal
B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue
B3 (Brain) :
Peningkatan lingkar kepala
Adanya myelomeningocele sejak lahir
Pusing
B4 (Bladder) : Inkontinensia urin
B5 (Bowel) : Inkontinensia feses
B6 (Bone) : Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas bagian bawah
3.3 Diagnosa
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi
Berduka berhubungan dengan kelahiran anak dengan spinal malformation
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan
positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan
paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses.
3.3 Intervensi
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi
Tujuan :
Anak bebas dari infeksi
Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasil :
Suhu dan TTV normal, Luka operasi, insisi bersih.
Intervensi
Rasional
1. Monitor tanda-tanda vital. Observasi tanda infeksi : perubahan suhu, warna kulit,
malas minum , irritability, perubahan warna pada myelomeingocele.
2. Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari cembung dan
palpasi sutura kranial

3. Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus


4. Observasi tanda-tanda infeksi dan obstruksi jika terpasang shunt, lakukan
perawatan luka pada shunt dan upayakan agar shunt tidak tertekan
Untuk melihat tanda-tanda terjadinya resiko infeksi

Untuk melihat dan mencegah terjadinya TIK dan hidrosepalus


Untuk mencegah terjadinya luka infeksi pada kepala (dekubitus)
Menghindari terjadinya luka infeksi dan trauma terhadap pemasangan shunt
Berduka b.d kelahiran anak dengan spinal malformation
Tujuan :
Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga
Kriteria hasil :
Orangtua mendemonstrasikan menerima anaknya dengan menggendong, memberi
minum, dan ada kontak mata dengan anaknya
Orangtua membuat keputusan tentang pengobatan
Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya
Intervensi
Rasional
Dorong orangtua mengekspresikan perasaannya dan perhatiannya terhadap bayinya,
diskusikan perasaan yang berhubungan dengan pengobatan anaknya
Bantu orangtua mengidentifikasi aspek normal dari bayinya terhadap pengobatan
Berikan support orangtua untuk membuat keputusan tentang pengobatan pada
anaknya
Untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyalahkan
Memberikan stimulasi terhadap orangtua untuk mendapatkan keadaan bayinya yang
lebih baik
Memberikan arahan/suport terhadap orangtua untuk lebih mengetahui keadaan
selanjutnya yang lebih baik terhadap bayi
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan
positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Tujuan :
Anak mendapat stimulasi perkembangan
Kriteria hasil :
Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan
Bayi / anak tidak menangis berlebihan
Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi / anaknya

Intervensi
Rasional
Ajarkan orangtua cara merawat bayinya dengan memberikan terapi pemijatan bayi
Posisikan bayi prone atau miring kesalahasatu sisi
Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat melakukan perawatan kulit
Agar orangtua dapat mandiri dan menerima segala sesuatu yang sudah terjadi
Untuk mencegah terjadinya luka infeksi dan tekanan terhadap luka
Untuk mencegah terjadinya luka memar dan infeksi yang melebar disekitar luka
Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
Tujuan :
Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Kriteria Hasil:
Kantung meningeal tetap utuh
Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervensi
Rasional
Rawat bayi dengan cermat
Tempatkan bayi pada posisi telungkup atau miring
Gunakan alat pelindung di sekitar kantung ( mis : slimut plastik bedah)
Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (mis : memberi makan, member kenyamanan)
Untuk mencegah kerusakan pada kantung meningeal atau sisi pembedahan Untuk
meminimalkan tegangan pada kantong meningeal atau sisi pembedahan
Untuk memberi lapisan pelindung agar tidak terjadi iritasi serta infeksi
Mencegah terjadinya trauma
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)
Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial
Kriteria Hasil : anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK
Intervensi
Rasional
Observasi dengan cermat adanya tanda-tanda peningkatan TIK
Lakukan pengkajian Neurologis dasar pada praoperasi
Hindari sedasi
Ajari keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK dan kapan harus memberitahu
Untuk mencegah keterlambatan tindakan
Sebagai pedoman untuk pengkajian pascaoperasi dan evaluasi fungsi firau
Karena tingat kesadaran adalah pirau penting dari peningkatan TIK
Praktisi kesehatan untuk mencegah keterlambatan tindakan

Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan
paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses
Tujuan :
pasien tidak mengalami iritasi kulit dan gangguan eleminasi urin
Kriteria hasil :
kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi dan gangguan eleminasi.
Intervensi
Rasional
Jaga agar area perineal tetap bersih dan kering dan tempatkan anak pada permukaan
pengurang tekanan.
Masase kulit dengan perlahan selama pembersihan dan pemberian lotion.
Berikan terapi stimulant pada bayi
Untuk mengrangi tekanan pada lutut dan pergelangan kaki selama posisi telengkup
Untuk meningkatkan sirkulasi.
Untuk memberikan kelancaran eleminasi
DOWNLOAD : WOC ASKEP SPINA BIFIDA
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada
perkembangan awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi
pada minggu ke empat masa embrio.
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa
jenis yaitu : spina bifida okulta, meningokel, dan myelomeningokel.
Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain: hidrosefalus,
siringomielia,dan dislokasi pinggul.
Tanda-tanda fisik yang umumnya bisa dilihat adalah penonjolan seperti kantung di
punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut
tidak tembus cahaya dan kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan spina bifida adalah
pembedahan, bowel training, ambulasi, rehabilitasi medik, orthopedik, dan urologi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2009.Laporan Pendahuluan Spina Bifida.Diakses dari :


http://mvzpry.blogspot.com/2009/05/laporan-pendahuluan-spina-bifida.html. Pada:
10 November 2010. Jam : 11.00 WIB.
Anonim.2010.Sfina Bifida. Diakses dari:
http://www.forumsains.com/kesehatan/spina-bifida/. Pada: 8 November 2010 jam
12.00 WIB.
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.
Donna dan Shannon.1999.Maternal Child Nursing Care.USA: Mosby.
Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan.Jakarta: Salemba Medika.
Zaa23.2009.Spina Bifida. Diakses dari:
http://zaa23.wordpress.com/2009/05/13/spina-bifida/. Pada : 10 November 2010. Jam
: 10.00 WIB.
SPINA BIFIDA
Kasus
Bayi Ny. V lahir dengan kelainan tulang belakang, dokter mengatakan bayi
menderita spina bifida.
Definisi
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup
atau gagal terbentuk secara utuh. (http://www.medicastore.com/)
Spina bifida adalah gagal menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan
fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural.
Gangguan fusi tuba neural terjadi sekitar minggu ketiga setelah konsepsi, sedangkan
penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
Beberapa hipotesis terjadinya spina bifida antara lain adalah :
1. Terhentinya proses pembentukan tuba neural karena penyebab tertentu
2. Adanya tekanan yang berlebih dikanalis sentralis yang baru terbentuk
sehingga menyebabkan ruptur permukaan tuba neural
3. Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru terbentuk karena suatu
penyebab.

( Buku ajar Ilmu Kesehatan Anak, A.H. Markum:2002)


Penyebab
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan
asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Kelainan bawaan lainnya
yang juga ditemukan pada penderita spina bifida (diagnosa banding) :
-

Hidrocephalus

Siringomielia

Dislokasi pinggul

Beberapa jenis spina bifida :


1. Okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa
vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya
(meningens) tidak menonjol.
Gejalanya :
-

Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)

Lekukan pada daerah sakrum


1. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan
teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit.

- menonjolnya meninges
- sumsum tulang belakang
- cairan serebrospinal
1. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis
menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar da merah.
Gejala
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan
saraf yang terkena. Gejalanya berupa:

lahir

Penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai bawah pada bayi baru

Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya

Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki

Penurunan sensasi

Inkontinensia urine, maupun inkontinensia tinja

Korda spinalis yang terkena, rentan terhadap infeksi (meningitis).

http://images.google.co.id/images
Komplikasi
Terjadi pada salahsatu syaraf yang terkena dengan menimbulkan suatu kerusakan
pada syaraf spinal cord, dengan itu dapat menimbulkan suatu komplikasi tergantung
pada syaraf yang rusak.
Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu
(prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali. (Media Aesculapius. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. 2000. Jakarta: MA.)
Hidrosefalus seringsepalus empuan 3 kali lebih dominan. pusatsi i foramen
Luschkahasilkan peningkatan tekanan dan dilatasi dari aliran proksikali dihubungkan
dengan Mielomeningokel yang seharusnya diamati perkembangannya pada bayi.
Pada kasus yang masih tersisa terdapat riwayat infeksi intrauterin (toksoplasmosis,
sitomegalovirus), perdarahan perinatal (anoksik atau traumatik), dan
meningoensepalitis neonatal (bakteri atau virus).
Pengobatan
Tujuan dari pengobatan awal adalah:
-

Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida

Meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)

Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk


mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan
bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk
memperkuat fungsi otot.

Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi
lainnya, diberikan antibiotik.

Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan


lembut diatas kandung kemih.

Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu
memperbaiki fungsi saluran pencernaan.

Pencegahan

Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam


folat.
Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus ditangani sebelum wanita
tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Pada wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4
mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.

Pemeriksaan Diagnostik
USG : Untuk mengetahui apakah ada kelainan spina bifida pada bayi yang
dikandung adalah melalui pemeriksaan USG. Hal itu dapat diketahui ketika usia bayi
20 minggu.
-

Pemeriksaan darah pada ibu

Dengan teknik AFP : hanya membutuhkan sedikit sampel darah dari lengan ibu dan
tidak beresiko terhadap janin. Bila hasil skrining positif biasanya diperlukan test
lanjutan untuk memastikan adanya kelainan genetik pada janin yang lahir kelak
menderita cacat.
-

Pemeriksaan air ketuban ibu

Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang

Faktor genetik

Faktor genetik merupakan dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang
anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi
dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan
kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur
pubertas, dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik adalah
sebagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa,.
Potensi genetik yang bermutu jika berinteraksi dengan lingkungan secara positif akan
dicapai hasil akhir yang optimal
Faktor herediter, sebagai faktor yang sudah dipastikan.
75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan.
Mutasi gen.
Kelainan kromosom

Faktor lingkungan

1. Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau


tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang baik memungkinkan potensi
bawaan tercapai, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya.
Lingkungan ini merupakan lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial yang
mempengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir hayat,
antara lain :
Faktor usia ibu
Obat-obatan.
Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid,
Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin
dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
Nutrisi
Penyakit : infeksi Sifilis, virus rubella
Radiasi
Stres emosional
Trauma (trimester pertama)

Faktor psikososial : Respon orang tua terhadap bayi/anak :

Rasa bersalah
Kemampuan membuat keputusan tentang pengobatan/ tindakan segera
Kemampuan untuk berkomunikasi dengan yang lain
Pertumbuhan dan Perkembangan selama masa bayi :
Fisik
Motorik kasar
Tangan tertutup secara umum.gr setiap minggu selama 6 bulan pertama.

Motorik halus
Penambahan berat badan 150 sampai 210

Refleks menggenggam kuat.

Tangan mengatup pada kontak dengan mainan.

Penambahan tinggi badan 2,5 cm setiap bulan selama 6 bulan


pertama.
Peningkatan lingkar kepala sebesar 1,5 cm setiap bulan selama 6
bulan pertama.
-

Ada refleks primitif dan kuat

Refleks mata boneka dan refleks dansa menghilang.

Pernafasan hidung harus terjadi.

Memilih posisi fleksi dengan felvis tinggi tetapi lutut tidak dibawah
abdomen bila telengkup.Asuhan Keperawatan

Pengkajian keperawatan
-

Riwayat prenatal

Riwayat keluarga dengan defek spinal cord

Pemeriksaan fisik :

Adanya myelomeningocele sejak lahir

Peningkatan lingkar kepala


Hipoplasi ekstremitas bagian bawah
Kontraktur/ dislokasi sendi
Adanya inkontinensia urin dan feses
Respon terhadap stimulasi
Kebocoran cairan cerebrospinal
Diagosa keperawatan :
1. Risiko tinggi infeksi b.d spinal malformation, luka operasi dan shunt
Ganguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan :
1. Anak bebas dari infeksi
2. Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasil :
-

Suhu dan TTV normal

Luka operasi, insisi bersih

IntervensiRasionalMonitor tanda-tanda vital. Observasi tanda infeksi :


perubahan suhu, warna kulit, malas minum , irritability, perubahan warna pada
myelomeingocele.
Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari cembung
dan palpasi sutura kranial
-

Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus

Observasi tanda-tanda infeksi dan obstruksi jika terpasang shunt, lakukan


perawatan luka pada shunt dan upayakan agar shunt tidak tertekanUntuk melihat
tanda-tanda terjadinya resiko infeksi
Untuk melihat dan mencegah terjadinya TIK dan hidrosepalus
Untuk mencegah terjadinya luka infeksi pada kepala (dekubitus)

1. Menghindari terjadinya luka infeksi dan trauma terhadap pemasangan


shuntBerduka b.d kelahiran anak dengan spinal malformation
Tujuan :
Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga
Kriteria hasil :
Orangtua mendemonstrasikan menerima anaknya dengan menggendong,
memberi minum, dan ada kontak mata dengan anaknya
-

Orangtua membuat keputusan tentang pengobatan

Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya

IntervensiRasionalDorong orangtua mengekspresikan perasaannya dan


perhatiannya terhadap bayinya, diskusikan perasaan yang berhubungan dengan
pengobatan anaknya
Bantu orangtua mengidentifikasi aspek normal dari bayinya terhadap
pengobatan
Berikan support orangtua untuk membuat keputusan tentang pengobatan pada
anaknyaUntuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyalahkan
Memberikan stimulasi terhadap orangtua untuk mendapatkan keadaan bayinya yang
lebih baik
1. Memberikan arahan/suport terhadap orangtua untuk lebih mengetahui keadaan
selanjutnya yang lebih baik terhadap bayiGangguan pertumbuhan dan
perkembangan b.d kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Tujuan :
Anak mendapat stimulasi perkembangan
Kriteria hasil :
-

Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan

Bayi / anak tidak menangis berlebihan

Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi /


anaknya

IntervensiRasionalAjarkan orangtua cara merawat bayinya


dengan memberikan terapi pemijatan bayi
-

Posisikan bayi prone atau miring kesalahasatu sisi

Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat melakukan perawatan kulitAgar


orangtua dapat mandiri dan menerima segala sesuatu yang sudah terjadi
Untuk mencegah terjadinya luka infeksi dan tekanan terhadap luka
1. Untuk mencegah terjadinya luka memar dan infeksi yang melebar disekitar
lukaRisiko tinggi trauma b.d lesi spinal
Tujuan :
Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Kriteria Hasil:
-

Kantung meningeal tetap utuh

Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma

Intervensi
Rawat bayi dengan cermatRasional
Tempatkan bayi pada posisi telungkup
atau miring
Gunakan alat pelindung di sekitar
kantung ( mis : slimut plastik bedah)

Untuk mencegah kerusakan pada kantung


meningeal atau sisi pembedahan
Untuk meminimalkan tegangan pada
kantong meningeal atau sisi pembedahan
Untuk memberi lapisan pelindung agar
tidak terjadi iritasi serta infeksi

Modifikasi aktifitas keperawatan rutin


(mis : memberi makan, member
Mencegah terjadinya trauma
kenyamanan)
1. Resiko tinggi cedera b.d peningkatan intra kranial (TIK)
Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial
Kriteria Hasil : anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK
Intervensi

Rasional

Observasi dengan cermat adanya tandatanda peningkatan TIK

Untuk mencegah keterlambatan tindakan

Sebagai pedoman untuk pengkajian


Lakukan pengkajian Neurologis dasar pada pascaoperasi dan evaluasi fungsi firau
praoperasi
Karena tingat kesadaran adalah pirau penting
Hindari sedasi
dari peningkatan TIK
Ajari keluarga tentang tanda-tanda
Praktisi kesehatan untuk mencegah
peningkatan TIK dan kapan harus
keterlambatan tindakan
memberitahu
1. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin b.d paralisis,
penetesan urin yang kontinu dan feses
Tujuan :
pasien tidak mengalami iritasi kulit dan gangguan eleminasi urin
Kriteria hasil :
kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi dan gangguan eleminasi.
Intervensi
Rasional
Jaga agar area perineal tetap bersih dan
Untuk mengrangi tekanan pada lutut dan
kering dan tempatkan anak pada permukaan pergelangan kaki selama posisi telengkup
pengurang tekanan.
Untuk meningkatkan sirkulasi.
Masase kulit dengan perlahan selama
pembersihan dan pemberian lotion.
Untuk memberikan kelancaran eleminasi
Berikan terapi stimulant pada bayi
Daftar Pustaka
Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : EGC, 2002.
Media Aesculapius. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. Jakarta: MA, 2000.
Whaleys and Wong. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edis 4. Jakarta : EGC,
2003

LAPORAN PENDAHULUAN
SPINA BIFIDA
A. PENGERTIAN
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan
atau tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L.
Wong, 2003).
Spina bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang
belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa
vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. (http://
www.medicasatore.com)
Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis untuk berfusi di posterior.
( Rosa.M.Sacharin,1996)
B. KLASIFIKASI
1. Spina bifida okulta.
Kegagalan penyatuan arkur vertebralis posterior tanpa menyertai herniasi
medulla spinalis atau meninges, tidak dapat dilihat secara eksternal,
kadang merupakan penemuan sinar x kebetulan yang tidak bermakna.
Sering terdapat nervus kapiler, seberkas rambut, atau lipoma superficial
terhadap lesi ini, yang menunjukkan kehadirannya. Spina bifida okulta
merupakan spina bifida yang paling ringan.
2. Spina bifida kistika.
Bentuk cacad tabung saraf, tempat kantong selaput otak menonjol
melalui lubang. Kulit di atas pembengkakan biasanya tipis dan masa ini
bertransiluminasi. Tekanan pada kantong menyebabkan fontanella
menonjol.
3. Meningokel.
Penonjolan yang terdiri dari meninges dan sebuah kantong berisi cairan
serebrospinal (CSS), penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan
neurologik dan medula spinalis tidak terkena.
4. Mielomeningokel.
Protrusi hernia dari kista meninges seperti kantong cairan spinal dan
sebagian dari medulla spinalis dengan syarafnya keluar melalui defek
tulang pada kolumna vertebralis. ( Pincus.Catzel,1994)
C. ETIOLOGI
Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui. Banyak faktor seperti
keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba
neural umumnya lengkap 4 minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini

telah ditetapkan sebagai faktor penyebab : kadar vitamin maternal


rendah, termasuk asam folat ; mengonsumsi klomifen dan asam valproat ;
dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan bahwa hampir 50 %
defek tuba neural dapat dicegah jika wanita yang bersangkutan meminum
vitamin-vitamin prakonsepsi, temasuk asam folat.
(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)
Adapun pendapat lain mengenai penyebab spina bifida :
1. Kekurangan folic acid (Vitamin B)
Folic acid (vit. B) dipercaya berperan mambantu tabung urat syaraf tulang
belakang tertutup dengan sempurna. Sehingga kekurangan folic acid pada
si ibu, akan menyebabkan penutupan tersebut tidak sempurna. Folic acid
dapat diperoleh dari multivitamin, sereal, sayuran hijau seperti brokoli dan
bayam serta buah-buahan.
2. Faktor genetika dan lingkungan
Selain hal itu para ilmuwan juga percaya bahwa sb diakibatkan oleh faktor
genetika dan lingkungan. Tetapi perlu pula diketahui bahwa 95% anak sb
lahir dari ortu yang tidak memiliki sejarah kelainan itu sendiri. Dengan
kemungkinan sebagai berikut: bila dalam satu keluarga terdapat satu
anak SB maka kemungkinan hal itu terulang adalah 1: 40, sedangkan bila
dalam satu keluarga terdapat dua anak SB maka kemungkinanya adalah
1: 20. Bahkan di AS ditemukan bahwa setiap 1000 kelahiran terdapat satu
anak SB dengan jumlah bayi perempuan lebih banyak dibanding laki-laki.
Dan lebih sedikit dialami oleh keluarga afro amerika dibandingkan dengan
kelurga berkulit putih. (http://www.bytesoftware.net/sb/sb.html)

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari spina bifida mudah dipahami ketika dihubungkan dengan
langkah-langkah perkembangan yang normal dari sistem saraf. Pada kirakira 20 hari dari kehamilan tekanan ditentukan alur neural. Penampakan
pada dorsal ectoderm dan embrio. Selama kehamilan minggu ke 4 alur
tampak memperdalam dengan cepat, sehingga meninggalkan batas-batas
yang berkembang ke samping kemudian sumbu di belakang membentuk
tabung neural. Formasi tabung neural dimulai pada daerah servikal dekat
pusat dari embrio dan maju pada direction caudally dan cephalically
sampai akhir dari minggu ke 4 kehamilan, pada bagian depan dan
belakang neuropores tertutup. Kerusakan yang utama pada kelainan
tabung neural dapat dikarenakan penutupan tabung neural.

Pada kehamilan minggu ke 16 dan 18 terbentuk serum alfa fetoprotein


(AFP) sehingga pada kehamilan tersebut terjadi peningkatan AFP dalam
cairan cerebro spinalis. Peningkatan tersebut dapat mengakibatkan
kebocoran cairan cerebro spinal ke dalam cairan amnion, kemudian cairan
AFP bercampur dengan cairan amnion membentuk alfa-1-globulin yang
mempengaruhi proses pembelahan sel menjadi tidak sempurna.
Karenanya defek penutupan kanalis vertebralis tidak sempurna yang
menyebabkan kegagalan fusi congenital pada lipatan dorsal yang biasa
terjadi pada defek tabung saraf dan eksoftalmus.
(John Rendle,1994)

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala
ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami
kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun
akar saraf yang terkena.
Gejalanya berupa:1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah
sampai bawah pada bayi baru lahir2. Jika disinari, kantung tersebut tidak
tembus cahaya3. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau
kaki4. Penurunan sensasi5. inkontinensia uri (beser) maupun
inkontinensia tinja6. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi
(meningitis).7. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian
belakang)8. Lekukan pada daerah sakrum. (http://
www.medicasatore.com)
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit,
dan saluran genitourinari akibat spina bifida, tetapi semuanya tergantung
pada bagian medulla spinalis yang terkena.
1. Kelainan motoris, sensoris, refleks, dan sfingter dapat terjadi dengan
derajat keparahan yang bervariasi.

2. Paralisis flaksid pada tungkai ; hilangnya sensasi dan refleks.


3. Hidrosefalus
4. Skoliosis
5. Fungsi kandung kemih dan usus bervariasi dari normal sampai tidak
efektif.
(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran
antara lain adalah :
1. Paralisis cerebri
2. Retardasi mental
3. Atrofi optic
4. Epilepsi
5. Osteo porosis
6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)
7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.
(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)
Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan
organisme campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat
sinus. Pada beberapa kasus, filum terminale medulla spinalis tertambat
atau terbelah oleh spur tulang (diastematomielia), yang dapat
menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada pertumbuhan. Sendi
charcot dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki, lutut atau
coxae yang tak nyeri. Hidrocefalus karena malformasi Arnold-chiari lazim
ditemukan.( Pincus.Catzel,1994)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan diagnostik : kajian foto toraks, USG, pemindaian CT, MRI,
amniosentesis.
2. Tes periode antenatal : fetoprotein alfa serum antara kehamilan 16 18
minggu, Usg fetus, amniosentesis jika hasil uji lainnya tidak meyakinkan.
3. Uji prabedah rutin : pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, pembiakan
dan sensitivitas, golongan dan pencocokan silang darah, pemeriksaan foto
toraks.
(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)
Pemeriksaan penunjang pada spina bifida dilakukan pada saat janin masih
di dalam kandungan maupun setelah bayi lahir,
1. Pemeriksaan pada waktu janin masih di dalam kandungan
a. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah
yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina
bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya.
b. Fetoprotein alfa serum, 85% wanita yang mengandung bayi dengan
spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes
ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif,
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.
c. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
2. Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:a. Rontgen tulang
belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.b. USG tulang
belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun
vertebrac. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk
menentukan lokasi dan luasnya kelainan. (http:// www.medicasatore.com)

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk
mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan
pirau CSS pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran.
Pencangkokan pada kulit diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic

profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan


yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya
disfungsi tersebut pada berbagai sistem tubuh.
Berikut ini adalah obat-obat yang dapat diberikan :
a. Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran
kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).
b.Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.
c. Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan
pengeluaran feces.
(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002, halaman 469)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan pra-bedah
- Segera setelah lahir daerah yang terpapar harus dikenakan kasa steril
yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus
ditutupi kasa yang tidak melekat, misalnya telfa untuk mencegah jaringan
syaraf yang terpapar menjadi kering.
- Perawatan prabedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada
mempertahankan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada
beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk
mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi
yang basah.
- Suatu catatan aktivitas otot pada anggota gerak bawah dan spingter
anal akan dilakukan oleh fisioterapist.
- Lingkaran oksipito-frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
b. Perawatan pasca bedah
- Perawatan pasca bedah neonatus umum
- Pemberian makanan peroral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
- Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk
menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya
tekanan negatif dalam wadah. Cairan akan berhenti berdrainase sekitar 2
atau 3 hari pasca bedah, dimana pada saat ini drain dapat diangkat.
Pembalut luka kemungkinan akan dibiarkan utuh, dengan inspeksi yang
teratur, hingga jahitan diangkat 10 12 hari setelah pembedahan.
- Akibat kelumpuhan anggota gerak bawah, maka rentang gerakan pasif
yang penuh dilakukan setiap hari. Harus dijaga agar kulit di atas perinium
dan bokong tetap utuh dan pergantian popok yang teratur dengan
pembersihan dan pengeringan yang seksama merupakan hal yang
penting.
- Prolaps rekti dapat merupakan masalah dini akibat kelumpuhan otot
dasar panggul dan harus diusahakan pemakaian sabuk pada bokong .

- Lingkaran kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu.
Seringkali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah
penutupan cacad spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi
perkembangan hidrosefalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.
(Rosa.M.Sacharin,1996)

PATHWAY
Peningkatan AFP Penurunan asam folat Faktor lain (genetik, lingkungan)

Mempengaruhi proses pembelahan sel


Defek penutupan kanalis vertebralis
Kegagalan fusi kongenital pada lipatan dorsal
Nyeri akut Defek tabung saraf dan eksoftalmus
Krisis situasi (anak dengan defek fisik)
Resiko tinggi infeksi
Prosedur pembedahan Spina bifida
Perubahan proses keluarga

Lesi neurologis pada Otot dasar panggul lemah Jika lesi pada S2-4 (kaki,
Ekstremitas bawah anus) lemah.
(diastematomielia)
Penurunan motilitas usus Paralisis kandung kemih

inkontinensia alvi Saraf terjepit Sensasi rectum dan anus


Mielodisplasia terganggu (bahkan tak ada)
Resiko kerusakan integritas kulitParalisis kelumpuhan kerusakan fungsi
usus dan
(lengan, tungkai, otot rektum
bawah)``
Inkontinensia ani
Kerusakan neuromuskuler
Kerusakan mobilitas fisik
Sumber : John Rendle dkk,1994
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
PADA KASUS SPINA BIFIDA
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah yang menderita penyakit sejenis, bagaimana kondisi kehamilan
ibu (demam selama kehamilan, epilepsi, mengkonsumsi obat-obat
tertentu, dsb), kaji kehamilan sebelumnya (angka kejadian semakin
meningkat jika pada kehamilan dua sebelumnya menderita
meningomielokel atau anencefali).
2. Riwayat kesehatan sekarang.
Apa keluhan utama (kelumpuhan, gangguan eliminasi, dsb), adakah
penderita yang sama di lingkungan penderita, sudah berapa lama
menderita, kapan gejala terasa dan keluhan lain apa yang mengikutinya.
3. Pengkajian fisik
Pada pengkajian fisik didapat data-data sebagai berikut :
Aktivitas/istirahat
Tanda : kelumpuhan tungkai tanpa terasa atau refleks pada bayi.
Gejala : dislokasi pinggul.
Sirkulasi
Tanda : pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus, hipotensi, ekstremitas
dingin atau sianosis.
Eliminasi
Tanda : diurnal ataupun nocturnal, inkontinensia urin/alfi, konstipasi
kronis.
Nutrisi
Tanda : distensi abdomen, peristaltic usus lemah/hilang (ileus paralitik).
Neuromuskuler

Tanda : gangguan sensibilitas segmental dan gangguan trofik paralisis


kehilangan refleks asimetris termasuk tendon dalam, kehilangan tonus
otot/vasomotor ; kelumpuhan lengan tungkai dan otot bawah.
Pernapasan
Tanda : pernapasan dangkal, periode apneu, penurunan bunyi napas.
Gejala : napas pendek, sulit bernapas.
Kenyamanan
Gejala : suhu yang berfluktuasi.
4. Pemeriksaan diagnostic
MRI, CT scan, X-ray
Tes serum alfa fetoprotein (AFP)
Ultrasound
(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
2. Resiko kerusakan integritas kulit b.d inkontinensia ani dan alvi
3. Perubahan proses keluarga b.d krisis situasi (anak dengan defek fisik)
Post Operasi
4. Nyeri akut b.d Agen cedera fisik (luka post operasi)
5. Resiko tinggi infeksi b.d prosedur pembedahan.

C. INTERVENSI
Dx 1
Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler.
NOC : Mobility level
Kriteria hasil :
1. Penampilan pasien seimbang
2. Penampilan posisi tubuh pasien
3. Pergerakan otot pasien normal

4. Pergerakan sendi pasien normal


5. Pasien dapat melakukan perpindahan
NIC : Exercise therapy : ambulation
1. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
2. Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
3. Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
4. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi
5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
Dx 2
Resiko kerusakan integritas kulit b.d inkontinensia ani dan alvi
NOC : Tissue Integrity : skin & mucous membranes
Kriteria hasil :
1. Suhu kulit dalam batas normal
2. Tidak ada kemerahan pada kulit
3. Turgor kulit baik
4. Perfusi jaringan baik
5. Tidak terdapat lesi di kulit
NIC : Pressure management
1. Anjurkan pasien untuk mengenakan pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien secara teratur
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion pada daerah yang tertekan
Dx 3
Perubahan proses keluarga b.d krisis situasi (anak dengan defek fisik)
NOC : Family coping
Kriteria hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah yang dihadapi
2. Mencari bantuan
3. Gunakan strategi penurunan stress
NIC : Conseling
1. Kaji pemahamn keluarga
2. Kenali masalah keluarga dan kebutuhan akan informasi dukungan
3. Tekankan dan jelaskan penjelasan professional kesehatan
4. Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman keluarga
tentang penyakit dan terapinya
5. Ulangi informasi sesering mungkin

Dx 4
Nyeri akut b.d Agen cedera fisik (luka post operasi)
NOC : Pain level
Kriteria hasil :
1. Mengenali faktor penyebab
2. Menggunakan metode pencegahan
3. Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi
nyeri.
4. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
5. Menganali gejala gejala nyeri
NIC 1 : Pain management
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi , karakteristik
dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
faktor faktor presipitasi
2. Observasi isyarat isyarat non verbal dari ketidaknyamana, khususnya
dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan
nyeri
4. Kontrol faktor faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan , penyinaran)
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi,
guided imagery, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas)
Dx 5
Resiko tinggi infeksi b.d prosedur pembedahan.
NOC : Pengendalian risiko
Kriteria hasil :
1. Terbebas dari gejala dan tanda-tanda infeksi
2. Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
3. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi risiko
4. Lekosit dalam batas normal, TTV dbn
NIC : Pengendalian infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Observasi adanya kemerahan, bengkak pada sisi operatif
4. Inspeksi sisi insisi untuk adanya kebocoran, uji drainase untuk adanya
glukosa
5. Berikan perawatan luka
6. Kolaborasi medias untuk pemberian antibiotic

D. EVALUASI
Dx
Kriteria hasil
Skala
Keterangan skala
I

II

III

IV

1.
2.
3.
4.
5.

Penampilan pasien seimbang


Penampilan posisi tubuh pasien
Pergerakan otot pasien normal
Pergerakan sendi pasien normal
Pasien dapat melakukan perpindahan

1.
2.
3.
4.
5.

Suhu kulit dalam batas normal


Tidak ada kemerahan pada kulit
Turgor kulit baik
Perfusi jaringan baik
Tidak terdapat lesi di kulit

1. Percaya dapat mengatasi masalah yang dihadapi


2. Mencari bantuan
3. Gunakan strategi penurunan stress
1. Mengenali faktor penyebab
2. Menggunakan metode pencegahan
3. Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi
nyeri.
4. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
5. Menganali gejala gejala nyeri
1. Terbebas dari gejala dan tanda-tanda infeksi
2. Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
3. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi risiko
4. Lekosit dalam batas normal, TTV dbn
4
4
4
4
4

2
2
2
2
4
4
4

4
4
4

4
4
4
4
4
4
1
2
3
4
5

:
:
:
:
:

bergantung
membutuhkan bantuan orang lain dan alat
membutuhkan bantuan orang lain
mandiri, bantuan alat
mandiri

1
2
3
4
5

:
:
:
:
:

Luar biasa kompromi


Kompromi sekali
Kompromi baik
Kompromi sedang
Tidak ada kompromi

1 : Tidak pernah dilakukan

2
3
4
5

:
:
:
:

Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan

1
2
3
4
5

:
:
:
:
:

Tidak pernah dilakukan


Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan

1
2
3
4
5

:
:
:
:
:

Tidak pernah dilakukan


Jarang dilakukan
Kadang dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan

DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus. 1994. Kapita Selekta Pediatri. Edisi II. Editor : Adrianto,
Petrus. Jakarta : EGC.
Betz, Cecily L,dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Rendle, John Dkk. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak Edisi 6 Jilid 2. Bina Rupa
Aksara: Jakarta
Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Editor : Ni Luh
Yasmin. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi IV.
Jakarta: EGC.
(http:// www.medicasatore.com)
(http://www.bytesoftware.net/sb/sb.html)

Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang)


DEFINISI
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang
belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa
vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Terdapat beberapa jenis spina bifida:
1. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu
atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda
spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan
teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis
menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah.
PENYEBAB
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan
kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan
pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau
gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut

atau di bagian bawahnya.


Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida.
Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau
sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
# Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina
bifida: Hidrosefalus
# Siringomielia
# Dislokasi pinggul.
Gejalanya berupa:
- penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada
bayi baru lahir
- jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
- kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
- penurunan sensasi
- inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
- korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
Gejala pada spina bifida okulta:
- seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
- lekukan pada daerah sakrum.
PENGOBATAN
Tujuan dari pengobatan awal adalah:
- mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida
- meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)
- membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini.
Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk
mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan
bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk
memperkuat fungsi otot.
Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan
infeksi lainnya, diberikan antibiotik.
Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan
penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang
harus dilakukan pemasangan kateter.
Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu

memperbaiki fungsi saluran pencernaan.


Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu
campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan
saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi
yang terjadi.
Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan
menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan
materi referensi:
http://medicastore.com/penyakit/915/Spin

Dapat memutar kepala dari satu sisi ke sisi lain bila telengkup.

Mengalami head lag yang nyata, khususnya bila menarik kepala


dari posisi berbaring ke posisi duduk.
Menahan kepala sebentar secara faralel dan dlam garis tengah dan
tertahan dlam posisi telengkup.
-

Menunjukan refleks leher tonik asimetris bila telentang

Bila menahan dalam posisi berdiri, tubuh lemas pada lutut dan
panggul

Anda mungkin juga menyukai