Anda di halaman 1dari 16

Askep Spina Bifida

diposting oleh nuzulul-fkp09 pada 13 October 2011


di Kep Neurobehaviour - 2 komentar

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) SPINA BIFIDA


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa tingkatan
protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003). Penyakit spina bifida atau
sering dikenal sebagai sumbing tulang belakang adalah salah satu penyakit yang banyak
terjadi pada bayi. Penyakit ini menyerang medula spinalis dimana ada suatu celah pada tulang
belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena satu atau beberapa bagian dari vertebra gagal
menutup atau gagal terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi,
ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas
mengakibatkan gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf
pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika
medula spinalis mengalami gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medula spinalis
pasti juga akan terpengaruh dan akan mengalami ganggusn pula. Hal ini akan semakin
memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem tubuhnya
belum berfungsi secara maksimal.

Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di Indonesia
yaitu ensefalus, anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65% bayi yang baru lahir terkena spina
bifida.Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di Belanda
menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya. Bayi-bayi tersebut butuh
perawatan medis intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya mereka menderita lumpuh kaki,
dan dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang kali.

Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam menangani hal-hal yang terkait
dengan spina bifida misalnya saja dalam memberikan asuhan keperawatan harus tepat dan
cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat spina bifida.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari spina bifida?

1. Bagaimana etilogi dari spina bifida?

2. Apakah manifestasi klinis dari spina bifida?


3. Bagaimana patofisiologi pada spina bifida?

4. Bagaimana penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida?

5. Bagaimana pengkajian pada klien dengan spina bifida?

6. Bagaimana diagnosa pada klien dengan spina bifida?

7. Bagaimana intervensi pada klien dengan spina bifida?

1.3 Tujuan

Tujuan Umum

Menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta pendekatan asuhan keperawatannya.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi definisi dari spina bifida.

1. Mengidentifikasi etilogi spina bifida.

2. Mengidentifikasi manifestasi klinis spina bifida.

3. Menguraikan patofisiologi spina bifida

4. Mengidentifikasi penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida

1. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan spina bifida.

2. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan spina bifida.

3. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan spina bifida.

1.4 Manfaat

Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit neurologis spina bifida serta mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan spina bifida dengan pendekatan Student
Centre Learning.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Spina Bifida

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang
belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan
awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat
masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin
hanya ditemukan kegagalan fungsi satu atau lebih dari satu arkus pascaerior vertebra pada
daerah lumosakral. Belum ada penyebab yang pasti tentang kasus spina bifida. Spina bifida
juga bias disebabkan oleh gagal menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan
fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba
neural.Gangguan fusi tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28
minggu) setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas.

Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa tingkatan
protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003). Spina bifida (Sumbing Tulang
Belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari
satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.

(http:// www.medicasatore.com). Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis untuk


berfusi di posterior (Rosa.M.Sacharin,1996).

2.2 Klasifikasi

Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis
yaitu :

1. Spina Bifida Okulta

Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk
secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. Spina bifida
okulta merupakan cacat arkus vertebra dengan kegagalan fusi pascaerior lamina vertebralis
dan seringkali tanpa prosesus spinosus, anomali ini paling sering pada daerah antara L5-S1,
tetapi dapat melibatkan bagian kolumna vertebralis, dapat juga terjadi anomali korpus
vertebra misalnya hemi vertebra. Kulit dan jaringan subkutan diatasnya bisa normal atau
dengan seberkas rambut abnormal, telangietaksia atau lipoma subkutan. Spina bifida olkuta
merupakan temuan terpisah dan tidak bermakna pada sekitar 20% pemerikasaan radiografis
tulang belakang. Sejumlah kecil penderita bayi mengalami cacat perkembangan medula dan
radiks spinalis fungsional yang bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek yang
kecil pada arkus pascaerior.

1. Meningokel

Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab untuk menutup dan
melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika Meningen mendorong melalui lubang di
tulang belakang (kecil, cincin-seperti tulang yang membentuk tulang belakang), kantung
disebut Meningokel. Meningokel memiliki gejala lebih ringan daripada myelomeningokel
karena korda spinalis tidak keluar dari tulang pelindung, Meningocele adalah meningens
yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi
cairan di bawah kulit dan ditandai dengan menonjolnya meningen, sumsum tulang belakang
dan cairan serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdaoat
tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai kemampuan
fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing ataupun kolon.

1. Myelomeningokel

Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda
spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Penaganan
secepatnya sangat di perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat
tonjolan tesebut. Jika pada tonjolan terdapat syaraf yamg mempersyarafi otot atau extremitas,
maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis
myelomeningocale ialah jenis yang paling sering dtemukan pada kasus spina bifida.
Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi
cairan di dalam dan di sekitar otak.

2.3 Etiologi

1. Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan
asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.

2. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian
tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.

3. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di
punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra
di bagian ini terjadi paling akhir.

4. Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat
menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek neural
tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih besar bila
sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.

Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain:

1.

1. Hidrosefalus

2. Siringomielia

3. Dislokasi pinggul.

2.4 Manifestasi Klinis


Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang
lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun
akar saraf yang terkena.

Gejalanya berupa:

1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya

1. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki

2. Penurunan sensasi.

3. Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja

4. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).

5. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).

6. Lekukan pada daerah sakrum.

7. Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas upper


spine (arnold chiari malformation) yang menyebabkan masalah koordinasi

8. Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans kekuatan
otot dan fungsi

9. Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk merelakskan


secara volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine pada bladder dan
feses pada rectum.

10. Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat normal bila
hirosefalus di terapi dengan cepat.

11. Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami tethered spinal


cord. Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan tidak dapat bergerak
naik atau turun secara normal. Keadaan ini menyebabkan deformitas kaki,
dislokasi hip atau skoliosis. Masalah ini akan bertambah buruk seiring
pertumbuhan anak dan tethered cord akan terus teregang.

12. Obesitas oleh karena inaktivitas

13. Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena
kelemahan atau penyakit pada tulang.

14. Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue

15. Learning disorder


16. Masalah psikologis, sosial dan seksual

17. Alergi karet alami (latex)

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dapat
dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu hamil, dapat dilakukan
pemeriksaan :

1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple
screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.

2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik,
riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini
merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan
lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas
muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan
asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.

3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis,


deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.

4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun
vertebra dan lokasi fraktur patologis.

5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk
memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.

6. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube, akan
memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini memiliki
angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya
dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa
cairan ketuban).

Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:

1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.

2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun
vertebra

3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan.
2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari
spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim
terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.

1. Urologi

Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal sampai
sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :

1. Mengontrol inkotinensia

2. Mencegah dan mengontrol infeksi

3. Mempertahankan fungsi ginjal

Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak umur 5
- 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila
terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan.
Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation, atau
suprapubic vesicostomy.

1. Orthopedi

Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik dan
mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah. Dislokasi hip dan
pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat
dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal
juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans gaya mekanik
antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan
fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint
atau Pavlik harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.

Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer dan
plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar fusion,
epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada jaringan lunak
tidak memberikan hasil yang memuaskan.

1. Rehabilitasi Medik

2. Sistem Muskuloskeletal

Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan seterusnya
untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan pada otot yang
lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer.

1. Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit
neurologis.

1. Ambulasi

Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 18 bulan. Spinal brace
diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric
Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi dengan aktif.
HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan aligment lutut.
KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi berdiri tegak. Penggunaan kursi
roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan
melakukan ambulasi.

1. Bowel training

Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk sehingga
mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan dengan
menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di toilet untuk
menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau
supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener
digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.

1. Pembedahan

Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya
dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel terjadi
hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang.
Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada
strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan ultrasonogrfi.
Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan
meningkat; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik
kranial maupun spinal dapat terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan
spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata.

Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini,
bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan
pemberian makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya dapat
dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila
digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek
pengering dari panas yang dipancarkan. Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap
lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut.
Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering
(setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran,
abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-
hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan dan
lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.

Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan
meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya
pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan
terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan
subluksasi.

Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan ini.
Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan
kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan
tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada
ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran antara lain adalah:

1. Paralisis cerebri

2. Retardasi mental

3. Atrofi optic

4. Epilepsi

5. Osteo porosis

6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)

7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.

Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan organisme
campuran lazim ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada beberapa kasus,
filum terminale medulla spinalis tertambat atau terbelah oleh spur tulang (diastematomielia),
yang dapat menimbulkan kelemahan tungkai progresif pada pertumbuhan. Sendi charcot
dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki, lutut atau coxae yang tak nyeri.
Hidrosefalus karena malformasi Arnold-chiari sering ditemukan.

2.8 Prognosis

Prognosis spina bifida tergantung pada berat ringannya abnormalitas. Prognosis


terburuk bila terdapat paralisis komplet, hidrosefalus dan defek kongenital lainnya. Dengan
penanganan yang baik, sebagian besar anak-anak dengan spina bifida dapat hidup sampai
usia dewasa.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian

3.1.1 Anammesa

1. Identitas pasien

Nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu.

1. Keluhan utama

Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru dilahirkan.

1. Riwayat penyakit sekarang

2. Riwayat penyakit terdahulu

3. Riwayat keluarga

Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat
misalnya sayuran, buah-buahan (jeruk,alpukat), susu, daging, dan hati.

Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.

3.2.2 Pemeriksaan Fisik

B1 (Breathing) : normal

B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue

B3 (Brain) :

1. Peningkatan lingkar kepala

2. Adanya myelomeningocele sejak lahir

3. Pusing

B4 (Bladder) : Inkontinensia urin

B5 (Bowel) : Inkontinensia feses

B6 (Bone) : Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas bagian bawah

3.3 Diagnosa

1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi

2. Berduka berhubungan dengan kelahiran anak dengan spinal malformation


3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan
positioning, defisit stimulasi dan perpisahan

4. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal

5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)

6. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan
paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses.

3.3 Intervensi

1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi

Tujuan :

1. Anak bebas dari infeksi

2. Anak menunjukan respon neurologik yang normal

Kriteria hasil :

Suhu dan TTV normal, Luka operasi, insisi bersih.

Intervensi Rasional

1. Monitor tanda-tanda vital. Observasi Untuk melihat tanda-tanda terjadinya


tanda infeksi : perubahan suhu, warna kulit, resiko infeksi
malas minum , irritability, perubahan warna
pada myelomeingocele.

2. Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu


sekali, observasi fontanel dari cembung dan
palpasi sutura kranial

3. Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk Untuk melihat dan mencegah terjadinya
mencegah dekubitus TIK dan hidrosepalus

4. Observasi tanda-tanda infeksi dan


obstruksi jika terpasang shunt, lakukan
perawatan luka pada shunt dan upayakan Untuk mencegah terjadinya luka infeksi
agar shunt tidak tertekan pada kepala (dekubitus)

Menghindari terjadinya luka infeksi dan


trauma terhadap pemasangan shunt
1. Berduka b.d kelahiran anak dengan spinal malformation

Tujuan :

Orangtua dapat menerima anaknya sebagai bagian dari keluarga

Kriteria hasil :

1. Orangtua mendemonstrasikan menerima anaknya dengan menggendong, memberi


minum, dan ada kontak mata dengan anaknya

2. Orangtua membuat keputusan tentang pengobatan

3. Orangtua dapat beradaptasi dengan perawatan dan pengobatan anaknya

Intervensi Rasional

Dorong orangtua mengekspresikan Untuk meminimalkan rasa bersalah


perasaannya dan perhatiannya dan saling menyalahkan
terhadap bayinya, diskusikan
perasaan yang berhubungan dengan
pengobatan anaknya
Memberikan stimulasi terhadap
Bantu orangtua mengidentifikasi orangtua untuk mendapatkan keadaan
aspek normal dari bayinya terhadap bayinya yang lebih baik
pengobatan
Memberikan arahan/suport terhadap
Berikan support orangtua untuk orangtua untuk lebih mengetahui
membuat keputusan tentang keadaan selanjutnya yang lebih baik
pengobatan pada anaknya terhadap bayi

1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan


positioning, defisit stimulasi dan perpisahan

Tujuan :

Anak mendapat stimulasi perkembangan

Kriteria hasil :

1. Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan

2. Bayi / anak tidak menangis berlebihan


3. Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi / anaknya

Intervensi Rasional
1. Ris
iko
Ajarkan orangtua cara merawat bayinya Agar orangtua dapat mandiri dan
dengan memberikan terapi pemijatan menerima segala sesuatu yang sudah
bayi terjadi

Posisikan bayi prone atau miring Untuk mencegah terjadinya luka infeksi
kesalahasatu sisi dan tekanan terhadap luka

Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat Untuk mencegah terjadinya luka memar


melakukan perawatan kulit dan infeksi yang melebar disekitar luka

tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal

Tujuan :

Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal

Kriteria Hasil:

1. Kantung meningeal tetap utuh

2. Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma

Intervensi Rasional

Rawat bayi dengan cermat Untuk mencegah kerusakan pada


kantung meningeal atau sisi pembedahan
Tempatkan bayi pada posisi Untuk meminimalkan tegangan pada
telungkup atau miring kantong meningeal atau sisi pembedahan

Gunakan alat pelindung di sekitar


kantung ( mis : slimut plastik
bedah) Untuk memberi lapisan pelindung agar
tidak terjadi iritasi serta infeksi
Modifikasi aktifitas keperawatan
rutin (mis : memberi makan,
member kenyamanan)
Mencegah terjadinya trauma
1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)

Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial

Kriteria Hasil : anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK

Intervensi Rasional

Observasi dengan cermat adanya Untuk mencegah keterlambatan tindakan


tanda-tanda peningkatan TIK
Sebagai pedoman untuk pengkajian
Lakukan pengkajian Neurologis pascaoperasi dan evaluasi fungsi firau
dasar pada praoperasi
Karena tingat kesadaran adalah pirau
Hindari sedasi penting dari peningkatan TIK

Ajari keluarga tentang tanda-tanda Praktisi kesehatan untuk mencegah


peningkatan TIK dan kapan harus keterlambatan tindakan
memberitahu

1. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan
paralisis, penetesan urin yang kontinu dan feses

Tujuan :

pasien tidak mengalami iritasi kulit dan gangguan eleminasi urin

Kriteria hasil :

kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi dan gangguan eleminasi.

Intervensi Rasional

Jaga agar area perineal tetap bersih Untuk mengrangi tekanan pada lutut dan
dan kering dan tempatkan anak pada pergelangan kaki selama posisi
permukaan pengurang tekanan. telengkup

Masase kulit dengan perlahan selama Untuk meningkatkan sirkulasi.


pembersihan dan pemberian lotion.
Berikan terapi stimulant pada bayi Untuk memberikan kelancaran eleminasi

DOWNLOAD : WOC ASKEP SPINA BIFIDA

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang
belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan
awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat
masa embrio.

Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis
yaitu : spina bifida okulta, meningokel, dan myelomeningokel.

Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat menyebabkan
resiko melahirkan anak dengan spina bifida.

Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain: hidrosefalus,
siringomielia,dan dislokasi pinggul.

Tanda-tanda fisik yang umumnya bisa dilihat adalah penonjolan seperti kantung di punggung
tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
dan kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan spina bifida adalah pembedahan,
bowel training, ambulasi, rehabilitasi medik, orthopedik, dan urologi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2009.Laporan Pendahuluan Spina Bifida.Diakses dari :


http://mvzpry.blogspot.com/2009/05/laporan-pendahuluan-spina-bifida.html. Pada: 10
November 2010. Jam : 11.00 WIB.
Anonim.2010.Sfina Bifida. Diakses dari: http://www.forumsains.com/kesehatan/spina-bifida/.
Pada: 8 November 2010 jam 12.00 WIB.

Corwin, Elizabeth J.2009.Buku saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.

Donna dan Shannon.1999.Maternal Child Nursing Care.USA: Mosby.

Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan.Jakarta: Salemba Medika.

Zaa23.2009.Spina Bifida. Diakses dari: http://zaa23.wordpress.com/2009/05/13/spina-bifida/.


Pada : 10 November 2010. Jam : 10.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai