Anda di halaman 1dari 6

RESUME PERTEMUAN 5

MATA KULIAH
PERSPEKTIF PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN ANAK TUNADAKSA
“HAKEKAT ANAK DENGAN SPINA BIVIDA”

Dosen Pengampu:
Dra. Fatmawati, M.Pd

Disusun Oleh:
Egi Yelmayenti
20003008 / No. absen 02

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
TA. 2021/2022
HAKEKAT ANAK DENGAN SPINA BIVIDA
1. Pengertian Spina Bivida
Spina bifida adalah kelainan neural tube (neural tube defect) yang terjadi
akibat kegagalan neural tube untuk menutup dengan sempurna. Angka kejadian 1 per
1000 kelahiran. Spina bifida terdiri dari sebuah hiatus yang biasanya terletak dalam
vertebra lumbosakralis, dan lewat hiatus ini menonjol sakus meningus sehingga
terbentuk meningokel. Jika sakus tersebut juga berisi medulla spinalis, anomali
tersebut dinamakan meningomielokel. Spina bifida berarti terbelahnya arcus vertebrae
dan bisa melibatkan jaringan saraf di bawahnya atau tidak. Spina bifida disebut juga
myelodisplasia, yaitu suatu keadaan dimana ada perkembangan abnormal pada tulang
belakang, spinal cord, sarafsaraf sekitar dan kantung yang berisa cairan yang
mengitari spinal cord. Kelainan ini menyebabkan pembentukan struktur yang
berkembang di luar tubuh(Ernawati, 2009).
Spina bifida merupakan salah satu kasus kelainan kongenital yang sering
terjadi pada bayi yang baru lahir di Indonesia setelah ensefalus dan anensefali.
Penyakit spina bifida atau sering dikenal dengan sumbing tulang belakang adalah
salah satu penyakit yang banyak terjadi pada bayi. Spina Bifida dibedakan atas Spina
Bifida Okulta dan Spina Bifida Sistika (SBS). Pada SBO hanya ada defek tulang
punggung sedangkan pada SBS selain celah pada tulang punggung terdapat pula
heniasi meanings dengan atau tanpa jaringan-jaringan syaraf yang dapat berupa
meningokel atau meningomielokel pada defek tersebut

2. Jenis-jenis Spina Bivida


Spina bivida dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Spina bifida okulta
Menunjukkan suatu cacat yang lengkung-lengkung vertebranya dibungkus oleh
kulit yang biasanya tidak mengenai jaringan saraf yang ada di bawahnya. Cacat
ini terjadi di daerah lumbosakral (L4 – S1) dan biasanya ditandai dengan plak
rambut yang yang menutupi daerah yang cacat. Kecacatan ini disebabkan karena
tidak menyatunya lengkung-lengkung vertebra (defek terjadi hanya pada kolumna
vertebralis) dan terjadi pada sekitar 10% kelahiran.

b. Spina bifida kistika


Suatu defek neural tube berat dimana jaringan saraf dan atau meningens menonjol
melewati sebuah cacat lengkung vertebra dan kulit sehingga membentuk sebuah
kantong mirip kista. Kebanyakan terletak di daerah lumbosakral dan
mengakibatkan gangguan neurologis, tetapi biasanya tidak disertai dengan
keterbelakangan mental.

c. Spina bifida dengan meningokel


Pada beberapa kasus hanya meningens saja yang berisi cairan saja yang menonjol
melalui daerah cacat. Meningokel merupakan bentuk spina bifida dimana cairan
yang ada di kantong terlihat dari luar (daerah belakang), tetapi kantong tersebut
tidak berisi spinal cord atau saraf.
d. Spina bifida dengan meningomielokel
Bentuk spina bifida dimana jaringan saraf ikut di dalam kantong tersebut. Bayi
yang terkena akan mengalami paralisa di bagian bawah.

e. Spina bifida dengan mielokisis atau rakiskisis


Bentuk spina bifida berat dimana lipatan-lipatan saraf gagal naik di sepanjang
daerah torakal bawah dan lumbosakral dan tetap sebagai masa jaringan saraf yang
pipih(Ernawati, 2009).

3. Karakteristik Spina Bivida


Spina bifida secara umum juga dibagi menjadi 2 jenis, yaitu spina bifida
aperta (SBA) dan spina bifida occulta (SBO). Dikutip dari O’Hara (2013) spina bifida
biasanya diikuti beberapa gejala umum seperti gangguan mobilitas dan hidrosefalus.
Selain diikuti gangguan mobilitas dan hidrosefalus, pada beberapa kasus spina bifida
juga memiliki gejala yang dapat dilihat secara fisik, yaitu munculnya tonjolan pada
area tulang belakang.Tonjolan ini disebabkan oleh gagalnya penutupan tabung saraf
posterior yang memicu keluarnya sumsum tulang belakang dari tabung tersebut,
ditambah lagi matinya saraf akibat toksisitas dari cairan ketuban, sehingga muncul
tonjolan permukaan kulit di area tulang belakang penderita(Rahmad et al., 2020).
Karakteristik pasien spina bifida tertinggi terjadi pada rentang usia >28hari
(83,3%) dan berjenis kelamin laki-laki (52,8%). Pasien spina bifida tersering adalah
anak kedua (44,4%) dan termasuk jenis spina bifida aperta (86,1%). Lokasi yang lebih
sering terjadi spina bifida di lumbosacral (72,2%). Usia ibu pasien penderita spina
bifida tertinggi terjadi pada rentang usia 20-4- tahun (80,6%). Pasien spina bifida
umumnya tidak terjadi ruptur (94,4%). Berat badan terbanyak pada pasien spina
bifida adalah Syntha Novianti Rahmad, dkk, Gambaran Kasus Spina Bifida di RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau 54 2.500-4.000 (94,4%) dan tidak memiliki kelainan
bawaan lainnya (69,4%). Usia kehamilan ibu pasien spina bifida saat melahirkan
terbanyak adalah 28- 40 minggu (94,4%).
Spina bivida memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
a. Spina Bifida Occulta
• Kelainan hanya sedikit, hanya ditandai oleh bintik tanda lahir merah
anggur.
• Ditimbuhi rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
• Lekukan pada daerah sakrum.

b. Spina Bifida Meningocelel


• Menonjolnya meningen yang keluar melalaui medula spinalis.
• Membentuk kantung yang terpenuhi dengan CIF.

c. Spina Bifida Myelomeningocele


• Penonjolan seperti kantung di punggung bagian tengah sampai bawah pada
bayi baru lahir.
• Jika disinari kantung tersebut tidak tembus cahaya.
• Kelumpuhan/kelemahan pada panggul, tungkai, atau kaki.
• Penurunan sensasi.
• Inkontinensia urin maupun inkontinesia tinja.
• Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).

4. Faktor Penyebab Spina Bivida


Penyebab NTD umumnya multifaktorial,biasanya dikaitkan dengan faktor
genetic dan faktor lingkungan. Faktor khususyang terkait dengan NTD antara lain
paparan lingkungan seperti obat-obatan tertentu, kondisi medis ibu, geografisdan
etnis, penyebab genetik, termasuk kelainan kromosom dan kelainan gentunggal dan
riwayat keluarga (Mitchell,2005).
Beberapa faktor lingkungan dilaporkan memiliki kaitan dengan kejadian NTD.
Untuk menghasilkan defek, pengaruh faktor luar harus ada selama 28 hari pertama
perkembangan saat tabung saraf terbentuk. Beberapa obat, khususnya yang
mengganggu atau menurunkan asam folat dapat meningkatkan risiko NTD (Jentink et
al., 2010). Misalnya obat antiepilepsi, karbamazepin telah dikaitkan denga
peningkatan risiko spina bifida. Asam valproat, obat antiepilepsi yang digunakan juga
untuk pengobatan bipolar dan gangguan kepribadian juga meningkatkan 10 hingga 20
kali lipat risiko NTD (Wlodarczyk, Palacios, George, Finnell, 2012).
Diagnosis prenatal dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG. Kondisi yang serius
dapat mengarah pada pilihanpenghentian kehamilan secara medis.
Faktor penyebab NTD pada janin dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, faktor
genetik seperti polimorfisme gen yang mempengaruhi efisiensi metabolisme folat,
mutase gen, metilasi DNA/epigenetik, dan anomaly kromosom terkait, serta faktor
lingkungan seperti asupan folat darimakanan (fortifikasi makanan atau suplemen
makanan), efisiensi penyerapan gastrointestinal, paparan obat teratogenik (obat
epilepsi atau antagonis folat), metabolisme glukosa (obesitas, diabetes tipe I dan II),
obat- obatan, merokok, alkohol, dan autoantibodi reseptor folat (Douglas
Wilson et al., 2015). Awalnya, diagnosis NTD didasarkan pada pengukuran
konsentrasi α- fetoprotein dalam cairan ketuban dan darah ibu, tetapi dengan
kemajuan teknologi memungkinkan ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis
NTD (Copp et al., 2013). Metode skrining noninvasive untuk mendiagnosis NTD
antara lain menggunakan skrining ultrasound, fetal MRI, maternal serum AFP.
Sedangkan metode skrining invasive untuk mendiagnosis NTD yaitu
dengan amniocentesis (Douglas Wilsonet al., 2014).
a. Keturunan
Faktor keturunan dapat menjadi salah satu faktor bayi mengidap spina bifida dan
mungkin saja terjadi pada keturunan-keturunan selanjutnya. Faktor keturunan
tidak dapat dipersalahkan, karena memang bukan suatu pilihan. Walau begitu,
kamu tidak perlu khawatir kelak bayi kamu mengidap spinal bifida. Ketika hal
tersebut terjadi, kamu harus segera bertemu dengan dokter untuk pemeriksaan
lebih lanjut dan menanganinya.
b. Obesitas
Obesitas atau kelebihan berat badan adalah salah satu hal yang dapat
menyebabkan bayi mengidap spina bifida. Ketika seseorang mengalami obesitas,
biasanya ia akan kesulitan bernapas dengan normal. Obesitas tidak baik untuk
kesehatan, apalagi untuk ibu hamil. Maka dari itu, ibu hamil disarankan untuk
berdiskusi dengan dokter kandungan selama masa kehamilan. Hal itu untuk
menjaga kondisi ibu hamil dan janin tetap sehat.

c. Mengonsumsi Obat-obatan Berlebihan


Hal yang wajar bila seseorang yang sedang sakit mengonsumsi obat-obatan, tetapi
tetap tidak dapat dilakukan sembarangan. Mengonsumsi obat-obatan secara
sembarangan dapat berdampak buruk jika obat tersebut tidak cocok dengan tubuh
kamu. Selain itu, kamu juga harus meminimalisir jumlah konsumsi obat yang
mengandung asam valproat dan karbamazepin. Kedua kandungan tersebut untuk
mengobati epilepsi dan juga gangguan mental.

d. Kondisi Ibu Hamil Tidak Sehat


Kondisi ibu hamil sangat berkaitan dengan kondisi bayi yang ada dalam
kandungannya. Ketika ibu hamil tidak sehat, bayi akan merasakan hal yang sama.
Ibu hamil harus terus menjaga kondisi kesehatannya, mengonsumsi vitamin, serta
makan makanan sehat.

e. Kekurangan Asupan Asam Folat


Ibu hamil harus terus memperhatikan asupan asam folat, karena sangat
berpengaruh pada tumbuh kembang bayi dalam kandungan maupun nanti ketika
sudah dilahirkan. Asam folat dapat memengaruhi pembentukan tabung saraf bayi
seperti otak dan sumsum tulang belakang.

f. Mengidap Diabetes
Diabetes adalah penyakit yang dapat membahayakan nyawa mengidapnya, apalagi
jika dialami oleh ibu hamil. Ketika diabetes dialami oleh ibu hamil, maka harus
dilakukan penanganan khusus untuk mendapatkan langkah yang tepat. Sebab, ibu
hamil yang mengidap diabetes cenderung memiliki risiko yang lebih besar untuk
bayinya mengalami spinal bifida. Karena itu, dibutuhkan langkah-langkah khusus
untuk penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Murtini, N. K. A. (2021). GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN BAYI YANG
MENGALAMI KELAINAN KONGENITAL DI RUANG CEMPAKA I
NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT LEVEL II RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT SANGLAH DENPASAR TAHUN 2020. Poltekkes Kemenkes Denpasar.
Nurhastuti, N. (2019). Perspektif Pendidikan Anak Tunadaksa (Bahan Ajar).
Ernawati. (2009). SPINA BIFIDA. Jurnal Ilmiah Kedokteran, I(1), 88.
Nur, F. B. M. K. (2019). ANGKA KEJADIAN DAN FAKTOR RESIKO SPINA BIFIDA DI
RSUP DR. MUHAMMAD HOESIN. 11(1), 1–14.
http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-
Eng8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbec
o.200806.005%0A
https://www.researchgate.net/publication/305320484_
Rahmad, S. N., Valentino, A., & Masdar, H. (2020). Gambaran Kasus Spina Bifida di RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau Periode 2015-2017. Jik, 14(1), 49–55.
Rahmad, Syntha Novianti. 2020. Gambaran Kasus Spina Bifida di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau Periode 2015-2017. 4(1):49-55.
Kusuma, Wijaya. 2011. SPINA BIVIDA. Jurnal Ilmiah Kedokteran. 1(2):1-111.
Atunnisa, Rafi. 2020. SUPLEMENTASI ASAM FOLAT DAPAT MENURUNKAN RISIKO
CACAT TABUNG SARAF PADA JANIN. Jurnal Penelitian Perawat Profesional. 2(4):
371-380.

Anda mungkin juga menyukai