Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Mata Kuliah FT. Tumbuh Kembang II


SPINA BIFIDA

DOSEN :

Ftr. Siti Sarah Bintang, S.Tr.Ft,M.Biomed

Disusun Oleh :
Amalia Lutfia Riswa Annisa Ifran
NIM : 1961003

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS


KEPERAWATAN DAN FISIOTERAFI
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
DAFTAR ISI
Cover.................................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................ii
Kata Pengantar..................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan
1.1.Latar belakang.............................................................................................1
1.2.Rumusan masalah........................................................................................2
1.3.Tujuan..........................................................................................................2
BAB II Landasan Teori
2.1Definisi Spina Bifida....................................................................................5
2.2Etiologi Spina Bifida....................................................................................5
2.3Manifestasi klinis Spina Bifida....................................................................6
BAB III Penangganan Fisioterapi
3.1.Penanganan dan pencegahan pada pasien dengan Spina Bifida..................11
3.1.2Intervensi Fisioterapi.................................................................................13
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan..................................................................................................20
Daftar Pustaka...................................................................................................21
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan
tugas ini. Tanpa ilmu dan kesabaran yang diberikan-Nya kami tidak bisa
menghasilkan sebuah karya tulis seperti ini. Dalam menyelesaikan karya
tulis ini, penulis juga mendapat banyak pengarahan dan dukungan dari
semua pihak yang sangat berjasa. Dengan terselesaikannya karya tulis
ini, diharapkan akan dapat bermanfaat dalam penggunaanya.
Dan penulis juga menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini
terdapat banyak kesalahan, baik dalam hal penulisan maupun isinya.
Oleh karena itu, penulis meminta maaf atas segala kesalahan tersebut.
Dan penulis juga menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca karya tulis ini. Sehingga penulis dapat menghasilkan karya
tulis yang lebih baik.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spina Bifida adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi
karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk
secara utuh. Gangguan fusi tuba neural terjadi sekitar minggu ketiga setelah
konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Banyak kelainan
kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor
lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial,
hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.
Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui. Salah satu kelainan
congenital yang sering terjadi adalah spina bifida. Angka kejadiannya adalah 3 di
antara 1000 kelahiran.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari spina bifida?
2. Bagaimana etiologi dari spina bifida?
3. Apakah manifestasi klinis dari spina bifida?
4. Bagaimana patofisiologi pada spina bifida?
5. Bagaimana penanganan pasien dari spina bifida?
6. Bagaimana intervensi pada pasien dengan spina bifida?

C. Tujuan
1. Mengidentifikasi definisi dari spina bifida
2. Mengidentifikasi etiologi spina bifida
3. Mengidentifikasi manifestasi kilinis spina bifida
4. Menguraikan patofisiologi spina bifida
5. Mengidentifikasi intervensi pasien spina bifida
BAB II
Landasan Teori

A.Definisi Spina Bifida


Spina bifida adalah defek pada penutupan columna vertebralis dengan atau
tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L, Wong,2003).
Spina bifida (sumsum tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra) yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
menutup atau gagal terbentuk secara utuh.

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arcus
posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari canalis
pada perkembangan awal dari embrio (Chairuddin Rasyad,1998). Keadaan ini
biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek
bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanyya ditemukan kegagalan fungsi
satu atau lebih dari satu arcus posterior vertebra pada daerah lumbosakral.

B.Etiologi
Penyebab spesifik dari spina bifida karena muncul akibat dari faktor genetik
(keturunan) dan kekurangan asam folat pada masa kehamilan. Masalah kekurangan
konsumsi energi protein terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia.
Konsumsi energi ibu hamil yang berada di perkotaan 41,9 persen sedangkan desa
48 persen dan konsumsi protein ibu hamil di kota dan desa tidak jauh beda yakni
49,5 persen. Hal ini menunjukkan masa rendahnya konsumsi nutrisi yang optimal
untuk ibu hamil. Namun para pakar menduga ada beberapa factor yang mungkin
menjadi pemicunya. Diantaranya adalah:

 Kekurangan asam folat. Memiliki kadar asam folat yang cukup


terutama sebelum dan selama masa kehamilan sangat penting untuk
menurunkan risiko melahirkan anak dengan spina bifida.
 Faktor keturunan. Orang tua yang pernah memiliki anak yang
mengidap spina bifida mempunyai resiko lebih tinggi untuk kembali
emiliki bayi dengan jenis kelainan yang sama.
 Jenis kelamin. Kondisi ini lebih sering dialami oleh bayi perempuan.
 Obat-obatan tertentu. Khususnya asam valproat dan carbamazepine
yang digunakan untuk epilepsy atau gangguan mental (seperti bipolar).
 Diabetes. Wanita yang mengidap diabetes memiliki resiko lebih tinggi
untuk melahirkan bayi dengan spina bifida. Kadar glikosa berlebih
dalam darah bisa mengganggu perkembangan anak.
 Obesitas. Obesitas pada masa sebelum kehamilan akan meningkatkan
resiko seorang wanita untuk memiliki bayi mengidap spina bifida.

Penyebab spina bifida tidak diketahui hingga sekarang. Tetapi ada sejumlah faktor
dikatakan dapat meningkatkan kemungkinan bayi mengalami kondisi ini.

Faktor-faktor resiko spina bifida tersebut meliputi:

 Tidak mencakup asupan asam folat yang cukup selama hamil


 Memiliki keluarga dengan riwayat spina bifida
 Mengonsumsi obat tertentu selama kehamilan
 Ibu hamil yang memiliki gula rendah tak terkontrol (diabetes)
 Berat badan berlebih sejak sebelum hamil
 Memiliki suhu badan yang meningkat di awal kehamilan

C.Manifestasi Klinis
Spina bifida memiliki beberapa jenis di bawah ini:
a) Spina bifida okulta
Merupakan suatu defek dinding posterior canalis spinalis dengan tidak
terjadinya fusi lamina pada beberapa ruas tulang belakang (sering terjadi
pada lumbal kelima atau sacrum pertama, tapi dapat terjadi pula pada
beberapa titik sepanjang kanal spinalis),sedangkan medulla spinalis dan
lapisan meningeal masih tetap terletak pada tempatnya yang normal,tidak
ada herniasi jaringan saraf dan kulit yang melapisi daerah ini masih tetap
ada.
Pada spina bifida okulta,depresi atau lekukan,sedikit
lembut,hermangiona,atau tanda lahir pada limbal bawah daerah sacrum
biasanya menyertai kecacatan. Kelainan congenital ini biasanya tidak
berbahaya,kecuali jika susunan saraf ikut terkena. Terkadang kelainan ini
tidak jelas terlihat langsung dari luar karena masih dilapisi oleh sel kulit
mati,biasanya di daerah tersebut dapat terlihat beberapa kelainan antara lain:
1. Lipomeningokel, umumnya terletak di daerah lumboskral berupa
masa subkutan yang teraba sebagai liporna. Benjolan menjalar
kebawah masa sepanjang defek vertebra,berpenetrasi terhadap
lapisan durameter dan berfungsi dengan ujung bawah medulla
spinalis.
2. Sinus atau kista dermal, pada bentuk kelainan ini ditemukan
beberapa ruas sel ekdotern yang persisten antara kulit dan medulla
spinalis sehingga terbentuk sinus yang melekat keluar atau
berbentuk suatu lekukan kulit.
3. Lesi tulang, terjadi defek lamina L4,L5, dan S1 yang disertai
dengan atau tanpa kelamin lain dan akan terlihat sebagai suatu
lekukan kulit.
4. Lesi kulit, kelainan kulit di atas defek umumnya berupa pigmentasi
atau angiona yang ditumbuhi rambut panjang. Kelainan spina bifida
okulta tidak berpengaruh terhadap fungsi organ lain, tetapi
terkadang dapat pula ditemukan adanya lesi serabut saraf, yang
akan tampak sebagai berkurangnya kekuatan otot atau gangguan
sensibilitas tungkai bawah serta adanya gangguan fungsi otot
sfingter.
b) Spina bifida kistika
Kadang disebut sebagai spina bifida aperta, merupakan kelainan yang
lebih berat karena susunan saraf dan lapisannya menonjol keluar, jadi dalam
tonjolan tersebut terdapat herniasi meningen yang dapat disertai medulla
spinalis dengan serabut sarafnya. Spina bifida kistika merupakan salah satu
kelainan congenital yang sering ditemukan pada kelainan susunan saraf.
Kelainan spina bifida kistika akan lebih memberatkan keadaan penderita
bila terdapat gangguan neurologi dan gangguan fungsi otot,khususnya pada
otot tungkai bawah. Bila lesi terdapat di daerah sacrum, maka akan
berpengaruh pula pada otot sfingter, sedangkan bila lesi terdapat di daerah
lumbosakral maka gangguan akan bertambah dengan paralisis sebagian atau
seluruh otot tungkai bawah, misalnya terdapat paraplegi tungkat bawah.
Spina bifida kistika dapat terbentuk sebagai:
 Meningokel, meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh
dan teraba sebagai suatu benjolan dari cairan dibawah kulit.
 Menonjolnya meninges
 Sumsum tulang belakang
 Cairan serebrospinal
 Mielokel, jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda
spinalis menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah.
 Penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai
bawah pada bayi baru lahir.
 Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
 Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
 Penurunan sensasi
 Inkontinensia urine, maupun inkontinensia tinja
 Korda spinalis yang terkena, rentan terhadap infeksi
(meningitis).

Tanda dan Gejala Spina Bifida


Gejala spina bifida bisa berbeda-beda pada tiap penderita. Pasalnya, jenisnya
juga beragam:
 Gejala spina bifida occulta
1. Terdapat celah di antara tulang belakang
2. Tidak terlihat dari luar
3. Tidak ada kantong berisi cairan di punggung
4. Muncul tanda lahiratau lesung pipit di punggung
5. Tumbuh rambut di punggung
6. Lemak ekstra pada punggung
 Gejala meningocele
1. Saluran tulang belakang bagian tengah dan bawah yang terbuka
2. Muncul kantong muncul di punggung karena selaput dan sumsum tulang
belakang yang terdorong keluar
3. Kelemahan atau kelumpuhan pada otot kaki
4. Kejang-kejang
5. Kaki mengalami kecacatan
6. Pinggul yang tidak rata
7. Tulang belakang melengkung seperti huruf C atau S (skoliosis)
8. Gangguan pada usus dan kandung kemih

 Gejala myelomeningocele
1. Adanya lubang kecil di punggung
2. Adanya kantong di punggung yang terlihat sejak bayi
3. Membran yang keluar dari celah di tulang belakang dan masuk ke
kantong
4. Perkembangan yang wajar pada sumsum tulang belakang

D. Patofisiologi
Patofisiologi spina bifida berhubungan dengan kegagalan plat tuba untuk
menyatu dan menutup. Oleh karena itu, perlu untuk memahami
embriogenesis dari plat neural.
 Embriogenesis
Tuba neural (neural tube) terbentuk sejak hari ke-22 pasca fertilisasi
yang terdiri dari dua tahapan, antara lain tahap neurulasi primer dan
sekunder. Pada proses neurulasi primer tuba neural menutup secara
bidireksional dari otak belakang mengarah ke tulang belakang. Pada hari
ke-24, proses neurulasi primer selesai menutup hingga lubang bumbung
(neuropore) rostral dan pada hari ke-26, lubang bumbung menutup
hingga sakral atas, tepatnya pada bagian lubang bumbung kaudal.
Neurulasi sekunder atau disebut pula sebagai tahap kanalisasi terjadi
setelah tahap primer selesai. Pada tahap ini terjadi perubahan sel
blastema mesenkim yang bersifat pluripoten menjadi sel epitel padat
berbentuk batang yang mengalami kanalisasi pada bagian dorsal. Proses
ini membentuk tuba neural sekunder di bagian sakral bawah dan
koksigeus, usus belakang (hind gut), saluran genitourinaria bawah, dan
filum terminale.
 Patogenesis
Terdapat beberapa jenis spina bifida yang berbeda tergantung waktu
atau tahap neurulasi yang mengalami gangguan. Kegagalan fusi lipatan
neural pada titik tengah dorsal dapat menyebabkan defek yang bersifat
terbuka atau mengekspos lempeng saraf (neural plate). Biasanya
penderita yang mengalami kondisi tersebut akan mengalami gangguan
fungsi neurologis yang parah. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi gangguan fungsi neurologis adalah pemeriksaan nervus
kranialis.
Gangguan pada proses neurulasi sekunder biasa terjadi apabila tuba
neural gagal terpisah dengan jaringan non neural lainnya. Hal ini
menyebabkan kelainan spina bifida yang tertutup oleh jaringan kulit atau
biasa disebut sebagai spina bifida okulta.
Penderita spina bifida kerap kali menderita gangguan fungsi
neurologis akibat proses neurodegenerasi sel saraf yang disebabkan oleh
paparan tuba neural yang terbuka dengan cairan ketuban. Paparan air
ketuban yang berkepanjangan pada sel saraf menyebabkan perdarahan
sel yang berujung pada terputusnya sambungan akson, serta kematian
sel.
BAB III
Penanganan Fisioterapi

E. Penangan dan Pencegahan Fisioterapi


Tiap pengidap spina bifida membutuhkan langkah penanganan yang
berbeda-beda. Ini tergantung pada jenis spina bifida yang dialami, tingkat
keparahan gejala, serta kondisi pasien. Langkah utama dalam menangani
spina bifida adalah dengan operasi. Langkah ini umumnya dilakukan segera
setelah sang bayi lahir, dalam waktu satu hingga dua hari.
Tujuannya adalah untuk menutup celah yang terbentuk dan menangani
hidrosefalus. Setelah operasi, pengidap spina bifida juga biasanya
membutuhkan beberapa perawatan lanjutan.Langkah ini bisa meliputi:
 Terapi untuk membantu pasien beradaptasi dengan kehidupan sehari-
hari,contohnya terapi okupasi atau terapi fisik.
 Alat bantu, misalnya tongkat atau kursi roda.
 Penanganan untuk gangguan saluran kemih dan pencernaan dengan obat-
obatan maupun operasi.

Penatalaksaan
Pembedahan mielominengokel dilakukan pada periode neonatal untuk
mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinak dan pirau CSS
pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kehamilan. Pencangkokan pada kulit
diperlukan bisa lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah
meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya
disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai system tubuh.

Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat diberikan:

 Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran


kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensifitas).
 Antikolinergi digunakan untuk meningkatkan tonus kantung kemih.
 Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usu dan pengeluaran
feces.

Pencegahan
Langkah utama untuk menghindari terjadinya spina bifida adalah mencukupi
kebutuhan asam folat, terutama ketika berencana hamil dan selama kehamilan.
Dosis asam folat yang disarankan adalah sebanyak 400 mikrogram per hari.

F. Masalah Fisioterafi
 Somatosensorik
 Muscle tone: hypotone untuk tungkai.
 Gerak: kesulitan berjalan, saat bayi anak tidak bisa merangkak,
kalau merangkak seperti merayap, bila duduk posisi kaki seperti
huruf “ w “.
 Sensasi: penurunan sensasi.
 Keseimbangan: anak tampak aneh dalam perjalanan, sering
jatuh, tersandung dan menabrak, kesulitan mengikat sepatu,
kesulitan memasang dan melepaskan kancing, melempar dan
menangkap bola, anak tampak lamban bergerak halus dan
kasar, benda yang dipegang sering jatuh.
 Postur: skoliosis, club foot.
 Kognisi
 Tidak pandai menggambar, tulisannya sangat jelek.
 Sulit mengerjakan permainan jigsaw, menggunakan permainan
yang konstruktural
 Sering di jumpai kesulitan bersekolah.
 Pada beberapa kasus bersamaan dengan gangguan
perkembangan emosional dan perilaku.

Komplikasi
 Paralisis cerebri
 Retardasi mental
 Atrofi optic
 Epilepsi
 Osteo porosis
 Fraktur (akibat penurunan massa otot)
 Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit

G.Intervensi Fisioterapi
 Pasif exercise: tujuannya untuk meningkatkan kekuatan otot dan
persendian.
 Latihan diatas bola: tujuannya untuk melatih keseimbangan dan
koordinasi, dan meningkatkan respon protektif.
 Tilting table: tujuannya untuk mengurangi spastisitas dan
meningkatkan control trunk.

 Latihan berjalan: dilakukan dengan alat bantu.

H.Alat Bantu Jalan


 Total contact orthosis
 A-frame (Toronto standing frame)

 Parapodium (Orlau swivel walker)


 Star cart

 HKAFO
 KAFO

 Floor reaction AFO


 Rollator walker

 Articulating ankle joints in S1-level lesions


 Twister cables
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arcus
posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari canalis
spinalis pada perkembangan awal dari embrio. Penyebab dari spina bifida belum
diketahui secara pasti, tetapi diduga akibat faktor genetic dan kekurangan asam
folat pada masa kehamilan. Gejala bervariasi tergantung seberapa beratnya
kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak
memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami
kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf
yang terkena.

Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk


mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS
pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit
diperlukan bila lesinya besar. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang
terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus. Kelainan ginjal dan kandung kemih
serta kelainan bentuk fisik yang menyertai spina bifida.
DAFTAR PUSTAKA

Assjari, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Bandung: UPI.

Behrmen, K. A. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.

www.alomedika.com

Anda mungkin juga menyukai