Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SPINA BIFIDA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak
yang di ampu oleh Ibu Eva Daniati, S.Kep., Ners., M.Pd.

Disusun Oleh:
Nenaz Naziah
KHGA18109
2C D3 Keperawatan

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT

T. A. 2019/2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Puji dan syukur hanya milik Allah Swt., karena atas rahmat hidayah-Nya,
penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan
kepada nabi besar Muhammad Saw., yang telah membawa umatnya dari zaman
kegelapan menuju cahaya terang benderang, kepada keluarganya, sahabatnya,
tabi’in, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak Bifida yang membahas mengenai Konsep Asuhan
Keperawatan Spina Bifida. Penulis berharap makalah ini menjadi sarana
meningkatakan wawasan bagi pembaca dan penulis. “Tak ada gading yang tak
retak”, oleh karenanya, penulis dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun, sehingga tugas ini dapat dijadikan pedoman untuk
penyusunan tugas dimasa yang akan datang.

Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
baik itu berupa materil maupun moril, semoga Allah Swt., membalas dengan yang
lebih baik lagi.

Jazakumullah khoiron katsiron.

Garut, 07 Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2

BAB II KONSEP TEORI

A. Definisi Spina Bifida.................................................................................3


B. EtilogiSpina Bifida....................................................................................4
C. Jenis-jenis Spina Bifida.............................................................................5
D. Manifestasi KlinisSpina Bifida..................................................................6
E. Patofisiologi Spina Bifida..........................................................................8
F. Komplikasi Spina Bifida...........................................................................9
G. Pemeriksaan Diagnostik............................................................................9
H. Penatalaksanaan dan Pencegahan..............................................................10

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian.................................................................................................14
B. Diagnosa Keperawatan..............................................................................17
C. Intervensi Keperwatan...............................................................................17
D. Implementasi.............................................................................................23
E. Evaluasi.....................................................................................................23

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................24
B. Saran..........................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelainan kongenital merupakan suatu kelainan pada struktur, fungsi


maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dilahirkan. Kelainan
kongenital dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan atau
keduanya. Spina bifida merupakan salah satu kasus kelainan kongenital yang
sering terjadi pada bayi yang baru lahir di Indonesia setelah ensefalus dan
anensefali. Penyakit spina bifida atau sering dikenal dengan sumbing tulang
belakang adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi pada bayi (Hockenberry
& Wilson, 2009).

Spina bifida adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra) yang
terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Wong (2009) spina
bifida merupakan penutupan salah satu kolumna vertebralis tanpa tingkatan
protusi jaringan melalui celah tulang. Penyakit ini menyerang melalui medulla
spinalis dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi
karena ada satu atau beberapa bagian dari vertebara gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi,ditambah lagi
penyebab utama dari penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas akan
menyebabkan gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis termasuk sistem
saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem
saraf manusia. Jika medulla spinalis mengalami gangguan, sistem-sistem lain
yang diatur oleh medulla spinalis pasti juga akan terpengaruh dan akan mengalami
gangguan pula.

Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui, tetapi menurut


beberapa sumber menyebutkan bahwa spina bifida muncul akibat dari faktor
genetik (keturunan) dan kekurangan asam folat pada masa kehamilan. Asam folat
berfungsi untuk metabolisme normal makanan menjadi energi, pematangan sel

1
darah merah, sintesis DNA, pertumbuhan sel dan pembentukan heme. Tubuh
memerlukannya untuk pembentukan sel baru. Apabila asupan asam folat tidak
adekuat dapat menyebabkan bayi lahir prematur atau cacat, termasuk cacat sistem
saraf (otak) atau cacat tabung saraf (Neural Tube Deffect).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Spina Bifida?
2. Bagaimana etilogi dari Spina Bifida?
3. Apa saja jenis-jenis Spina Bifida?
4. Bagaimana manifestasi klinis padaSpina Bifida?
5. Bagaimana patofisiologi pada Spina Bifida?
6. Apa saja komplikasi dari Spina Bifida?
7. Apasaja pemeriksaan diagnostikpada Spina Bifida?
8. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan pada Spina Bifida?
9. Bagaimana asuhan keperawatan padaSpina Bifida?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Spina Bifida
2. Untuk mengetahui etilogi Spina Bifida
3. Untuk mengetahui jenis-jenis Spina Bifida
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada Spina Bifida
5. Untuk mengetahui patofisiologi Spina Bifida
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Spina Bifida
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostikpada Spina Bifida
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan pencegahan pada Spina Bifida
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Spina Bifida

2
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi Spina Bifida

Spina bifida adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra) yang
terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh (Smeltzer & Bare, 2002). Spina bifida merupakan jenis
kelainan pada tulang belakang (spinal cord) yang ditandaidengan adanya
terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang yang disebabkan oleh tidka
tertutupnya kembali ruas tulang belakang selama proses perkembangan terjadi,
akibatnya fungsi jaringan syarar terganggu, dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan.

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen syaraf dari kanalis
spinalis pada perkembangan awal embrio (Chairuddin rasjad, 1998). Keadaan ini
biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokasi defek
bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi
satu atau lebih daari satu arkus paskaerior vertebra pada daerah lumbo sacral.
Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal menutupnya columna vertebralis
pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan
dan gangguan fusi tuba neural.Gangguan fusi tuba neural terjadi beberapa minggu
(21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya
belum diketahui dengan jelas.

Spina bifida merupakan penutupan salah satu kolumna vertebralis tanpa


tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang. Penyakit ini menyerang melalui
medulla spinalis dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini
terjadi karena ada satu atau beberapa bagian dari vertebara gagal menutup atau
gagal terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat pada
bayi,ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini masih belum jelas. Hal ini

3
jelas akan menyebabkan gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis
termasuk sistem saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting
dalam sistem saraf manusia (Wong, 2009).

B. Etiologi Spina Bifida

Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui, tetapi menurut


beberapa sumber menyebutkan bahwa spina bifida muncul akibat dari faktor
genetik (keturunan) dan kekurangan asam folat pada masa kehamilan. Namun
para pakar menduga ada beberapa faktor yang mungkin menjadi pemicunya. Di
antaranya adalah:

1. Kekurangan asam folat.


Memiliki kadar asam folat yang cukup terutama sebelum dan selama masa
kehamilan sangat penting untuk menurunkan risiko melahirkan anak
dengan spina bifida. Ini merupakan faktor pemicu yang paling signifikan
dalam spina bifida serta jenis cacat tabung saraf lain.
2. Faktor keturunan.
Orang tua yang pernah memiliki anak yang mengidap spina bifida
mempunyai risiko lebih tinggi untuk kembali memiliki bayi dengan jenis
kelainan yang sama.
3. Jenis kelamin.
Kondisi ini lebih sering dialami oleh bayi perempuan.
4. Obat-obatan tertentu.
Khususnya asam valproat dan carbamazepine yang digunakan untuk
epilepsi atau gangguan mental (seperti bipolar).
5. Diabetes.
Wanita yang mengidap diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk
melahirkan bayi dengan spina bifida.Kadar glukosa berlebih dalam darah
bisa mengganggu perkembangan anak.
6. Obesitas.

4
Obesitas pada masa sebelum kehamilan akan meningkatkan risiko seorang
wanita untuk memiliki bayi yang mengidap spina bifida.

penyebab spina bifida adalah gabungan masalah genetika dan faktor


lingkungan. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih besar
bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida. Demam tinggi selama
kehamilan dapat meningkatkan kemungkinan seorang wanita memiliki bayi
dengan spina bifida. Wanita dengan epilepsi yang telah mengambil obat asam
valproic untuk mengontrol kejang mungkin memiliki peningkatan risiko memiliki
bayi dengan spina bifida.

C. Jenis-jenis Spina Bifida

Spina bifida dapat dibagi dalam tiga kelompok, berdasakan lokasi serta
ukuran celah yang terbentuk. Ketiga jenis spina bifida tersebut meliputi:

1. Spina bifida okulta.


Jenis ini termasuk spina bifida yang paling ringan dan umum
karena hanya mengakibatkan terbentuknya celah kecil di antara ruas tulang
punggung.Spina bifida okulta merupakan cacat arkus vertebra dengan
kegagalan fusi pascaerior lamina vertebralis dan seringkali tanpa prosesus
spinosus, anomali ini paling sering pada daerah antara L5-S1, tetapi dapat
melibatkan bagian kolumna vertebralis, dapat juga terjadi anomali korpus
vertebra misalnya hemi vertebra Spina bifida okulta umumnya tidak
memengaruhi saraf sehingga pengidapnya cenderung mengalami gejala
ringan atau bahkan tanpa gejala. Jenis ini juga tidak disebabkan kelainan
syaraf sebab spinal cord tidak mengalami penonjolan. Satu atau lebih ruas
tulang belakang terbuka (tidak terbentuk), dan kulit di atas ruas tulang
tersebut tidak mengalami kelainan.
2. Meningocele.
Pada jenis ini, pembukaan yang terbentuk berukuran cukup besar
sehingga ada membran pelindung saraf tulang belakang mencuat keluar

5
dari celah di beberapa ruas tulang punggung dan membentuk kantung.Isi
dari kantung adalah cairan tulang belakang dan membran pelindung, tanpa
ada saraf tulang belakang.Meningosel merupakan jenis spina bifida yang
paling jarang terjadi. Meningocele merupakan bentuk spina bifida yang
ditandai dengan penonjolan punggung pada bagian tulang belakang yang
terkena tumor. Benjolan tulang ruas ini berisi cairan spinal (liquor cerebro
spinal) dan tidak merusak jaringan syaraf, sehingga tidak menyebabkan
kelumpuhan pada mereka yang terkena penyakit ini.
3. Myelomeningocele. 
Merupakan jenis spina bifida yang paling serius. Pada jenis ini,
kantung yang terbentuk berisi cairan tulang belakang, membran pelindung,
dan saraf tulang belakang.Pada mieloskisis, kasus spina bifida terberat,
kantung ini tidak memiliki kulit.Akibatnya, bayi lebih rentan untuk
mengalami infeksi yang bisa mengancam jiwa. Jenis kelainannya terberat
jika dibandingkan dengan spina bifida jenis lain. Benjolan pada bagian
ruas tulang belakang berisi jaringan-jaringan syaraf sehingga
menimbulkan kerusakan syaraf. Sering penderita ini mengalami
kelumpuhan pada kaki, organ saluran kencing, meras nyeri, dan ada juga
yang menderita hydrocephalus.Bentuk yang lebih parah dari spina bifida
disebut meningocele.Dalam kasus ini, tulang belakang mendorong kulit,
ditandai dengan suatu tonjolan, dan terkadang cairan dapat saja keluar dari
daerah ini.Bentuk yang paling parah, dikenal dengan myelomeningocele,
yaitu ketika saraf tulang belakang rusak atau didorong keluar melalui
saluran tulang belakang yang menyebabkan kulit terbuka dan saraf pun
terlihat.Terkadang anak-anak dengan kelainan ini juga memiliki masalah
pada otak yang menghalangi mereka hidup secara normal.
D. Manifestasi Klinis

Gejala pada spina bifida bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan


pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala
ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada

6
daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Gejala secara umum berupa:

1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada


bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
2. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
3. Penurunan sensasi.
4. Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja
5. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
6. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
7. Lekukan pada daerah sakrum.
8. Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas
upper spine (arnold chiari malformation) yang menyebabkan masalah
koordinasi
9. Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans
kekuatan otot dan fungsi
10. Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk
merelakskan secara volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine
pada bladder dan feses pada rectum.
11. Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat
normal bila hirosefalus di terapi dengan cepat.
12. Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami
tethered spinal cord. Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan
tidak dapat bergerak naik atau turun secara normal. Keadaan ini
menyebabkan deformitas kaki, dislokasi hip atau skoliosis. Masalah
ini akan bertambah buruk seiring pertumbuhan anak dan tethered cord
akan terus teregang.
13. Obesitas oleh karena inaktivitas
14. Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena
kelemahan atau penyakit pada tulang.
15. Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue

7
16. Learning disorder
17. Masalah psikologis, sosial dan seksual
18. Alergi karet alami (latex)

Gejala Secara khusus berdasarkan tipe :

1. Spina bifida okulta (tersembunyi)


Merupakan spina bifida yang paling ringan, hanya ditandai oleh
bintik, tanda lahir merah anggur, atau ditumbuhi rambut Satu atau
beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis
dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2. Meningokel
Meningen menonjol melalui medula spinalis, membentuk
kantung yang dipenuhi dengan CSF. Anak tidak mengalami paralise
dan mampu untuk mengembangkan kontrol kandung kemih dan usus.
Terdapat kemungkinan terjadinya infeksi bila kantung tersebut robek
dan kelainan ini adalah masalah kosmetik sehingga harus dioperasi
3. Mielomeningokel
Jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis
menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Gejalanya
berupa:
a) Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah
pada bayi baru lahir.
b) Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.
c) Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
d) Penurunan sensasi.
e) Inkontinensia urin maupun inkontinensia tinja.
f) Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis)
E. Patofisiologi

Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan, penyebabnya karena


tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah

8
menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali. Prosesnya bermula
ketika perkembangan awal dari embrio mengalami kelainan kongenital dimana hal
ini akan mempengaruhi kegagalan penutupan elemen syaraf dari kanalis spinalis
sehingga terjadi defek pada arkus pascaerior tulang belakang dan terjadi
kegagalan fungsi arkus pascaerior vertebra pada daerah lumbosakral maka
terjadilah penyakit yang dinamakan spina bifida. Spina bifida sendiri ada tiga
jenis yaitu oculta, meningokel dan aperta (myelomeningokel). Pada tipe okulta
dan meningokel akan terjadi paralisis spastik dan peningkatan TIK yang akan
beresiko pada herniasi dan defisit neurologis. Pada myelomeningokel justru lebih
parah lagi dimana terlibatnya struktur syaraf dalam spina bifida tersebut yang juga
dapat menyebabkan defisit neurologis. Kesemuanya dapat menyebabkan paralisa
visera, motorik dan sensorik yang pada akhirnya akan berakibat pada hambatan
mobilitas fisik.

F. Komplikasi

Terjadi pada salahsatu syaraf yang terkena dengan menimbulkan suatu


kerusakan pada syaraf spinal cord, dengan itu dapat menimbulkan suatu
komplikasi tergantung pada syaraf yang rusak. Komplikasi spina bifida
diantaranya:

1. Hodrosefalus
2. Kelumpuhan
3. Kerusakan ginjal
4. Sulit mengendalikan defekasi
5. Kekakuan sendi
6. Infeksi
G. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.Pada
trimester pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut Triple
Scree.Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down dan
kelainan bawaan lainnya. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida

9
akan memiliki kadar serum alfa feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka
positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasinya adalah positif maka perlu
dilakukan tes selanjutnya untuk memperkuat diagnostic.Dilakukan USG yang
biasanya dapat menentukan spina bifida.Kadang dilakukan analisa air ketuban
(amniosintesis).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda
spinalis maupun vertebra.
3. CT-Scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk
menentukan lokasi dan luasnya kelainan.
H. Penatalaksanaan dan Pencegahan
1. Penatalaksanaan dengan terapi
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan
koordinasi tim yang terdiri dari spesialis anak, saraf, bedah saraf,
rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim terapi fisik,
ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-
lain.
a. Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder
dimulai saat periode neonatalsampai sepanjang hidup. Tujuan
utamanya adalah :
1) Mengontrol inkontensia
2) Mencegah dan mengontrol infeksi
3) Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin >
20 cc dan kebanyakan anak umur 5 - 6 tahun dapat melakukan
clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila
terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur
bedah dapat dipertimbangkan.Untuk mencegah refluk dapat

10
dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation, atau
suprapubic vesicostomy.
b. Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine
dengan koreksi yang terbaik dan mencapai anatomi alignment
yang baik pada sendi ekstremitas bawah.Dislokasi hip dan
pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis
paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body
jacket atau Milwaukee brace.Fusi spinal dan fiksasi internal
juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang
belakang.Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi
dengan kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor
menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik,
dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness
digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus,
flexor tenodesis atau transfer dan plantar fasciotomi untuk
deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar fusion,
epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila
operasi pada jaringan lunak tidak memberikan hasil yang
memuaskan.
c. Rehabilitasi MedikSistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi
baru lahir dilakukan seterusnya untuk mencegah deformitas
muskuloskeletal.Latihan penguatan dilakukan pada otot yang
lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon
transfer.
d. Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan
memperhatikan tingkat dari defisit neurologis.

11
e. Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur
12–18 bulan. Spinal brace diberikan pada kasus-kasus dengan
skoliosis.Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric
Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila
hip dapat fleksi dengan aktif.HKAFO digunakan untuk
mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan aligment
lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke
posisi berdiri tegak.Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat
tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan
melakukan ambulasi.
f. Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses
lebih lunak dan berbentuk sehingga mudah
dikeluarkan.Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah
makan dengan menggunakan reflek gastrokolik.Crede manuver
dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan
mengeluarkan dan mengosongkan feses.Stimulasi digital atau
supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi
rektal sigmoid.Fekal softener digunakan bila stimulasi digital
tidak berhasil.
2. Penatalaksanaan medis:
a. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan
untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih
serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
b. Terapi fisik.
Kegunaan dari terapi fisik ini adalah :
1) Dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk
memperkuat fungsi otot.
2) Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran
kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik.

12
3) Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa
dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih.
4) Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa
membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
5) Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka
tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang)
maupun terapi fisik
6) Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya
gangguan fungsi yang terjadi
7) Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus
akan menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara
spontan
3. Pencegahan
Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan
mengkonsumsi asam folat.Kekurangan asam folat pada seorang wanita
harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini
terjadi sangat dini.Kepada wanita yang berencana untuk hamil
dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 400
mcg/hari.Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.

13
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi: Nama,jenis kelamin,umur, alamat, nama ayah, nama ibu,
pekerjaan ayah, pekerjaan ibu.
2. Keluhan utama
Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru
dilahirkan.
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit terdahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung asam folat misalnya sayuran, buah-buahan
(jeruk,alpukat), susu, daging, dan hati.
b. Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1(Breathing): normal
b. B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue
c. B3 (Brain) :
1) Peningkatan lingkar kepala
2) Adanya myelomeningocele sejak lahir
3) Pusing
d. B4 (Bladder): Inkontinensia urin
e. B5 (Bowel)   : Inkontinensia feses
f. B6 (Bone)  : Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas
bagian bawah

3. Klasifikasi Data
Data Subyektif Data Obyektif

14
1. Orang tua klien mengungkapkan 1. Enuresis
cemas 2. Diurnal
3. Nokturnal
2. Orang tua klien mengeluh anaknya
4. Orang tua klien meminta
terus berkemih dalam jumlah besar
informasi tentang tindakan yang
dilakukan
5. Orang tua klien sering
bertanya tentang penyakit
anaknya
6. Orang tua tampak gelisah
7. Klien tidak dapat
mengerakkan kakinya
8. Tampak penonjolan seperti
kantung di punggung tengah
klien

4. Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem

1 DS:Orang tua klien Penonjolan dari korda Inkontinensia


mengeluh anaknya spinalis dan akar saraf Urin
terus berkemih
Penurunan/gangguan
dalam jumlah
fungsi pada bagian tubuh
besar
yang dipersarafi
DO : a. Enuresis
Ketidakmampuan
b. Diurnal mengontrol pola berkemih
c. Nokturnal
Inkontinensia Urin

2 DS: klien mengeluh Penurunan/gangguan Kurang

15
cemas fungsi pada bagian tubuh Pengetahuan
yang dipersarafi
DO : a. Orang tua klien
meminta Orangtua cemas
informasitentang
Kurang terpajan informasi
tindakan yang
dilakukan Kurang Pengetahuan

b. Orang tua klien


sering bertanya
tentang penyakit
anaknya
c. Orang tua
tampak gelisah
3 DS : - Penurunan/gangguan Resiko
fungsi pada bagian tubuh Kerusakan
DO : -
yang dipersarafi Integritas
Kulit
Kelumpuhan/kelemahan
pada ekstremitas bawah

Immobilisasi

Resiko Kerusakan
Integritas Kulit
4. DS: - Spinal malformation Risiko tinggi
infeksi
DO: - luka operasi dan shunt

Risiko tinggi infeksi


5 DS: - Kebutuhan positioning Gangguan
dan perpisahan pertumbuhan
DO: -
defisitstimulasi dan
perkembangan

16
Gangguan pertumbuhan
dan perkembangan
6 DS: - Lesi spinal Risiko tinggi
trauma
DO: - Positioning yang salah

Risiko tinggi trauma


7 DS: - Peningkatan intra kranial Resiko tinggi
(TIK) cedera
DO: -
Resiko tinggi cedera

B. Diagnosa Keperawatan
1. Inkontinensia urin berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol
keinginan berkemih.
2. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan
penanganan penyakit anaknya berhubungan dengan kurang terpajan
informasi.
3. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasi.
4. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation, luka
operasi dan shunt
6. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
7. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial
(TIK)
C. Intervensi Keperawatan
1. Inkontinensia urin berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol
keinginan berkemih

Tujuan: Inkontinensia urin dapat berkurang/teratasi

17
Kriteria Hasil:

a. Enuresis, diurnal dan nokturnal berkurang/tidak ada

b. Klien berkemih dalam jumlah dan frekuensi yang normal


Intervensi:

a. Kaji pola berkemih dan tingkat inkontinensia klien

Rasional : Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya

b. Berikan perawatan pada kulit klien yang basah karena urin


(dilap dengan air hangat kemudian dilap kering dan diberi
bedak)

Rasional : Perawatan yang baik dapat mencegah iritasi pada


kulit klien

c. Anjurkan ibu klien untuk sering memeriksa popok klien, jika


basah segera diganti

Rasional :Popok yang selalu basah dapat menimbulkan iritasi


dan lecet pada kulit

d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat (misalnya:


Antikolinergik)

Rasional:Obat antikolinergik diperlukan untuk


menghilangkan kontraksi kandung kemih tak terhambat.

2. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan


penanganan penyakit anaknya berhubungan dengan kurang terpajan
informasi.
Tujuan: Orang tua klien dapat memahami proses penyakit dan
prosedur penanganan penyakit anaknya

Kriteria Hasil :

18
a. Orang tua klien tampak tenang

b. Orang tua klien dapat menjelaskan proses penyakit dan


prosedur penanganan penyakit anaknya
Intervensi:

a. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses


penyakit dan penanganan penyakit anaknya

Rasional : Sebagai data dasar dalam emnentukan intervensi


selanjutnya

b. Berikan kesempatan kepada orang tua klien untuk bertanya

Rasional :Memberikan jalan untuk


mengekspresikanperasaannya dan mengetahui pemahaman
orang tua klien tentang penyakit anaknya

c. Jelaskan dengan baik kepada orang tua tentang proses


penyakit dan prosedur penanganannya

Rasional :Menigkatkan pemahaman orang tua klien tentang


penyakitnya anaknya

d. Berikan dukungan positif kepada orang tua klien

Rasional :Dukungan yang positif dapat memberikan semangat


kepada orang tua untuk menerima penyakit anaknya dan
membantu proses perawatan.

3. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


immobilisasi
Tujuan: Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria Hasil :
a. Kulit tampak halus dan lembut
b. Tidak ada iritasi/lecet, dekubitus

19
Intervensi:

a. Kaji tingkat keterbatasan gerak (immobilisasi) klien


Rasional :Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya
b. Rubah posisi klien setiap dua jam
Rasional :Penekanan yang lama pada salah satu bagian tubuh
dapat menyebabkan terjadinya dekubitus
c. Jaga pakaian dan linen tetap kering
Rasional :Pakaian dan linen yang basah dapat mengiritasi kulit
d. Ajarkan pada orang tua klien untuk memassage daerah yang
tertekan, gunakan lotion
e. Rasional :Memperlancar peredaran darah, meningkatkan
relaksasi dan mencegah iritasi
4. Risiko tinggi infeksi b.d spinal malformation, luka operasi dan shunt.
Tujuan :
a. Anak bebas dari infeksi
b. Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasil :
a. Suhu dan TTV normal
b. Luka operasi, insisi bersih
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital. Observasi tanda infeksi : perubahan
suhu, warna kulit, malas minum , irritability, perubahan warna
pada myelomeingocele.
Rasional : Untuk melihat tanda-tanda terjadinya resiko infeksi

b. Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel


dari cembung dan palpasi sutura cranial

Rasional: Untuk melihat dan mencegah terjadinya TIK dan


hidrosepalus
c. Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus

20
Rasional: Untuk mencegah terjadinya luka infeksi pada kepala
(dekubitus)
d. Observasi tanda-tanda infeksi dan obstruksi jika terpasang
shunt, lakukan perawatan luka pada shunt dan upayakan agar
shunt tidak tertekan
Rasional: Menghindari terjadinya luka infeksi dan trauma
terhadap pemasangan shunt.
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Tujuan : Anak mendapat stimulasi perkembangan
Kriteria hasil :
a. Bayi/anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan
b. Bayi/anak tidak menangis berlebihan
c. Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat
untuk bayi/anaknya
Intervensi:
a. Ajarkan orangtua cara merawat bayinya dengan memberikan
terapi pemijatan bayi
Rasional: Agar orangtua dapat mandiri dan menerima segala
sesuatu yang sudah terjadi
b. Posisikan bayi prone atau miring kesalahasatu sisi
Rasional: Untuk mencegah terjadinya luka infeksi dan tekanan
terhadap luka
c. Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat melakukan perawatan
kulit
Rasional: Untuk mencegah terjadinya luka memar dan infeksi
yang melebar disekitar luka

6. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal

21
Tujuan : Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi
spinal
Kriteria Hasil:
a. Kantung meningeal tetap utuh
b. Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervensi :
a. Rawat bayi dengan cermat
Rasional: Untuk mencegah kerusakan pada kantung meningeal
atau sisi pembedahan
b. Tempatkan bayi pada posisi  telungkup atau miring
Rasional:Untuk meminimalkan tegangan pada kantong
meningeal atau sisi pembedahan
c. Gunakan alat pelindung di sekitar kantung ( mis : slimut
plastik bedah)
Rasional: Untuk memberi lapisan pelindung agar tidak terjadi
iritasi serta infeksi
d. Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (mis : memberi makan,
member kenyamanan)
Rasional: Mencegah terjadinya trauma
7. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial
(TIK)
Tujuan:pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intra kranial
Kriteria Hasil:   anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK
Intervensi:
a. Observasi dengan cermat adanya tanda-tanda peningkatan TIK
Rasional: Untuk mencegah keterlambatan tindakan

b. Lakukan pengkajian Neurologis dasar pada praoperasi


Rasional: Sebagai pedoman untuk pengkajian pascaoperasi .
c. Hindari sedasi
Rasional: Karena tingat kesadaran adalah pirau penting dari
peningkatan TIK

22
d. Ajari keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK dan kapan
harus memberitahu
Rasional: Praktisi kesehatan untuk mencegah keterlambatan
tindakan.
D. Implementasi

Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan yang terkait


dengan pelaksanaan perencanaan yang telah dibuat dan mengacu pada rencana
keperawatan yang telah dibuat. (Siti Maryam, at all : 2007). Ada beberapa prinsip
yang dapat dilakukan pada tahap implementasi dalam proses keperawatan anak,
yaitu :

1. Jangan menawarkan pilihan apakah bersedia dilakukan tindakan atau


tidak Beri kesempatan pada anak untuk memilih tempat dilakukannya
tindakan
2. Jangan membohongi anak bahwa rindakan yang diberikan tidak
menimbulkan rasa sakit
3. Jelaskan tindakan secara singkat dan sederhana
4. Perkenankan anak untu mengeluh atau menangis jika terasa sakit
5. Jangan berbisik kepada perawat lain atau keluarga di depan anak
6. Berpikir positif
7. Waktu tindakan sesingkat mungkin
8. Libatkan keluarga
E. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan diarahkan untuk
menentukan respons klien terhadap intervensi keperawatan serta sebatas mana
tujuan / criteria hasil sudah tercapai. (Siti Maryam, at all : 2007). Pada tahap ini
perawat menilai sejauh mana perkembangan yang telah dicapai klien apakah
sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau tidak.

BAB IV

23
PENUTUP

A. Kesimpulan

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis
spinalis pada perkembangan awal dari embrio. Penyebab dari spina bifida belum
diketahui secara pasti,tetapi diduga akibat faktor genetik dan kekurangan asam
folat pada masa kehamilan. Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya
kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena.Beberapa anak
memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami
kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun nakar saraf
yang terkena.Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonetal
untuk mencegah ruptur.Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau
CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran.Pencangkokan pada
kulit diperlukan bila lesinya besar.Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang
yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus. Kelainan ginjal dan kandung
kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.

B. Saran

Pada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi


asam folat sebanyak 400 mcg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil
adalah 1 mg/hari. Untuk pencegahan dini penyakit spina bifida.Deteksi dini dan
pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu yang telah
melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi
semua wanita hamil.

24
DAFTAR PUSTAKA

Rahayu, kim. https://www.academia.edu/22866510/ASKEP_SPINABIFIDA


(diakes pada tanggal 05 Mei 2020)

Risa, Enung Febrianti. https://www.academia.edu/39983038/Spina_Bifida


(diakses pada tanggal 05 Mei 2020)

Musthapa, Sabdi. 2015. https://id.scribd.com/document/256345583/Askep-spina-


bifida-doc (diakses pada tanggal 06 Mei 2020)

Rahayu, Novi. 2013. https://id.scribd.com/document/165467573/Askep-Spina-


Bifida (diakses pada tanggal 06 Mei 2020)

iii

Anda mungkin juga menyukai