Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak
yang di ampu oleh Ibu Eva Daniati, S.Kep., Ners., M.Pd.
Disusun Oleh:
Nenaz Naziah
KHGA18109
2C D3 Keperawatan
T. A. 2019/2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Puji dan syukur hanya milik Allah Swt., karena atas rahmat hidayah-Nya,
penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan
kepada nabi besar Muhammad Saw., yang telah membawa umatnya dari zaman
kegelapan menuju cahaya terang benderang, kepada keluarganya, sahabatnya,
tabi’in, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak Bifida yang membahas mengenai Konsep Asuhan
Keperawatan Spina Bifida. Penulis berharap makalah ini menjadi sarana
meningkatakan wawasan bagi pembaca dan penulis. “Tak ada gading yang tak
retak”, oleh karenanya, penulis dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun, sehingga tugas ini dapat dijadikan pedoman untuk
penyusunan tugas dimasa yang akan datang.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
baik itu berupa materil maupun moril, semoga Allah Swt., membalas dengan yang
lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
A. Pengkajian.................................................................................................14
B. Diagnosa Keperawatan..............................................................................17
C. Intervensi Keperwatan...............................................................................17
D. Implementasi.............................................................................................23
E. Evaluasi.....................................................................................................23
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................24
B. Saran..........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spina bifida adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra) yang
terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Wong (2009) spina
bifida merupakan penutupan salah satu kolumna vertebralis tanpa tingkatan
protusi jaringan melalui celah tulang. Penyakit ini menyerang melalui medulla
spinalis dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi
karena ada satu atau beberapa bagian dari vertebara gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi,ditambah lagi
penyebab utama dari penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas akan
menyebabkan gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis termasuk sistem
saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem
saraf manusia. Jika medulla spinalis mengalami gangguan, sistem-sistem lain
yang diatur oleh medulla spinalis pasti juga akan terpengaruh dan akan mengalami
gangguan pula.
1
darah merah, sintesis DNA, pertumbuhan sel dan pembentukan heme. Tubuh
memerlukannya untuk pembentukan sel baru. Apabila asupan asam folat tidak
adekuat dapat menyebabkan bayi lahir prematur atau cacat, termasuk cacat sistem
saraf (otak) atau cacat tabung saraf (Neural Tube Deffect).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Spina Bifida?
2. Bagaimana etilogi dari Spina Bifida?
3. Apa saja jenis-jenis Spina Bifida?
4. Bagaimana manifestasi klinis padaSpina Bifida?
5. Bagaimana patofisiologi pada Spina Bifida?
6. Apa saja komplikasi dari Spina Bifida?
7. Apasaja pemeriksaan diagnostikpada Spina Bifida?
8. Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan pada Spina Bifida?
9. Bagaimana asuhan keperawatan padaSpina Bifida?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Spina Bifida
2. Untuk mengetahui etilogi Spina Bifida
3. Untuk mengetahui jenis-jenis Spina Bifida
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada Spina Bifida
5. Untuk mengetahui patofisiologi Spina Bifida
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Spina Bifida
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostikpada Spina Bifida
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan pencegahan pada Spina Bifida
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Spina Bifida
2
BAB II
KONSEP TEORI
Spina bifida adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra) yang
terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh (Smeltzer & Bare, 2002). Spina bifida merupakan jenis
kelainan pada tulang belakang (spinal cord) yang ditandaidengan adanya
terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang yang disebabkan oleh tidka
tertutupnya kembali ruas tulang belakang selama proses perkembangan terjadi,
akibatnya fungsi jaringan syarar terganggu, dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan.
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen syaraf dari kanalis
spinalis pada perkembangan awal embrio (Chairuddin rasjad, 1998). Keadaan ini
biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokasi defek
bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi
satu atau lebih daari satu arkus paskaerior vertebra pada daerah lumbo sacral.
Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal menutupnya columna vertebralis
pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan
dan gangguan fusi tuba neural.Gangguan fusi tuba neural terjadi beberapa minggu
(21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya
belum diketahui dengan jelas.
3
jelas akan menyebabkan gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis
termasuk sistem saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting
dalam sistem saraf manusia (Wong, 2009).
4
Obesitas pada masa sebelum kehamilan akan meningkatkan risiko seorang
wanita untuk memiliki bayi yang mengidap spina bifida.
Spina bifida dapat dibagi dalam tiga kelompok, berdasakan lokasi serta
ukuran celah yang terbentuk. Ketiga jenis spina bifida tersebut meliputi:
5
dari celah di beberapa ruas tulang punggung dan membentuk kantung.Isi
dari kantung adalah cairan tulang belakang dan membran pelindung, tanpa
ada saraf tulang belakang.Meningosel merupakan jenis spina bifida yang
paling jarang terjadi. Meningocele merupakan bentuk spina bifida yang
ditandai dengan penonjolan punggung pada bagian tulang belakang yang
terkena tumor. Benjolan tulang ruas ini berisi cairan spinal (liquor cerebro
spinal) dan tidak merusak jaringan syaraf, sehingga tidak menyebabkan
kelumpuhan pada mereka yang terkena penyakit ini.
3. Myelomeningocele.
Merupakan jenis spina bifida yang paling serius. Pada jenis ini,
kantung yang terbentuk berisi cairan tulang belakang, membran pelindung,
dan saraf tulang belakang.Pada mieloskisis, kasus spina bifida terberat,
kantung ini tidak memiliki kulit.Akibatnya, bayi lebih rentan untuk
mengalami infeksi yang bisa mengancam jiwa. Jenis kelainannya terberat
jika dibandingkan dengan spina bifida jenis lain. Benjolan pada bagian
ruas tulang belakang berisi jaringan-jaringan syaraf sehingga
menimbulkan kerusakan syaraf. Sering penderita ini mengalami
kelumpuhan pada kaki, organ saluran kencing, meras nyeri, dan ada juga
yang menderita hydrocephalus.Bentuk yang lebih parah dari spina bifida
disebut meningocele.Dalam kasus ini, tulang belakang mendorong kulit,
ditandai dengan suatu tonjolan, dan terkadang cairan dapat saja keluar dari
daerah ini.Bentuk yang paling parah, dikenal dengan myelomeningocele,
yaitu ketika saraf tulang belakang rusak atau didorong keluar melalui
saluran tulang belakang yang menyebabkan kulit terbuka dan saraf pun
terlihat.Terkadang anak-anak dengan kelainan ini juga memiliki masalah
pada otak yang menghalangi mereka hidup secara normal.
D. Manifestasi Klinis
6
daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Gejala secara umum berupa:
7
16. Learning disorder
17. Masalah psikologis, sosial dan seksual
18. Alergi karet alami (latex)
8
menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali. Prosesnya bermula
ketika perkembangan awal dari embrio mengalami kelainan kongenital dimana hal
ini akan mempengaruhi kegagalan penutupan elemen syaraf dari kanalis spinalis
sehingga terjadi defek pada arkus pascaerior tulang belakang dan terjadi
kegagalan fungsi arkus pascaerior vertebra pada daerah lumbosakral maka
terjadilah penyakit yang dinamakan spina bifida. Spina bifida sendiri ada tiga
jenis yaitu oculta, meningokel dan aperta (myelomeningokel). Pada tipe okulta
dan meningokel akan terjadi paralisis spastik dan peningkatan TIK yang akan
beresiko pada herniasi dan defisit neurologis. Pada myelomeningokel justru lebih
parah lagi dimana terlibatnya struktur syaraf dalam spina bifida tersebut yang juga
dapat menyebabkan defisit neurologis. Kesemuanya dapat menyebabkan paralisa
visera, motorik dan sensorik yang pada akhirnya akan berakibat pada hambatan
mobilitas fisik.
F. Komplikasi
1. Hodrosefalus
2. Kelumpuhan
3. Kerusakan ginjal
4. Sulit mengendalikan defekasi
5. Kekakuan sendi
6. Infeksi
G. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.Pada
trimester pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut Triple
Scree.Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down dan
kelainan bawaan lainnya. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida
9
akan memiliki kadar serum alfa feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka
positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasinya adalah positif maka perlu
dilakukan tes selanjutnya untuk memperkuat diagnostic.Dilakukan USG yang
biasanya dapat menentukan spina bifida.Kadang dilakukan analisa air ketuban
(amniosintesis).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda
spinalis maupun vertebra.
3. CT-Scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk
menentukan lokasi dan luasnya kelainan.
H. Penatalaksanaan dan Pencegahan
1. Penatalaksanaan dengan terapi
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan
koordinasi tim yang terdiri dari spesialis anak, saraf, bedah saraf,
rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim terapi fisik,
ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-
lain.
a. Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder
dimulai saat periode neonatalsampai sepanjang hidup. Tujuan
utamanya adalah :
1) Mengontrol inkontensia
2) Mencegah dan mengontrol infeksi
3) Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin >
20 cc dan kebanyakan anak umur 5 - 6 tahun dapat melakukan
clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila
terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur
bedah dapat dipertimbangkan.Untuk mencegah refluk dapat
10
dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation, atau
suprapubic vesicostomy.
b. Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine
dengan koreksi yang terbaik dan mencapai anatomi alignment
yang baik pada sendi ekstremitas bawah.Dislokasi hip dan
pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis
paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body
jacket atau Milwaukee brace.Fusi spinal dan fiksasi internal
juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang
belakang.Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi
dengan kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor
menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik,
dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness
digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus,
flexor tenodesis atau transfer dan plantar fasciotomi untuk
deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar fusion,
epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila
operasi pada jaringan lunak tidak memberikan hasil yang
memuaskan.
c. Rehabilitasi MedikSistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi
baru lahir dilakukan seterusnya untuk mencegah deformitas
muskuloskeletal.Latihan penguatan dilakukan pada otot yang
lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon
transfer.
d. Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan
memperhatikan tingkat dari defisit neurologis.
11
e. Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur
12–18 bulan. Spinal brace diberikan pada kasus-kasus dengan
skoliosis.Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric
Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila
hip dapat fleksi dengan aktif.HKAFO digunakan untuk
mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan aligment
lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke
posisi berdiri tegak.Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat
tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan
melakukan ambulasi.
f. Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses
lebih lunak dan berbentuk sehingga mudah
dikeluarkan.Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah
makan dengan menggunakan reflek gastrokolik.Crede manuver
dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan
mengeluarkan dan mengosongkan feses.Stimulasi digital atau
supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi
rektal sigmoid.Fekal softener digunakan bila stimulasi digital
tidak berhasil.
2. Penatalaksanaan medis:
a. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan
untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih
serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
b. Terapi fisik.
Kegunaan dari terapi fisik ini adalah :
1) Dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk
memperkuat fungsi otot.
2) Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran
kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik.
12
3) Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa
dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih.
4) Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa
membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
5) Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka
tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang)
maupun terapi fisik
6) Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya
gangguan fungsi yang terjadi
7) Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus
akan menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara
spontan
3. Pencegahan
Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan
mengkonsumsi asam folat.Kekurangan asam folat pada seorang wanita
harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini
terjadi sangat dini.Kepada wanita yang berencana untuk hamil
dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 400
mcg/hari.Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
13
BAB III
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi: Nama,jenis kelamin,umur, alamat, nama ayah, nama ibu,
pekerjaan ayah, pekerjaan ibu.
2. Keluhan utama
Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru
dilahirkan.
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit terdahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung asam folat misalnya sayuran, buah-buahan
(jeruk,alpukat), susu, daging, dan hati.
b. Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1(Breathing): normal
b. B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue
c. B3 (Brain) :
1) Peningkatan lingkar kepala
2) Adanya myelomeningocele sejak lahir
3) Pusing
d. B4 (Bladder): Inkontinensia urin
e. B5 (Bowel) : Inkontinensia feses
f. B6 (Bone) : Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas
bagian bawah
3. Klasifikasi Data
Data Subyektif Data Obyektif
14
1. Orang tua klien mengungkapkan 1. Enuresis
cemas 2. Diurnal
3. Nokturnal
2. Orang tua klien mengeluh anaknya
4. Orang tua klien meminta
terus berkemih dalam jumlah besar
informasi tentang tindakan yang
dilakukan
5. Orang tua klien sering
bertanya tentang penyakit
anaknya
6. Orang tua tampak gelisah
7. Klien tidak dapat
mengerakkan kakinya
8. Tampak penonjolan seperti
kantung di punggung tengah
klien
4. Analisa Data
15
cemas fungsi pada bagian tubuh Pengetahuan
yang dipersarafi
DO : a. Orang tua klien
meminta Orangtua cemas
informasitentang
Kurang terpajan informasi
tindakan yang
dilakukan Kurang Pengetahuan
Immobilisasi
Resiko Kerusakan
Integritas Kulit
4. DS: - Spinal malformation Risiko tinggi
infeksi
DO: - luka operasi dan shunt
16
Gangguan pertumbuhan
dan perkembangan
6 DS: - Lesi spinal Risiko tinggi
trauma
DO: - Positioning yang salah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Inkontinensia urin berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol
keinginan berkemih.
2. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan
penanganan penyakit anaknya berhubungan dengan kurang terpajan
informasi.
3. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasi.
4. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation, luka
operasi dan shunt
6. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal
7. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial
(TIK)
C. Intervensi Keperawatan
1. Inkontinensia urin berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol
keinginan berkemih
17
Kriteria Hasil:
Kriteria Hasil :
18
a. Orang tua klien tampak tenang
19
Intervensi:
20
Rasional: Untuk mencegah terjadinya luka infeksi pada kepala
(dekubitus)
d. Observasi tanda-tanda infeksi dan obstruksi jika terpasang
shunt, lakukan perawatan luka pada shunt dan upayakan agar
shunt tidak tertekan
Rasional: Menghindari terjadinya luka infeksi dan trauma
terhadap pemasangan shunt.
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Tujuan : Anak mendapat stimulasi perkembangan
Kriteria hasil :
a. Bayi/anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan
b. Bayi/anak tidak menangis berlebihan
c. Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat
untuk bayi/anaknya
Intervensi:
a. Ajarkan orangtua cara merawat bayinya dengan memberikan
terapi pemijatan bayi
Rasional: Agar orangtua dapat mandiri dan menerima segala
sesuatu yang sudah terjadi
b. Posisikan bayi prone atau miring kesalahasatu sisi
Rasional: Untuk mencegah terjadinya luka infeksi dan tekanan
terhadap luka
c. Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat melakukan perawatan
kulit
Rasional: Untuk mencegah terjadinya luka memar dan infeksi
yang melebar disekitar luka
21
Tujuan : Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi
spinal
Kriteria Hasil:
a. Kantung meningeal tetap utuh
b. Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervensi :
a. Rawat bayi dengan cermat
Rasional: Untuk mencegah kerusakan pada kantung meningeal
atau sisi pembedahan
b. Tempatkan bayi pada posisi telungkup atau miring
Rasional:Untuk meminimalkan tegangan pada kantong
meningeal atau sisi pembedahan
c. Gunakan alat pelindung di sekitar kantung ( mis : slimut
plastik bedah)
Rasional: Untuk memberi lapisan pelindung agar tidak terjadi
iritasi serta infeksi
d. Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (mis : memberi makan,
member kenyamanan)
Rasional: Mencegah terjadinya trauma
7. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial
(TIK)
Tujuan:pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intra kranial
Kriteria Hasil: anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan TIK
Intervensi:
a. Observasi dengan cermat adanya tanda-tanda peningkatan TIK
Rasional: Untuk mencegah keterlambatan tindakan
22
d. Ajari keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK dan kapan
harus memberitahu
Rasional: Praktisi kesehatan untuk mencegah keterlambatan
tindakan.
D. Implementasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan diarahkan untuk
menentukan respons klien terhadap intervensi keperawatan serta sebatas mana
tujuan / criteria hasil sudah tercapai. (Siti Maryam, at all : 2007). Pada tahap ini
perawat menilai sejauh mana perkembangan yang telah dicapai klien apakah
sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau tidak.
BAB IV
23
PENUTUP
A. Kesimpulan
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis
spinalis pada perkembangan awal dari embrio. Penyebab dari spina bifida belum
diketahui secara pasti,tetapi diduga akibat faktor genetik dan kekurangan asam
folat pada masa kehamilan. Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya
kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena.Beberapa anak
memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami
kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun nakar saraf
yang terkena.Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonetal
untuk mencegah ruptur.Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau
CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran.Pencangkokan pada
kulit diperlukan bila lesinya besar.Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang
yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus. Kelainan ginjal dan kandung
kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
B. Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
iii