Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan mengalami suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaaan.(Wahyudi, 2008). Lansia merupakan keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009). Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009). Usia lanjut dapat dikatakan usia emas karena tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut, maka orang berusia lanjut memerlukan tindakan keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia (Maryam dkk, 2008:32). Lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004). Lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000). Menurut UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005). 2. Batasan usia lansia menurut para ahli: a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahap yakni : 1) Usia pertengahan (middle age), yaitu 45-49 tahun. 2) Lanjut usia (elderly), yaitu 60-74 tahun. 3) Lanjut usia tua (old), yaitu 75-90 tahun. 4) Usia sangat tua (very old), yaitu di atas 90 tahun. b. Menurut Prof. Dr. dr. Koesoemanto Setyonegoro, Sp.KJ., lansia (usia lebih dari 70 tahun), terbagi menjadi: 1) Usia 70-75 tahun (young old). 2) Usia 75-80 tahun (old). 3) Usia lebih dari 80 tahun (very old). c. Menurut Hurlock (1979), perbedaan lansia terbagi dalam dua tahap, yakni: 1) Early old age(usia 60-70 tahun). 2) Advanced old age(usia 70 tahun ke atas). d. Menurut Burnside (1979), ada empat tahap lansia, yakni: 1) Young old(usia 60-69 tahun) 2) Middle ageold(usia 70-79 tahun) 3) Old-old (usia 80-89 tahun) 4) Very old-old (usia 90 tahun ke atas) e. Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu: 1) pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yangmenampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun. 2) Usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun. 3) Kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usialanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat. f. Menurut Setyonegoro, batasan lansia adalah sebagai berikut : 1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun 2) Usia dewasa penuh (medlle years) atau maturitas usia 25-60/65 tahun 3) Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun, terbagi atas :Young old (usia 70-75), Old (usia 75-80), Very old (usia >80 tahun).
Menurut para ahli, batasan lansia di Indonesia adalah 60
tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, bahwa yang disebut dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas, baik pria maupun wanita (Nugroho, 2014).
3. Perbedaan teori menua menurut:
a. Biologis Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama masa hidup. Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat structural sel/ organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen patologis. Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang menghambat proses penurunan fungsi organisme. Yang dalam konteks sistemik, dapat mempengaruhi/ memberi dampak terhadap organ/ sistem tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis. Teori Biologis mencakup teori genetik, teori somatik, teori sistem imun, teori metabolism, serta teori radikal bebas. 1) Teori Genetic Clock Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai jam genetik di dalam inti sel yang telah berputar menurut replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsepini bila jam kita itu berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir (Darmojo dan Martono, 2004). 2) Teori Somatik (Teori Error Catastrophe) Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisisfaktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut (Darmojo dan Martono, 2004). 3) Rusaknya Sistem Imun Tubuh Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan kemampuan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Selain itu, sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan terjadinya kanker meningkat sesuai meningkatnya umur (Darmojo dan Martono, 2004). 4) Teori Menua Akibat Metabolisme Pentingnya metabolisme sebagai faktor penghambat umur panjang, dimana terdapat hubungan antara tingkat metabolisme dengan panjang umur. Mamalia yang dirangsang untuk hibernasi, selama musim dingin ditempatkan pada temperaturyangrendah tanpa dirangsang berhibernasi, metabolismenya meningkat dan berumur lebih pendek. Walaupun umurnya berbeda, namun jumlah kalori yang dikeluarkan untuk metabolisme selama hidup adalah sama (Darmojo dan Martono, 2004). 5) Kerusakan akibat Radikal Bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh jika fagosit dipecah, dan sebagai produksampingan di dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria. Radikal bebas yang terbentuk tersebut adalah: (1) Superoksida (O2), (2) Hidroksil (OH), dan juga (3) Perioksida hidrogen (H2O2). Radikal bebas bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti membrane sel, dan dengan gugus SH (Darmojo dan Martono, 2004). b. Teori Sosiologis Teori perubahan sosial menjelaskan tentang lansia yang mengalami penurunan dan penarikan diri terhadap sosialisasi dan partisipasi ke dalam masyarakat. 1) Teori Aktivitas Teori ini menyatakan keaktifan lansia dalam melakukan berbagai jenis kegiatan yang merupakan indikator suksesnya lansia. Lansia yang aktif, banyak bersosialisasi di masyarakat serta lansia yang selalu mengikuti kegiatan sosial merupakan poin dari indikator kesuksesan lansia. Lansia yang ketika masa mudanya merupakan tipe yang aktif, maka di masa tuanya lansia akan tetap memelihara keaktifannya seperti peran lansia dalam keluarga maupun masyarakat di berbagai kegiatan sosial keagamaan. Apabila lansia tidak aktif dalam melakukan kegiatan dan perannya di masyarakat maupun di keluarga, maka sebaiknya lansia mengikuti kegiatan lain atau organisasi yang sesuai dengan minat dan bakatnya. 2) Teori Kontinuitas Teori ini menekankan bahwa perubahan ini dipengaruhi oleh jenis kepribadian lansia tersebut. Dalam teori ini lansia akan tetap memelihara identitas dan kekuatan egonya karena tipe kepribadiannya yang aktif dalam bersosialisasi. 4. Masalah kesehatan yang cenderung dialami pada lansia: Masalah umum yang dialami lanjut usia yang berhubungan dengan kesehatan fisik, yaitu rentannya terhadap berbagai penyakit, karena berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar. Ditemukan bahwa lanjut usia menderita berbagai penyakit yang berhubungan dengan ketuaan antara lain diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, rematik dan asma sehingga menyebabkan aktifitas bekerja terganggu. Penurunan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis. Berikut beberapa masalah kesehatan yang cenderung dialami lansia: a. Osteoporosis Salah satu masalah kesehatan usia tua yang yang paling sering dialami para lansia adalah kondisi tulang yang menjadi sangat rapuh dikarenakan kepadatan tulang berkurang. Rapuhnya tulang pada lansia kemudian dapat menyebabkan tubuh kehilangan keseimbangan, rentang mengalami memar, dan risiko mengalami patah tulang semakin besar. Osteoporosis juga seringkali ditemukan terjadi pada wanita yang telah memasuki fase menopause. Untuk mencegah masalah usia tua ini dapat dilakukan dengan menambah asupan vitamin D dan kalsium serta melakukan olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan tulang. b. Masalah Penglihatan Memasuki usia 50 tahun, penurunan dan kerusakan fungsi mata menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling umum terjadi pada lansia. Salah satu penyakit mata yang biasanya menyerang lansia adalah glaukoma. Glaukoma merupakan kondisi peningkatan tekanan zat cair pada bola mata yang kemudian menyebabkan kerusakan saraf optik. Pada kondisi buruk glaukoma dapat menyebabkan kebutaan. c. Penyakit Alzheimer Alzheimer adalah salah satu penyakit yang rentan menyerang lansia dan merupakan kondisi kepikunan yang cukup serius. Mereka yang terserang Alzheimer memiliki kemampuan dalam mengingat dan berpikir yang rendah. Gangguan kognitif atau demensia pun merupakan gangguan yang sering terjadi seiring bertambahnya usia. Kondisi ini dapat menyebabkan hilangnya kemampuan daya ingat. Untuk mencegah penyakit tersebut beberapa aktivitas seperti membaca, bermain teka-teki, dan belajar bahasa baru dinilai membantu menghindari seseorang dari kepikunan. d. Arthritis (Nyeri Sendi) Di usia tua adanya rasa nyeri pada berbagai sendi seperti jari, pinggul, lutut, pergelanga tangan, dan tulang punggung umum terjadi. Kondisi nyeri sendi merupakan penyakit arthritis yang bisa dicegah dengan melakukan olahraga teratur dan menjaga berat badan. e. Gangguan Metabolisme Tubuh Buruknya metabolisme tubuh dapat menyebabkan terjdinya obesitas atau kondisi berat badan belebih pada lansia. Selain obesitas, terganggunya metabolisme tubuh dapat menimbulkan penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, kanker, dan tekanan darah tinggi. Untuk mengatasinya sangat disarankan untuk mengontrol asupan makanan dan olahraga teratur sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi masalah kesehatan usia tua. f. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Tekanan darah tinggi atau hipertemsi merupakan masalah kesehatan yang seringkali dialami lansia. Faktanya semakin bertambah usia, tekanan darah akan cenderung meningkat. Hal ini merupakan proses alami pada tubuh. Namun penting untuk diketahui jika hipertensi dibiarkan maka dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain seperti penyakit jantung dan stroke. Untuk mengatasi kemungkinan terkena hipertensi yaitu dengan mengurangi asupan garam, berolahraga secara teratur, mengontrol berat badan, menghindari stress, dan tidak merokok. g. Diabetes Masalah kesehatan usia tua selanjutnya adalah diabetes mellitus tipe 2. Faktanya diabetes dapat terjadi kepada siapa saja, wanita atau pria, muda maupun tua. Diabetes terjadi dikarenakan adanya peningkatan kadar gula darah. Kondisi ini membuat lansia dianjurkan untuk melakukan pengontrolan gula darah secara teratur. Diabetes dapat dicegah dengan mengurangi konsumsi gula pada makanan dan juga minuman, mengurangi konsumsi nitrat, nitrit, dan nitrosamine pada makanan olahan. h. Malnutrisi Faktor fisiologis seperti fungsi indera pengecapan dan pembauan, kesulitan mengunyah, gangguan usus dan pencernaan lainnya cenderung akan menurun pada lansia. Kondisi ini kemudian dapat memengaruhi napsu makan yang menyebabkan kurangnya asupan makanan bagi tubuh. Kondisi malnutri dapat memengaruhi faktor kesehatan secara keseluruhan dan melemahkan sistem kekebalan tubuh terutama bagi para lansia. i. Insomnia (Sulit Tidur) Masalah kesehatan usia tua ini seringkali dialami oleh para lansia dikarenakan banyaknya hal atau beban yang dipikirkan. Stres belebih ini kemudian dapat membuat tubuh terjaga semalaman tanpa isirahat cukup dan membuat tubuh rentan terkena penyakit. Insomnia dapat diatasi melakukan meditasi agar beban pikiran dapat berkurang. 5. Pendekatan yang bisa dilakukan pada lansia secara: a. Fisik Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami pasien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi pasien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yakni : 1) Pasien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu melakukan sendiri. 2) Pasien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan pasien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya. kebersihan perorangan (personal hygiene) sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang diperhatikan. b. Psikis Perawat harus mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada pasien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknnya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan. Perawat harus selalu memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar, simpatik, dan service. Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini mereka dapat merasa puas dan bahagia. c. Sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah
satu upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lajut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misalnya jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain.
Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar,
seperti menonton tv, mendengar radio, atau membaca majalah dan surat kabar. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para pasien lanjut usia.
6. Perbedaan tempat pelayanan lansia, berupa:
a. Layanan sosial di keluarga Pelayanan di keluarga sendiri adalah bentuk pelayanan sosial bagi lansia yang dilakukan di rumah atau di dalam keluarga sendiri. Tujuannya untuk membantu keluarga dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah lansia sekaligus memberi kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal dalam keluarganya. Sasaran pelayanannya adalah lansia yang mengalami masalah yang tidak dapat diatasi sendiri dan/atau oleh keluarga seperti masalah mobilitas, kesehatan dan lain-lain, sehingga membutuhkan pelayanan dari pihak lain. Pelayanan tersebut bisa diberikan oleh perseorangan, keluarga, kelompok, lembaga/orsos/yayasan, dunia usaha dan pemerintah. Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan (menyiapkan dan memberikan makanan), bantuan aktivitas sehari-hari, bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan, pendampingan rekreasi, konseling dan rujukan. Pelayanan diberikan secara kontinu setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, sepanjang lansia atau keluarganya membutuhkan. Pelayanan dapat bersifat suka rela, dan atas dasar kemanusiaan dan keagamaan, dapat juga bersifat komersil balas jasa. Pelaksana pelayanannya yaitu keluarga sendiri, pekerja sosial, pramuwerdha, pramu lansia petugas lembaga, relawan dan lain-lain yang merupakan utusan dari lembaga-lembaga tersebut. b. Pelayanan Sosial Lansia Melalui Keluarga Pengganti (foster Care Service) Pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti adalah pelayanan sosial kepada lansia di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga dalam arti lansia tinggal bersama keluarga lain/pengganti karena keluarganya tidak dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkannya atau ia berada dalam kondisi terlantar. Pelayanan ini in terutama oleh keluarga pengganti dengan asumsi mereka kesediaan bersedia untuk memberikan pelayanan. Tujuannya utuk membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi lansia dan keluarganya. Sasaran pelayanannya adalah lansia terlantar atau lansia yang karena satu dan lain hal tidak dapat dilayani oleh keluarga sendiri termasuk lansia yang diterlantarkan. Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan (menyiapkan dan memberikan makanan), peningkatan gizi bantuan aktivitas sehari-hari, bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan, pendampingan rekreasi, dan konseling, olah raga (senam lansia) pelayanan mental spiritual, rujukan dan memberikan informasi dan melatih anggota keluarga bagaimana memberikan pelayanan terhadap lansia. Pelayanan diberikan secara kontinu/berkala setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, sepanjang lansia/keluarganya membutuhkan. Pelayanan dapat bersifat suka rela (atas dasar kemanusiaan dan keagamaan), dapat juga bersifat komersil/balas jasa. Untuk pelaksana pelayanannya yaitu keluarga pengganti, pekerja sosial, pramuwerdha, pramu lansia petugas lembaga, relawan dan lain-lain yang merupakan utusan dari lembaga-lembaga tersebut. c. Pusat Santunan Keluarga (Home Care Service) Pusat santunan keluarga adalah Pelayanan terhadap lanjut usia kurang mampu/terlantar dengan memberikan pelayanan permakanan siap saji/siap santap dan pembimbing rohani serta sosial, guna pemenuhan kebutuhan hidupnya secara layak. Pusat santunan keluarga adalah melakukan pelayanan kebutuhan lansia di rumah/di luar panti dalam hal kebutuhan dasar dan layanan kegiatan sehari-hari. Program ini mempunyai sasaran 25 klien yang mempunyai keterbatasan mobilitas (gerak) dan sudah tidak potensial. Pusat santunan keluarga adalah melakukan pelayanan kebutuhan lansia di rumah/di luar panti dalam hal kebutuhan dasar dan layanan kegiatan sehari-hari. Home care service diselenggarakan dengan maksud tertentu. Bapak Su (Seksi Perlindungan dan Jaminan Sosial mengungkapkan, bahwa: “Ya maksudnya itu untuk memberikan pelayanan baik itu kesehatan, rohani, maupun psikologi kepada lansia serta memberikan sembako atau kebutuhan pokok bagi lansia yang tinggal di rumah”. Bapak TSH (Pekerja Sosial) mengungkapkan, bahwa:“Maksud dari home care service adalah untuk memberikan kepedulian kepada lansia dengan membantu lansia memenuhi kebutuhannya melalui pelayanan kebutuhan sehari-hari dan perawatan terhadap lansia yang tinggal di rumah.” Adapun tujuannya yaitu: Berbagi rasa kebahagiaan dan kasih sayang kepada para Lanjut Usia agar budaya menghormati kepada sesame dapat dipertahankan, Memberikan motivasi kepada para Lanjut Usia bahwa mereka tidak mesti harus tinggal diam dirumah, tetapi masih bisa berkarya dan memiliki daya guna untuk mengisi hari-hari tuanya dengan memanfaatkan bakat yang mereka miliki hingga mendatangkan manfaat bagi orang lain, dengan memberikan pembinaan mental spiritual, akan menambah keimanan mereka sebagai bekal dimasa akhir sisa hidup meraka, pemberian makan kepada Lansia diharapkan untuk meningkatkan gizi dan pola makan yang baik sesuai dengan kondisi dan usia para Lansia agar kesehatan mereka tetap terjaga sehingga tidak mudah sakit. Sasaran kegiatannya yaitu dengan adanya Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA), kita mempunyai sasaran yang dapat dijadikan sarana untuk pengembangan dan peningkatan pelayanan yang lebih baik kepada para Lanjut Usia yang kurang mampu secara ekonomi dan dapat melakukan pelayanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. d. Panti Sosial Lansia Panti sosial adalah unit pelaksana teknis di lingkungan DEPSOS yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial (Pasal 1 Kep. Mensos no.22/1995). Tugasnya adalah memberikan pelayanan kesejahteraan sosial dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses pelayanan lanjut usia dalam panti adalah proses bantuan pertolongan, perlindungan, bimbingan, santunan dan perawatan yang dilakukan secara sistematis, terarah, dan terencana dalam panti yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lanjut usia. Selain itu panti sosial merupakan lembaga utama yang merupakan tempat pelaksanaan tugas pekerja sosial yang menggunakan metode pekerja sosial sebagai metode pokok dalam melakasanakan fungsinya. Fungsi adalahsekelompok aktivitas yang tergolong pada jenis yang sama berdasarkan sifat atau pelaksanaannya. Panti sosial merupakan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang berfungsi melaksanakan kegiatan bimbingan sosial, pemulihan sosial, penyantunan sosial, dan pemberian bantuan sosial. Menurut Friedleander (dikutip dalam hanafi, 1995:4) bahwa: Panti harus merupakan tempat dimana penerima pelayanan dapat mempeoleh cara hidup yang baru dalam kehidupan bersama rekan-rekannya memperoleh pengalaman diri hidup berkelompok, memperoleh pemeliharaan kesehatan yang baik, memperoleh tambahan makan yang bergizi, memperoleh suasana pershabatan, memperoleh pendidikan pelatihan, yang kesemuanya itu diberikan. Selain itu panti sosial merupakan lembaga yang memang bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial yang menggunakan profesi pekerja sosial dalam memberikan pelayanan baik bersifat preventif, akuratif maupun promotif kepada klieannya secara khusus serta masyarakat pada umumnya.
Intervensi Supportive Educative System Berbasis Family Centered Care Terhadap Dukungan Keluarga Dalam Merawat Anak Dengan Leukemia Di Rsud Kabupaten Tangerang