Anda di halaman 1dari 9

Nama : Nenaz Naziah

NIM : KHGA18109
Kelas : 2C D3 Keperawatan
Mata kuliah: Keperawatan Spiritual

Konsep Manusia dalam Al Quran Berkaitan Sebagai Makhluk Biologi,


Psikologi, Sosial dan Spiritual

Pada hakikatnya manusia bisa dilihat sebagai makhluk pribadi, sedangkan


di sisi lain dipandang sebagai mahluk sosial. Paham individualisme memandang
bahwa manusia semata-mata sebagai makhluk pribadi dengan mengesampingkan
kodratnya sebagai makhluk sosial. Sebaliknya pandangan sosialisme menyatakan
manusia adalah makhluk sosial.

Dalam Al-Qur’an istilah manusia ditemukan empat kosakata/sebutan yang


berbeda dengan makna manusia, akan tetapi memiliki substansi yang berbeda,
yaitu kata Al basyar, Al insan dan An nas dan Bani Adam. Untuk lebih jelasnya,
berikut ini dipaparkan penelusuran makna term-term tersebut.

1. Al Basyar

Kata Basyar berasal dari akar kata yang berarti sesuatu baik dan indah.
Kata “basyar” juga berarti menggembirakan, menguliti, memperlihatkan dan
mengurus sesuatu. Al Raghib Al Ashfahani mengatakan bahwa “basyar” berarti
al-jild (kulit). Manusia disebut basyar karena kulitnya terlihat jelas, berbeda
dengan binatang, kulitnya tidak tampak karena tertutup oleh bulu. Dengan
demikian manusia yang sudah jelas di akui keberadaannya itulah yang disebut
basyar.

Kata Al Basyar disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali, di


antaranya QS Al-Mu`minun: 33, yaitu:
‫م فِي ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َما ٰهَ َذا إِاَّل بَ َش ٌر‬Rُْ‫َوقَا َل ْال َمأَل ُ ِم ْن قَوْ ِم ِه الَّ ِذينَ َكفَرُوا َو َك َّذبُوا بِلِقَا ِء اآْل ِخ َر ِة َوأَ ْت َر ْفنَاه‬
َ‫ب ِم َّما تَ ْش َربُون‬ Rُ ‫ِم ْثلُ ُك ْم يَأْ ُك ُل ِم َّما تَأْ ُكلُونَ ِم ْنهُ َويَ ْش َر‬

Artinya: “Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya


dan yang mendustakan akan menemui Hari Akhirat (kelak) dan yang telah Kami
mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: ‘(Orang) ini tidak lain hanyalah
manusia(basyarun) seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan
meminum dari apa yang kamu minum.” (al-Mu`minun: 33)

Penggunaan istilah basyar juga dipakai Alquran untuk Rasulullah


Muhammad SAW. Misalnya, dalam surah al-Kahfi ayat ke-110:

‫اح ٌد فَ َم ْن َكانَ يَرْ جُو لِقَا َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َملْ َع َمال‬


ِ ‫ي أَنَّ َما إِلَهُ ُك ْم إِلَهٌ َو‬ َّ َ‫قُلْ إِنَّ َما أَنَا بَ َش ٌر ِم ْثلُ ُك ْم يُو َحى إِل‬
َ َ‫صالِحًا َوال يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَا َد ِة َربِّ ِه أ‬
‫ح ًدا‬ َ

Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia


seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu
adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". (Q.S Al-kahfi
(18): 110).
Dari sisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang
menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia
sebagai basyar melalui tahap-tahap sehinga mencapai tahap kedewasaan.

َ َ‫ب ثُ َّم إِ َذا أَ ْنتُ ْم ب‬


َ‫ش ٌر تَ ْنت َِشرُون‬ ٍ ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه أَ ْن خَ لَقَ ُك ْم ِم ْن تُ َرا‬

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang
biak”. (Q.S Al-Rum (30): 20).
Dengan memperhatikan ayat-ayat Al Quran diatas maka sebutan Al
Basyar mengindikasikan, manusia sebagai makhluk “Biologis”. Dia memerlukan
makanan, minuman, dan sebagainya. Dalam pengertian ini, tidak ada perbedaan,
misalnya, antara orang baik dan buruk karena penilaiannya sebatas fisik saja. Al-
Basyar adalah gambaran manusia secara materi,yang dapat dilihat,memakan
sesuatu, berjalan,dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Dengan
demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah prinsip kehidupan biologis
seperti berkembang biak,mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan dalam
mencapai tingkat pematangan dan kedewasaan. Manusia memerlukan makanan
dan minuman untuk hidup, dan juga memerlukan pasangan hidup untuk
melanjutkan proses keturunannya. Lengkapnya manusia memiliki dorongan
biologis seperti dorongan makan dan minum, dan dorongan seksual.
Dalam konsep al-Basyar ini tergambar tentang bagaimana seharusnya
peran manusia sebagai makhluk biologis. Bagaimana ia harus berperan dalam
upaya memenuhi kebutuhan primernya secara benar menurut tuntunan yang telah
diatur oleh Penciptanya. Sebagai makhluk biologis,manusia di bedakan dari
makhluk biologis lainnya seperti hewan,yang pemenuhan kebutuhan primernya
dikuasai oleh dorongan instingtif. Sebaliknya manusia dalam kasus yang
sama,didasarkan tata aturan yang berlaku dari Allah SWT.

2. Al Insan

Kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan
tampak. Pendapat ini, jika di tinjau dari sudut pandangan Al-Qur’an lebih tepat
dari yang berpendapat bahwa ia terambil dari kata nasiya (lupa) atau nasa-yanusa
(berguncang). Kata insan digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia
dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara
seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasan.

Kata Insan disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, di antaranya QS


al-Alaq: 5 yaitu :

‫َعلَّ َم اإل ْن َسانَ َما لَ ْم يَع َْل‬

Artinya: “Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S


al-Alaq: 5)
Kata Al Insan didalam al quran dikelompokkan kedalam tiga kategori.
Pertama Al Insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung amanah
sesuai dengan. Kedua Al Insan dihubungkan dengan predisposisi negatif dalam
diri manusia misalnya keluh kesah, kikir. Ketiga Al Insan dihubungkan dengan
proses proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan non materi.

َ ُّ ‫) اقْ َرأ ْ وَ َرب‬2( ‫ق‬


‫ك‬ َ ْ ‫م‬
ٍ ‫ن عَل‬ ِ ‫ن‬َ ‫سا‬َ ْ ‫) خَلَقَ اإْل ِن‬1( َ‫ك الَّذِي خَلَق‬ َ ِّ ‫سم ِ َرب‬ ْ
ْ ‫اقْ َرأ بِا‬
َ
)5(‫م‬ ْ َ ‫م يَعْل‬
ْ َ ‫ما ل‬
َ ‫ن‬َ ‫سا‬َ ْ ‫م اإْل ِن‬
َ َّ ‫) عَل‬4( ِ ‫م بِالْقَلَم‬
َ َّ ‫) الَّذِي عَل‬3( ‫م‬ ُ ‫اأْل ك ْ َر‬

Artinya: “Bacalah dengan meyebut nama tuhanmu yang menciptakan(1),


dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah(2), bacalah, dan tuhanmulah
yang maha pemurah(3), yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam(4), Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahui(5).” (QS Al ‘Alaq:1-5).

Kata Al-Insan yang disebutkan dalam ayat yang menjelaskan proses


penciptaan manusia pada hakikatnya tidak hanya bertujuan menunjukkan manusia
dari segi fisiknya belaka, melainkan lebih kepada bagaimana manusia itu
menyadari kekuasaan Allah atas dirinyaa sehingga manusia itu mengakui bahwa
dia bergantung pada Zat yang menciptakannya:

ُ‫) إِنَّه‬7( ‫ب‬ ِ ‫) يَ ْخ ُر ُج ِم ْن بَي ِْن الصُّ ْل‬6( ‫ق‬


Rِ ِ‫ب َوالتَّ َرائ‬ َ ِ‫ر اإْل ِ ْن َسانُ ِم َّم ُخل‬Rِ ُ‫فَ ْليَ ْنظ‬
َ ِ‫) ُخل‬5( ‫ق‬
ٍ ِ‫ق ِم ْن َما ٍء دَاف‬
)8( ‫علَى َرجْ ِع ِه لَقَا ِد ٌر‬
َ

Artinya: “5. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia


diciptakan? 6. Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, 7. yang keluar dari antara
tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. 8. Sesungguhnya Allah benar-
benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).” (Al-Tariq ayat 5-8).

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa Al Insan selalu


dihubungkan pada sifat “Psikologis” yakni bahwa manusia itu sendiri memiliki
potensi lupa atau memiliki kemampuan bergerak yang melahirkan dinamisme,
atau makhluk yang selalu atau sewajarnya melahirkan rasa senang. Dan juga
manusia itu pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, berbicara,
berjalan, menangis, merasa, bersikap, bersikap, serta bergerak. Dimana manusai
sebagai makhluk yang berpikir, diberi ilmu, dan memikul amanah atau sebagai
makhluk yang memiliki kemampuan menalar dan berpikir dimana dapt
mengambil pelajaran dari apa yang mereka lihat seingga dapat maju dan
berkembang. Ia merupakan makhluk yang berilmu, sehingga dengan ilmunya ia
dapat membedakan suatu perkara benar atau salah. Ia merupakan makhluk yang
pada hakikatnya ramah dalam pergaulan serta bersahabat dengan lingkungan,
namun terkadang ia lupa (khilaf) sehingga dengan mudah dipengaruhi syaitan
untuk melaju ke jalan yang salah.

Pada ayat 4-5 QS. Al Alaq di atas, Allah Swt menegaskan tentang
pemberian ilmu melalui “qalam”(tulisan). Ini merupakan salah satu anugrah
terbesar karena dengan tulisan satu generasi terdahulu dapat mentransfer ilmu dan
pengalamannya kepada suatu generasi yang akan datang kemudian. Sebagai
penerima ilmu, manusia (al-insan) ini memiliki potensi dan sifat positif.
Sedangkan ayat 6 QS.Al Alaq tersebut menandakan bahwa manusia juga memiliki
potensi atau sifat negatif yaitu ‫ ﻴﻄﻐﻰ‬yakni melampaui batas( ‫) ﺘﺠﺎﻮﺰﺍﻠﺤﺪ ﻔﻰ ﺍﻠﺸﻴﺎﻦ‬
dengan cara melanggar hukum dan aturan-aturan yang menjerumuskan ke lembah
dosa.

3. An Nas

An Nas berasal dari kata unas yang berasal dari kata anisa yang artinya jinak-
menjinakkan/ramah. Manusia dalam arti al nas paling banyak disebutkan al quran
yaitu sebanyak 240 kali. Salah satunya adalah:

R‫ل لِتَ َعا َرفُوا‬Rَ ِ‫م ُشعُوبا ً َوقَبَائ‬Rْ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَ لَ ْقنَا ُكم ِّمن َذ َك ٍر َوأُنثَى َو َج َع ْلنَا ُك‬

Artinya: “Wahai manusia sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal”. (Q.S.al-Hujurat: 13)

Secara umum penggunaan diksi an nas menunjuk pada beberapa fungsi,


diantaranya:
Pertama, Perintah Menjalin Relasi Sosial. Contoh ayat yang menggunakan
diksi an-nâs ini adalah:

َّ َ‫ق ِم ْنهَا زَ وْ َجهَا َوب‬


‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجااًل‬ َ َ‫اح َد ٍة َو َخل‬ ِ ‫س َو‬ ٍ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف‬
R‫م إِ َّن هَّللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬Rَ ‫َكثِيرًا َونِ َسا ًء َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي تَ َسا َءلُونَ بِ ِه َواأْل َرْ َحا‬

Artinya, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sungguh Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (Surat An-Nisâ ayat 1).

Kedua, Perintah Ibadah. Contoh dari penggunaan diksi adalah pada:

َ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ ا ْعبُدُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم َوالَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬

Artinya, “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu


dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertakwa” (Surat Al-Baqarah ayat
21).

Ketiga, Perintah Tunduk dan Patuh kepada Allah SWT serta


Menauhidkan-Nya. Contoh dari penggunaan diksi ini adalah sebagai berikut:

‫قل أعوذ برب الناس ملك الناس إله الناس‬

Artinya, “Katakanlah (Muhammad)! Aku berlindung kepada Tuhan


manusia, Dzat yang memiliki Manusia, Tuhan Manusia,” (Surat An-Nâs ayat 1-2)

Keempat, Tahdid (menakut-nakuti) Ayat yang diawali dengan huruf nida’


dan an-nâs umumnya adalah ayat-ayat yang masuk kelompok Makkiyah. Contoh
dari penerapan fungsi ini adalah penggunaan diksi an-nâs di dalam Surat At-
Tahrîm ayat 6
‫ٰۤیاَیُّہَا الَّ ِذ ۡینَ ٰا َمنُ ۡوا قُ ۡۤوا اَ ۡنفُ َس ُکمۡ َو اَ ۡہلِ ۡی ُکمۡ نَارًا َّو قُ ۡو ُدہَا النَّاسُ َو ۡال ِح َجا َرۃُ َعلَ ۡیہَا َم ٰلٓئِ َکۃٌ ِغاَل ظٌ ِشدَا ٌد‬
‫اَّل یَ ۡعص ُۡونَ ہّٰللا َ َم ۤا اَ َم َرہُمۡ َو یَ ۡف َعلُ ۡونَ َمايؤمرون‬

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” (Surat At-Tahrîm ayat 6).

Dengan memperhatikan ayat-ayat Al Quran diatas maka sebutan An Nas


mengindikasikan manusia sebagai makhluk “Sosial” atau secara kolektif. Adapun
jika dirujuk pada ayat-ayat yang menggunakan lafal An-Nas, maka setidaknya
didapati tiga makna umum. Pertama An-Nas merujuk pada makna jenis makhluk.
Kedua makna An-Nas bisa juga berarti adalah manusia dari aspek kelebihannya.
Hal ini bagi Al-Isfhani disebabkan wujudnya akal, dzikir dan akhlak baik dalam
diri manusia. ketiga bahwa An-Nas menunjukkan perbedaan dan kelebihan
manusia di banding makhluk lainnya.

Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial, atau makhluk yang


bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang
berkembang serta dapat dikembangkan. Manusia dikatakan sebagai makhluk
sosial, juga karena pada dirinya ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan
(interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia
kalau tidak hidup ditengah-tengah manusia.

Dapat disimpulkan bahwa manusia dikatakan makhluk sosial, karena beberapa


alasan, yaitu:

a. Manusia tunduk pada aturan,norma sosial.


b. Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup ditegah-tengah
manusia.
4. Bani Adam

Kata Bani ( ‫ ) ﺑﻧﻰ‬berasal dari kata ban ā ( ‫ ) ﺑﻧﻰ‬artinya membina,


membangun, mendirikan, menyusun. Jadi Bani Adam artinya susunan keturunan
anak cucu anak Nabi Adam dan generasi selanjutnya.

Dalam Al Quran term Bani Adam terdapat enam kali terulang, seperti
bunyi ayat dalam QS. Al Isra (17): 70

ٍ ِ‫ت َوفَض َّْلنَاهُ ْم َعلَ ٰى َكث‬


‫ير‬ ِ ‫م ِمنَ الطَّيِّبَا‬Rُْ‫م فِي ْالبَرِّ َو ْالبَحْ ِر َو َر َز ْقنَاه‬Rُْ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِي آ َد َم َو َح َم ْلنَاه‬
‫ضي ًل‬ِ ‫ِم َّم ْن خَ لَ ْقنَا تَ ْف‬

Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,


Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al Isra:70).

Kemuliaan manusia sebagai Bani Adam dibanding dengan makhluk


lainnya, termasuk makhluk jin dan malaikat, hal ini bisa dilihat serangkaian
deskripsi QS. Al Hijr (15):29

ُ ‫فَإِ َذا َس َّو ْيتُهُ َونَفَ ْخ‬


ِ ‫ فَقَعُوا لَهُ َس‬R‫ت فِي ِه ِم ْن رُو ِحي‬
‫اج ِدين‬

Artinya: “Maka apabila aku menyempurnakan kejadiannya, dan telah


meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud.” (QS. Al Hijr:29).

Dari ayat Al Quran tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai


makhluk “Spiritual”. Al-Quran menggambarkan manusia sebagai makhluk
theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di dalam dirinya. Di samping itu
manusia dianugerahi akal yang dapat membedakan nilai baik dan buruk, sehingga
membawa ia pada kualitas tertinggi sebagai makhluk yang bertakwa. Al-Quran
memandang manusia sebagai makhluk yang suci dan mulia, bukan sebagai
makhluk yang kotor dan penuh dengan dosa, sebagaimana pandangan mereka
bahwa nabi Adam dan Hawa yang diturunkan dari surga karena melanggar
larangan Allah merupakan asal mula hakikat manusia sebagai pembawa dosa
bawaan (turunan).

Al-Quran memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi, yang sedang


dalaam perjalanan menuju kehidupan spiritual yang suci dan abadi di akhirat
kelak, meskipun ia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa
ketika melakukan kesalahan di dalam kehidupan dunia. Bahkan, dalam Al-Quran
manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah
berpembawaan baik (hanif). Oleh karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, dan
kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini
yang memiliki kemuliaan seperti yang dimiliki manusia. Sebaliknya, kualitas
yang buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk
meraih predikat berkualitas tersebut. Secara fitrah manusia menginginkan
“kesatuan dirinya” dengan Tuhan, karena itulah pergerakan dan perjalanan hidup
manusia adalah sebuah evolusi spiritual menuju dan mendekat kepada Sang
Pencipta. Tujuan mulia itulah yang akhirnya akan mengarahkan dan
mengaktualkan potensi dan fitrah tersembunyi manusia untuk digunakan sebagai
sarana untuk mencapai “spirituality progress”.

Anda mungkin juga menyukai