Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY NY D

DENGAN LABIOPALATOSKIZIS DI RUANG KBBL

RUMAH SAKIT HERMINA OPI JAKABARING

Di Susun Oleh :

YOLA SARI AINI

030220909

RUMAH SAKIT HERMINA OPI JAKABARING

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat karunia dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis illmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada By Ny D Dengan Labiopalatoskizis Di Ruang Kbbl Rumah Sakit Hermina Opi
Jakabaring”. Pada kesempatan kali ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini baik secara langsung maupun secara tidak langsung baik materi, spiritual, maupun
dorongan semangat yang tanpa putus diberikan, karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan teirma kasih kepada
terutama yang terhormat:

1. dr. Hilman Ruhyat, MMRS selaku Direktur Rumah Sakit Hermina OPI Jakabaring

2. Ns. Dwi Hairany, S.Kep, selaku Manager keperawatan Rumah Sakit Hermina OPI
Jakabaring

3. Mei Tri Wahyuni, Amd.Kep, selaku Komite Keperawatan Rumah Sakit HerminaOpi
Jakabaring.

4. Indri Triana Safitri, selaku Kepala Ruangan Perincu di Rumah Sakit OPI Jakabaring

5. Tri Nanda Kaporina,S.Kep,Ners selaku Perawat Pendidik di Ruangan Perincu di Rumah


Sakit OPI Jakabaring

Palembang, November 2022

Yola Sari Aini


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7
A. Konsep Bayi Baru Lahir ................................................................... 7
B. Konsep Bayi dengan Labiopalatoschizis .......................................... 9
C. Konsep Asuhan Keperawatan pada Labiopalatoschizis ................... 19
BAB III TINJAUAN KASUS ..................................................................... 28
A. Pengkajian ......................................................................................... 28
B. Diagnosa Keperawatan .................................................................... 38
C. Intervensi Keperawatan .................................................................... 39
D. Implementasi Keperawatan ............................................................... 45
E. Tindakan dan Evaluasi Keperawatan ................................................ 47
BAB IV PEMBAHASAN ...........................................................................
A. Pengkajian .........................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan .....................................................................
C. Intervensi keperawatan .....................................................................
D. Implementasi keperawatan ................................................................
E. Evaluasi Keperawatan .......................................................................
BAB V PENUTUP .......................................................................................
A. Kesimpulan .......................................................................................
B. Saran .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Labiopalatoskizis (celah bibir dan langit-langit) merupakan kelainan

kongenitial kraniofacial yang disebabkan oleh gangguan perkembangan

wajah pada masa embrio. Kegagalan penyatuan processus maxillaris dan

processus nasalis media terutama pada minggu ke 7-12 kehamilan akan

menimbulkan labioskisi unilateral ataupu bilateral. Processus nasalis media

yang merupakan bagian yang membentuk segmen intermaxillaris bila gagal

menyatu terjadilah celah yang disebut palatoskizis. Labiopalatoskizis

merupakan gabungan dari dua kelainan tersebut (Supit, 2017).

Kelainan bibir dan langit-langit biasa disebut dengan bibir sumbing atau

labioschizis adalah kelainan bawaan adanya celah diantara kedua sisi kanan

atau kiri bibir. Kelainan ini terjadi pada saat pembentukan janin yang proses

penyatuan tersebut normalnya terjadi pada trimester pertama kehamilan,

kadang meluas mencapai langit-langit bahkan merusak estetik cuping hidung

yang disebut dengan labiopalatoshizis.

Tingkat kelainan labipalatoskizis bervariasi, mulai dari yang ringan hingga

berat. Celah yang terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang

hingga ke hidung disebut unilateral incomplete, jika celah terdapat pada salah

satu bibir dan memanjang hingga ke hidung disebut unilateral complete dan

apabila celah terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung

disebut bilateral complete (Owens, 2018).

1
2

Labiopalatosizis dan labiokizis merupakan cacat yang merusak bentuk

wajah dan tampak terlihat jelas sehingga dapat menciptakan respon negatif

yang kuat dalam diri orang tua. Selamat fase awal perawat harus menekankan

perhatiannya bukan hanya dari kebutuhan fisik bayi tetapi juga kebutuhan

emosional ibu.

Bayi yang lahir dengan labiopalatoskizis harus di tanganain oleh klinis

dari multisiplin dengan pendekatan team based agar efektif dari berbagai

aspek multidisiplin tersebut. Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin

diperbaiki karena akan mengganggu pada waktu menyusui dan akan

mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta perkembangan bicara.

Penatalaksanaan labiopalatoskizis ini adalah dengan cara operasi atau

pembedahan. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia, namun waktu

yang paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat badan mencapai

10 pon, Hb > 10g%. dengan demikian umur yang paling baik untuk operasi

sekitar umur 3 bulan.

Labiokizis lebih sering di jumpai pada anak laki-laki, dan palatoskizis

lebih sering pada anak wanita. Penyebabnya dan kelainan pada

labiopalatoskizis sampai saat ini belum pasti. Akan tetapi beberapa hasil studi

menunjukkan penyebab terpenting terjadinya kelainan sumbing bibir dan

langit-langit bersifat kompleks dan multifactorial yang melibatkan faktor

genetic, lingkungan dan interaksi antara genetic dengan lingkungan (Ahmad,

et al., 2016).

Hasil studi lain menyebutkan bahwa angka kejadian sumbing bibir dan

langit-langit adalah 1 dari 700 kelahiran di seluruh dunia dan 1 dari 500

kelahiran di Asia pendudukan Asli Amerika. Di Amerika Serikat angka


3

kejadian bibir sumbing dan langit-langit 1:600 kelahiran. Menurut pusat

pengendalian bahwa di Amerika Serikat ada sekitar 2.650 bayi lahir dengan

sumbing dengan langit-langit dan 4.440 bayi lahir dengan sumbing bibir atau

tanpa celah langit setiap tahunnya.

Insiden labioskiszis 2,1 dalam 1000 kelahiran pada etnis Asia, 1:1000 dan

0,41:1000 pada etnis Afrika-Amerika. Persentase labiokisizis adalah 21% dari

seluruh kasus labiopalatoskizis. Sedangkan insiden palatoskizis adalah

1:2000. Hampir 50% kasus palatoskizis disertai dengan sindrom kelainan

bawaan. Persentase kasus palatoskisiz 33% dari seluruh kasus

labiopalatoskizis.

Dari data laporan cacat lahir MOD Global (MOD Foundation) didapatkan

prevalensi kelahiran dengan celah bibir atau tanpa celah langit-langit mulai

dari 0,3 per 1.000 kelahiran hidup di populasi Amerika Afrika, 1 per 1.000

kelahiran hidup pada orang Amerika Utara. Berdasarkan Riset Kesehatan

Dasar (Rikesdas) anak usia 24-59 bulan mengidap satu jenis kelainan

mencapai 0.53% dengan 0.08% diantaranya anak yang lahir dengan bibir

sumbing. Di Indonesia kasus labiopalatoskizis menempati urutan keempat

kelainan congenitial tersering

Di Indonesia kelainan ini cukup sering di jumpai, walaupun tidak banyak

data yang mendukung. Jumlah penderita bibir sumbing dan celah platum yang

tidak tertangani di Indonesia mencapai 5.000-6.000 kasus pertahun, di

perkirakan akan nambah 6.000-7.000 kasus pertahun. Di Indonesia angka

kejadian sumbing bibir dan langit-langit juga masih cukup tinggi dengan

jumlah mencapai 1.596 penderita.


4

Sjamsuding dan Maifara (2017) menjelaskan bahwa berdasarkam

klasifikasi jenis sumbing dan letak kelainan sumbing gambaran angka

kejadian di Indonesia sebagai berikut, penderita sumbing bibir dan langit-

langit sebanyak 50.53% penderita sumbing bibir saja sebanyak 24.42% dan

penderita sumbing langit-langit sebanyak 25.05%. berdasarkan jenis kelamin

dan tipe kelainan angka kecacatan ini terdiri dari frekuensi sumbing pada

penderita laki- laki sebanyak 55.95% dan perempuan sebanyak 44.05%

penderita.

Namun karena berbagai kendala, jumlah penderita yang bisa di operasi

jauh dari ideal, hanya sekitar 1.000-1.500 pasien pertahun yang mendapat

kesempatan menjalanin operasi. Adapaun ada beberapa kendalanya salah

satunya kurangnya informasi masyarakat tentang pengobatannya terutama

mahalnya biaya operasi.

Di Indonesia kasus penderita labiopalatoskizis sebanyak 7 provinsi

prevelensi bibir sumbing diatas prevelensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh

Darusalam, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan

Riau, DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Barat (Riskesdas, 2007).

Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi dengan prevelensi bibir

sumbing tertinggi di Indonesia. Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan

Dasar (RISKESDAS) Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2007 di dapatkan

bahwa prevelensi bibir sumbing yaitu 10,6%. Dengan banyaknya kasus bayi

baru lahir yang mengalami labiopalatoskizis atau bibir sumbing di Sumatera

Selatan maka terdapat juga berbagai karakteristik dari kelainan tersebut.

Karakteristik labiopalatoskizis atau bibir sumbing dapat bervariasi

berdasarkan tipe bibir sumbing dan lokasi bibir sumbing.


5

Sesuai latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik

pada menganalisis masalah perihal “Asuhan Keperawatan By Ny D dengan

Labiopalatoskizis di Ruang KBBL RS Hermina Opi Jakabaring”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diangkat pada kasus ini adalah bagaimana

pelaksanaan “Asuhan Keperawatan Pada By Ny dengan Labiopalatoskizis di

Ruang KBBL RS Hermina Opi Jakabaring”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Perawat mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Bayi Dengan

Labiopalatoskizis di Ruang KBBL RS Hermina Opi Jakabaring.

2. Tujuan Khusus

a) Perawat mampu melakukan pengkajian pada Bayi Dengan

Labiopalatoskizis di Ruang KBBL RS Hermina Opi Jakabaring.

b) Perawat mampu merumuskan diagnose keperawatan pada Bayi

Dengan Labiopalatoskizis di Ruang KBBL RS Hermina Opi

Jakabaring.

c) Perawat mampu menyusun rencana tindakan (intervensi) keperawatan

pada Bayi Dengan Labiopalatoskizis di Ruang KBBL RS Hermina

Opi Jakabaring.

d) Perawat mampu melakukan tindakan (implementasi) keperawatan

pada Bayi Dengan Labiopalatoskizis di Ruang KBBL RS Hermina

Opi Jakabaring.
6

e) Perawat mampu melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan pada

Bayi Dengan Labiopalatoskizis di Ruang KBBL RS Hermina Opi

Jakabaring.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan informasi bagi tempat penelitian agar dapat

mengoptimalkan serta meningkatkan pelayanan, sehingga dapat

memberikan pelayanan yang berkualitas, khususnya pada kasus Bayi

Dengan Labiopalatoskizis di RS Hermina Opi Jakabaring

2. Bagi Penulis

Diharapkan dengan adanya penulisan kasus dapat memperoleh

pengetahuan dan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang didapat

secara teoritis pada permasalahan Asuhan Keperawatan pada Bayi Baru

Lahir Dengan Labiopalatoskizis dan mendokumentasikan hasil dari

Asuhan Keperawatan yang telah dilaksanakan.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat

sehingga dapat mengupayakan pengembangan dan peningkatan

pelayanan asuhan keperawatan pada By Ny dengan Labiopalatoskizis di

ruangan KBBL Rumah sakit Hermina Opi Jakabaring.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Bayi Baru Lahir

1) Definisi

Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan

harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra

uterin. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37

sampai 42 Minggu dan berat badan lahir 2500 - 4000 gram.

(Dianty,dkk,2018). Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia

0- 28 hari (Mega, 2020). BBL disebut juga dengan neonatus merupakan

individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma

kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan

intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2017).

Jadi asuhan keperawatan pada bayi baru lahir adalah asuhan

keperawatan yang diberikan pada bayi yang baru mengalami proses

kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uteri

kekehidupan ekstra uteri hingga mencapai usia 37-42 minggu dan dengan

berat 2.500-4.000 gram.

2) Klasifikasi

Bayi baru lahir di bagi beberapa klasifikasi menurut (Ni Wayan, 2021)

yaitu:

a) Bayi baru lahir menurut masa gestasinya:

- Kurang bulan (preterm infact) : 4000gram

7
8

- Cukup bulan (term infact) : 37-42 minggu

- Lebih bulan (postterm infact) : 42 minggu atau lebih

b) Bayi baru lahir menurut berat badan lahir:

- Berat lebih rendah : 4000 gram

- Berat lahir cukup : 2500-4000 gram

- Berat lahir lebih : >4000 gram

c) Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi (masa gestasi

dan ukuran berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan)

- Neonatus cukup/kurang/lebih bulan (NCB/NKB/NLB)

- Sesuai/Kecil/Besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK)

3) Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal

Menurut (Jamil,dkk,2017), ciri-ciri bayi baru lahir normal adalah sebagai

berikut:

a) Lahir aterm antara 37- 42 minggu

b) Berat badan 2500 - 4000 gram.

c) Panjang badan 48 - 52 cm

d) Lingkar dada 30 - 38 cm.

e) Lingkar kepala 33 - 35 cm.

f) Frekuensi jantung 120-160×/menit

g) Pernapasan ± 40 - 60×/menit

h) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup.

i) Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna

j) Kuku agak panjang dan lemas

k) Nilai APGAR > 7


9

l) Gerakan aktif

m) Bayi lahir langsung menangis

n) Refleks Rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil

o) pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik

p) Refleks Sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik

q) Refleks Moro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.

r) Refleks Graps atau menggenggam sudah baik

s) Genetalia

- Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada

pada skrotum dan penis yang berlubang.

- Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora

t) Eliminasi baik, yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam

jam pertama dan mekonium berwarna hitam kecoklatan.

B. Konsep Bayi dengan Labiopalatoschizis

1. Definisi Labiopalatoschizis

Labiopalatoskizis adalah suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah

mulut, palatosisis (sumbing palatum), dan labiosisis (sumbing pada bibir)

yang terjadi akibat gagalnya jaringan lunak (struktur tulang) untuk

menyatu selama perkembangan embroil yang disebabkan oleh kegagalan

penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7 – 12 minggu (Hidayat,

2017).

2. Etilogi Labiopalatoschizis

Menurut Wong (2018), penyebab terjadiya labiopalatoskizis adalah:


10

a) Faktok genetic

Material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi dapat terjadi

karena adaya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap

sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22

pasang kromosom non-sex (kromosom 1 – 22) dan 1 pasang

kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis

kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau

Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel

penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah

47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing

akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak,

jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan

frekuensi 1 dari 8.000 – 10.000 bayi yang lahir.

b) Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui

c) Kekurangan nutrisi seperti defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada

waktu hamil, kekurangan asam folat.

Zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang organ selama

masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga

berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa

embrional.

d) Kegagalan prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu.

e) Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).

f) Mutasi genetic atau teratogen (agen/faktor yang menimbulkan cacat

pada embrio)
11

g) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin, contohnya seperti

infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.

Ibu hamil yang terinfeksi virus (toxoplasma) berpengaruh pada

janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya kelainan kongenital

terutama labio palatosckizis.

h) Radiasi

Pada ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi

penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut dapat

mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa embrional.

i) Stress emosional.

3. Patofisiologi Labiopalatoschizis

Labiopalatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus

maksilaris dan premaksilaris selama awal usia embrio. Labioskizis dan

palatoskizis merupakan malformasi yang berbeda secara embrional dan

terjadi pada waktu yang berbeda selama proses perkembangan embrio.

Penyatuan bibir atas pada garis tengah selesai dilakukan pada kehamilan

antara minggu ketujuh dan kedelapan. Fusi palatum sekunder (palatum

durum dan mole) terjadi kemudian dalam proses perkembangan, yaitu

pada kehamilan antara minggu ketujuh dan kedua belas. Dalam proses

migrasi ke posisi horizontal, palatumm tersebut dipisahkan oleh lidah

dalam waktu yanag singkat. Jika terjadi kelambatan dalam porses migrasi

atau pemindahan ini, atau bila lidah tidak berhasil turun dalam waktu

yang cukup singkat, bagian lain proses perkembangan tersebut akan

terus
12

berlanjut namun palatum tidak bernah menyatu (Wong, Wilson,

Winkelstein & Schwarts, 2017).

4. Manifestasi Klinis Labiopalatoschizis

Menurut Wong (2018) manifestasi klinis anak yang mengalami

labiopalatiskizis, yaitu:

- Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.

- Gangguan komunikasi verbal.

- Regurgitasi

makanan Pada labioskisis:

- Distorsi pada hidung

- Tampak sebagian atau keduanya

- Adanya celah pada bibir

Pada palatoskisis:

- Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, keras dan
foramen incisive

- Ada rongga pada hidung

- Distorsi hidung

- Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa


dengan jari.

- Kesukaran dalam menghisap/makan


13

5. Pemeriksaan Penunjang Labiopalatoschizis

a) Rontgen

 Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG

prenatal, namun tidak terdapat skrining sistemik untuk celah

orofasial. Diagnosa prenatal untuk celah bibir baik unilateral

maupun bilateral, memungkinkan dengan USG pada usia janin

18 minggu. Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa

pada pemeriksaan USG prenatal. Ketika diagnosa prenatal

dipastikan, rujukan kepada ahli bedah plastik tepat untuk

konseling dalam usaha mencegah.

 Setelah lahir, tes genetic mungkin membantu menentukan

perawatan terbaik untuk seorang anak, khususnya jika celah

tersebut dihubungkan dengan kondisi genetik. Pemeriksaan

genetik juga memberi informasi pada orangtua tentang resiko

mereka untuk mendapat anak lain dengan celah bibir atau celah

palatum.

b) Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan dewngan melakukan foto rontgen

pada tengkorak. Pada penderita dapat ditemukan celah processus

maxilla dan processus nasalis media.

6. Penatalaksanaan Labiopalatoschizis

Menurut Wong (2018) penanganan untuk bibir sumbing adalah

dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan,
14

dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada

saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk

melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of

Ten) yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan

usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.

a) Penatalaksanaan Keperawatan

- Menyusui oleh ibu

Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk

seorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat

pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan

payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan

pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya

kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi,

karena bayi tidak menyusu sampai 6 mg.

- Menggunakan alat khusus

1) Dot domba

Udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan

melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan

dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing,

suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan

lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar.

2) Botol peras

Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di

bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi.


15

3) Ortodonsi

Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara

celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan

sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat

dilakukan tindakan bedah definitive.

- Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju


bagian sisi atau belakang lidah bayi.

- Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung


untuk menelan banyak udara.

- Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang


luka terbentuk pada bagian pemisah lobang hidung.

- Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak


menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut

untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut

untuk sembuh.

- Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah


sumbing dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dala

hydrogen peroksida setengah kuat atau air

b) Penatalaksanaan Medis

Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu

untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi

untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi

tersebut bervariasi
16

1. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir

berdasarkan kriteria rule of ten yaitu umur > 10 mgg, BB > 10

pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui.

2. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup

langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan)

sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak

belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun

dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah

alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur

pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.

3. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah

pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai.

4. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki

“kerusakan horseshoe” yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur

seperti balon bicara ditempel pada bagian belakang gigi geligi

menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih

baik.

5. Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-

langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan

struktur, juga pada sumbing yang telah diperbaiki, dapat

mempengaruhi pola bicara secara permanen.

7. Komplikasi Labiopalatoschizis

Menurut Wong (2018) komplikasi yang dapat terjadi pada

labiopalatoskizis, yaitu :
17

a) Kesulitan bicara

b) Terjadinya otitis media

c) Aspirasi

d) Distress pernafasan

e) Resiko infeksi saluran nafa

f) Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

g) Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh otitis media rekureris

sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.

h) Asimetri wajah

i) Masalah gigi

j) Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat

kecacatan dan jaringan paruh.

8. Prognosis Labiopalatoschizis

Bayi yang lahir dengan cleft palate mempunyai prognosis yang

baik dan kurang lebih 80 persen tetap memiliki suara yang normal.

Belum ada yang tahu cara mencegah cleft palate tetapi perawatan

antenatal penting untuk mengurangi, bahkan mencegah risiko kelainan

ini. Prognosis operasi pasien cleft palate pada umumnya baik tergantung

dari pengalaman dan metode yang digunakan dan ada atau tidaknya

komplikasi yang muncul akibat pembedahan. Meskipun telah dilakukan

koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan bicara sehingga

diperlukan terapi bicara yang bisa diproleh di sekolah. Tetapi jika anak

berbicara lambat atau berhati-hati maka biasanya mereka akan terdengar

seperti anak normal (Seattle Children’s Hospital, 2017, dikutip Badawi,

2018).
18

9. Web Of Caution (WOC)

Fakor genetik, faktor lingkungan, infeksi pengaruh

Mesoderm tidak terbentuk pada trimester 1

Prosesus nasalis dan maksialis tidak

Labiopalatoskizis

Sistem Sistem Respirasi Pembedahan

Ada celah pada Ada celah pada


Luka jahitan Kerusakan jaringan
bibir & palatum bibir & palatum

Resiko Merangsang resiseptor


Distorsi nasal Sfingter muara tuba
infeksi nyeri
eustachia terganggu
Tidak dapat
Persepsi nyeri
menghisap asi Resiko
aspirasi
Nyeri akut
Defisit Nutrisi

Kurangnya terpapar
informasi tentang Ansietas
labiopalatoskizis
19

C. Konsep Asuhan Keperawatan pada Labiopalatoschizis

1) Pengkajian

Pengkajian teoritis menurut induniasih & Hendrasih (2017) merupakan

proses pertama dalam proses keperawatan

a) Anemnesis

1. Identitas pasien

Meliputi nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, usia,

alamat, nomor telepon, status pernikahan, pendidikan terakhir,

pekerjaan, agama, suku, bangsa, dan nama penanggung jawab

pasien.

2. Keluhan utama

Klien tidak mampu menelan dan menyusui, terlihat adanya celah

di bibir dan palatum.

3. Riwayat penyakit sekarang

Pengaruh obat tetatologik termasuk jamu dan kontrasepsi

hormonal,kecanduan alkohol.

4. Riwayat penyakit dahulu

Pasien menderita insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ

selama masa embrional.

5. Riwayat penyakit keluarga

Anggota keluarga ada yang bibir sumbing.

6. Pola aktivitas sehari-hari

a) Pola nutrisi dan metabolic


20

Berat badan menurun, perut kembung, turgor kulit jelek, dan

kulit kering.

b) Pola sirkulasi
Pucat dan Turgor kulit jelek.

c) Pola aktivitas
Pasien sulit mengisap Asi, ulit menelan Asi, rewel, dan

menangis.

d) Pola istiahat dan tidur


Tidak dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman.

e) Neurosensory
Adanya trauma psikologi pada orang tua dan adanya sifat

kurang menerima, sensitif.

a) Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

Pasien tampak pucat dan rewel.

2. Kepala

Perhatikan besar, bentuk, ubun-ubun, sufura, molase, dan caput

succe daneum atau cephalhaemotoma

3. Mata

Perhatikan tanda infeksi, yaitu pus tanpa perdarahan berupa

bercak merah yang akan hilang dalam waktu 6 minggu

4. Hidung
21

Kesimetrisan, perhatikan jembatan hidung (tidak ada Down

Sindrom), cuping hidung masih keras, passase udara (gunakan

Kapas).

5. Mulut

Kesimetrisan, terdapat labiopalatoskizis, perhatikan adanya ovula

apakah simetris, ovula naik bila bayi menangis, pengeluaran

saliva, pertumbuhan gigi (apakah sejak lahir).

6. Telinga

Periksa dalam hubungan letak dengan mata dan kepala, kelainan

daun atau bentuk telinga

7. Leher

Perhatikan adanya pembengkakan dan benjolan

8. Dada

Perhatikan adanya cedera akibat persalinan, bentuk dada, puting

susu, bunyi nafas, bunyi jantung, dan acesoriasis mamae.

9. Abdomen

Perhatikan bentuk, penonjolan sekitar tali pusat pada saat

menangis atau menggambarkan hernia umbilikalis, perdarahan

tali pusat, dan benjolan pada perut.

10. Genitourirenia

- Perempuan terdapat lubang vagina, uretra berlubang,labia

mayora sudah menutupi labia minora.

- Laki-laki terdapat testis sudah turun dalam scrotum, lubang

pada ujung penis


22

11. Musculoskeletal

Bentuknya normal atau tidak dan onus otot kuat atau lemah.

12. Integument

Perhatikan normal kulit berwarna kemerahan, selaput kulit

mengelupas ringan, kulit dan warna yang tidak rata (cutis

marmmorata), bercak biru disekitar bokong (mongolion spot)

hilang pada umur 1-5 tahun. Vernik tidak perlu dibersihkan

karena menjaga kehangatan tubuh bayi. Pada bayi dismatur kulit

bayi mengeriput dan kuku bayi panjang.

2) Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan SDKI (2017), Diagnosis atau diagnosa keperawatan

merupakan keputusan klinis tentang respons seseorang, keluarga, atau

masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan

yang aktual atau potensial. Diagnosis keperawatan merupakan dasar dalam

penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan. Diagnosis keperawatan

ini dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi tanggung

gugat perawat. Adapun Diagnosa keperawatan pada bayi dengan

labiopalatoskizis:

a) Risiko aspirasi d.d distorsi nasal.

b) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan.

c) Ansietas b.d kurang terpapar informasi


3) Intervensi Keperawatan

Nomor dx Kriteria Hasil Intervensi Rasional

D.0006 Setelah dilakukan tindakan I.01018 Pencegahan aspirasi

keperawtan selama ... jam, Observasi:

tingkat aspirasi menurun - Monitor tingkat kesadaran, batuk, - Mengetahui kemampuan dalam mencegah

dengan kriteria hasil: muntah, dan kemampuan menelan. aspirasi

- Kemampuan menelan - Monitor status pernapasan. - Mengetahui ada tidaknya gangguan respirasi.

membaik - Monitor bunyi napas terutama - Mengetahui apakah terdapat cairan yang

setelah makan dan minum. masuk ke dalam pernapasan.

Teraupetik:

- Posisikan semi fowler sebelum - Mencegah terjadinya refluks makanan dan

memberi asupan nutrisi cairan

- Pertahankan posisi semi fowler

23
24

Edukasi - Menurunkan risiko terjadinya aspirasi.

- Anjarkan strategi mencegah

aspirasi.

D.0019 Setelah dilakukan tindakan I.03119 Manajemen nutrisi

keperawtan selama ... jam, Observasi:

status nutrisi membaik dengan - Idenfikasi status nutrisi - Mengetahui kebutuhan utrisi pasien.

kriteria hasil: - Monitor berat badan

- Berat badan membaik - Identifikasi perlunya penggunaan - Membantu pemberian makanan dan obat

- IMT membaik selang nasogastrik. yang tidak bisa dikonsumsi dari mulut.

- Frekuensi makan Teraupetik :

membaik - Peluk dan bicara dengan bayi selama - Menstimulasi aktivitas makan.

diberikan makan
- Membantu kesulitan makan bayi,
- Gunakan alat makan khusus, bila
mempermudah menelan, dan mencegah
menggunakan alat tanpa puting. (dot,
aspirasi.
25

spuit asepto) letakan formula di

belakang lidah.

Edukasi :

- Anjurkan Ibu untuk memberikan - Meningkatkan imunitas tubuh bayi.

ASI yang baik untuk bayinya.

D.0080 Setelah dilakukan tindakan I.09314 Reduksi Ansietas

keperawtan selama ... jam, Observasi:

status tingkat ansietas menurun - Monitor tanda-tanda ansietas - Mengetahui tingkat ansieatas pasien.

dengan kriteria hasil: Teraupetik:

- Verbalisasi - Ciptakan suasana terapeutik untuk - Membina hubungan saling percaya antara

kebingungan menurun. menumbuhkan kepercayaan. perawat dan pasien.

- Verbalisasi khawatir - Pahami situasi yang membuat


- Menciptakan rasa empati terhadap keadaan
akibat kondisi yang ansietas.
pasien.
dihadapi menurun. - Dengarkan dengan penuh perhatian.
26

- Perilaku gelisah Edukasi:

menurun. - Informasikan secara faktual

mengenai diagnosis, pengobatan, dan

prognosis.

- Anjurkan keluarga untuk tetap

bersama pasien.

- Latih teknik relaksasi.


4) Implementasi Keperawatan

Menururt Mufidaturrohmah (2017) Implementasi merupakan

tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan

keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan

kolaborasi. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan

rencana tindakan keperawatan. Tujuan dari implementasi adalah

membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang

mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan dan memfasilitasi koping.

5) Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan

dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana

keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat

seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami

respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan

kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam

menghubungkan tindakan keperawatan kriteria hasil (Nursalam, 2020)

27
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Data Demografi Pasien

a. Identitas pasien

Nama : By Ny D

No. RM : 1300062XXX

Tanggal Lahir/umur : 13-10-2022/ 0 Bulan

Jam Lahir : 13.40 WIB

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Talang Kerangga ilir barat II Palembang

b. Indentitas penanggung jawab

Nama : Tn. M

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Talang Kerangga ilir barat II Palembang

Hubungan : Orang Tua

28
A. ASESMEN

Tiba diruangan tanggal 13/10/2022 pukul 13.40 WIB

Diperoleh dari : orangtua pasien, Hubungan dengan pasien

Ayah Cara masuk: Menggunakan incubator

Asal pasien : VK

1. Diagnosis saat masuk : NCB SMK post lahir spontan + Labiopalatozkisis

2. Keluhan Utama : Lahir dengan spontan, bayi lahir langsung menangis

dilakukan disuction, dibersihkan, dihangatkan, dilakukan perawatan rutin, kelainan

dan kecacatan belum di temukan. Anus ada

3. Riwayat Obstetrik :G1P0A0 usia gestasi 38 mg

4. Pernah dirawat :  Tidak  Indikasi rawat

5. Status gizi ibu :  baik buruk lain-lain

6. Obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan :  tidak ada  ada

7. Kebiasaan Ibu :  Merokok minum jamu  meniuman beralkohol

 dll : Tidak ada

8. Riawayat persalinan :  SC spontan kepala/bokong  VE  FORCEP

9. Ketuban :  jernih  hijauencer/kental  meconium  darah

 Putih keruh

10. Volume :  normal oligohidramnion  polihidramnion,

Apgar Score : 9/10

29
11. Antropometri BBL : BB = 2542 gram, PB = 46 cm, LK, = 31 cm, LD = 31

cm, LP = 28 cm

12. Riwayat penyakit Ibu :  tidak ada  ada  diabetes  kanker asma

 hipertensi jantung  lain-lain

13. Riwayat alergi obat/ makanan : tidak ada  ada, sebutkan

14. Riwayat transfui darah :  tidak  ya, kapan? timbul reaksi  tidak/ya

15. Riwayat imunisasi :  tidak  ya, sebutkan

B. Status Sosial, Ekonomi, Agama, Suku/Budaya, Nilai Kepercayaan

1. Pekerjaan penanggung jawab/OT pasien :PNS/TNI/POLRI SwastaPensiun

2. Pendidikan penanggungjawab/OT pasien : TK SD SMP SLTA

 Akademi/PT  Pasca Sarjana  Lain-lain

3. Cara pembayaran :Pribadi Perusahaan Asuransi  lain-lain : BPJS

4. Tinggal bersama : Keluarga Orang Tua Anak Panti Asuhan

5. Spiritual (Agama): Islam Protestan Katolik Hindu Budha  Konguchu

6. OT/Keluarga pasien m engungkapkan keprihatinan yang berhubungan dengan rawat

inap : Tidak  Ya

: Ketidak mampuan untuk mempertahankan praktek spiritual seperti biasa

 Perasaan negatif tentang sistem kepercayaan terhadap spiritual

 Konflik antara kepercayaan spiritual dengan ketentuan sistem kesehata

 Bimbingan rohanI

 Lain-lain :

7. Suku/budaya : Palembang

8. Nilai-nilai kepercayaan pasien / keluarga :  ada  tidak

30
 Tidak mau dilakukan transfusi

 Tidak mau pulang dihari tertentu

 Tidak mau imunisasi

 Lain-lain :

9. Kebutuhan privasi pasien :  Ya  Tidak

C. Pemeriksaan fisik

1. keadaan umum : Tampak Tidak Sakit

2. Kesadaran : Composmentis

3. GCS :E4M4V2

4. Tanda Vital : S : 36,6ᵒC Nadi : 150x/menit RR : 50x/menit SPO2 : 97%

TD : - Down score: 0

5. Berat Badan : 2542 gram, PB = 46 cm, LK, = 31 cm, LD = 31 cm, LP = 28 cm

6. Gol Darah/ Rh bayi : Belum Cek

Gol Darah/Rh ibu : Orangtua lupa

Gol Darah/Rh ayah : Orangtua lupa

31
Pengkajian Hasil Pemeriksaan
Persistem/Fungsi
Sistem susunan Gerak bayi :  aktif Tidak aktif
saraf pusat Ubun-ubun :  Datar  Cekung  Menonjol  Lain-lain
Kejang :  Tidak ada  Ada,
Tipe refleks : moro menelan hisap babinski
tangis bayi : kuatmelengkinglain-lain

Sistem Penglihatan Posisi mata :  Simetris  Asimetris


Pupil :  Isokor  Anisokor
Kelopak mata :  TAK  Edema  Cekung  Lain-lain
Konjungtiva :  TAK  Anemis  Konjungtivitis  Lain-lain
Sklera :  TAK  Ikterik  Perdarahan  Lain-lain

Sistem  TAK Nyeri  Keluar cairan  Berdengung  Lain-lain


Pendengaran
Sistem  TAK Asimetris  Pengeluran cairan  Polip  Sinusitis
Penciuman  Epitaksis  Lain-lain

Sistem Pola nafas :  Normal : 50x/menit  Bradipneu Tachipneu


Pernafasan  Kusmaull  cheyne stokes

Jenis pernafasan :  Dada  Perut  Alat bantu nafas, Sebutkan :


Irama nafas :  Teratur Tidak teratur
Retraksi :  Tidak  Ya
Air Entry :  udara masuk
Merintih :  tidak ada
Suara nafas :  Vesikuler  Ronchi  Wheezing
 Kreckles

32
Sistem Warna kulit : Kemerahan  Sianosis  Pucat  Lain-lain
Kardiovaskuler/ Denyut nadi :  Teratur  Tidak teratur
jantung Sirkulasi :  Akral hangat  Akral dingin  Rasa Kebas
 Palpitasi  Edema
Pulsasi :  Kuat  Lemah  Lain-lain
CRT : < 2 detik > 2 detik

Sistem Pencernaan Mulut :  TAK  Stomatis Mukosa kering


 Lain-lain terdapat labiopalatozkisis
Lidah :  TAK  Bersih  Kotor  Lain-lain
Tenggorokan :  TAK  Hiperemesis  Pembesaran tonsil
 Sakit menelan
Abdomen :  supel
BAB :  TAK  Konstipasi  Melena  Inkontinensia alvi
 Colostomy
 Diare frekuensi /hari
 mcco pertama’ tgl/ pkl : 14/10/2022 jam 04.00

Sistem BAK  TAK  Anuria  Disuria  Poliuria  oligori


Genitourinaria  BAK pertama, tgl/pkl: 14/10/2022 pukul 04.00

Sistem Reproduksi Laki-laki:  normal

Sistem Integumen Vernic kaseosa :  ada


Lanugo :  tipis
Turgor :  Baik, elastis  Sedang  Buruk
Warna :  TAK  Ikterik  Pucat
Kulit : normal  Dekubitus  Ram/ruam  Ptekie
Kriteria resiko dekubitus :  Pasien immobilisasi  Penurunan
kesadaran
 Malnutrisi  Inkontinensia urin/alvi  Kelumpuhan
 Penurunan persepsi sensori  Kebas
 Penurunan respon nyeri  Tidak ada

33
(Bila terdapat satu atau lebih kriteria diatas, lakukan pengkajian
dengan menggunakan formulir pengkajian resiko dekobitus/score
borden scale)

Sistem Lengan : fleksi


Muskuloskeletal Tungkai : fleksi  Ekstensi  Pergerakan aktif
Recoil telinga :  Rekoil lambat  Recoil cepat
Garis telapak kaki :  Tipis  Garis Transversal Anterior
 seluruh telapak kaki

D. Status Psikologis (orangtua)

 Tenang Cemas Sedih Depresi Marah Hiperaktif

E. Kenyamanan/ pengkajian nyeri (assesmen nyeri) pada usia 0-1 bulan (NIPS)

Nyeri : tidak ada, nilai = 0

F. Kebutuhan Komunikasi/ pendidikan dan pengajaran orangtua

1. Bicara : Normal  Tidak ada gangguan

2. Bahasa sehari-hari : Palembang

3. Penterjemah : tidak

4. Masalah penglihatan : tidak

5. Pendidikan penanggung jawab : SD SMP  SLTA Akademi/PT  Pasca sarja

6. Pasien atau keluarga menginginkan informasi tentang : Proses penyakit Gizi 

Terapi atau obat  Peralatan Medis  Tindakan/pemeriksaan  lain-lain

34
Asesmen Gizi/ Skrining Oleh Perawat

Minum :  ASI  PASI Frekuensi: Adelik

Masalah :  Tidak ada

Daftar Masalah Keperawatan

 Resiko perubahan suhu tubuh : hipotermi

 Resiko Aspirasi

 Resiko Defisit Nutrisi

 Menyusui tidak efektif

Rencana Keperawatan

1. Menghangatkan bayi dalam couve

2. Mengobservasi keadaan umum dan TTV

3. Melibatkan orangtua dalam perawatan

4. Penkes tanda-tanda hipotermi

5. Kolaborasi dengan DPJP jika diperlukan

35
PERENCANAAN PULANG (DICHARGE PLANING)

Pasien dan keluarga dijelaskan tentang perencanaan pulang : Tidak  Ya

1. Lama perawatan rata-rata : 3 hari

2. Tanggal rencana pulang : 16/10/2022

3. Perawatan lanjutan yang diberikan dirumah :

 Higiene (mandi,BAB/BAK)  Pemberian minum NGT/Sendok/Dot bayi

 Perawatan luka  Nutrisi

 Perawatan bayi  Latihan Gerak

 Pemberian obat  Pemeriksaan Laboratorium lanjutan

Lain-lain  Penyakit/ Diagnosa

4. Bayi tinggal bersama :  OT Kandung  Keluarga

5. Transportasi yang digunakan :  kendaraan pribadi : mobil

Perawat / Bidan yang melakukan pengkajian Verifikasi DPJD


Tanggal : 13/10/2022 pukul 14.00 selesai Tanggal : 13/10/2022 pukul 14.00 selesai
verifikasi
Sr.Yola dr.S,Sp.A
Tanda Tangan dan Nama Jelas Tanda Tangan dan Nama Jelas

36
I. Analisa data

No Tanggal Data Etiologi Masalah

1 13/10/2022 DS : - bayi baru lahir Resiko perubahan


suhu tubuh :
DO : By Ny D lahir perbedaan suhu tubuh dalam
hipotermi
tanggal 13/10/22 pukul perut ibu dengan lingkungan
13.40 WIB Kes: CM luar
S: 36.6 N: 150x/menit
adanya faktor kondisi, radiasi
RR: 50x/menit
dan evaporasi

Resiko perubahan suhu


tubuh (Hipotermi)

2. 13/10/2022 Faktor risiko: Labiopalatozkisis Resiko Aspirasi

- Terdapat Celah pada bibir dan palatum


labiapalatoskizis
Sfingter muara tuba
- Tidak ada refleks
eustachia terganggu
menelan
Gangguan menelan

Resiko Aspirasi

3. 13/10/2022 Faktor risiko: Labiopalatozkisis Resiko Defisit


Nutrisi
- Terdapat Celah pada bibir dan palatum
labiapalatoskizis
Distorsi nasal
- Tidak ada
reflek menelan Tidak dapat menghisap ASI
- Tampak kesulitan
Resiko defisit nutrisi
meminum asi

37
4. 13/10/2022 DS: Labiopalatozkisis Menyusui tidak
efektif
- Ny.D merasa Celah pada bibir dan palatum
cemas karena
Distorsi nasal
belum bisa
menyusui anaknya. Tidak dapat menghisap Asi

DO: Menyusui tidak efektif

- By ny D tampak
kesulitan dalam
menghisap Asi

J. Masalah Keperawatan

1. Resiko perubahan suhu tubuh : hipotermi


2. Resiko aspirasi
3. Resiko defisit nutrisi
4. Menyusui tidak efektif

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko perbuhanan suhu tubuh : hipotermi berhubungan dengan lingkungan yang baru
(udara luar)
2. Risiko aspirasi d.d terdapat labiapalatoskizis dan tidak ada refleks menelan.
3. Risiko defisit nutrisi d.d terdapat labiapalatoskizis, tidak ada refleks menelan, dan tampak
kesuliatan menghisap ASI.
4. Menyusui tidak efektif b.d hambatan pada neonatus (labiapalatoskizis) d.d by ny D rewel
karena kesulitan dalam meminum ASI dan Ny.D merasa cemas karena belum bisa
menyusui anaknya.

38
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Keperawatan Tujuan Intervensi

1. Resiko perbuhanan suhu tubuh : Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipotermia:

hipotermi berhubungan bayi dengan keperawatan selama 1x6 jam Observasi:

lingkungan yang baru (udara luar) masalah teratasi dengan kriteria - Monitor suhu tubuh

hasil: - Idenfikasi penyebab hipotermia (terpapar suhu

- Suhu tubuh membaik lingkungan baru)

- Suhu kulit membaik - Monitor tanda dan gejala hipotermia

Teraupetik :

- Sediakan lingkungan yang hangat (incubator)

- Ganti pakaian atau linen yang basah

- Lakukan penghangat pasif (selimut, penutup kepala)

Regulasi Temperatur:

Observasi:

- Monitor suhu bayi sampai stabil

39
- Monitor pernapasan dan nadi

- Monitor warna dan suhu kulit

Teraupetik:

- Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah

kehilangan pamas

- Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan

panas pada bayi baru lahir

- Pertahankan kelembaban incubator 50% untuk

mengurangi kehilangan panas

- Atur suhu incubator sesuai kebutuhan

- Hindari meletakan bayi di dekat jendela terbuka

atau aliran pendingan ruangan kipas angina

Edukasi:

- Jelaskan cara mencegah hipotermi karena terpapar

udara dingin

40
2. Risiko aspirasi d.d terdapat Setelah dilakukan tindakan Pencegahan aspirasi

labiapalatoskizis dan tidak ada keperawatan selama 3 hari, tingkat Observasi:

refleks menelan aspirasi menurun dengan kriteria - Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah, dan

hasil: kemampuan menelan

- Kemampuan menelan cukup - Monitor bunyi napas terutama setelah makan dan

meningkat minum.

- Nilai kondisi penyakit, termasuk sindrom patologis,

kelainan bentuk terkait lainnya, dan sebagainya.

Teraupetik:

- Posisikan semi fowler sebelum memberikan asupan

nutrisi.

- Pertahankan posisi semi fowler.

Edukasi:

- Ajarkan strategi mencegah aspirasi.

41
Terapi Menelan

Observasi:

- Monitor tanda dan gejala aspirasi.

Teraupetik :

- Gunakan alat bantu makan

Edukasi:

- Informasikan manfaat terapi menelan kepada

keluarga

3. Risiko defisit nutrisi d.d terdapat Setelah dilakukan tindakan Manajemen Gangguan Makanan

labiapalatoskizis, tidak ada refleks keperawatan selama 3 hari, status Observasi:

menelan, dan tampak kesuliatan nutrisi membaik dengan kriteria - Monitor asupan dan keluarnya makanan dan

meminum ASI hasil: cairan Teraupetik:

- Frekuensi minum ASI cukup - Timbang berat badan secara rutin

membaik - Berikan ASI menggunakan alat bantu khusus

- Reflek menelan cukup membaik

42
4. Menyusui tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Edukasi menyusui

hambatan pada neonatus keperawatan selama 3 hari, status Observasi:

(labiapalatoskizis) d.d by ny D menyusui membaik dengan kriteria - Identifikasi tujuan dan keinginan menyusui.

kesulitan dalam meminum ASI dan hasil: Teraupetik:

Ny.D merasa cemas karena belum - Tetesan/pancaran ASI cukup - Siapkan materi dan media pendidikan kesehatan.

bisa menyusui anaknya membaik - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai

- Frekuensi miksi bayi cukup kesepakatan.

membaik - Memberi kesempatan untuk

- Kecemasan maternal menurun bertanya Edukasi:

- Ajarkan perawatan payudara postopartum

(memerah ASI, pijat payudara, pijat oksitosin)

Konseling Laktasi:

Observasi :

- Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan

dilakukan konseling menyusui

43
- Identifikasi permasalahn yang ibu alami selama

proses menyusui

Teraupetik:

- Gunakan teknik mendengarkan aktif

- Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar

44
D. Implementasi Keperawatan

NAMA &
TGL / JAM TINDAKAN DAN EVALUASI KEPERAWATAN TTD
PERAWAT

13/10/2022 Menghangatkan bayi dalam couve Sr. N

14.00 WIB Mengobservasi Ku dan TTV = KU Sedang, Kes CM,


sianosis tidak, akral hangat, nadi teraba kuat, gerak
16.00 WIB Sr. N
aktif, tangis kuat suhu 36,6ᵒC, Nadi 150x/menit RR
50x/menit
18.00 WIB
Melibatkan orang tua dalam perawatan = orangtua Sr. N
terlibat
20.00 WIB
Kolaborasi tidak dilakukan= advice sesuai terapi
Sr. N
sesuai DPJP

14/10/2022
Sr. N
01.00 WIB Mengenalkan diri sebagai PN = Orangtua mengenal
PN

05.00 WIB Mengobservasi Ku dan TTV = KU Sedang, Kes CM, Sr. N


sianosis tidak, akral hangat, nadi teraba kuat, gerak
aktif, tangis kuat suhu 36,6ᵒC, Nadi 144x/menit RR
05.00 WIB
48x/menit Sr.N
05.15 WIB
Melibatkan orang tua dalam perawatan = orangtua Sr. N
terlibat

07.00 WIB Kolaborasi tidak dilakukan= advice sesuai terapi


Sr. N
sesuai DPJP

45
46
08.00 WIB Mengenalkan diri sebagai PN = Orangtua mengenal Sr. Y
PN

Mengobservasi Ku dan TTV = KU Sedang, Kes CM,


10.00 WIB Sr. Y
sianosis tidak, akral hangat, nadi teraba kuat, gerak
aktif, tangis kuat suhu 36,6ᵒC, Nadi 148x/menit RR
46x/menit

12.00 WIB Melibatkan orang tua dalam perawatan = orangtua


Sr. Y
terlibat
Sr. Y
13.00 WIB Kolaborasi tidak dilakukan= advice sesuai terapi
sesuai DPJP

Mengenalkan diri sebagai PN = Orangtua mengenal Sr. T


14.00 WIB
PN
16.00 WIB
Mengobservasi Ku dan TTV = KU Sedang, Kes CM,
Sr. T
sianosis tidak, akral hangat, nadi teraba kuat, gerak
aktif, tangis kuat suhu 36,6ᵒC, Nadi 143/menit RR
18.00 WIB
44x/menit

Melibatkan orang tua dalam perawatan = orangtua Sr. T


terlibat

20.00 WIB Kolaborasi tidak dilakukan= advice sesuai terapi Sr.T


sesuai DPJP

boleh pulang, kontrol ulang setelah umur 3 bulan

47
E. Tindakan dan Evaluasi Keperawatan

TGL/JAM EVALUASI KEPERAWATAN Nama


Perawat
Evaluasi Sore
S:-
13/10/2022 O :
Jam 20.00
- KU sedang, kesadaran CM, akral hangat, gerak Sr. N
aktif, tangis kuat, nadi teraba kuat S: 36,6ᵒC
- Kemampuan menelan
- Reflek menelan
- Kesulitan menghisap asi

A : Resiko Hipotermi
Resiko Aspirasi
Resiko Defisit Nutrsisi
Menyusui tidak efektif

P : Intervensi di lanjutkan
- Observasi KU dan TTV
- Monitor tingkat kemampuan menalan
- Posisikan semi fowler sebelum memberikan
asupan nutrisi
- Monitor asupan ASI
- Berikan Asi menggunakan alat bantu khusus
- Ajarkan perawatan payudara postopartum
(memerah ASI, pijat payudara, pijat oksitosin)

48
- Ajarkan teknik menyusui yang tepat
sesuai kebutuhan ibu
- Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar
- Rencana Hep B0

Evaluasi malam
S:-
13/10/2022 O : Sr. N
Jam 06.00
- KU sedang, kesadaran CM, akral hangat, gerak
aktif, tangis kuat, nadi teraba kuat S: 36,7ᵒC
- Kemampuan menelan
- Reflek menelan
- Kesulitan menghisap asi
A : Resiko Hipotermi
Resiko Aspirasi
Resiko Defisit Nutrsisi
Menyusui tidak efektif
P : Intervensi di lanjutkan
- Observasi KU dan TTV
- Monitor tingkat kemampuan menalan
- Posisikan semi fowler sebelum memberikan
asupan nutrisi
- Monitor asupan ASI
- Berikan Asi menggunakan alat bantu khusus
- Ajarkan perawatan payudara postopartum
(memerah ASI, pijat payudara, pijat oksitosin)
- Ajarkan teknik menyusui yang tepat
sesuai kebutuhan ibu
- Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar
- Rencana Hep B0

49
TGL/JAM EVALUASI KEPERAWATAN NAMA
PERAWAT
Evaluasi Pagi
S:-
14/10/2022 O: Sr. Y
Jam 13.00
- KU sedang, kesadaran CM, akral hangat, gerak
aktif, tangis kuat, nadi teraba kuat S: 36,7ᵒC
- Kemampuan menelan teratasi sebagian
- Reflek menelan teratasi sebagian
- Kesulitan menghisap asi teratasi sebagian
A : Resiko Aspirasi

Resiko Defisit Nutrsisi


Menyusui tidak efektif
P : Intervensi di teruskan
- Observasi KU dan TTV
- Monitor tingkat kemampuan menelan
- Posisikan semi fowler sebelum memberikan
Asi
- Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang
benar
- Rencana Hep B0

Evaluasi Sore
S:-
14/8/2022 O: Sr. T
Jam 20.00
- KU sedang, kesadaran CM, akral hangat, gerak
aktif, tangis kuat, nadi teraba kuat S: 36,6ᵒC
- Kemampuan menelan teratasi sebagian
- Reflek menelan teratasi sebagian
- Kesulitan menghisap asi teratasi sebagian

A : Resiko Aspirasi

Resiko Defisit Nutrsisi

50
Menyusui tidak efektif
P : Intervensi di hentikan
- Observasi KU dan TTV
- Boleh pulang
- Edukasi cara menyusui
- Kontrol imunisasi polio dan bcg
- kontrol ulang labiopalatozkisis setelah umur 3
bulan

51
DAFTAR PUSTAKA

Armini, Ni Wayan. 2017. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra
Sekolah. Yogyakarta : ANDI
Badawi, Z. (2018). Gambaran angka kejadian labiopalatoskizis dari ibu hamil yang

mengkonsumsi asam folat selama kehamilan di rsup h. adam malik. SKRIPSI,

Universitas Sumatera Utara, Indonesia.

Dainty maternity, Arum Dwi Anjani, Nita Evriana bsari. Asuhan kebidanan neonatus,

bayi balita dan anak prasekolah. Yogyakarta 2018

Dewi .(2017). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita . Jakarta: Salemba Medika

Departemen Kesehatan RI (2007). Buku Acuan dan Panduan Asuhan Persalinan


Normal dan Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta: JNPK-KR.

Hidayat, A. A. A. (2017). Pengantar kebutuhan dasar manusia: apliaksi konsep dan


proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Herman (2018). The Relationship Of Familiy Roles And Attitudes In Child Care With
Cases Of Caput Succedeneum In RSUD Labuang Baji, Makasar City In. jurnal
Inovasi Penelitian , 2 (1), ISSN: 2722-9467.
Induniasih., & Hendarsih, S. (2017). Metodologi Keperawatan. Jakarta: Pustaka Baru
Press.
Jamil, siti nurhasiyah, Sukma, Febi Hamidah. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. 2017
Mufidaturrohmah. (2017). Dasar-Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Giva Media

Nursalam., & Batticaca, F. B. (2020). Proses & dokumentasi keperawatan (ed. 1).

Salemba Medika. Jakarta.

Ni Wayan Metriani, N.W (2021) Gambaran kejadian infeksi bayi baru lahir di ruang
perinatologi rumah sakit umum daerah wangaya kota denpasar tahun 2020
(Doctoral dissertion, jurusan kebidanan, 2021).
Owens, J. (2018). Parens Experiences Of Feeding a Baby with Cleft Lip and Palate.
Britsh Journal Of Midwifery; Infant Feeding Issues. 16 (12), 778-784.

Supit L, (2017). Cleft Lip and Palate Riview: Epidemiology, Risk Factors Quality of
Life and Importance Of Claafications. Med J Indonesia Vol 17 No 4 Desember
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia, (Ed.1).

Jakarta: PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia, (Ed.1).

Jakarta: PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar luaran keperawatan indonesia, (Ed.1).
Jakarta: PPNI.
Wong, D. L. (2018). Pedoman klinis keperawatan pediatric (ed. 4). Jakarta: EGC.

Wong, D. L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwarts, P.
(2017). Buku ajar keperawatan pediatric. Jakarta: EGC

KOREKSI
1. UDAH BAGUS DEK TAPI DI BAB 2 TOLONG PERBAIKI DI
PATOFLOW ADA 5 DX, KENAPA DI DIGNOSA DAN INTERVENSI
CUMA 3
2. TAMBAHKAN HALAMAN DAN DAFTAR ISI

Anda mungkin juga menyukai