BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tahun sekitar 600.000 wanita meninggal karena kehamilan dan komplikasi
terkait persalinan. Sebagian besar terjadi di negara berkembang. Perawatan antenatal,
natal, dan postnatal adalah layanan dasar untuk perlindungan dan peningkatan
kesehatan ibu dan bayi yang dilahirkan. Pencegahan trauma perineum adalah salah satu
upaya untuk meminimalkan trauma perineum dan mengurangi morbiditas ibu.1-3
Trauma jalan lahir sering terjadi pada perempuan primipara. Laserasi perineum
adalah salah satu komplikasi dan bentuk paling umum dari cedera akibat persalinan
pervaginam, dari tingkat rendah seperti laserasi mukosa sampai laserasi parah yang
melibatkan otot perineum dan rektum. Laserasi perineum berhubungan dengan
beberapa komplikasi, termasuk perdarahan, nyeri perineum, dispareunia, fistula
rektovaginal, abses perineum, dan inkontinensia. Beberapa komplikasi juga
berpengaruh negatif terhadap aspek fisik, psikologis, sosial, dan kualitas hidup.
Beberapa faktor risiko laserasi perineum telah dilaporkan, termasuk lansia, primipara,
prosedur operasi vagina, makrosomia, anestesi epidural, distosia, penggunaan
oksitosin, dan episiotomi.1,3,4
Perineum adalah struktur fibromuskular piramidal yang terletak di antara dinding
posterior vagina dan anus.2-5 Ukurannya sekitar 2 cm hingga 5 cm. Pada 2014, Deering
et al mempelajari tentang panjang perineum dan laserasi perineum dalam persalinan.
Mereka mengukur panjang perineum dari 133 wanita dari fourchette ke bagian tengah
anus, dan panjang rata-rata adalah 3,9 cm. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
panjang perineum pada nullipara dan multipara. Panjang perineum kurang dari atau
sama dengan 2,5 cm memiliki insiden laserasi perineum parah yang lebih tinggi secara
signifikan, dengan insiden sepuluh kali lipat lebih tinggi daripada panjang perineum
lebih dari 2,5 cm.6,7 Penelitian lain yang dilakukan di Rumah Sakit Al Azhar, yang
2
melibatkan 100 wanita hamil, melaporkan bahwa insiden laserasi perineum lebih tinggi
pada wanita dengan panjang tubuh perineal ≤ 3 cm dibandingkan wanita dengan
panjang tubuh perineum > 3 cm.4,6
Kompres hangat perineum selama tahap kedua persalinan adalah satu-satunya
teknik yang diusulkan untuk mengurangi insiden laserasi perineum. Kompres hangat
perineum selama kala dua persalinan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang
meningkatkan aliran darah, mengurangi rasa sakit, mengendurkan otot, otot menjadi
lebih elastis, dan memberi kenyamanan pada ibu.5,6
Meta-analisis yang melibatkan 1.525 wanita dengan pengambilan sampel acak,
tentang penggunaan kompres hangat selama tahap kedua persalinan dibandingkan
dengan tanpa kompres hangat, menunjukkan hasil yang signifikan dalam pengurangan
kejadian laserasi perineum derajat ketiga dan keempat pada kelompok kompres hangat
perineum, meskipun tidak ada penurunan kejadian perineum utuh selama persalinan.
Kompres hangat perineum juga dapat diterima oleh wanita selama tahap kedua
persalinan, mudah dilakukan, tidak perlu biaya tinggi, dan dapat dilakukan di semua
tingkat fasilitas perawatan kesehatan, sehingga teknik ini dapat menjadi pilihan untuk
manajemen selama tahap kedua persalinan untuk mengurangi risiko laserasi
perineum.7-8 Berdasarkan latar belakang ini, peneliti tertarik untuk mengetahui
perbandingan derajat laserasi perineum dengan kompres hangat perineum kala II pada
perempuan primigravida.
B. Rumusan Masalah
Apakah kompres hangat perineum kala II dapat digunakan untuk mengurangi derajat
laserasi perineum pada persalinan pervaginam?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menilai apakah kompres hangat perineum kala II dapat digunakan untuk
3
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
a. Memberikan data prevalensi, karakteristik demografi serta faktor risiko laserasi
perineum pada persalinan pervaginam di Rumah Sakit Mohammad Hoesin
Palembang.
b. Menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Klinis
a. Menjadi referensi dalam penggunaan kompres hangat untuk mengurangi derajat
laserasi perineum pada persalinan pervaginam.
b. Menjadi pertimbangan dalam mengurangi derajat laserasi pada persalinan
pervaginam.
c. Menjadi referensi yang berkaitan dengan faktor risiko laserasi perineum pada
persalinan pervaginam.
3. Manfaat Sosial
a. Menerapkan secara dini teknik kompres hangat perineum pada persalinan
pervaginam sehingga dapat mengurangi derajat keparahan yang disebabkan
laserasi perineum dan mengurangi komplikasi karena laserasi perineum.
b. Memberikan informasi ilmiah mengenai faktor risiko laserasi perineum pada
4
persalinan pervaginam.
c. Memberikan edukasi kepada ibu mengenai faktor risiko laserasi perineum pada
persalinan pervaginam.
E. Hipotesis Penelitian
H0 : Kompres hangat dapat digunakan untuk mengurangi derajat laserasi perineum
pada persalinan pervaginam.
HA : Kompres hangat tidak dapat digunakan untuk mengurangi derajat laserasi
perineum pada persalinan pervaginam.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah perineum terletak di antara vagina dan rektum, sebagian besar dibentuk
oleh muskulus bulbokavernosus dan muskulus transversus perinei. Muskulus
puborektalis dan sfingter ani eksterna memberikan serabut otot tambahan pada daerah
perineum. Sfingter ani secara keseluruhan berada di sebelah inferior dari
perineum. Sfingter ani eksterna terdiri atas muskulus skeletal (otot lurik), sfingter ani
interna yang letaknya saling tumpang tindih/sejajar dan berada di sebelah inferior
dari muskulus sfingter ani eksterna, terdiri atas otot-otot polos dan langsung
menyambung pada otot-otot polos yang terdapat pada kolon. Ukuran sfingter
ani secara keseluruhan yaitu sepanjang 3-4 cm. 1,8
Kavitas pelvis dibagi dua oleh diafragma pelvis menjadi kavitas pelvis utama di
sebelah atas dan perineum di sebelah bawah. Diafragma pelvis dibentuk oleh muskulus
levator ani, muskulus koksigis yang kecil, dan fasia yang meliputinya. Diafragma ini
tidak komplit di anterior untuk memungkinkan lewatnya uretra beserta vagina pada
wanita. 1,2,8
Trigonum analis dibatasi oleh ujung os koksigis, sisi-sisinya oleh tuber
iskiadikum dan ligamentum sakrotuba, tumpang tindih dengan batas muskulus gluteus
maksimus. Anus terletak di garis tengah, dan di samping kanan dan kiri anus
terdapat fossa iskionalis. Kulit di sekitar anus dipersarafi oleh nervus rektalis inferior.
Pembuluh limfe kulit mengalirkan cairan limfe ke kelompok medial nodus inguinalis
superfisialis. 1,2,8
Panjang kanalis analis kurang lebih 4 cm, berjalan ke bawah dan belakang
dari ampula rekti sampai anus. Kecuali saat defeksi, dinding lateral kanalis
analis dipertahankan saling berdekatan oleh muskulus levator ani dan muskulus
sfingter ani. 1,2,8
Kanalis analis mempunyai muskulus sfingter ani internus yang bekerja
secara involunter dan muskulus sfingter ani eksternus yang bekerja secara volunter.
Muskulus sfingter ani internus, dibentuk oleh penebalan otot polos stratum
7
sirkularis pada ujung atas kanalis analis. Muskulus sfingter ani internus diliputi oleh
lapisan otot lurik yang membentuk muskulus sfingter ani eksternus volunter. 1,2,8
Kedua pars puborektalis muskulus levator ani bergabung dengan pars profunda
muskulus sfingter ani eksternus. Serabut muskulus puborektalis pada kedua sisi
membentuk sebuah lengkung yang di depan melekat pada kedua os pubis dan berjalan
di sekeliling persambungan anorektalis, menarik ke arah depan
sehingga kanalis dan rektum membentuk sudut yang tajam. Stratum longitudinal
tunika muskulus kanalis analis melanjutkan diri ke atas sebagai stratum longitudinal
tunika muskularis rektum. Otot tersebut membentuk selubung utuh di sekitar kanalis
analis dan turun ke bawah pada batas di antara muskulus sfingter ani
internus dan eksternus. Sebagian sratum longitudinal melekat pada kedua tunika
mukosa kanalis analis, sedangkan lainnya berjalan ke lateral ke dalam fossa
iskianalis atau melekat pada kulit perinealis. 1,2,8
Pada perbatasan di antara rektum dan kanalis analis, muskulus sfingter ani
internus, muskulus sfingter ani eksternus pars profunda, dan muskulus
puborektalis membentuk cincin anorektalis yang dapat diraba dengan cara
pemeriksaan rektal. 1,2,8
B. Laserasi Perineum
1. Definisi Laserasi Perineum
Laserasi perineum adalah robekan pada perineum yang terjadi pada saat bayi lahir baik
secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Laserasi perineum
umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlalu cepat. 4,9-12
sehingga otot-otot perineum belum meregang. Selain itu ras juga berhubungan dengan
robekan perineum. Wanita Asia dilaporkan cenderung lebih tinggi prevalensi laserasi
perineum dibandingkan dengan wanita kulit hitam. Tindakan operatif vagina saat
persalinan seperti vakum dan forsep, panjang perineum, bayi yang besar, dan diameter
kepala bayi yang besar juga meningkatkan risiko laserasi perineum.10,13,14
Hirayama melaporkan bahwa terdapat hubungan antara ras dengan kejadian laserasi
perineum derajat ketiga dan keempat. Prevalensinya sangat bervariasi. Di Jepang, dari
laporan persalinan di luar fasilitas kesehatan, prevalensi robekan perineum derajat III
dan IV sebesar 1,4% sedangkan di Uganda sebesar 0,1%. Faktor nulipara, tindakan
forsep dan vakum ekstraksi, berat bayi yang besar merupakan faktor yang signifikan
terhadap terjadinya laserasi perineum. 15,16
Studi dari Williams dan Chames pada tahun 2006 di Michigan menginformasikan
bahwa kala dua yang lama (>1 jam), tindakan operatif saat persalinan vakum dan forsep
(OR 3,6 IK 95% 1,8-7,3), episiotomi mediolateral (OR 6,9 IK 95% 2,6-18,7)
berhubungan dengan laserasi perineum. Sementara itu persalinan pervaginam
sebelumnya merupakan faktor protektif terhadap laserasi perineum (OR 6,36 IK 95%
2,18-18,57).9 Faktor protektif lain terhadap kejadian laserasi perineum adalah BMI
diatas rata-rata. Hal ini disebabkan karena adanya ekstra lemak pada bagian perineum
wanita dengan berat badan berlebih/obesitas sehingga melindungi perineum saat
persalinan. 14-18
a. Faktor maternal
a.1. Partus presipitatus
Partus presipitatus merupakan partus yang selesai kurang dari tiga jam. His yang terlalu
kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat
singkat. His yang terlalu kuat atau juga disebut hypertonic uterine contraction.12 Partus
presipitatus ditandai dengan adanya sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa,
9
kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu adalah
terjadinya perlukaan jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan perineum,
sedangkan bahaya untuk bayi adalah mengalami perdarahan dalam tengkorak karena
bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat. Pada partus
presipitatus keadaan diawasi dengan cermat, dan episiotomi dilakukan pada waktu
yang tepat untuk menghindarkan terjadi laserasi perineum yang berat.2,12,18
a.3. Paritas
Seorang primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu kali
dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat janinnya hidup atau
mati pada waktu lahir. Pada primipara perineum utuh dan elastis, sedang pada
multipara tidak utuh, longgar dan lembek.4 Pada saat akan melahirkan kepala janin
perineum harus ditahan, bila tidak ditahan perineum akan robek terutama pada
primigravida. Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada primigravida atau pada
perineum yang kaku. Dengan perineum yang masih utuh pada primi akan mudah terjadi
robekan perineum. 2,18,19
Klasifikasi paritas adalah :
1. Primipara untuk hidup diluar adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak yang
cukup besar untuk hidup di dunia luar
2. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan anak lebih dari satu kali atau 2 anak
atau lebih
3. Grande multipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan
biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan.
10
b. Faktor janin
b.1. Lingkar kepala janin
Kepala janin merupakan bagian yang paling besar dan keras dari pada bagian-bagian
lain yang akan dilahirkan. Janin dapat mempengaruhi jalannya persalinan dengan
besarnya dan posisi kepala tersebut.6,13 Kepala janin besar dan janin besar dapat
menyebabkan laserasi perineum. Kepala janin merupakan bagian yang terpenting
dalam persalinan yang berpengaruh terhadap peregangan perineum pada saat kepala di
dasar panggul dan membuka jalan lahir dengan diameter 5-6 cm akan terjadi penipisan
perineum, sehingga pada perineum yang kaku dapat terjadi laserasi perineum.
Pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melalui introitus vagina
dan perineum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. 1,6,18
13
karena lahirnya kepala harus pelan-pelan agar perineum tidak robek. Pimpinan
mengejan pada ibu bersalin yang tidak sesuai dengan munculnya his dan lahirnya
kepala dapat mengakibatkan laserasi perineum hingga derajat III dan IV. 1,3,8
posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan
perineum. Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara
bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada vagina
dan perineum. 12,16
c.5. Episiotomi
Episiotomi adalah bedah yang dibuat di perineum untuk memudahkan proses kelahiran.
Perineum harus dievaluasi sebelum waktu kelahiran untuk mengetahui panjangnya,
ketebalan, dan distensibilitasnya. Evaluasi ini membantu menentukan apakah
episiotomi dilakukan atau tidak. Perineum yang sangat tebal dan kaku serta resisten
terhadap distensi memerlukan episiotomi. Indikasi utama episiotomi adalah gawat
janin. Episiotomi yang cepat sebelum saat crowning mungkin dilakukan dan dapat
mencegah robekan yang tidak beraturan. 4,6
Salah satu cara untuk mengurangi robekan pada vagina dan perineum yang tidak
beraturan dan lebar adalah dengan cara melakukan episiotomi. Episiotomi dapat
membuat luka atau robekan yang beraturan dan sejajar, sehingga luka mudah untuk
dijahit.19,21 Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran bayi
bila didapatkan: Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan, penyulit
kelahiran pervaginam ; sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam, Janin prematur untuk
melindungi kepala janin dari perineum yang ketat, dan jaringan parut pada perineum
yang memperlambat kemajuan persalinan. 12,16
Berikut disajikan tabel mengenai faktor risiko dan odd ratio sehubungan dengan
kejadian laserasi perineum. 12,16
17
Birthweight over 4 kg 2
Persistent occipitoposterior position 2–3
Episiotomy, mediolateral 1.4
Episiotomy, midline 3–5
Previous anal sphincter tear 4
All variables are statistically significant at P< 0,05
Laserasi derajat tiga: Cedera pada perineum yang melibatkan kompleks sfingter anal:
Grade 3a: Robekan kurang dari 50% robek ketebalan sfingter ani eksternal.
Grade 3b: Robekan lebih dari 50% dari ketebalan sfingter ani eskternal.
Grade 3c: Sfingter ani eksternal dan internal robek.
Laserasi derajat empat: Cedera pada perineum yang melibatkan kompleks sfingter ani
eskternal, internal, dan mukosa anorektal. Cedera sfingter anal obstetri (OASIS)
meliputi baik robekan perineum derajat ketiga dan keempat. 2,6,14
jenis mediolateral lebih dianjurkan, dimulai pada bagian belakang fourchette pada
sudut 45-60 derajat.13,15
Dibawah ini adalah rangkuman dari beberapa studi yang telah dipublikasi terkait
pencegahan laserasi perineum:2,6,10
1. Tidak dilakukannya episiotomi (adanya pembukaan serviks secara alami sejak usia
gestasi 36 minggu) secara signifikan meningkatkan angka persalinan pada ibu
nulipara dengan perineum yang utuh.
2. Pada tahun 2001, studi kohort prospektif yang dipublikasi di Jerman melaporkan
bahwa terjadi penurunan tindakan episiotomi sebesar 50% pada 50 ibu nulipara,
lebih sedikit yang mengalami robekan perineum (2% vs 4%), dan kala II yang lebih
pendek.
3. Studi di Melbourne Australia melaporkan bahwa dari 48 ibu nulipara terjadi
penurunan penggunaan episiotomi (26% vs 34%), lebih banyak persalinan dengan
perineum yang utuh (46% vs 17%), kala II yang lebih pendek (mean 61 vs 81
menit), dan tidak ada efek pada APGAR bayi dengan penggunaan instrument
(episiotomi) saat persalinan.
4. Studi observasional dalam skala besar di Amerika Serikat melaporkan bahwa
kompres panas pada nulipara dapat mereduksi kebutuhan akan intervensi
episiotomi dan multipara (borderline), dapat mereduksi robekan perineum spontan
pada kedua kelompok baik pada nulipara maupun multipara, tetapi belum
dikonfirmasi dengan studi yang lebih tinggi (RCT).
5. Studi RCT pada 185 ibu yang menggunakan lignocaine spray menginformasikan
bahwa tidak ada perbedaan efek nyeri perineum pada kedua kelompok, tetapi lebih
sedikit yang mengalami dispareunia dan lebih sedikit yang mengalami robekan
perineum pada derajat kedua (RR 0,63 IK 95% 0,42-0,93) pada kelompok ibu yang
menggunakan lignocaine spray.
20
D. Kerangka Teori
Faktor Risiko
Laserasi Perineum
E. Kerangka Konsep
Persalinan Pervaginam
pada Primigravida
BAB III
METODE PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian nonrandomized clinical trial pada populasi
wanita yang melahirkan di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang. Peneliti melakukan intervensi berupa kompres hangat selama
persalinan kala II terhadap subjek penelitian dan dibandingkan dengan kelompok
kontrol yang tidak dilakukan kompres hangat.
Kriteria Inklusi
a. Primigravida
b. Persalinan pervaginam (persalinan spontan, ekstraksi vakum, dan ekstraksi
forceps) dengan atau tanpa kompres hangat
c. Kehamilan tunggal
d. Presentasi kepala
Kriteria Eksklusi
a. Operasi seksio sesar karena indikasi obstetrik
3. Besar Sampel
Jumlah sampel penelitian ditentukan dengan rumus studi dengan jumlah populasi
diketahui:
E. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel independen: Kompres hangat perineum
2. Variabel dependen: Laserasi perineum
3. Variabel confounding: Panjang perineum
F. DEFINISI OPERASIONAL
1. Primigravida adalah seorang perempuan yang sedang hamil untuk pertama
kali.1-4
2. Umur adalah usia terakhir dalam bulan pada saat penelitian dilakukan, yang
ditentukan berdasarkan selisih tanggal lahir pasien dengan tanggal saat
penelitian dilakukan, di mana jika < 15 hari dibulatkan ke bawah, ≥ 15 hari
di bulatkan keatas dengan kategori : 1-4
a. < 20 tahun
b. 20-35 tahun
c. > 35 tahun
3. Perineum adalah daerah antara kedua belah paha, yang pada wanita dibatasi
oleh vulva dan anus, dengan simfisis pubis di bagian anterior, tuber
iskiadikum di bagian lateral, dan os koksigeus di bagian posterior. 1-4
27
4. Laserasi perineum adalah robekan pada perineum yang terjadi pada saat bayi
lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan.
Klasifikasi berikut yang dijelaskan oleh Sultan telah diadopsi oleh
International Consultation on Incontinece dan RCOG: 1-4
Laserasi derajat satu: Cedera pada kulit perineum dan/atau mukosa
vagina.
Laserasi derajat dua: Cedera pada perineum yang melibatkan otot
perineum tetapi tidak melibatkan sfingter anal.
Laserasi derajat tiga: Cedera pada perineum yang melibatkan kompleks
sfingter anal:
Grade 3a : Robekan kurang dari 50% robek ketebalan sfingter ani
eksternal.
Grade 3b : Robekan lebih dari 50% dari ketebalan sfingter ani eskternal.
Grade 3c : Sfingter ani eksternal dan internal robek.
Laserasi derajat empat: Cedera pada perineum yang melibatkan kompleks
sfingter ani eskternal, internal, dan mukosa anorektal.
5. Persalinan pevaginam adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) melalui jalan lahir dengan tenaga ibu sendiri atau dengan bantuan
alat seperti vakum dan forceps. 1-4
6. Kompres hangat dilakukan dengan menggunakan kain bersih atau bantalan
perineum yang direndam dalam air hangat. Kompres dilakukan terhadap
perineum pasien selama persalinan tahap kedua dan diganti sesuai kebutuhan
untuk menjaga kehangatan dan kebersihan. Kompres dilakukan dengan air
hangat 38-440 c, durasi selama 20 menit secara kumulatif. 1-4
28
G. PROSEDUR KERJA
Peneliti mengajukan permohonan dan izin untuk melakukan penelitian di Bagian
Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Peneliti melakukan skrining kriteria penelitian (inklusi dan eksklusi), berupa
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Bagi pasien yang lolos
pada skrining kriteria penelitian, diberi penjelasan terkait penelitian dan diminta
persetujuan untuk berpartisipasi dengan menandatangani informed consent yang
telah disediakan.
Kemudian sampel yang memenuhi kriteria penelitian dibagi menjadi kelompok
kompres hangat perineum yaitu persalinan pervaginam dengan kompres hangat
perineum pada kala II dan kelompok kontrol yaitu persalinan pervaginam tanpa
kompres hangat perineum. Semua data yang terkumpul pada periode penelitian
berlangsung akan dilakukan analisis bivariat dan multivariat dengan menggunakan
program SPSS versi 20.0.
30
H. PARAMETER KEBERHASILAN
Diperoleh signifikansi nilai p <0,05 variabel independen terhadap hasil luaran kompres
hangat perineum dengan kejadian laserasi perineum dan OR (odds ratio) ≥ 2 dengan
CI 95%.
J. ALUR PENELITIAN
Populasi penelitian
Primigravida melahirkan
pervaginam
Kriteria inklusi
Subjek penelitian
Data Primer:
Perineum intak/
laserasi perineum
Analisis
Hasil
Tabel 4. Dummy table Hubungan atara kompres hangat dan laserasi perineum
Kompres hangat
Tanpa kompres
hangat
33
BAB IV
JUSTIFIKASI ETIK
F. SIMPULAN
Peneliti berpendapat bahwa penelitian ini akan dilaksanakan berdasarkan landasan
keilmuan yang kuat, bermanfaat untuk dilaksanakan, dengan cara yang baik, tidak
membahayakan subjek dan dilaksanakan sepenuhnya menghormati martabat
manusia. Peneliti berkesimpulan penelitian ini layak etik untuk dilaksanakan
37
BAB V PENUTUP
A. RENCANA PELAPORAN
Hasil penelitian akan dilaporkan setelah kegiatan penelitian selesai. Laporan akan
disusun dalam bentuk tesis dan akan dipresentasikan di depan dewan penguji tesis
PPDS I bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
B. JADWAL KERJA
Tabel 6. Jadwal Kerja
09 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Merancang
proposal
Pengajuan
proposal
Seminar proposal
Pengumpulan data
Analisis data
Pelaporan
Ujian Tesis
38
C. Logistik
Tabel 7. Perkiraan Biaya Penelitian
(……………………………)