Disusun oleh:
Enjelina Marlina (241911001)
Faleriani Intan Wedha (241911002)
Wilda Putri Anggraeni (241911008)
2. Etiologi
Pada distropi muscular duchenne terjadi mutasi pada gen dystropin pada
kromosom X berupa delesi, duplikasi dan mutasi titik (point mutation),
sehingga tidak dihasilkannya protein dystropin atau terjadi defisiensi dan
kelainan struktur dystropin. Kira-kira 60% pasien distrofi muscular duchenne
terjadi mutasi secara delesi dan 40% merupakan akibat mutasi-mutasi kecil dan
penduplikasian (Syarif dan Widiasteti, 2009).
Untuk yang orang yang terkena DMD, berwarna biru; perempuan tidak
terkena DMD, tetapi ia carrier DMD yang akan berdampak kepada anak laki-
lakinya, yang berwarna biru-merah (Prayudipta, 2019).
Kondisi yang paling sering memepengaruhi anak laki-laki, karena cara
penyakit ini diturunkan. Ibu dari laki-laki ini dianggap heterozigot untuk alel
resesif x-linked ini. Kelainan resesif ini sangat jarang terjadi pada wanita
karena anak perempuan yang merupakan pembawa penyakit (wanita dengan
gen yang cacat, tetapi tidak memiliki gejala sendiri) masing-masing memiliki
50% kemungkinan memiliki penyakit (Prayudipta, 2019).
Anak-anak perempuan masing-masing memiliki kemungkinan 50%
menjadi pembawa, dan anak perempuan harus mewarisi banyak alel mutan dari
ibu dan ayah mereka yang terkena dampaknya. DMD terjadi pada sekitar 1 dari
setiap 3600 bayi laki-laki, karena ini adalah kelainan bawaan, resikonya
mencakup riwayat keluarga DMD (Prayudipta, 2019).
4. Pencegahan
Pencegahan penyakit ini sulit karena penyakit ini berhubungan kelianan
genetik yang kemungkinan terjadinya hanya 1:3600 kelahiran bayi.
5. Peran perawat
Penanganan DMD di Indonesia saat ini masih bersifat konvensional
dengan tujuan meningkatkan kualitas dan harapan hidup penderitanya.
Penanganan kasus ini membutuhkan kerjasama lintas profesi: dokter anak, dokter
ortopedi, dokter respiologi, dokter rehabilitas medic, perawat, ahli gizi, psikolog,
dan tentunya peran keluarga penyandang (Portal Berita FK UGM, 2018).
Untuk memperlambat progresifitas penyakit dapat digunakan prednisone,
prednisolon, deflazacort, yang dapat menurunkan apoptosis dan menurunkan
kecepatan nekrosis. Pemberian steroid lebih awal dapat meningkatkan kekuatan
otot sehingga kemampuan berjalan pasien diperpanjang sampai usia belasan dan
menurunkan kejadian skoliosis, kontraktur, menjaga fungsi pernapasan dan fungsi
jantung (Syarif dan Widiasteti, 2009).