Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 2

“ATRESIA ANI’’

DOSEN PEMBIMBING:

Intan Fazrin S.Kep,. Ns,. M.Kes

Nama :
Ofira Edianita Elizabeth (1811B0061)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
IIK STRADA INDONESIA
TAHUN 2020
Sumberece Jln.Manila No.37, Singonegara Kediri
Telp.(0354) 695130
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bimbingan dari Ibu dosen Intan Fazrin S.Kep,. Ns,. M.Kes dalam
menyelesaikan makalah Keperawatan Anak 2 “Atresia Ani”.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 14 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................... i
KATA PNGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................... 1
1.3. Tujuan........................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 2
2.1. Pengertian Atresia Ani............................................................................... 2
2.2. Patofisiologi............................................................................................... 2
2.3. Faktor Penyebab........................................................................................ 3
2.4. Tanda dan Gejala....................................................................................... 3
2.5. Klasifikasi.................................................................................................. 3
2.6. Pencegahan................................................................................................ 4
2.7. Komplikasi................................................................................................. 5
2.8. Penatalaksanaan......................................................................................... 5
2.9. Pemeriksaan............................................................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................... 8
3.1. Issue Keperawatan Atresia Ani.................................................................. 8
BAB IV PENUTUP................................................................................................. 10
4.1. Kesimpulan................................................................................................ 10
4.2. Saran.......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Atresia ani adalah kelainan congenital dimana lubang anus tertutup secara
abnormal. Atresia ani atau anus imperforate memiliki anus tampak rata, cekung ke
dalam, atau kadang berbentuk anus tetapi lubang anus yang ada tidak berbentuk
secara sempurna sehingga lubang tersebut tidak terhubung dengan saluran rectu.
Rectum yang tidak terhubung dengan anus maka feses tidak dapat dikeluarkan dari
dalam tubuh secara normal. Tidak adanya lubang anus ini karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka pada saat kehamilan.
Indonesia memiliki angka kejadian atresia ani sangat tinggi yaitu 90%.
Masyarakat pada daerah perkotaan sangat erat kaitannya dengan kepadatan penduduk
dan lingkungan yang kumuh. Lingkungan yang kumuh dapat menjadi faktor
pendukung terjadinya atresia ani. Tingkat pendidikan dan pangetahuan yang rendah
serta pola nutrisi yang kurang baik memungkinkan bahwa keluarga dengan ibu hamil
kurang memperoleh infirmasi mengenai kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan
bayi dalam kandungan. Lingkungan yang terpapar dengan zat-zat racun seperti asap
rokok, alkohol, dan nikotin yang dapat mempengaruhi perkembangan janin. Atresia
ani merupakan suatu penyakit yang terjadi karena faktor genetik atau lingkungan.
Kelainan ini harus segera ditangani, jika tidak maka akan terjadi komplikasi seperti
obstruksi intestinal, konstipasi dan inkontinensia feses.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari atresia ani ?
2. Bagaimana proses patofisiologi atresia ani ?
3. Apa penyebab dari atresia ani ?
4. Apa saja tanda dan gejala dari atresia ani ?
5. Bagaimana klasifikasi dari atresia ani ?
6. Bagaimana cara untuk mencegah terjadinya atresia ani ?
7. Apa saja komplikasi yang bisa terjadi ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari khasus atresia ani ?
9. Apa yang dilakukan untuk pemeriksaan atresia ani ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang atresia ani.
2. Mengetahui bagaimana proses sehingga terjadi atresia ani.
3. Mengetahui tanda dan gejala yang dialami pada pasien atresia ani.
4. Mengetahui pencegahan dan penanggulangan dari atresia ani.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Atresia Ani
Atresia ani adalah kelainan congenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum, atau keduanya (Betz,2012). Atresia ani atau anus imperforate
adalah tidak terjadinya perforasi membrane yang memisahkan bagian entoderm
mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.Anus tampak rata
atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan
langsung dengan rectum (Purwanto,2011). Atresia ani merupakan kelainan bawaan
(congenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong,2013).
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah satu kelainan pada struktur
fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan.
Sekitar 3-4 % bayi baru lahir dengan kelainan bawaan orang tua yang jelas-jelas
tidak memiliki gangguan kesehatan maupun faktor resiko. Sebanyak 60% kasus
kelainan bawaan penyebabnya tidak diketahui dan sisanya di sebabkan oleh faktor
lingkungan atau genetik atau kombinasi dari keduanya (Nur,2010).
Ladd dan Gross membagi menjadi 4 type jenis atresia ani, yaitu :
1. Stenosis Ani, anus dan rectum ada tetapi menyempit.
2. Imperforatus anus, anus berupa membran.
3. Imperforatus anus, anus dengan kantong rectum berakhir agak tinggi dari
kulit peritoneum.
4. Atresia rectum, rectum berakhir buntu dan terpisah dari bagian anal oleh
suatu membran atau jaringan, disini lubang anus ada sehingga dari luar anus
tampak normal.

2.2. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab
atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan.
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan. Manifestasi klinis diakibatkan
adanya obstruksi dan adanya fisttula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui
fistel menuju rektum, maka urin akan diabsirbsi sehingga terjadi asidosis
hiperchloremia, sebaliknya fase mengalir kearah traktus urrinarius menyebabkan
infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum
dengan organ sekitarnya.
2.3. Faktor Penyebab
Atresia Ani dapat disebabkan dari faktor sebagai berikut :
1. Putusnya saluran penceraan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik diaderahusus,
rectum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antra minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan
2.4. Tanda dan Gejala
Menurut Ngastiyah (2011), gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau
anus, imperforate tejadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala ini dapat berupa :
 Perut kembung
 Muntah
 Tidak bisa buang air besar
 Pada pemeriksaan radiologi denagn posisi tegak serta terbalik dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan
 Kesulitan mengeluarkan mekonium (mengeluarkan tinja yang menyerupai pita)
 Perut membuncit
 Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
 Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
 Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
 Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
 Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
 Pada pemeriksaan rectal touché adanya membrane anal
 Perut kembung
2.5. Klasifikasi Atresia Ani
 Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
 Inferporata membran adalah terdapat membran pada anus.

 Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.

 Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum.

2.6. Pencegahan Atresia Ani


1. Hindari merokok dan minum alkohol
2. Tidak menggunakan obat terlarang
3. Mengonsumsi makanan sehat
 Asam folat : gandum, sereal, sayuran, buah, ubi, kacang-
kacangan
 Asam lemak omega 3 : ikan salmon, ikan makarel, brokoli, bayam
 Makanan probiotik : yogurt, kacang polong, tempa, miso, kimchi
4. Berolahraga secara teratur
5. Rutin memeriksakan kehamilan
2.7. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi antra lain:
 Asidosis hiperkioremia (peningkatan kadar asam disebabkan kehilangan natrium
karbonat/ basa berlebihan)
 Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
 Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
 Komplikasi jangka panjang : Eversi mukosa anal, stenosis (akibat kontriksi
jaringan perut dianastomosis)
 Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
 Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
 Prolaps mukosa anorektal
 Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dengan infeksi)
2.8. Penatalaksanaan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatanya.Untuk
kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu
dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi
berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
member waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah
baik status nutrisiny. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui
afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus di tutup kelainan
membrane mukosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal
membrane tersebut dilubangi dengan hemostratau skapel.
1. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
bersifat sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk
anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Kemudian
dilanjutkan dengan operasi abdomen pull-through.

2. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)


Pembuatan lubang anus dimana saraf dan otot rektum berada, bertujuan untuk
memaksimalkan kemampuan bayi dalam mengontrol pergerakan usus. Bedah
definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9-12 bulan. Penundaan ini
bermaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk mebesar dan pada otot-otot
untuk berkembang.tindakan ini memungkinkan bayi untuk menambah berat
badan dan bertambah baik status nutrisinya.
3. Tutup kolostomi
Tindakan terakhir atresia ani biasanya beberapa hari setelah operasi anak akan
BAB melalui anus. Pertama BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi
BAB agak padat.
4. Dilakukan dilatasi setiap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau
speculum.
5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan
dilatasi pada anus yang baru pada kalainan tipe 2. Operasi anapelasti perineum
adalah menutup fistula yang terhubung dengan saluran kemih atau vagina.

6. Pada kelainan tipe 3 dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti


pada masa neonates.
7. Melakukan pembedahan rekonstruktif
a. Operasi abdominoperineum pada usia 1 tahun
b. Operasi anorektoplasti sagital posterior
c. Pendekatan sakrum setelah bayi berumur 6-9 bulan
8. Penanganan pasca operasi
a. Memberikan antibiotik secara IV selama 3 hari
b. Memberikan salep antibiotik selama 8-10 hari
2.9. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen : simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak
bermasa/tumor, tidak terdapat pendarahan pada umbilicus, usus melebar,
kadang-kadang tampak ileus obstruksi, pada auskultasi terdapat
hiperperistaltik.
b. Genetalia : pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium
pada urin, dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenetal ditemukan
mekonium pada vagina.
c. Anus : tidak terdapat anus, anus tampak merah.
(FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis : dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal
b. Sinar X terhadap abdomen : dilakukan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel dan untuk mengettahui jarak pemanjangan kantong
rectum dari sfingternya.
c. Pemeriksaan fisik rectum : kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur
dengan menggunakan selang atau jari.
d. Pemeriksaan sinyal X latral infeksi (teknik wangensteen-rice) : dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada
mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Issue Keperawatan yang Terkait dengan Atresia Ani
Issue Keperawatan
Jurnal 1

GAMBARAN FAKTOR KEJADIAN ATRESIA ANI PADA BAYI BARU LAHIR DI


RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2017
Enni Yusriani, Tisnilawati, Jurnal Kebidanan Flora Vol. 10 (1) Februari 2017
Berdasarkan hasil penelitian gambaran faktor kejadian Atresia ani Pada Bayi
Baru Lahir Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014-2016 di temukan kasus atresia
ani sebanyak 25 penderita . Mayoritas pada Laki-laki Golongan I sebanyak 11
penderita (44 %), dan yang minoritas adalah pada Perempuan Golongan II sebanyak
penderita (12 %).
Berdasarkan etiologi mayoritas di jumpai gangguan perkembangan dalam
kandungan sebanyak 10 penderita (40%), sedangkan minoritas dijumpai pada yang
tidak di ketahui Penyebabnya sebanyak 15 penderita (60%). Untuk putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang anus, dan
kegagalan dalam kandungan tidak di jumpai pada penderita.
Berdasarkan penanganan mayoritas adalah pembedahan untuk membentuk
lubang anus sebanyak 23 penderita (92%), dan yang minoritas adalah apabila ususnya
pendek maka akan di tarik dan di buat lubang.

Jurnal 2

PENANGANAN KEJADIAN ATRESIA ANI PADA ANAK

Rudi Haryono, Jurnal Keperawatan Notokusumo Vol. 1, No. 1, Agustus 2013

Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal
resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier
penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat
kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau
kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan
bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus
urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum
urorektal yang memisahkannya.

Data yang didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan 1 dari
5000 kelahiran hidup, dengan jumlah penduduk indonesia 200 juta dan tingkat
kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit atresia ani.
Jurnal 3

MATERNAL DRUG USE AND THE RISK OF ANORECTAL MALFORMATIONS:


SYSTEMATIC REVIEW AND META-ANALYSIS

Nadine Zwink1 and Ekkehart Jenetzky, Orphanet Journal of Rare Diseases (2018)
13:75

This systematic review and meta-analysis summarized the results of 37


epidemiological studies on the association between maternal medical drug intake and
infants born with an anorectal malformation reported between 1977 and April 2017.
The majority of the studies were conducted in the United States. Case numbers ranged
from six ARM cases in the study by Bonnot et al. To 799 ARM cases in the study by
Furu et al. Studies were also heterogeneous with respect to period ingestion of medical
drug use, control selection and adjustment for covariates. Less than half of the studies
classified the administrated medical drug either by the international ATC classification
or linked medication to the Slone Drug. Meta-analysis was done for medical drugs
reported on in at least three studies, i.e. maternal use of folic acid, multivitamins, any
anti-asthma medication, any selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI),
antidepressants, citalopram,, and hypnotics and benzodiazepine. There is a great
discrepancy in the reported results on the association between the different maternal
medical drugs and ARM which impede comparability. As the exact active agent, dose
and frequency of medical drug use is not reported in all studies, one can only speculate
about possible detrimental effects on embryogenesis due to high dose/overdose of
medical drugs. Such effects have been already observed in previous studies with
vitamin A and etretinate for other birth defects [39, 83]. On the other hand, a vitamin A
deficiency during pregnancy may also lead to birth defects like ARM.

Separate report of isolated ARM and those cases with multiple defects should
become standard. Due to small sample sizes, it is understandable that data are very
often analyzed together. Approximately 64% of all ARM patients have one or more
additional extra-anal anomalies and only 36% have an isolated ARM (no further major
birth defect). Nevertheless, results may be biased if the potential risk factor of interest
is associated with an additional extra-anal anomaly, such as kidney, renal or heart
defect. To facilitate drug comparison and obtain meaningful results, international
classifications such as the World Health Organization’s Anatomical Therapeutic
Chemical Classification System with Defined Daily Doses (ATC/DDD), are required to
specify exactly medical drugs as well as to prescribe its dose and frequency.
BAB IV

PENUTUP

41. Kesimpulan
Atresia ani adalah kelainan congenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum, atau keduanya. Type Atresia Ani adalah Stenosis Ani,
Imperforatus anus, Imperforatus anus, Atresia rectum. Faktor penyebab Atresia Ani
adalah putusnya saluran penceraan, kegagalan pertumbuhan saat bayi, adanya
gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik diaderahusus.
Pencegahan :
1. Hindari merokok dan minum alkohol
2. Tidak menggunakan obat terlarang
3. Mengonsumsi makanan sehat
4. Berolahraga secara teratur
5. Rutin memeriksakan kehamilan

Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan adalah radiologis, sinar X


terhadap abdomen, pemeriksaan fisik rectum, pemeriksaan sinyal X latral infeksi
(teknik wangensteen-rice).
42. Saran
Bentuk pencegahan antresia ani ini sebaiknya keluarga dengan ibu hamil
memperbaiki pola nutrisi saat kehamilan serta menjaga kebersihan lingkungan
sekitar. Dan bagi perawat sebaiknya dapat memberikan asuhann keperawatan secara
profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Anggreni, D., & Zulaikha, F. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada An. D
Dengan Diagnosa Post Tutup Kolostomi EC Atresia Ani Dengan Intervensi Inovasi Bermain
Boneka Tangan Dan Bercerita Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Anak di RUANG
PICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Tahun 2018.
BASRI, M. R. PENANGANAN KASUS ATRESIA ANI TIPE II (FISTULA
REKTOVAGINAL) DENGAN METODE BEDAH ANOPLASTI PADA PEDET
SIMMENTAL DI KECAMATAN MANGGALA KOTA MAKASSAR.
Rudi, H. (2013). Penanganan Kejadian Atresia Ani pada Anak. Jurnal Keperawatan
Notokusumo, 1(1).
Yusriani, E., & Tisnilawati, T. (2017). GAMBARAN FAKTOR KEJADIAN ATRESIA ANI
PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2017. JURNAL
KEBIDANAN FLORA, 10(1), 41-49.
Yusriani, E., & Tisnilawati, T. (2017). GAMBARAN FAKTOR KEJADIAN ATRESIA ANI
PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2017. JURNAL
KEBIDANAN FLORA, 10(1), 41-49.
Zwink, N., & Jenetzky, E. (2018). Maternal drug use and the risk of anorectal malformations:
systematic review and meta-analysis. Orphanet journal of rare diseases, 13(1), 75.

Anda mungkin juga menyukai