Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PNEUMONIA DAN ASMA

Disusun Oleh

Kelompok 18

1. Maria Ulfa 1811B0047


2. Maria Venianti Hale 1811B0048

INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Kediri.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER DEPAN................................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 2

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 4

1.1. Latar Belakang........................................................................................................ 4


1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................. 5
1.3. Tujuan..................................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 6

2.1. Pneumonia.............................................................................................................. 6
2.2. Asma....................................................................................................................... 12
2.3. Trend Issue............................................................................................................. 18

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 20

3.1. Kesimpulan............................................................................................................. 20
3.2. Sran......................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 22

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan data WHO tahun 2015, pneumonia merupakan masalah kesehatan
di dunia karena angka kematian- nya sangat tinggi, tidak saja di Indonesia dan
negara-negara berkembang tetapi juga di Negara maju seperti Amerika, Kanada dan
Negara- Negara Eropa lainya. Di Amerika pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor satu setelah kardiovaskuler dan TBC. Pneumonia masih menjadi penyebab
tertinggi kematian pada bayi di bawah usia lima tahun (balita) maupun bayi baru
lahir. Prevalensi pneumonia naik dari 1,6% pada 2013 menjadi 2% dari populasi
balita yang ada di Indonesia pada tahun 2018. Berdasarkan Diagnosis tenaga
kesehatan dan gejala menurut provinsi di NTT, Pervalensi pneumonia pada tahun
2013 mencapai 10% dan menurun 7% pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018).
Pneumonia seringkali ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan bernapas
seperti napas cepat, dan tarikan dinding dada. Pada umumnya pneumonia
dikategorikan dalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara, dengan sumber
penularan adalah penderira pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk
droplet saat batuk atau bersin. Untuk selanjutnya kuman penyebab pneumonia masuk
ke saluran pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan cara
penularan langsung yaitu percikkan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat
batuk, bersin dan berbicara langsung terhirup oleh orang disekitar penderita. Banyak
kasus yang berpengaruh terhadap meningkatnya kejadian pneumonia pada balita, baik
dari aspek individu anak, orang tua (ibu), maupun lingkungan. Kondisi fisik rumah
yang tidak sehat dapat meningkatkan resiko terjadinya berbagai penyakit yang salah
satunya pneumonia. Rumah yang padat penghuni, pencemaran udara dalam ruangan
akibat penggunaan bahan bakar pada (kayu bakar/arang), dan perilaku merokok dari
orang tua merupakan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan kerentanan balita
terhadap pneumonia (Anwar, 2014).
Angka kejadian asma bervariasi diberbagai negara, tetapi terlihat
kecendrungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun
belakang ini obat-obatan asma banyak dikembangkan. Laporan Organisasi Kesehatan

4
Dunia (WHO) dalam world health report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru
utama merupakan 17,4 % dari seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari
infeksi paru 7,2 %, PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberkulosis
3,0%, kanker paru/trakea/bronkus 2,1 %. Dan asma 0,3%. (Infodatin, 2017).
Saat ini penyakit asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan
terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien
asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma
merupakan penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya
pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma.
Data dari berbagai negara menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma berkisar
antara 1-18% (Infodatin, 2017).
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi pneumonia dan asma.?
2. Apa penyebab terjadinya pneumonia dan asama?
3. Apa saja tanda dan gejala pneumonia dan asma?
4. Bagaimana proses terjadinya pneumonia dan asma?
5. Apa saja Tindakan yang dilakukan dalam mencegah pneumonia dan asma?
6. Bagaimana penatalaksanaan kasus pneumonia dan asma?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini, sebagai berikut :
Mahasiswa diharapkan mengetahui definisi,penyebab,tanda dan gejala penyakit
pneumonia dan asma

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pneumonia
2.1.1. Definisi Pneumonia dan Asma
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru – paru (alveoli)
dan mempunyai gejala batuk, sesak nafas, ronki dan infiltrat pada foto rontgen.
Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya proses
infeksi akut pada bronkhus yang disebut BronkoPneumonia (Direktorat Jenderal
P2PL, 2009).
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru – paru (alveoli).
Selain gambaran umum diatas, pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda
– tanda klinis lainnya dan pemeriksaan penunjang (Rontgen, Laboratorium) (Wilson,
2006).
Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA)
yang tersering. Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara setempat
(Dahlan, 2007).
Jadi pneumonia pada balita adalah infeksi saluran pernafasan bawah akut yang
sering menyerang balita pada usia 1- 5 tahun yang sangat beresiko menyerang
jaringan paru – paru (alveoli). Selain itu juga biasanya ditandai dengan gejala
batuk - pilek, sesak nafas yang sangat berbahaya apabila tidak ditangani
dengan tepat oleh petugas kesehatan.
1.1.1. Etiologi

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh


bakteri, virus mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan
protozoa (Djojodibroto, 2009).
6
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang
paling umum adalah Streptococcus pneumonia sudah ada di
kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh
sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan
panas tinggi.
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh
virus.Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah
Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini
kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita
gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya
sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam
waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus
influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian.
c. Mikroplasma
Mikroplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikroplasma tidak bisa diklasifikasikan
sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar
luas. Mikroplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering
pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati.
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada
bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat
dalam hitungan minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat
cepat dalam hitungan.

7
2.1.2. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pneumonia bervariasi, yang bergantung pada usia anak,
respon sitemik anak terhadap infeksi,agen etiologi, tingkat keterlibatan paru,
dan obstruksi jalan napas. Tanda dan gejala anak yang mengalami pneumonia
antara lain :
a) Takipnea,
b) Demam, dan batuk disertai penggunaan otot bantu nafas dan suara
nafas abnormal (Terry & Sharon, 2013).
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia
melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi
inflamasi hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari
reaksi inflamasi akan timbul :
a) Panas,
b) Anoreksia,
c) Mual,
d) Muntah serta nyeri pleuritis.
e) Selanjutnya RBC,
f) WBC dan
g) Cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan
bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis
dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang
akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi).
Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan membran
respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat
menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi
hipoksemia.
2.1.3. Patofisiologi
Pneumonia merupakan inflamasi paru yang ditandai dengan
konsulidasi karena eksudat yang mengisi elveoli dan brokiolus. Saat saluran
nafas bagian bawah terinfeksi, respon inflamasi normal terjadi, disertai dengan
jalan obstruksi nafas (Terry & Sharon, 2013). Sebagian besar pneumoni
didapat melalui aspirasi partikel inefektif seperti menghirup bibit penyakit di
udara. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru

8
dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi dihidung, atau terperangkap dan
dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia disaluran napas.
Bila suatu partikel dapat mencapai paruparu , partikel tersebut akan
berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun
sistemik dan humoral. Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah
satu mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus
respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika
patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan
edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag
bergerak mematikan sel dan bakterial debris.
Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura
viseral. Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan
paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak
terventilasi menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang
tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena
penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia (Nugroho.T, 2011).
2.1.4. Pencegahan
Mengingat pneumonia adalah penyakit beresiko tinggi yang tanda awalnya
sangat mirip dengan flu, alangkah baiknya para orang tua tetap waspada
dengan memperhatikan cara berikut ini (Misnadiarly, 2008).
1) Menghindarkan bayi atau anak dari paparan asap rokok, polusi udara,
dan tempat keramaian yang berpotensi penularan.
2) Menghindarkan bayi atau anak dari kontak dengan penderita ISPA.
3) Membiasakan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan.
4) Segera berobat jika mendapati anak mengalami panas, batuk, pilek.
Terlebih jika disertai suara serak, sesak nafas, dan adanya tarikan pada
otot diantara rusuk (retraksi).
5) Periksakan kembali jika dalam dua hari belum menampakan perbaikan,
dan segera ke rumah sakit jika kondisi anak memburuk.
6) Imunisasi, untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit
infeksi seperti imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus).

9
2.1.5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mutaqin (2008), pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan pada orang dengan masalah pneumonia adalah :
a. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial);
dapat juga menyatakan abses.
b. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
c. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
d. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru,menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
e. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
f. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
g. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda
asing.
2.1.7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan kasus pneumonia menurut Mutaqin (2008) antara lain:
a. Manajemen Umum
1) Humidifikasi : humidifier atau nebulizer jika sekret yang kental
dan berlebihan.
2) Oksigenasi: jika pasien memiliki PaO2
3) Fisioterapi: berperan dalam mempercepat resolusi
pneumonenia pasti; pasien harus didorong setidaknya untuk
batuk dan bernafas dalam untuk memaksimalkan kemampuan
ventilator.
4) Hidrasi : Pemantauan asupan dan keluaran; cairan tambahan
untuk mempertahankan hidrasi dan mencairkan sekresi.
5) Operasi Thoracentesis dengan tabung penyisipan dada:
mungkin diperlukan jika masalah sekunder seperti empiema
terjadi.
6) Terapi Obat
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi
tapi karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan

10
terapi secepatnya: Penicillin G untuk infeksi pneumonia
staphylococcus, amantadine, rimantadine untuk infeksi
pneumonia virus. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin
untuk infeksi pneumonia.
2. Perawatan Pneumonia pada balita di Rumah
Perawatan di rumah yang dapat dilakukan pada bayi atau anak balita yang
menderita pneumonia antara lain :
a) Mengatasi demam
Untuk anak usia dua bulan sampai lima tahun, demam dapat
diatasi dengan memberikan kompres air hangat, adalah kompres
dengan air suam – suam kuku atau air hangat (Rudianto, 2010).
Suatu prosedur menggunakan kain atau handuk yang telah
dicelupkan pada air hangat. Menurut Anneahira (2010), adapun
manfaat kompres hangat adalah dapat memberikan rasa nyaman
dan menurunkan suhu tubuh.

b) Mengatasi batuk
Dianjurkan untuk memberikan obat batuk yang aman misalnya
ramuan tradisional yaitu jeruk nipis setengah sendok teh dicampur
dengan kecap atau madu setengah sendok teh dan diberikan tiga
kali sehari.
c) Pemberian makanan
Dianjurkan memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit
tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih
jika terjadi muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap
diteruskan.
d) Pemberian minuman
Diusahakan memberikan cairan (air putih, air buah dan sebagainya)
lebih banyak dari biasanya. Hal ini akan membantu mengencerkan
dahak, selain itu kekurangan cairan akan menambah parah sakit
yang diderita.

11
2.2. Asma
2.2.1. Definisi Asma
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas
yang ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang
berulang dan timbul terutama pada malam atau menjelang pagi akibat
penyumbatan saluran pernapasan. (Infodatin, 2017).
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan menjadi
hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema, dan
hipersekresi kelenjar.(Nelson, 2013) Asma adalah suatu keadaan dimana
saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap
rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. (Amin & Hardi, 2016)
Beberapa faktor penyebab asma, antara lain umur pasien, status atopi,
faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Asma dibedakan menjadi 2 jenis,
(Amin & Hardi, 2016) yakni :
1) Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan
bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak,
sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Gangguan asma
bronkial juga bisa muncul lantaranadanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput
lendir, dan pembentukan tim bunan lendir yang berlebihan.
2) Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma
kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang
hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya
terjadi pada saat penderita sedang tidur.
2.2.2. Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkaan faktor
autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat
pada berbagai individu. Pengendalian diameter jalan napas dapat dipandang

12
sebagai suatu keseimbangan gaya neural dan humoral. Aktivitas
bronkokonstriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf
otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan napas, disebut reseptor batu
atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang
aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus.
1) Faktor imunologis
Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik,
eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan
seperti debu rumah, tepungsari, dan ketombe. Bentuk asma adanya
instrinsik dan ekstrinsik. Perbedaan intrinsik dan ekstrinsik mungkun
pada hal buatan (artifisial), karena dasar imun pada jejas mukosa
akibat mediator pada kedua kelompok tersebut. Asma
ekstrinsikmungkin dihubungkan dengan lebih mudahnya mengenali
rangsangan pelepasan mediator daripada asma instrinsik.
2) Faktor endokrin
Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan
menstruasi, terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat wanita
menopause. Asma membaik pada beberapa anak saat pubertas.
3) Faktor psikologis
Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan
dewasa yang berpenyakit asma, tetapi “penyimpangan” emosional atau
sifat-sifat perilaku yang dijumpai pad anak asma tidak lebih sering
daripada anak dengan penyakit cacat kronis yang lain.(Nelson, 2013).
2.2.3. Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016), tanda dan
gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol :
a) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya
hilang timbul
c) Wheezing belum ada
d) Belum ada kelainana bentuk thorak
e) Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE

13
f) Blood gas analysis (BGA) belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :
a) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b) Wheezing
c) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d) Penurunan tekanan parial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a) Batuk, ronchi
b) Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan c
c) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e) Thorak seperti barel chest
f) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g) Sianosis
h) Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %
i) Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan
dan kiri
j) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik.
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa
stetoskop, batuk produktif, sering pada malam hari, nafas atau
dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang.
2.2.4. Patofisiologi
1. Reaksi inflamasi
Patogenesis asma dapat diterangkan secara sederhana sebagai
bronkokonstriksi akibat proses inflamasi yang terjadi terus-menerus
pada saluran napas. Karena itu pemberian anti-inflamasi memegang
peranan penting pada pengobatan dan kontrol asma. Terlihat bahwa
setelah pemberian inhalasi kortikosteroid akan terjadi penurunan
bermakna sel inflamasi dan pertanda permukaan sel pada sediaan bilas
dan biopsi bron-koalveolar. Pemberian bronkodilator saja tidak dapat
mengatasi reaksi inflamasi dengan baik. Pada tingkat sel tampak
bahwa setelah terjadi pajanan alergen serta rangsang infeksi maka sel
mast, limfosit, dan makrofag akan melepas faktor kemotaktik yang
menimbulkan migrasi eosinofil dan sel radang lain. Pada tingkat

14
molekul terjadi pelepasan berbagai mediator serta ekspresi serangkaian
reseptor permukaan oleh sel yang saling bekerjasama tersebut yang
akan membentuk jalinan reaksi inflamasi. Pada orkestrasi proses
inflamasi ini sangat besar pengaruh sel Th2 sebagai regulator penghasil
sitokin yang dapat memacu pertumbuhan dan maturasi sel inflamasi
alergi. Pada tingkat jaringan akan tampak kerusakan epitel serta
sebukan sel inflamasi sampai submukosa bronkus, dan mungkin terjadi
rekonstruksi mukosa oleh jaringan ikat serta hipertrofi otot polos

2.2.5. Pencegahan
1. Menghindari dari faktor penyebab asma pada anak seperti, kelelahan
bermain, adap rokok, debu, polusi udara, dan berhenti mengkonsumsi
makanan yang memicu alergi pada sang anak.
2. Berolahraga yang ringan dengan sesuai kemampuan kondisi tubuh
sang anak seperti, berenang atau jogging di pagi hari.
3. Bila anak mengalami kelebihan berat badan, sebaiknya disarankan
untuk mengurangi berat badan agar timbunan lemak mengurang,
karena dapat mengakibatkan terjadinya sesak nafas.
4. Jika dirumahnya yang memelihara binatang seperti kucing, anjing dsb,
maka untuk itu harus selalu memperhatikan kebersihan dari
kandangnya, dan tubuh dari binantang tersebut agar bulu-bulu
halusnya tidak rontok dan bertengan.
5. Selalu menjaga lingkungan sekitar rumah terutama pada bagian dalam
rumah,dan upayakan agar sirkulasi udara di dalam rumah tetap berjalan
baik dari berbagai sudut rumah.

2.2.6. Pemeriksaan Penunjang


Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan diagnostik bagi para
penderita asma, antara lain :
1. Uji faal paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi,
menilai hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan
mengikuti perjalanan penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru

15
adalah peak flow meter, caranya anak disuruh meniup flow meter
beberapa kali (sebelumnya menarik napas dalam melalui mulut
kemudian menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil.
2. Foto toraks
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru
berkunjung pertama kali di poliklinik, untuk menyingkirkan
kemungkinan ada penyakit lain. Pada pasien asma yang telah kronik
akan terlihat jelas adanya kelainan berupa hiperinflasi dan atelektasis.
3. Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret
hidung. Bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu
juga, dilakukan uji tuberkulin dan uji kulit dengan menggunakan
alergen.
2.2.7. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien asma yaitu :
1. Prinsip umum dalam pengobatan asma :
a) Menghilangkan obstruksi jalan napas.
b) Menghindari faktor yang bisa menimbulkan serangan asma.
c) Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit
asma dan pengobatannya.
2. Pengobatan pada asma
a. Pengobatan farmakologi
1) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran napas.
Terbagi menjadi dua golongan, yaitu :
a) Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin),
misalnya terbutalin/bricasama.
b) Santin/teofilin (Aminofilin)

2) Kromalin
Bukan bronkhodilator tetapi obat pencegah seranga asma pada
penderita anak. Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti
asma dan efeknya baru terlihat setelah satu bulan.
3) Ketolifen

16
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan
dalam dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungannya adalah obat
diberikan secara oral.
4) Kortikosteroid
Hidrokortison 100-200 mg jika tidak ada respon maka segera
penderita diberi steroid oral.
b. Pengobatan non farmakologi
a) Memberikan penyuluhan
b) Menghindari faktor pencetus
c) Pemberian cairan
d) Fisioterapi napas (senam asma)
e) Pemberian oksigen jika perlu
(Wahid & Suprapto, 2013)
c. Pengobatan selama status asmathikus
a) Infus D5:RL = 1 : 3 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen nasal kanul 4 L permenit
c) Aminophilin bolus 5mg/ KgBB diberikan pelan-pelan
selama 20 menit dilanjutkan drip RL atau D5
mentenence (20 tpm) dengan dosis 20 mg/kg bb per 24
jam
d) Terbutalin 0.25 mg per 6 jam secara sub kutan
e) Dexametason 10-2- mg per 6 jam secara IV
f) Antibiotik spektrum luas (Padila, 2013)

17
BAB III
ISSUE

1. HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN SERANGAN ASMA


PADA PENDERITA ASMA DI KELURAHAN MAHAKERET BARAT DAN
MAHAKERET TIMUR KOTA MANADO
2. Gisella Tesalonika Tumigolung Lucky Kumaat Franly Onibala. e-journal
Keperawatan (e-Kp) Volume 4 Nomor 2, November 2016
3. Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada penderita
asma di Kelurahan Mahakeret Timur dan Mahakeret Barat, di dapatkan bahwa ada
hubungan antara tingkat kecemasan dengan serangan asma, karena kecemasan
merupakan salah satu penyebab dari kekambuhan asma. Ketika penderita
mengalami kecemasan, akan memicu penderita asma untuk merasakan ketakutan
dan stres berat untuk berpikir lebih banyak dan menyebabkan kekambuhan sesak
napas. Ada beberapa responden yang mengalami serangan asma tidak terkontrol
dan memiliki tingkat kecemasan yang normal (tidak cemas), namun ada beberapa
responden yang merasakan kecemasan walaupun memiliki serangan asma dalam
tingkat kontrol yang baik karena sifat yang dimiliki oleh responden adalah mudah
mengalami kecemasan sehingga menyebabkan kecemasan yang berlebihan dalam
menghadapi penyakit asma yang diderita.
1. HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH
DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS JATIBARANG KABUPATEN BREBES
2. Heru Padmonobo, Onny Setiani, Tri Joko. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia
Vol. 11 No. 2 / Oktober 2012
3. Hasil Penelitian : Dari hasil penelitian Balita dengan kasus pneumonia
menunjukkan tendensi lebih banyak tinggal di rumah dengan kondisi fisik lebih
buruk ( jenis dinding, jenis lanatai, luas ventilasi, pencahayaan alami, suhu kamar,
kelembaban kamar, kepadaatan hunian kamar dan keberadaan sekat dapur )
dibanding kelompok balita kontrol. Variabel yang paling dominan sebagai
penyebab kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Jatibarang Brebes adalah
suhu kamar balita dengan OR 4,380. Sedangkan variabel dominan lainnya secara
berurutan yaitu : jenis dinding rumah dengan OR 2,752; ventilasi kamar tidur balita
dengan OR 2,734; dan kelembaban kamar balita dengan OR 2,671.

18
1. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN KEJADIAN
PNEUMONIA PADA BALITA DI DESA SUNGAI ARANG WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MUARA BUNGO II TAHUN 2018
2. Dwi Gustin Franciska (1014089103). Scientia Journal Vol. 7 No. 2 Desember 2018
3. Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas
pengetahuan ibu tentang pneumonia adalah cukup sebanyak 14 responden (46,7%).
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuma, rasa dan
raba (Priyoto, 2014). Menurut asumsi peneliti kurangnya pengetahuan disebabkan
pendidikan ibu yang banyak masih rendah, dan informasi tentang kesehatan
khususnya pneumonia masih kurang. Kebanyakan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Muara Bungo II menganggap pnemonia penyakit yang mudah diatasi
tanpa harus diatasi oleh tenaga kesehatan.

BAB IV

19
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pneumonia adalah suatu peradangan parenkim paru distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia
dibedakan menjadi dua berdasarkan tempat didapatkannya kuman, yaitu pneumonia
komuniti dan pneumonia nosokomial. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Pneumonia sendiri
menurut Riskesdas 2013, menduduki urutan ke-9 dari 10 penyebab kematian utama
di Indonesia, yaitu sebesar 2,1%. Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada
riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan
penunjang. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks
terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala.
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik
tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan
untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi
sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif perlu
diberikan untuk menjaga kondisi pasien.
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan
banyak sel dan Elemenya.Inflamasi kronik menyebabkan peningatan hiperesponsif
jalan nafas yang menimbulkan gejala epidosik berulang berupa sesak nafas,dada
terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.Epidosik tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas,bervariasi dan seringk Tiga
gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Pada beberapa keadaan, batuk
merupakan satu – satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada malam hari
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak
dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborius. Ekspirasi selalu
lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien selalu lebih
susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak
dan

20
3.2. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit
banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu saya juga
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi
lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzzane C . 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth vol 1 ed 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Muttaqin, Arif .2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan, Salemba Medika, Jakarta.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M. Wilson . 2005 . Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit vol 2 ed 1 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Clark Varnell Margaret. (2013). Asma; Panduan Penatalaksanaan Klinis. Jakarta :


EGC

Diagnosa Keperawatan : Definisi Keperawatan 2015-2017. Jakarta: EGC

Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan keperawatan praktis : berdasarkan


penerapan diagnosa Nanda, Nic, Noc. Yokyakarta : Mediaction Jogja.

Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan.


Yogyakarta : Bursa Ilmu

Infodatin. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN 2442-7659.

Edisi keenam. Ngastiyah. (2013).Perawatan anak sakit. Edisi 2. Jakarta :

Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta :Nusa Medika Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak. (2013). fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah
:Ilmu Kesehatan Anak.

22

Anda mungkin juga menyukai