Anda di halaman 1dari 33

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN


PADA KLIEN DENGAN POLIO

Disusun Oleh :
Ismail Marzuki Abdullah
NIM : 821213006

Untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI


PONTIANAK
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tubuh manusia merupakan satu kesatuan dari berbagai sistem organ. Suatu
sistem organ terdiri dari berbabagai organ tubuh atau alat-alat tubuh. Dalam
melaksanakan kegiatan fisiologisnya diperlukan adanya hubungan atau
kerjasama anatara alat-alat tubuh yang satu dengan yang lainnya. Agar
kegiatan sistem-sistem organ yang tersusun atas banyak alat itu berjalan
dengan harmonis (serasi), maka diperlukan adanya sistem pengendalian atau
pengatur. Sistem pengendali itu disebut sebagai sitem koordinasi (Lita, 2006).
Tubuh manusia dikendalikan oleh sistem saraf, sistem indera, dan sistem
endokrin. Pengaruh sistem saraf yakni dapat mengambil sikap terhadap
adanya perubahan keadaan lingkungan yang merangsangnya. Semua kegiatan
tubuh manusia dikendalikan dan diatur oleh sistem saraf. Sebagai alat
pengendali dan pengatur kegiatan alat-alat tubuh, susunan saraf mempunyai
kemampuan menerima rangsang dan mengirimkan pesan-pesan rangsang atau
impuls saraf ke pusat susunan saraf, dan selanjutnya memberikan tanggapan
atau reaksi terhadap rangsang tersebut (Kus Irianto, 2004).
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini,sebuah virus yang polio
virus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini
dapat memasuki darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
Virus polio dapat melumpuhkan bahkan membunuh. Virus ini menular
melalui air dan kotoran manusia. Sifatnya sangat menular dan selalu
menyerang anak balita. Dua puluh tahun silam, polio melumpuhkan 1.000
anak tiap harinya di seluruh penjuru dunia. Tetapi pada tahun 1988 muncul
Gerakan Pemberantasan Polio Global. Lalu pada 2004, hanya 1.266 kasus
polio yang dilaporkan muncul di seluruh dunia.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini :
1. Bagaimana anatomi system persarafan manusia ?
2. Bagaimana fisiologi system persarafan manusia ?
3. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien dengan polio.?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapan tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Agar mahasiswa mengetahui tentang anatomi sistem persarafan manusia.
2. Agar mahasiswa mengetahui tentang system fisiologi persaraan manusia
3. Agar mahasiswa mengetahui tentang konsep penyakit polio
4. Agar mahasiswa mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien
polio
BAB II
KONSEP TEORI

A. ANATOMI dan FISIOLOGI SISTEM PERSARAFAN


Jaringan saraf terdiri dari neuron (sel saraf dan seratnya) serta neuroglia,
yakni sel dengan fungsi yang belum diketahui sebagian adalah fagositik,
penyerap dan penghancur mikro-organisme dan substansi asing yang masuk
ke dalam jaringan saraf [ CITATION Joh03 \l 1057 ].

1. Neuron
Neuron merupakan unit dasar dari SSP dan sistem saraf tepi. Terdapat
berjuta-juta neuron dalam sistem saraf. Setiap neuron terdiri dari sel saraf
dan seratnya. Setiap sel memiliki nukleus dan sejumlah granula dan fibril
dalam sitoplasmanya. Dendrit adalah serat pendek seperti sikat yang
melekat pada bagian luar sel, melalui dendrit ini impuls memasuki sel dari
sel-sel lain. Akson adalah serat yang dilalui impuls meninggalkan sel
untuk ditransmisikan ke sel lain. Setiap sel saraf memiliki satu akson, yang
dapat mempunyai panjang yang bervariasi dari beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter. Satu akson sering bercabang banyak di dekat
ujungnya, dan setiap ujung cabang membentuk pembesaran seperti
kancing, yang merupakan bagian pengantar informasi. Sebuah neuron
tidak pernah terbagi atau digantikan, banyak neuron yang mati dan
menghilang setiap tahun sejak lahir [ CITATION Joh03 \l 1057 ].

Gambar 1: Struktur sel syaraf (Brainly, 2015)


Hubungan antara dua neuron terjadi melalui synapse. Umumya,
sinyal neuron ditransmisikan melalui pelepasan perantara kimia
(neurotransmitter) oleh neuron presinaptik, dan selanjutnya berikatan
dengan reseptor molekular pada neuron post sinaptik. Neurotransmitter
sistem saraf pusat meliputi glutamat, asam aminobutirat (GABA), glisin,
asetilkolin, 5-hidroksitriptamun (5-HT), dan noredrenalin.
Berdasarkan struktur, terbagi menjadi: (1) anaxonik, akson tidak
dapat dibedakan dengan dendrit, hanya terdapat di SSP dan organ sensorik
khusus (2) unipolar (pseudounipolar), dendrit dan axon bersambungan &
soma berada di satu sisi. (3) bipolar, ada 2 prosesus-1 dendrit dan 1 axon-
soma berada di antaranya (4) multipolar, punya 2 atau lebih dendrit dan 1
axon [ CITATION Kun17 \l 1057 ].
Sel neuron berdasarkan fungsi terbagi atas tiga yakni neuron
aferen, eferen, dan interneuron. Neuron aferen yang menghubungkan
jaringan jaringan perifer ke sumsum tulang belakang merupakan bagian dari
sistem saraf tepi yang memberikan persepsi sensasi eksternal. Neuron eferen
yang menghubungkan sumsum tulang belakang dengan jaringan tepi
merupakan bagian dari sistem saraf tepi yang mengatur aktivitas dari
jaringan perifer. Saraf asosiasi/interneuron yaitu neuron yang
menghubungkan antara neuron sensorik satu dengan neuron motorik yang
lain. Berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi neuron ajustor yang
berfungsi untuk menghubungkan neuron sensorik dengan neuron motorik di
dalam Sistem Saraf Pusat (SSP). Selain itu ada juga neuron konektor yang
secara umum menghubungkan antara satu sel neuron dengan sel neuron
yang lain [ CITATION Sup15 \l 1057 ].
2. Neuroglia
Neuroglia (berasal dari nerve glue) mengandung berbagai macam sel
yang secara keseluruhan menyokong, melindungi dan sumber nutrisi sel
saraf (neuron) pada otak dan Medulla spinalis, sedangkan sel Schwann
merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron di luar sistem saraf
pusat. Neuroglia menyusun 40% volume otak dan medulla spinalis.
Neuroglia jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron dengan perbandingan
sekitar 10:1. Ada empat sel neuroglia yang berhasil diidentifikasi yaitu:
Oligodendroglia, ependima, astroglia, dan mikroglia yang masing-masing
mempunyai fungsi khusus. Oligodendroglia merupakan sel glia yang
bertanggung jawab menghasilkan myelin dalam SSP. Ependima berperan
dalam produksi cairan srebrospinal. Mikroglia mempunyai sifat fagosit yang
ditemukan di seluruh SSP dan dianggap berperan penting dalam proses
melawan infeksi. Astroglia berfungsi sebagai sel pemberi makan bagi
neuron yang halus.
Neuroglia secara struktur menyerupai neuron, namun tidak dapat
menghantarkan impuls saraf. Perbedaan yang penting lain adalah neuroglia
tidak pernah kehilangan kemampuan untuk membelah dimana tidak
dipunyai neuron [ CITATION Lit07 \l 1057 ].

B. Pembagian sistem saraf secara anatomi dan secara fungsional


Sistem saraf secara anatomi terbagi atas sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi sedangkan secara fungsional adalah divisi aferen dan divisi
eferen [CITATION Kun17 \l 1057 ]
1. Sistem saraf pusat (SSP)
SSP terdiri dari otak & medula spinalis. SSP merupakan organ
kompleks yang terdiri dari jaringan saraf, pembuluh darah, jaringan ikat
pelindung & pendukung. SSP berfungsi untuk mengintegrasi, memproses,
dan mengkoordinasi data sensorik dengan perintah motorik. SSP
dilindungi oleh tulang kranium (os cranium) dan kolumna vertebra,
membran jaringan penunjang (meninges), dan cairan serebrospinal (CSF).
a. Otak
Otak adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar
1.350cc. Diperkirakan otak terdiri atas 100milyar neuron. Otak dibagi
menjadi 6 divisi utama, yaitu:
1) Serebrum forebrain/prosensefalon
Serebrum merupakan bagian terbesar dari otak manusia.
Terdapat 2 hemisfer yakni hemisfer kanan untuk mengontrol
tangan kiri, pengenalan terhadap musik dan artistik, ruang dan pola
persepsi, serta pandangan dan imajinasi; sedangkan hemisfer kiri
untuk mengontrol tangan kanan, bahasa lisan dan tulisan,
ketrampilan numeric dan saintifik, serta penalaran.
Serebrum terdiri dari 4 lobus, yakni (1) lobus frontal
sebagai pusat fungsi intelektual, pusat pengontrolan gerakan
volunter di gyrus presentralis, dsb, (2) lobus parietal sebagai pusat
kesadaran sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) (3)
lobus oksipital sebagai pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan serta merupakan lobus terkecil, (4) lobus temporal
berperan dalam pembentukan & perkembangan emosi serta pusat
pendengaran
2) Diensefalon
Terdiri atas thalamus dan hypothalamus (merupakan area
terpenting dalam pengaturan lingkungan internal tubuh
(homeostasis).
3) Serebelum
4) Midbrain
5) Pons
6) Medula oblongata
Medula oblongata merupakan lanjutan dari medula spinalis, terdiri
dari piramid, decussation, dan nukleus-nukleus.
b. Medulla spinalis
Terdapat 31 pasang saraf spinal yang melalui medula spinalis menuju
nervus campuran yang berisi akson sensorik dan motorik. Medulla
spinalis atau spinal cord berperan penting mengendalikan aktivitas yang
berhubungan dengan saraf. Secara lebih spesifik, medulla spinalis
berperan dalam mengendalikan berbagai aktivitas refleks di dalam tubuh
dan proses transmisi impuls dari dan ke otak melalui saraf sensorik dan
motorik [ CITATION ETD14 \l 1057 ].

Gambar 3: 31 pasang saraf spinal [ CITATION Wen13 \l 1057 ]

2. Sistem saraf tepi


Sistem saraf tepi meliputi semua jaringan saraf di luar SSP. Sistem
saraf perifer terdiri dari saraf sensorik dan saraf motorik yang bekerja secara
sadar (saraf somatis) maupun yang bekerja secara tidak sadar (saraf otonom)
[ CITATION ETD14 \l 1057 ]. Sistem saraf ini berfungsi untuk menerima
rangsang, menghantarkan informasi sensorik, dan membawa perintah
motorik ke jaringan dan sistem perifer. Berkas akson (serat saraf) berfungsi
untuk membawa informasi sensorik dan perintah motorik. Setiap berkas
saraf berhubungan dengan pembuluh darah & jaringan Ikat menuju saraf
tepi (nerves). Nerves yang keluar dari otak menuju saraf kranial. Nerves
yang keluar dari medula spinalis menuju saraf spinal [ CITATION Kun17 \l
1057 ]. Sistem saraf tepi dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu:
a. Saraf kranial dan spinal
Saraf ini terbentuk dari berkas serabut saraf (neurofibra) yang disokong
oleh jaringan penunjang. Terdapat 12 pasang saraf kranial yang
meninggalkan otak melalui foramen di tengkorak.

Gambar 4: 12 pasang saraf kranial (Ekasari, 2013)


b. Ganglia
1) Ganglia Sensorik
Ganglia ini merupakan benjolan fusimorfis yang terletak di radix
posterior pada masing-masing saraf spinal tepat di bagian proksimal
pertemuan dengan radix anterior yang sesuai. Ganglia ini disebut
ganglia radix posterior. Ganglia serupa juga ditemukan di sepanjang
perjalanan nervus cranialis V, VII, VIII, IX dan X yang disebut
ganglion sensorik
2) Ganglia otonom
Ganglia ini biasanya berbentuk iregular yang terletak di sepanjang
perjalanan serabut saraf eferen susunan saraf otonom. Ganglia ini
ditemukan di rantai simpatis paravertebra di sekitar pangkal arteri-
arteri visera besar intraabdomen dan di dekat atau menempel di
dinding berbagai organ visera [ CITATION Sne07 \l 1057 ].
3. Divisi aferen
Divisi aferen merupakan saraf tepi yang menghantarkan informasi
sensorik dari reseptor (somatik & viseral) di jaringan/organ perifer ke SSP
menuju neuron sensorik. Reseptornya ialah struktur sensorik yang
mendeteksi adanya perubahan lingkungan internal atau yang menerima
rangsang tertentu. Reseptor dapat berupa neuron (biasanya berupa dendrit)
atau sel khusus dari jaringan lain (mis. sel Merkel di epidermis)
4. Divisi Eferen
Pada divisi ini membawa perintah motorik ke otot & kelenjar
menuju neuron motorik. Divisi ini dibagi menjadi: (1) sistem saraf motorik
somatik mengontrol kontraksi otot rangka secara volunter (sadar) dan
involunter berupa respons yg sederhana & otomatis, atau gerakan
kompleks yg di luar kesadaran (refleks) (2) sistem saraf motorik otonom/
sistem saraf motorik viseral mengontrol kontraksi otomatis otot polos, otot
jantung, & sekresi kelenjar tanpa disadari, dan terdiri dari saraf simpatis &
parasimpatis yang berefek antagonis[ CITATION Kun17 \l 1057 ].
Sistem saraf tepi meliputi semua jaringan saraf di luar SSP. Sistem saraf
perifer terdiri dari saraf sensorik dan saraf motorik yang bekerja secara
sadar (saraf somatis) maupun yang bekerja secara tidak sadar (saraf otonom)
[ CITATION ETD14 \l 1057 ].

Gambar 5: Diagram sistem saraf [ CITATION Sup15 \l 1057 ]

C. Perjalanan Syaraf
Saraf keluar dari otak menuju organ-organ tubuh seperti mata,
telinga, wajah, hidung, dan medulla spinalis. Dari medulla spinalis saraf
diteruskan menuju bagian tubuh yang lebih rendah seperti tangan dan kaki.
Neuron sensoris menerima rangsangan dari lingkungan diteruskan ke
medulla spinalis dan secara cepat diteruskan ke otak. Otak mengolah pesan
dan memberikan respon. Respon diteruskan oleh neuron motoris ke bagian
tubuh yang lain [ CITATION Cha13 \l 1057 ].
D. Penyakit pada sistem persarafan
Penentuan diagnosa adanya keabnormalitasan atau penyakit pada
sistem saraf diperlukan anamnesa, dan pemeriksaan fisik Indikator riwayat
penyakit pada gangguan neurologis adalah, nyeri, parestesia, sakit kepala,
perubahan kesadaran, serangan kejang, gangguan fungsi atau defisit fisik
dan mental [ CITATION Joh95 \l 1057 ]. Penyakit atau gangguan yang
berhubungan dengan sistem saraf diantaranya: Alzheimer, Epilepsi,
Miastenia Gravis, Parkinson, Stroke, cerebral palsy, erb palsy, muscular
distrophy, contracture, club foot, polio, rickets, spina bifida, artrogriposis,
hidrocephalus, mikrocephaly[ CITATION Cha13 \l 1057 ]
BAB III
PEMBAHASAN

A. DEFINISI POLIO
Poliomyelitis adalah penyakit kelumpuhan yang disebabkan oleh
infeksi virus yang bisa dicegah dengan pemberian vaksinasi. Polio virus
termasuk dalam kelompok enterovirus dan mempunyai tiga tipe 1,2,dan 3.
Paling banyak infeksi polio virus disebabkan oleh tipe 1, dimana infeksi
didapat dari vaksin yang disebabkan oleh tipe 2 dan tipe 3. (Elzouki, 2012)
Poliomielitis adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan
virus polio. Kerusakan pada motor neuron medulla spinalis dapat
mengakibatkan kelumpuhan yang bersifat flaksid, sehingga nama lain
poliomyelitis adalah infantile paralysis, acute anterior poliomyelitis.
Respon terhadap infeksi virus polio sangat bervariasi mulai dari tanpa
gejala sampai adanya gejala kelumpuhan total dan atropi otot, pada
umumnya mengenai tungkai bawah dan bersifat asimetris, dan dapat
menetap selamanya sampai dengan kematian. Penyakit polio pertama kali
ditulis secara klinik oleh Heine pada tahun 1840 dan diuraikan secara
epidemiologis oleh Medine pada tahun 1891, sehingga penyakit ini disebut
juga Heine-Medine disease. Kata polio berasal dari bahasa Yunani berarti
grey (abu-abu) dan myelitis berasal dari myelon (marrow). Artinya
predileksi virus ini pada sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang
dan init motorik batang otak. Penyakit ini hanya menyerang manusia dan
dapat menimbulkan kejadian luar biasa endemi dan epidemic. (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2011)
Polio disebabkan oleh virus dan telah ada beribu-ribu tahun. Bahkan
ada benda-benda Mesir yang melukiskan individu-individu dengan fitur-
fitur khusus dari kelumpuhan setelah polio. Polio telah disebut dengan
banyak nama-nama yang berbeda, termasuk kelumpuhan anak-anak,
kelemahan dari anggota-anggota tubuh bagian bawah (kaki-kaki dan
tangan-tangan), dan spinal paralytic paralysis. Virus dan penyakit polio
adalah kependekan untuk poliomyelitis dan mempunyai asal usul Yunani:
polios (abu-abu), myelos (sumsum), dan itis(peradangan).

B. ETIOLOGI

Poliomyelitis disebabkan oleh Enterovirus. Enterovirus adalah virus RNA


yang termasuk family pikornaviridae. Subkelompok enterovirus asli
koksakivirus, ekovirus, dan poliovirus dibedakan dibedakan oleh
pengaruhnya pada biakan jaringan dan binatang

C. KLASIFIKASI

Poliomielitis dibagi atas empat macam, yaitu :


1. Poliomielitis Asimtomatis: Masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat
tanda dan gejala karena daya tahan tubuh yang cukup baik, maka tidak
terdapat gejala klinik sama sekali.
2. Poliomielitis Abortif: Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Gejala yang timbul berupa infeksi virus seperti malaise,
anoreksia, nausea, muntah, nyeri tenggorokan nyeri abdomen, nyeri
kepala, dan konstipasi.
3. Poliomielitis Non Paralitik: Gejala klinik yang timbul hampir sama
dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah
lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang diikuti penyembuhan
sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk ke dalam fase ke-
2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia,
mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan
kolumna posterior.
4. Poliomielitis Paralitik: Gejala yang timbul sama pada poliomyelitis non
paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau
cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika
urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
a) Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher,
abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
b) Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan
atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
c) Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk
spinal dan bentuk bulbar.
d) Kadang ensepalitik: Dapat disertai gejala delirium, kesadaran
menurun, tremor dan kadang kejang.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Infeksi virus polio
a.Poliomielitis Absortif.
Sakit demam singkat terjadi dengan satu atau lebih gejala-gejala
berikut : malaise, anoreksia, mual, muntah, nyeri kepala, nyeri
tenggorokan, konstipasi, dan nyeri perut. Koryza, batuk, eksudat
faring, diare, dan nyrei perut local serta kekauan jarang. Demam
jarang melebihi 39,5°C (103°F), dan faring biasanya menunjukan
sedikit perubahan walaupun sering ada keluhan nyeri tenggorok.
b.Poliomielitis Nonparalitik.
Gejala-gejalanya seperti gejala poliomyelitis abortif, kecuali bahwa
nyeri kepala, mual, dan muntah lebih parah, dan ada nyaeri dan
kekauan oto leher posterior, badan dan tungkai. Paralisis kandung
kencing yang cepat menghilang sering dijumpai, dan konstipasi
sering ada.
c.Poliomielitis Paralitik.
Manifestasinya adalah manifestasi poliomielitis nonparalitik yang
disebutkan satu persatu ditambah dengan satu atau lebih kelompok
otot, skelet atau cranial. Gejala-gejala ini dapat disertai dengan jeda
tanpa gejala beberapa hari dan kemudian pada puncak berulang
dengan paralisis. Paralisis kandung kencing lamanya 1-3 hari pada
sekitar 20% penderita dan atoni usus besar adalah lazim, kadang-
kadang sampai mengarah pada ileus paralitikus.
d.Infeksi Enterovirus Nonpolio
Infeksi koksakivirus dan ekovirus sangat lazim, dan spectrum
penyakit adalah mudah berubah. Karena banyak hubungan klinis-
viriologis yang didasarkan pada jumlah kasus yang terbatas dan
karena enterovirus sering tanpa gejala dalam saluran cerna, beberapa
dari penyakit yang diamati yang secara bersamaan ditemukan virus
mungkin tidak mempunyai hubungan sebab akibat. Namun
pengamatan ulang telah meperkuat beberapa hubungan virus
penyakit, walaupun kejadiannya sporadic. Lebih dari 90% infeksi
yang disebabkan oleh enterovirus nonpolio tidak bergejala atau
menyebabkan sakit demam tidak spesifik. Beberapa sindrom klinis
sangat tinggi tetapi tidak selalu terkait dengan serotype tertentu.
e.Infeksi Tidak Bergejala
Koksakivirus dan ekovirus sering dapat ditemukan dari tinja anak
sehat, tetapi ada beberapa data frekuensi infeksi enterovirus
nonpolioyang tidak bergejala
f.Penyakit Demam Nonspesifik
ini adalah manifestasi infeksi enterovirus yang paling lazim. Semua
tipe virus menimbulkan tanda klinis ini, tetapi sering sangat
bervariasi antara masing-masing virus. Mulainya penyakit biasanya
mendadak dan tanpa gejala yang mendahului. Pada anak lebih muda
awal adalah demam dan malaise terkait. Pada anak yang lebih tua
biasanya juga ditemukan nyeri kepala dan mialgia.
E. PATHWAY

Polio
VIRUS

Kurang pengetahuan tentang polio Melalui fekal-oral (makanan yang


b.d informasi yang tidak adekuat terkontaminasi) melalui oral-oral

multiplik
infeks orofharing asi Mukosa usus
Sulit menelan
i
Virus ada
Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d sulit disekresi
menelan System limfatik/pembuluh darah

Menyebar ke organ
target

Hipertermi b.d proses infeksi Hipertermi Fase viremia


a

Infeks System syaraf pusat (SSP)


Nyeri
i

Menyerang selsel syaraf yang mengendalikan


Nyeri b.d proses infeksi yang otot
menyerang syaraf
Melemahnya otot

Gangguan kecemasan pada anak dan


keluarga b.d kondisi penyakit Paralisis

Otot tungkai (flaccid


Gangguan mobilitas fisik b.d paralisis otot paralisis)
tubuh
F. PATOFISIOLOGI
Virus Polio. Neuropati poliomyelitis dan penyakit paralisis lain
disebabkan oleh enterovirus nonpolio karena penghancuran seluler langsung.
Cedera sekunder mungkin karena mekanisme imunologis. Gejala-gejala lain
disebabkan oleh lisis virus sel hospes termasuk penyakit neonates tersebar,
meningitis aseptic, ensefalitis, dan penyakit saluran pernafasan akut. Pada
poliomyelitis, lesi neuron terjadi pada:
1. Medulla spinalis (terutama sel-sel kornu-anterior dan pada tingkat yang
lebih ringan kornu intermedius dan dorsalis serta ganglia radiks dorsalis);
2. Medulla (nucleus vestibuler, nucleus saraf cranial, dan formasiretikularis,
yang berisi pusat-pusat vital);
3. Serebellum (hanya nucleus pada atap dan vermis)
4. Otak tengah (terutama substansia abu-abu tetapi juga substansia nigra
dan kadang-kadang nucleus merah);
5. Talamus dan hipotalamus
6. Pallidum
7. Korteks serebri (korteks motoris)
Enterovirus terdeteksi pada beberapa kasus mioperikarditis. Pathogenesis
nefritis, miositosis, poliradikulitis, pancreatitis, hepatitis, pneumonitis, dan
sindrom lain terkait enterovirus tidak jelas. Gangguan ini mungkin karena
respon rdanag terhadapa antigen virus atau cedera jaringan akibat virus.
Rangkaian RNA enterovirus telah diperagakan pada jaringan jantung dari
penderita dengan kardiomiopati, tetapi hubungan sebab akibat belum
ditegakkan. Beberapa rangakain peptide yang menyusun epitop virus dimiliki
bersama oleh jaringan hospes, yang dapat menyediakan mekanisme untuk
reaksi autoimun pada infeksi enterovirus.

G. PENATALAKSANAAN
Mendukung untuk menurunkan nyeri dan khawatir dengan menggunakan
analgetik. Untuk meningkatkan status pernafasan artifisial ventilasi mungkin
dibutuhkan dan untuk mendukung status nutrisi digunakan NGT atau TPN.
Latihan ROM aktif dan pasif mungkin dibutuhkan untuk mencegah
kontraktur dan deformitas.

H. PEMERIKSAAN
Diambil dari daerah faring atau tinja pada orang yang dicurigai terkena
poliomyelitis selama rentan waktu 2 minggu setelah gejala kelumpuhan.
Isolasi virus dari cairan cerebrospinal sangat diagnostic, tetpi hal itu jarang
dikerjakan.
1. Bila virus polio dapat diisolasi dari tinja seseorang dengan paralisis
flaksit akut harus dilanjutkan dengan pemeriksaan menggunakan cara
oligonukleotide mapping (finger printing) atau genomic sequencing
untuk menetukan apakah virus tersebut termasuk virus liar atau virus
vaksin serta serotipenya, yang penting untuk respon epidemiologi.
2. Pengukuran neutralizing antibody jarang dilakukan kecuali pada kasus
yang sulit.

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status
perkawinan, pekerjaan, alamat, diagnosa medik, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan tanggal pengkajian.
b. Keluhan Utama
Keluhan tersebut dipandang sebagai topik dari penyakit saat ini
sebagai deskripsi masalah, keluhan utama didapat dengan
menanyakan pertanyaan terbuka yang netral kepada klien.
Keluarga klien membawa anaknya kepelayanan kesehatan
terdcekat dengan keluhan kelemahan ekstremitas bawah.
c. Riwayat Penyakit sekarang
Merupakan narasi dari keluhan utama mulai gejala paling awal
sampai perkembangan saat ini , meliputi komponen :
a. Rincian awitan :
Awal mulai keluarga menemukan anaknya demam
b. Riwayat interval yang lengkap
Perjalanan penyakit dari demam sampai terjadi kelumpuhan
ekstremitas
c. Status saat ini
Klien mengalami kelumpuhan/ paralisis kaki
d. Alasan untuk mencari bantuan saat ini
Keluarga cemas, takut, khawatir dan ingin anaknya sehat
seperti sebelum sakit.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Berisi infromasi yang berhubungan dengan aspek status


kesehatan anak yang telah ada sebelumnya. Memfokuskan pada
beberapa area yang umumnya dihilangkan dalam pengkajian riwayat
orang dewasa.

c. Riwayat kelahiran
Meliputi :
1. Kesehatan ibu selama kehamilan
2. Proses persalinan dan kelahiran
3. Kondisi bayi segera setelah lahir
4. Faktor emosional mempengaruhi hasil akhir kelahiran dan
hubungan orang tua dan anak lebih lanjut, selidiki :
a) krisis yang terjadi selama masa kehamilan
b) sikap terhadap fetus selama prenatal
d. Riwayat diet
Bagaimana asupan nutrisi : jumlah asupan makanan , pola makan
,jenis makanan yang sulit diterima oleh klien, faktor-faktor finansial
dan budaya yang mempengaruhi pemilhan dan persiapan makanan.
e. Penyakit, cedera dan pembedahan sebelumnya
Tanyakan secara spesifik tentang demam, sakit telinga dan penyakit
masa kanak-kanak seperti campak, rubella , cacar air , gondongan,
pertusis, difteri , demem scarlet, radang tergorokan , tonsilitis atau
manifestasi alergi. Selain penyakit tersebut, tanyakan juga tentang
riwayat cidera (terjatuh, keracunan , tersedak , atau terbakar ) yang
memerlukan intevensi medis, pembedahan dan alasan lain untuk
hospitalisasi.
f. Alergi
Adakah gangguan hay fever , asma dan reaksi yang tidak biasa
tehadap obat-obatan , makanan , atau produk-produk latek (karet),
ataupun kontak dengan agen yang lain seperti tumbuhan beracun ,
hewan, produk-produk rumah atau pabrik.
Dokumentasi tentang pedoman riwayat alergi, pertanyaan yang bisa
diajukan pada keluarga :
a. obat-obat an apa yang menyebabkan alergi, apakah anda dapat
mengingat nama obat tersebut ?
b. bagaimana reaksinya ?
c. apakah digunakan per oral atau disuntikan ?
d. berapa lama setelah menggunakan obat itu reaksi berlangsung ?
e. pernahkah mengunakan obat yang sama , dan bagaimana reaksi
nya , apakah sama ?
f. apakah ada yang mengatakan tentang reaksi alergi, apa yang
anda lakukan
g. Riwayat pengobatan
Catat semua pengobatan, nama, dosis, jadwal, durasi dan alasan
pemberian. Pengkajian yang teliti harus memasukan semua obat atau
pengobatan alternatif.
h. Riwayat imunisasi
Catatan tentang semua imunisasi meliputi : nama imunisasi ,
jadwal pemberian imunisasi , tempat akses pemberian imunisasi ,
reaksi setelah imunisasi.
i. Pertumbuhan dan perkembangan
Pola pertumbuhan dan perkambangan meliputi :
a. Perkiraan BB pada usia 6 bulan , 1 tahun , 2 tahun , 5
tahun.
b. Perkiraan Tinggi badan pada usia 1 dan 4 tahun.
c. Pertumbuhan gigi : usia mulai tumbuh gigi , jumlah gigi
dan gejala selama tumbuh gigi
d. Perkembangan menahan kepala secara stabil
e. Usia duduk tampa bantuan
f. Bisa berjalan tanpa bantuan
g. Mulai dapat berkata yang bermakna
h. Kelas di sekolah saat ini
i. Peringkat di kelas
j. Interaksi dengan anak lain
j. Kebiasaan
Pengkajian tentang kebiasaan anak, meliputi :
k. Pola perilaku anak (misalnya menggigit kuku, mengisap jempol, dan
pergerakan tidak lazim, masturbasi secara terang-terangan dan
berjalan jinjit)
l. Aktivitas kehidupan sehari-hari (seperti : jam tidur dan bangun,
lamanya waktu tidur malam dan tidur siang, jenis dan lamanya
olahraga, keteraturan buang air besar dan urinasi, urinasi untuk
pelatihan toilet trainning,dan mengompol pada tidur siang atau tidur
malam.
m. Respons terhadap frustasi
n. Penggunaan atau penyalahgunaan alkohol, obat-obatan, kopi atau
tembakau.
o. Pemeriksaan Fisik
1. Kondisi umum
2. Integumen
Perubahan pigmen/ kemerahan, kecenderungan memar,
petekie, kekeringan kulit yang berlebihan
3. Kepala
4. Mata
5. Hidung
6. Telinga
7. Mulut
8. Tenggorokan
9. Dada meliputi : respirasi dan kardiovaskuler
10. Gastrointestinal
11. Genitourinaria
12. Ginekologi
13. Muskuloskeletal
14. Neurologi
15. Endokrin
p. Riwayat Pengobatan Keluarga
a. Digunakan untuk mengungkapakan kemungkinan adanya
penyakit keturunan
b. Informasi yang dapat digali, seperti : usia, status
pernikahan, kondisi kesehatan jika masih hidup, penyebab
kematian jika sudah meninggal.
c. Konfirmasi keakuratan gangguan –gangguan yang
dilaporkan dengan menanyakan gejala, rangkaian kejadian,
terapi dan urutan setiap diagnosis
d. lokasi geografis menentukan indikasi kemungkinan terpajan
penyakit endemis.
q. Riwayat Psikososial
Meliputi pengkajian pada konsep diri, meliputi : Citra diri,
Identitas diri, Peran diri, Ideal Diri, dan Harga Diri. riwayat
pengobatan tradisional, meliputi bagian personal dan sosial
anak, seperti penyesuaian di sekolah, atau kebiasaan lain yang
tidak biasa. observasi hubungan orangtua dan anak, perlakuan
orangtua pada anak juga dikaji dalam riwayat ini.
r. Riwayat Seksual
Merupakan riwayat penting pada kejadian remaja,
mengungkapkan area persoalan yang berhubungan dengan
aktifitas seksual , kondisi yang dapat digunakan sebagai
skrining untuk penyakit menular seksual atau pemeriksaan
kehamilan, informasi konseling seksual.
s. Pengkajian Keluarga
a. Pengkajian struktur keluarga
Struktur keluarga merujuk pada komposisi keluarga
yang tinggal dalam rumah, dan memiliki karekterisktik
sosial, budaya , agama dan ekonomi yang mempengaruhi
kesehatan psikobiologis anak dan keluarga. Area
perhatiannya pada komposisi keluarga, lingkungan rumah
dan komunitas , pekerjaan dan pendidikan anggota keluarga
, tradisi budaya dan agama.
b. pengkajian fungsi keluarga
Berkaitan dengan cara keluarga berprilaku satu sama
lain dan dengan kualitas hubungan. Bisa dilakukan dengan
tekhnik skrining (family APGAR. FAPGAR)
t. Pemerikasaan klinis diagnostic
a. Pemeriksaan antropometri
b. Pemeriksaan penunjang seperti tes biokimia, darah lengkap faal
darah dan pemeriksaan penunjang lainnya

2. Rumusan masalah dan Diagnosa Keperawatan


1. Kurang pengetahuan tentang penyakit polio berhubungan dengan infomasi
yang tidak adekuat.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sulit menelan
3. Hypertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi yang menyerang syaraf
5. Gangguan kecemasan pada anak dan keluarga berhubungan dengan
kondisi penyakit
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis otot.

3. Intervensi

Diagnosa Intervensi
No Keperawatan NOC NIC
1 Hipertermi Setelah dilakukan tindajan
1. Monitor suhu sesering
berhubungan dengan keperawatan diharapkan
mungkin
proses infeksi Thermoregulasi pasien
2. Monitor warna dan
menunjukkan :
suhu kulit
Suhu tubuh dalam batas normal
3. Monitor tekanan darah,
dengan kreiteria hasil:
nadi dan RR
1. Suhu 36 – 37C
4. Monitor penurunan
2. Nadi dan RR dalam
tingkat kesadaran
rentang normal
5. Monitor WBC, Hb, dan
3. Tidak ada perubahan
Hct
warna kulit dan tidak 6. Monitor intake dan
ada pusing, merasa output
nyaman. 7. Kolaborasi dengan tim
Dokter dalam
pemberian antipiretik
8. Kolaborasi dengan tim
Dokter dalam
pemberian antibiotik
9. Selimuti pasien
10. Berikan cairan
intravena
11. Kompres hangat pasien
pada lipat paha dan
aksila
12. Tingkatkan sirkulasi
udara
13. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
14. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
15. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
16. Monitor hidrasi seperti
turgor kulit,
kelembaban membran
mukosa)
2 Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan makanan
berhubungan dengan diharapakan nutrisi 2. Kolaborasi dengan
sulit menelan teratasi dengan indikator: ahli gizi untuk

1. Albumin serum menentukan jumlah


2. Pre albumin serum kalori dan nutrisi
3. Hematokrit yang dibutuhkan
4. Hemoglobin pasien
5. Total iron binding 3. Yakinkan diet yang
6. Jumlah limfosit dimakan
mengandung tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
4. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan
harian.
5. Monitor adanya
penurunan BB dan
gula darah
6. Monitor lingkungan
selama makan
7. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar
Ht
10. Monitor mual dan
muntah Monitor
pucat, kemerahan,
dan kekeringan
jaringan konjungtiva
11. Monitor intake
nuntrisi
12. Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat
nutrisi
13. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti
NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
14. Atur posisi semi
fowler atau fowler
tinggi selama makan
15. Kolaborasi dengan
tim Dokter dalam
pemberian anti
emetik
16. Anjurkan banyak
minum
17. Pertahankan terapi IV
line
18. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oral
3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital sign
berhubungan dengan keperawatan di harapkan sebelum/ sesudah latihan
paralisis otot mobilitas fisik teratasi dengan dan lihat respon pasien
kriteria hasil: saat latihan
1. Klien meningkat dalam 2. Konsultasikan dengan
aktivitas fisik terapi fisik tentang
2. Mengerti tujuan dari rencana ambulasi sesuai
peningkatan mobilitas dengan kebutuhan
3. Memverbalisasikan 3. Bantu klien untuk
perasaan dalam menggunakan tongkat/
meningkatkan kekuatan gips sepatu saat berjalan
dan kemampuan untuk mengoreksi kaki
berpindah melengkung dan cegah
4. Memperagakan terhadap cedera
penggunaan alat Bantu 4. Kaji kemampuan pasien
untuk mobilisasi dalam mobilisasi
(walker) 5. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADL secara mandiri
sesuai kemampuan
6. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADL pasien.
7. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan.
8. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan yang
telah diberikan dengan menggunakan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan
perencanaan).

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Poliomielitis adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan
virus polio. Poliomyelitis disebabkan oleh Enterovirus. Enterovirus adalah
virus RNA yang termasuk family pikornaviridae. Virus ditularkan melalui
rute oro/fecal. Penularan melalui secret faring terjadi apabila keadaan
agent sanitasinya baik sehingga dapat memutuskan rantai penularan.
Poliomielitis dibagi atas empat macam, yaitu Poliomielitis
Asimtomatis, Poliomielitis Abortif, Poliomielitis Non Paralitik, dan
Poliomielitis Paralitik.
Beberapa pasien pengidap poliomyelitis, selama 10-40 tahun
kemudian akan menampakkan puncak dari gejala seperti kelemahan otot,
penurunan kemampuan beraktifitas sehari-hari, dan/ atrofi otot. Gejala ini
didefinisikan sebagai atrofi otot post-polio yang berlanjut. Manifestasi lain
dari post-polio sindrom termasuk nyeri otot, deformitas tulang, kelelahan
dankram. Perkembangan kemunduran otot pada post-polio sindrom
umumnya lambat dan pada beberapa kasus tidak bisa dilihat hanya dalam
1-2 tahun. Beberapa komplikasi lain yang mungkin terjadi, diantaranya
deformitas tulang, abnormalitas neurologis saraf, komplikasi respiratory
skoliosis dan atropi otot.
Beberapa cara pencegahan penyakit polio yang harus dilakukan
adalah: peningkatan hygiene, dan imunisasi polio. Sedangkan
penatalaksanaan polio untuk menurunkan nyeri dan khawatir dengan
menggunakan analgetik. Untuk meningkatkan status pernafasan artifisial
ventilasi mungkin dibutuhkan dan untuk mendukung status nutrisi
digunakan NGT atau TPN. Latihan ROM aktif dan pasif mungkin
dibutuhkan untuk mencegah kontraktur dan deformitas.
Diagnosa yang mungkin muncul diantaranya kurang pengetahuan
tentang penyakit polio berhubungan dengan infomasi yang tidak adekuat,
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sulit menelan,
hypertermi berhubungan dengan proses infeksi, nyeri akut berhubungan
dengan proses infeksi yang menyerang syaraf, gangguan kecemasan pada
anak dan keluarga berhubungan dengan kondisi penyakit, dan gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis otot.

B. SARAN
Penulis menyarankan agar mahasiswa benar-benar mempelajari system
persarafan ini, dan mempelajari gangguan system persarafan ini, sehingga
mahasiswa perawat bisa memberikan asuhan keperawatan yang kompherensif
pada pasien gangguan system persarafan.

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, RE, dkk. 1996. Ilmu Kesehatan Anak Cetakan 2010. Jakarta: EGC
Carpenito & Juall, L. 2007, Handbook of Nursing Diagnosis Ed.10, Alih
Bahasa, Yasmin Asih, EGC, Jakarta.

Disease Conditions Polio Basic Definition. Diakses dari


http://www.mayoclinic.org tanggal Accessed 15Sepetember 2014.

Elzouki, Abdelaziz Y. 2012. Text book of Clinical Pediatric second edition.


Lipincott Williams & Wilkins.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Kapita Selekta Kedokteran


Cetakan 2008. FKUI: Media Aesculapius

Ikatan Dokter anak Indonesia. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Badan


Penerbit Ikatan Dokter anak Indonesia

Infeksi Polio Manifestasi Klinis dan Penegakkan Diagnosis Terkini. 2012.


Diakses dari http://growupclinic.com tanggal 15 September 2014

Nurarif, Amin Hudan & Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
MediAction Publishing
Penyakit Polio. Diakses dari http://medicastore.com tanggal 15 September 2014

Polio. Diakses dari http://kidshealth.org tanggal 15 September 2014

Poliomielitis. Diakses dari http://www.id.wikipedia.org/wiki tanggal 15


September 2014

Springer, Berlin. 2012. Textbook of Clinical Pediatrics, Volume 1. New York:


Springer

Anda mungkin juga menyukai