Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI
Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan III

Disusun Oleh
Mahendra Dwi Hermawan
NIM : S18243

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut
darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ
tubuh secara terus–menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014). Hal
ini terjadi bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli membuat
darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.
Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila
berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah
(Udjianti, 2010). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang
mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka
kematian (mortilitas).Tekanan darah dikatakan hipertensi apabila tekanan
darah 140/90 mmHg (Triyanto, 2014).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Hipertensi
adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg atau diastolik 90 mmHg. Hipertensi juga merupakan suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas
normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas)
dan angka kematian (mortilitas).
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut Irianto (2014), Padila (2013), Syamsudin (2011), Udjianti
(2011) :

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer. Merupakan 90% dari


seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui
penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini:
1) Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki
riwayat keluarga yang memliki tekanan darah tinggi.
2) Jenis kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan
wanita menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
Jika usia bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini
tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih
tinggi dari pada perempuan.
3) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa
dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya
karena dengan mengkonsumsi banyak garam dapat
meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang,
khususnya dengan pendeita hipertensi, diabetes, serta orang
dengan usia yang tua karena jika garam yang dikonsumsi
berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan
menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya
didalam tubuh.
4) Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga
berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25%
diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan
tekanan darah atau hipertensi.
5) Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup
dengan pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu
hipertensi itu terjadi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan
dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat
menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok
berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol
yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat
meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki
tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol
agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya
hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa
terjadi.
b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder merupakan 10% dari
seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu
kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau
gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi renal, kelainan
saraf pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi dari penyakit
tersebut karena hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal
disebut hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal
yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi karena
adanya penyempitan pada arteri ginjal, yang merupakan pembuluh
darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan
darah menurun maka ginjal akan memproduksi berbagai zat yang
meningkatkan tekanan darah serta ganguuan yang terjadi pada
tiroid juga merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi
darah yang mengakibtkan meningkatnya resistensi pembuluh darah
sehingga mengakibtkan hipertensi. Faktor pencetus munculnya
hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral,
coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan
psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka
bakar, dan stress karena stres bisa memicu sistem saraf simapatis
sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pada
pembuluh darah.

3. Manifestasi Klinik
Ardiansyah (2012) menyebutkan bahwa sebagian manifestasi
klinis timbul setelah klien mengalami hipertensi selama bertahun-tahun.
Gejalanya berupa :
a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium
b. Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai
dampak dari hipertensi
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan susunan
saraf pusat
d. Nokturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.
Gejala yang dialami klien dengan kasus hipertensi berat antara lain
sakit kepala (rasa berat di tengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea,
muntahmuntah, kegugupan, keringat berlebihan, tremor otot, pandangan
kabur atau ganda, tinnitus (telinga mendenging), serta kesulitan tidur.
Sementara menurut Kurniadi & Nurrahmani (2014) banyak klien
dengan hipertensi tidak mempunyai tanda-tanda yang menunjukkan
tekanan darah meninggi dan hanya akan terdeteksi pada saat pemeriksaan
fisik. Sakit kepala di tengkuk merupakan ciri yang sering terjadi pada
hipertensi berat. Gejala lainnya adalah pusing, palpitasi (berdebar-debar),
dan mudah lelah. Namun, gejala-gejala tersebut kadang tidak muncul
pada beberapa klien, bahkan pada beberapa kasus klien dengan tekanan
darah tinggi biasanya tidak merasakan apa-apa. Peninggian tekanan darah
kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala
baru akan muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau
jantung.

4. Klasifikasi
Menurut WHO (2015), batas normal tekanan darah adalah tekanan
darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang
dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Berdasarkan The Joint National Commite VIII (JNC-8) (2014) tekanan
darah dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu.
Diantaranya adalah:
Tabel 1. Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite
VIII Tahun 2014

Batasan tekanan darah Kategori


(mmHg)
≥150/90 mmHg Usia ≥60 tahun tanpa penyakit diabetes
≥140/90 mmHg dan cronic kidney disease
≥140/90 mmHg Usia 19-59 tahun tanpa penyakit
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit diabetes
Sumber: The Joint National Commite VIII (2014).
American Heart Association (2014) menggolongkan hasil pengukuran
tekanan darah menjadi:

Tabel 2. Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart


Association

Tekanan darah Tekanan systole Tekanan diastole


Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Hipertensi stage 3 ≥ 180 mmHg ≥ 110 mmHg
Sumber: American Heart Assosiation (2014).
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi
primer dan hipertensi sekunder (Udjianti, 2011). Hipertensi primer adalah
peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90%
kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang
diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer adalah
genetik,jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi
sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik
yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari
10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor pencetus
munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral,
kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres
(Udjianti, 2011).

5. Komplikasi
Hipertensi merupakan penyakit yang bisa di kontrol dan tidak bisa
diobati.Jika hipertensi tidak di control dengan benar atau tidak menjalani
prosedur perawatan dan pengobatan sesuai program. Maka, akan
berdampak pada komplikasi seperti penyakit jantung, stroke dan
gangguan keseimbangan dan gerak, kerusakan ginjal, kematian (Maryam,
2010)
Penyakit hipertensi akan meningkat dengan adanya penyakit
kronis. Penyakit lain yang dapat meninngkatkan derajat hipertensi atau
komplikasi hipertensi akan menyebabkan hipertensi lebih sulit
dikendalikan. Berikut beberapa komplikasi penyebab hipertensi antara
lain :
a. Stroke Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di
otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik
apabila arteriarteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi
dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
arterosklorosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya anurisma.
b. Infark miokard Infark miorkard dapat terjadi apabila arteri koroner
yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke
miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat
aliran darah melalui pembuluh darah tersebut
c. Gagal ginjal Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibat tekanan tinggi kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan
rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional
ginjal, nefron akan terganggu dan akan berlanjut menjadi hipoksia
dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan
keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada
hipertensi kronik.
d. Apnea pada saat tidur Apnea adalah gangguang tidur berupa
kesulitan bernafas yang terjadi berulang kali pada saat tidur.
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan antara pernafasan
yang terhenti dan berkurang nya pasokan oksigen untuk sementara
waktu yang menyertai apnea saat terjadinya hipertensi. Apnea pada
saat tidur tidak selalau terlihat jelas. Namun, jika seseorang sering
tidak tadap tidur nyenyak sepanjang malam dan selalu mengantuk
pada siang hari sebaiknya memeriksakan diri ke dokter. Pengobatan
dilakukan dengan cara memberikan oksigen pada saat tidur. Cari ini
dapat menurunkan tekanan darah sedikit demi sedikit (Riyanto,
2014).

6. Patofisiologi dan Pathway


Menurut Triyatno (2014), meningkatnya tekanan darah dapat
terjadi dengan beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat dari
biasanya sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya,
arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui
arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh darah yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan
naiknya tekanan. Hal inilah yang terjadi pada usia lanjut dan obesitas,
dimana dinding arteri lebih menebal dan kaku karena arterosklerosis.
Penyelidikan ini dapat membuktikan obesitas dapat meningkatkan lemak
di pembuluh darah sehingga menimbulkan plak dan terjadilah
arterosklerosis sehingga daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah
meningkat dan terjadilah hipertensi.
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output
(curah jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah
jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate
(denyut jantug). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem
saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan
dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor
arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan
autoregulasi vaskular (Udjianti, 2011).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di vasomotor, pada medulla diotak. Pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah (Padila, 2013).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi hipertensi masih belum jelas,
banyak faktor diduga memegang peranan dalam genesis hiepertensi
seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis, sistem saraf, ginjal,
jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin, angiotensin,
sodium, dan air (Syamsudin, 2011).
Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,
yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor
pembuluh darah (Padila, 2013).
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intra vaskuler. Semua faktor ini cendrung mencetuskan keadaan
hipertensi (Padila, 2013).
Pathway

Umur Jenis hidup Obesitas


kelamin

Elastisitas , arteriosklerosis

hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh


darah

Perubahan
struktur

Penyumbatan pembuluh
darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak Ginja Pembuluh


l darah

Resistens Suplai Vasokonstrik sistemik koroner


i O2 otak si pembuluh
pembulu menurun darah ginjal
h darah vasokonstrik Iskemi
otak Blood si miocard
Nyeri Ganggua sinko flow
n pola p munurun Fatique Nyeri
tidur dada
Respon
resiko perfusi RAA Intoleransi
jaringan aktifitas
serebral tidak Rangsang
efektif aldosteron

Retensi
Na

Edem
a
(Sumber : (WOC) dengan menggunakan diagnosis standar keperawatan Indonesia
Dalam PPNI, 2017)
7. Penatalaksanaan
a. Medis
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan
darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar klien bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya
perlu dilakukan seumur hidup klien. Pengobatan standar yang
dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure, USA) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai
obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan klien dan
penyakit lain yang ada pada klien (Padila,2013). Terapi Medis: terapi
yang telah diberikan oleh tenaga medis baik perawat, dokter, ahli gizi
dan tenaga medis lain,missal: cairan iv, obat peroral, obat topical dsb.
b. Keperawatan
Langkah awal secara nonfarmakologis biasanya adalah dengan
mengubah pola hidup klien, yakni dengan cara (Ardiansyah,2012) :
1) Menurunkan berat badan sampai batas ideal
2) Mengubah pola makan pada klien dengan diabetes, kegemukan,
atau kadar kolesterol darah tinggi
3) Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram
natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan
asupan kalsium, magnesium, dan kalium yang cukup)
4) Mengurangi konsumsi alkohol
5) Berhenti merokok
6) Olahraga aerobik yang tidak terlalu berat (klien dengan hipertensi
essensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan
darahnya terkendali).
Pengaturan menu bagi klien dengan hipertensi selama ini
dilakukan dengan empat cara, yakni diet rendah garam, diet rendah
kolesterol dan lemak terbatas, diet tinggi serat, dan diet rendah energi
(bagi yang kegemukan). Kini, bertambah satu cara diet pada klien
hipertensi yang disebut dengan DASH (Dietary Approach to Stop
Hypertension). Prinsip utama dari diet DASH adalah menyajikan menu
makanan dengan gizi seimbang yang terdiri atas buah-buahan, sayuran,
produk-produk susu tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging unggas,
biji-bijian, dan kacangkacangan (Puspitorini, 2010)

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan yang telah dilakukan pada
pasien untuk menunjang dalam tindakan medis, atau tindakan
pengobatan.
b. Pemeriksaan diagnostic: pemeriksaan yang dapat menunjang dalam
pemberian terapi terhadap pasien

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnese (Data subyektif)
Identitas Pasien : Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, jenis
kelamin, usia, agama, suku bangsa, Pendidikan nomor registrasi, dan
penanggung jawab (YudiElyas 2013).
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan oleh klien yang mejadi
alasan pasien mencari pengobatan. (Utomo, 2017).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji apa yang dikeluhkan pasien saat ini, sudah berapa lama keluhan
dirasakan, dan apakah sebelumnya sudah menjalani pengobatan
(Utomo, 2017).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada pasien mengenai penyakit yang dahulu pernah diderita
(Elyas, 2013).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji riwayat kesehatan keluarga, apakah keluarga memiliki riwayat
penyakit yang sama dan menurun (Elyas, 2013)
f. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi Kesehatan Persepti terhadap adanya arti kesehatan,
penatalaksanaan kesehatan serta pengatahuan tentang praktek
kesehatan.

2) Pola nutrisi Mengidentifikasi masukan nutrisi dalam tubuh, balance


cairan serta elektrolit. Pengkajian meliputi: nafsu makan, pola
makan, diet, kesulitan menelan, mual, muntah, kebutuhan jumlah
zat gizi.

3) Pola eliminasi Menjelaskan tentang pola fungsi ekskresi serta


kandung kemih dan kulit. Pengkajian yang dilakukan meliputi:
kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah

4) Pola latihan-aktivitas

Menggambarkan tentang pola latihan, aktivitas, fumgsi pernapasan.


Pentingnya latihan atau gerak dalam keadaan sehat maupun sakit,
gerak tubuh dan kesehatan berhubungan dengan satu sama lain.
Kemampuan klien dalam menata dirinya sendiri apabila tingkat
kemampuannya: 0: mandiri, 1: dengan alat bantu,2: dibantu orang
lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung dalam melakukan
ADL, kekuatan otot dan ROM, riwayat penyakit jantung, frekuensi,
irama dan kedalaman napas, bunyi napas, riwayat penyakit paru.

5) Pola kognitif perceptual

Menjelaskan tentang persepsi sendori dan kognitif. Pola ini


meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,
pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Dan pola kognitif
memuat kemampuan daya ingat klien terhadap peristiwa peristiwa
yang telah lama atau baru terjadi.

6) Pola istirahat dan tidur

Menggambarkan pola tidur serta istirahat pasien. Pengkajian yang


dilakukan pada pola ini meliputi: jam tidursiang dan malam pasien,
masalah selama tidur, insomnia atau mimpi uruk, penggunaan obat
serta mengaluh letih.

7) Pola konsep diri-persepsi diri Menggambarkan sikap tentan diri


sendiri serta persepsi terhadap kemampuan diri sendiri dan
kemampuan konsep diri yang meliputi: gambaran diri, harga diri,
peran, identitas dan ide diri sendiri.

8) Pola peran dan hubungan

Menggambarkan serta mengatahui hubungan pasien serta peran


pasien terhadap anggota keluarga serta dengan masyarakat yang
berada dalam lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

9) Pola reproduksi atau seksual

Menggambarkan tentang kepuasan yang dirasakan atau masalah


yang dirasakan dengan seksualitas. Selain itu dilakukan juga
pengkajian yang meliputi: dampak sakit terhadap seksualitas,
riwayat haid, pemeriksaan payudara sendiri, riwayat penyakit
hubungan seks, serta pemeriksaan genetalia.

10) Pola koping dan Toleransi Stres

Menggambarkan tentang pola cara menangani stress, yang meliputi


dengan cara: interaksi dengan orang terdekat menangis, dam lain
sebagainya.

11) Pola keyakinan dan nilai


Menggambarkan tentang pola nilai dan keyakinan yang dianut.
Menerangkan sikap serta keyakinan yang dianaut oleh klien dalam
melaksanakan agama atau kepercayaan yang dianut.

g. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :

1) Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status


kesehatan klien (inspeksi adanya lesi pada kulit).
2) Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien.
3) Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetuk kan jari
tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau
tidaknya suatu organ tubuh.
4) Auskultasi adalah dengan cara mendengarkan menggunakan
stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui bising
usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada Klien Hipertensi diperoleh hasil sebagai
berikut :
1) Keadaan umum :
Kaji Keadaan umum , Kesadaran, TandaVital pasien terutama
tekanan darah. (Elyas, 2013).
2) Pemeriksaan kepala
Lihat ada tidaknya luka, lesi, kaji kebersihan kulit kepala dan
rambut, kaji persebaran rambut apakah merata atau tidak. Kaji ada
tidaknya odema pada kepala (Muttaqin, 2014)
3) Mata
Liaht besar pupil ,reflek pupil , konjungtiva, adanya kotoran atau
tidak (Muttaqin, 2014)
4) Hidung
Observasi ada tidaknya benjolan, perdarahan, produksi secret hidung
serta lihat kesimetrisan hidung (Debora, 2013).
5) Telinga
Lihat kesimetrisan dan ada tidaknya serumen serta luka pada teling
(Muttaqin, 2014).
6) Mulut
Lihat kebersihan mulut dan gigi, ada tidaknya stomatitis, gigi
berlubang (Setyadi, 2014).
7) Kulit dan Kuku
Kaji kebersihan kulit dan kuku, kaji ada tidaknya luka, lesi, dan
odema pada kulit (Elyas, 2013). Turgor kulit kembali <2 detik atau
tidak dan Capillary Refill Time (CRT) kembali <2 detik atau tidak.
8) Leher
Kaji Kaku kuduk, lihat kebersihan kulit sekitar leher (Satyanegara,
2015). Ada tidaknya bendungan vena jugularis, ada tidaknya
pembesaran kelenjar tiroid, ada tidaknya deviasi trakea (Debora,
2013)
9) Thorax (dada) Paruparu
Inspeksi : Lihan apakah menggunakan otot bantu nafas diafragma,
lihat ada Retraksi interkosta atau tidak, peningkatan frekuensi
pernapasan atau tidak
Palpasi : Raba Taktil fremitus kanan dan kiri
Perkusi : Ketuk ICS 1-5 dextra dan ICS 1-2 sinistra
Auskultasi : Pemeriksaan bisa tidak ada kelainan dan bisa juga
terdapat bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien dengan
peningkatan produksi secret, kemampuan batuk yang menurun pada
klien yang mengalami penurunan kesadaran (Mutaqin, 2014;
Debora, 2013).
10) Abdomen
Inspeksi : Persebaran warna kulit merata, terdapat distensi perut atau
tidak, terdapat distensi atau tidak (Mutaqin, 2014).
Auskultasi : dengarkan dengan stetoskop suara bising usus normal
>15x/menit (Mutaqin, 2014).
Palpasi : Ada/tidaknya asites, ada tidaknya pembengkakan hati.
Perkusi : Untuk mengetahui suara yang dihasilkan dari rongga
abdomen, apakah timpani atau dullness yang mana timpani adalah
suara normal dan dullness menunjukan adanya obstruksi.
11) Musculoskeletal
Periksa adanya edema atau tidak pada ekstremitas atas dan bawah,
kaji ada tidaknya perubahan bentuk tulang (Elyas, 2013; Debora,
2013).
12) Genetalia dan Anus
Lihat Bersih atau kotor, adanya hemoroid atau tidak, terdapat
perdarahan atau tidak, terdapat massa atau tidak. (Mutaqin, 2014).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan SDKI :
a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral(D.0077)
b. Resiko perfungsi serebral tidak efektif berhubungan dengan adanya
tahanan pembuluh darah(D.0017)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output(D.0056)
d. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala(D.0055)
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. (2014). High blood pressure. from American Heart
Association: http://www.heart.org/HEARTORG.

Annisa, F.N. (2013). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat


Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas Pattingalloang Kota Makassar.
Naskah Publikasi: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hassanudin
Makassar.

Dewi, S. & Familia. (2010). Hidup Bahagia Bersama Hipertensi. A Plus Books.
Jakarta

Irianto, K. (2014). Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta

Junaidi & Iskandar. (2010). Hipertensi Pengenalan, Pencegahan, dan Pengobatan.


Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer.

Kartika Sari Wijayaningsih. (2013). Standar Asuhan Keperawatan : Jakarta. TIM.

Lumbantobing S.M. (2013). Neurogeriatri. Jakarta: FKUI

Maryam, R & Siti, K. (2010). Hidup Bersama Hipertensi. In Books : Yogjakarta

Muawanah. (2012). Hubungan tingkat pengetahuan tentang manajemen stres


terhadap tingkat kekambuhan pada penderita hipertensi di Panti Wreda
Dharma Bakti Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. (2010).


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.

Sutaryo. (2011). Bagaimana menjaga kesehatan jantung. Yogyakarta: Cinta Buku.

Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Jakarta:


The Joint National Commite VIII (JNC-8). (2014). Hypertension. The Eight
Report of the Joint National Committee. Guidelines: An In-Depth Guide.
Am J Manag Care

Triyanto & Endang. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi


Secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Udjianti & Wajan. (2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba


Medika.

Vitahealth. (2015). Hipertensi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama World Health


Organization (WHO). (2015). A global brief on hypertension: silent killer.

Anda mungkin juga menyukai