Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

ANALISIS JURNAL CRANIOTOMY


Tugas ini dibuat untuk memenuhi Mata Kuliah :Keperawatan Kritis
Dosen Pengampu : Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep

Disusun Oleh :
Anggi Merlina Yuspita
S18218
S18E

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Metode Pencarian Literatur


1. Database yang digunakan : http://scholar.google.co.id
2. Kata kunci pencarian literatur : Kraniotomi
3. Jumlah literatur yang didapat : 5
4. Proses seleksi literatur : Berdasarkan literatur yang lengkap, isinya sesuai yaitu kraniotomi,
mudah dipahami.

B. Abstrak
Kraniotomi merupakan pembedahan kranium untuk mengangkat abnormalitas jaringan baik
tumor, kanker, atau hematoma pada kepala. Pada pasien pascaoperasi kraniotomi sering disertai
dengan ketidakseimbangan elektrolit dan gangguan napas sehingga dibutuhkan penggunaan
ventilator mekanik untuk mencukupi kebutuhan oksigen tubuh. Yang mana efek dari
ketidakseimbangan elektrolit dan penggunaan ventilator mekanik akan menyebabkan gangguan
disfungsi otak yang berupa delirium.
BAB II
DESKRIPSI JURNAL

A. Deskripsi Umum
A. Judul artikel : Hubungan Status Elektrolit Dan Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan
Kejadian Delirium Pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi Di Intensive Care Unit.
B. Penulis : Sri Siti Khadijah, Diah Retno Wulan
C. Publikasi : E Jurnal, Kata kunci : : Delirium, Elektrolit, ICU, Kraniotomi, Ventilator
Mekanik.
D. Penelaah : Anggi Merlina Yuspita
E. Tanggal Telaah : 24 September 2021

B. Deskripsi Konten/Isi
A. Masalah

Tindakan pembedahan Kraniotomi termasuk dalam keperawatan kritis karena pasien dalam
keadaan kritis dimana diperlukan sejumlah faktor dipertimbangkan saat pengambilan
keputusan bedah yang tepat dikarenakan memiliki tingkat kesulitan dan risiko yang tinggi. Pada
pasien yang menjalani operasi bedah saraf khususnya kraniotomi dianggap dalam keadaan
kritis dan sering dijumpai keadaaan delirium seperti perilaku agitasi pada pasien setelah satu
sampai tiga hari pascaoperasi yang disebut dengan post-operative delirium (Whitlock et al ,
2011). Multicenter Study tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi delirium di USA pada
pasien ICU adalah 32,3%. Khususnya di ICU, prevalensi delirium mungkin akan lebih tinggi
lagi berkisar 45%- 87% (Cavallazi et al, 2012). Prevalensi delirium awal rawat dirumah sakit
berkisar 14%-24%, dan kejadian delirium yang timbul selama masa rawat dirumah sakit
berkisar 6%-56% di antara populasi umum rumah sakit dan dalam sebuah metaanalisis
menyatakan bahwa angka kematian akibat kejadian delirium diruang intensif care mencapai
95% (Skwarecki, 2015). Di Indonesia, prevalensi delirium yang dirawat di ruang intensif
belum didapatkan data pastinya. Hal ini membuktikan bahwa deteksi delirium khususnya
operasi kraniotomi kurang diperhatikan, padahal delirium menjadi salah satu komplikasi yang
paling sering terjadi dalam keperawatan kritis (Luman, 2015). Delirium memiliki insidensi yang
tinggi pada pasien dengan penyakit kritis dan merupakan kelainan yang serius yang
berhubungan dengan pemanjangan lama rawat diruang rawat intensif, biaya yang lebih tinggi,
perlambatan pemulihan fungsional, meningkatkan kebutuhan perawatan dari petugas kesehatan
dan pelaku rawat dan meningkatkan angka morbiditas serta mortalitas

B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan status elektrolit dan penggunaan ventilator
mekanik dengan kejadian delirium pada pasien pascaoperasi kraniotomi.
C. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini didapatkan dari 30 orang responden pasien pascaoperasi kraniotomi di
ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan bahwa responden
yang memiliki status elektrolit normal seluruhnya tidak mengalami delirium yaitu sebanyak
5 orang (100%) dan responden dengan status elektrolit yang tidak normal sebagian besar
mengalami positif delirium yaitu sebanyak 21 orang (84%). Berdasarkan uji statistik
bivariat menunjukkan bahwa didapatkan p value 0,001 (<0,05) yang berarti ada hubungan
yang signifikan antara status elektrolit dengan kejadian delirium pada pasien pascaoperasi
kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin. Hasil diatas
menunjukkan bahwa pada pasien yang mengalami status elektrolit yang tidak normal
sebagian besar akan mengalami delirium. walaupun ada beberapa macam gangguan
elektrolit tetapi ketidakseimbangansodium seperti hiponatremia dan hiperkloremia adalah
gangguan elektrolit yang umum terjadi pada pasien pascabedah yang cenderung
menyebabkan salah satu gangguan disfungsi otak yaitu delirium. Elektrolit merupakan
mineral bermualatan listrik yang tersimpan didalam dan diluar sel tubuh, bekerja bersama-
sama dengan air untuk memelihara homeostasis, atau mencapai keseimbangan penting
untuk mempertahankan hidup. Hampir sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan
dipengaruhi oleh elektrolit. Elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak
gangguan. Ketidaknormalan elektrolit seperti hiponatremia sangat sering ditemukan diruang
lingkup bedah saraf dan neuro-ICU. Patologi neurologi utama yang paling sering adalah
perdarahan subarachnoid, serangan serebrovaskuler, tumor kepala, dan cedera kepala yang
menyebabkan hyponatremia akibat syndrome of inappropriate secretion of anti diuretic
hormone (SIADH) atau akibat cerebral salt wasting syndrome (CSWS), yang masing-
masing mengakibatkan pelepasan ADH (antideuretik hormone) atau natriuretic peptide dari
otak sebagai respon suatu cedera (Syah, 2016). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
mengatakan bahwa hiponatremia dapat menyebabkan pembengkakan otak dan hipertensi
intrakranial dengan komplikasi neurologis yang mengancam jiwa, termasuk delirium,
kejang, koma, dan pernapasan, yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen atau
kematian (Wulan, 2017).

D. Kesimpulan Penelitian
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kepada 30 pasien pascaoperasi kraniotomi yang dirawat di
Intesive Care Unit (ICU) maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Status elektrolit pada pasien pascaoperasi kraniotomi di ICU RSUD Ulin
Banjarmasin sebanyak 25 orang (83,8%) pasien dengan status elektrolit tidak
normal.
2. Penggunaan ventilator mekanik pada pasien pascaoperasi kraniotomi di ICU
RSUD Ulin Banjarmasin sebanyak 16 orang (53,3%) dinyatakan menggunakan
ventilator mekanik.
3. Angka kejadian delirium pada pasien pascaoperasi kraniotomi di ICU RSUD
Ulin Banjarmasin sebanyak 21 orang (70%) yang dinyatakan positif delirium.
4. Ada hubungan antara status elektrolit dengan kejadian delirium pada pasien
pascaoperasi kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin
Banjarmasin.
5. Ada hubungan antara penggunaan ventilator mekanik dengan kejadian delirium
pada pasien pasca operasi kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD
Ulin Banjarmasin
b. Saran
Memperbaiki status elektrolit pasien agar lebih baik,banyak pasien yang pascaoperasi di
nyatakan positif delirium.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penggunaan ventilator mekanik pada pasien pascaoperasi kraniotomi dinyatakan menggunakan
ventilator mekanik. Angka kejadian delirium pada pasien pascaoperasi kraniotomi dinyatakan
positif delirium. Ada hubungan antara status elektrolit dengan kejadian delirium pada pasien
pascaoperasi kraniotomi hubungan antara penggunaan ventilator mekanik dengan kejadian
delirium pada pasien pasca operasi kraniotomi.

B. Saran
Hubungan Status Elektrolit Dan Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan Kejadian Delirium
Pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi Di Intensive Care Unit

Sri Siti Khadijah1, Diah Retno Wulan2


1
Univeristas Muhammadiyah Banjarmasin
2
Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Program Studi S.1 Keperawatan

*correspondence author: Email : srisitikhadijah25@gmail.com

Abstrak

Latar Belakang: Kraniotomi merupakan pembedahan kranium untuk mengangkat abnormalitas jaringan baik tumor, kanker, atau
hematoma pada kepala. Pada pasien pascaoperasi kraniotomi sering disertai dengan ketidakseimbangan elektrolit dan gangguan
napas sehingga dibutuhkan penggunaan ventilator mekanik untuk mencukupi kebutuhan oksigen tubuh. Yang mana efek dari
ketidakseimbangan elektrolit dan penggunaan ventilator mekanik akan menyebabkan gangguan disfungsi otak yang berupa delirium.
Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui hubungan status elektrolit dan penggunaan ventilator mekanik dengan kejadian delirium
pada pasien pascaoperasi kraniotomi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian korelasi observasional dengan pendekatan cross
sectional yang dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin terhadap pasien pascaoperasi kraniotomi di
ICU pada bulan Mei-Juni 2018 dengan metode accidental sampling.
Hasil: Hasil uji statistik alternative chi square (Fisher exact) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara status elektrolit (p value
0,001) dan penggunaan ventilator mekanik (p value 0,004) dengan kejadian delirium pada pasien pascaoperasi kraniotomi di Ruang
Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini perlu dikembangkan dalam penatalaksanaan pada pasien delirium
terutama pada pasien kraniotomi sehingga mengurangi angka mortalitas.

Kata kunci : Delirium, Elektrolit, ICU, Kraniotomi, Ventilator Mekanik


Proceeding of Sari Mulia University Nursing National Seminars
Hubungan Status Elektrolit Dan Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan Kejadian Delirium Pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi Di
Intensive Care Unit

Pendahuluan dengan post-operative delirium (Whitlock et

Intensive Care Unit (ICU) merupakan al ,2011).

salah satu unit pelayanan sentral di rumah Multicenter Study tahun 2012
sakit dengan staf khusus dan perlengkapan menyatakan bahwa prevalensi delirium di
yang khusus, yang ditujukan untuk observasi, USA pada pasien ICU adalah 32,3%.
perawatan dan terapi pasien gawat karena Khususnya di ICU, prevalensi delirium
penyakit, trauma atau komplikasi-komplikasi mungkin akan lebih tinggi lagi berkisar 45%-
yang mengancam jiwa atau potensial 87% (Cavallazi et al, 2012). Prevalensi
mengancam jiwa. Pasien dengan pascaoperasi delirium awal rawat dirumah sakit berkisar
kraniotomi merupakan salah satu yang 14%-24%, dan kejadian delirium yang timbul
memerlukan observasi dan perawatan intensif selama masa rawat dirumah sakit berkisar
sehingga menjadi prioritas untuk 6%-56% di antara populasi umum rumah
mendapatkan perawatan di ICU karena sakit dan dalam sebuah metaanalisis
dianggap kritis (Kemenkes, 2010). menyatakan bahwa angka kematian akibat
Tindakan pembedahan Kraniotomi kejadian delirium diruang intensif care
termasuk dalam keperawatan kritis karena mencapai 95% (Skwarecki, 2015). Di
pasien dalam keadaan kritis dimana Indonesia, prevalensi delirium yang dirawat
diperlukan sejumlah faktor dipertimbangkan di ruang intensif belum didapatkan data
saat pengambilan keputusan bedah yang tepat pastinya. Hal ini membuktikan bahwa deteksi
dikarenakan memiliki tingkat kesulitan dan delirium khususnya operasi kraniotomi
risiko yang tinggi. Pada pasien yang kurang diperhatikan, padahal delirium
menjalani operasi bedah saraf khususnya menjadi salah satu komplikasi yang paling
kraniotomi dianggap dalam keadaan kritis dan sering terjadi dalam keperawatan kritis
sering dijumpai keadaaan delirium seperti (Luman, 2015).
perilaku agitasi pada pasien setelah satu Delirium memiliki insidensi yang tinggi
sampai tiga hari pascaoperasi yang disebut pada pasien dengan penyakit kritis dan
138
Proceeding of Sari Mulia University Nursing National Seminars
Hubungan Status Elektrolit Dan Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan Kejadian Delirium Pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi Di
Intensive Care Unit

merupakan kelainan yang serius yang Metode Penelitian

berhubungan dengan pemanjangan lama Desain penelitian yang digunakan adalah


rawat diruang rawat intensif, biaya yang lebih penelitian korelasi observasional dengan
tinggi, perlambatan pemulihan fungsional, pendekatan cross-sectional yaitu untuk
meningkatkan kebutuhan perawatan dari mengetahui hubungan status elektrolit dan
petugas kesehatan dan pelaku rawat dan penggunaan ventilator mekanik dengan
meningkatkan angka morbiditas serta kejadian delirium pada pasien pascaoperasi
mortalitas sampai 10 kali lipat (Luman, kraniotomi di Intensive Care Unit (ICU)
2015). RSUD Ulin Banjarmasin.
Sebagian besar pendapat menyatakan
Hasil Penelitian
bahwa faktor penyebab terjadinya delirium

adanya penurunan aktivitas kolinergiklah Tabel 1. Distribusi frekuensi responden


menurut karakteristik umur
yang menyebabkan gangguan responden, karakteristik jenis
kelamin responden, status
neurotransmitter sehingga menimbulkan elektrolit, dan penggunaan
ventilator mekanik pada Pasien
delirium, dan penurunan aktivitas cholinergik Pascaoperasi Kraniotomi di
Ruang Intensive Care Unit (ICU)
sendiri banyak faktor yang melatarbelakangi RSUD Ulin Banjarmasin Tahun
2018.
Variabel Katagori F %
(Luman, 2015). Mekanisme patofisiologi Umur Dewasa awal 3 10
(18-
yang berbeda mengakibatkan pengaruh dan 1 63,3
30 tahun) 9
prognosis yang berbeda pula pada keadaan
26,7
Dewasa 8
delirum. Keadaaan yang mengakibatkan

gangguan neurotransmitter otak yang sering setengah

dijumpai pada pasien pascaoperasi kraniotomi baya (31-60

dan disertai dengan keadaaan delirium seperti tahun)

ketidakseimbangan elektrolit karena elektrolit Lansia (>60


tahun)
Jenis Laki-laki 1 63,3
sangat penting dalam mengatur balance Kelamin 9
Perempuan 36,7
cairan ditubuh (Adiwinata, 2016). 1
1

139
Proceeding of Sari Mulia University Nursing National Seminars
Hubungan Status Elektrolit Dan Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan Kejadian Delirium Pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi Di
Intensive Care Unit

Status Hiperklor 2 66,7


Elektrolit
0
emia 16,7
5
Hiponatr 16,7
5
emia

Normal
Penggu Tidak 1 46,7
4
naan menggunak 53,3
1
Ventilat an ventilator 6

or mekanik

Mekani Menggunakan

140
Proceeding of Sari Mulia University Nursing National Seminars
Hubungan Status Elektrolit Dan Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan Kejadian Delirium Pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi Di
Intensive Care Unit

ventilator mekanik Tidak


2 4 16 21 84 25 100
normal
Delirium Negatif 9 30
Jumlah 9 30 21 70 30 100
70
Positif 21 Uji Alternatif Chi Square (Fisher Exact): p value =
0,001

Hasil analisa univariat berdasarkan tabel 1


Tabel 2. menunjukkan dari responden
menunjukkan bahwa dari 30 responden,
yang memiliki status elektrolit normal
sebagian besar responden positif delirium
seluruhnya tidak mengalami delirium yaitu
berjumlah 21 orang (70%) cenderung
sebanyak 5 orang (100%) sedangkan responden 33
memiliki umur dengan katagori dewasa yaitu
dengan status elektrolit yang tidak normal
pada rentang 31-60 tahun sebanyak 19 orang
cenderung untuk mengalami positif delirium
(63,3%). Jenis kelamin menunjukkan bahwa
yaitu sebanyak 21 orang (84%).
responden cenderung adalah laki-laki yaitu

berjumlah 19 orang (63,3%). Status elektrolit Hasil uji statistik fisher exact

menunjukkan bahwa responden sebagian menunjukkan nilai p value = 0,001 (α < 0,05)

besar memiliki status elektrolit yang tidak secara statistik ada hubungan antara status

normal berupa hiperkloremia sebanyak 20 elektrolit dengan kejadian delirium pada

orang (66,7%) dan hiponatremia sebanyak 5 pasien pasca operasi kraniotomi di Ruang

orang (16,7%) dan ventilator menunjukkan Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin

bahwa responden cenderung menggunakan Banjarmasin.

ventilator yaitu berjumlah 16 orang (53,3%).


Tabel 3. Hubungan Penggunaan Ventilator
Tabel 2. Hubungan Status Elektrolit dengan dengan Kejadian Delirium pada
Kejadian Delirium pada Pasien Pasien Pascaoperasi Kraniotomi di
Pascaoperasi Kraniotomi di Ruang Ruang Intensive Care Unit (ICU)
Intensive Care Unit (ICU) RSUD RSUD Ulin Banjarmasin Tahun
Ulin Banjarmasin Tahun 2018 2018.
Kejadian Delirium
Status ∑ % Kejadian Delirium
No. Negatif Positif Penggunaan
Elektrolit No. Positif ∑ %
Ventilator
F % F %
f % f %
10
1 Normal 5 0 0 5 100 Tidak 42, 10
0 1 8 57,1 6 14 141
menggunakan 9 0
93 10 Pembahasan
2 Menggunak 1 6, 15 , 1
an 3 6 Hubungan Status Elektrolit Dengan
0
8
10
Jumlah 9 30 21 70 3 Delirium Pada Pasien Pascaoperasi
0 0
Uji Alternatif Chi Square (Fisher Exact)
: p value = 0,004 Kraniotomi.

Hasil penelitian ini didapatkan dari 30


Tabel 3. menunjukkan dari responden
orang responden pasien pascaoperasi
yang tidak menggunakan ventilator cenderung
kraniotomi di ruang Intensive Care Unit
untuk tidak mengalami delirium yaitu
(ICU) RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan
sebanyak 8 orang (57,1%) sedangkan
bahwa responden yang memiliki status
responden yang menggunakan ventilator
elektrolit normal seluruhnya tidak mengalami
cenderung positif delirium yaitu sebanyak 15
delirium yaitu sebanyak 5 orang (100%) dan
orang (93,8%).
responden dengan status elektrolit yang tidak

Hasil uji statistik fisher exact normal sebagian besar mengalami positif

menunjukkan nilai p value = 0,004 (α < 0,05) delirium yaitu sebanyak 21 orang (84%).

secara statistik ada hubungan yang signifikan Berdasarkan uji statistik bivariat

antara penggunaan ventilator dengan kejadian menunjukkan bahwa didapatkan p value

delirium pada pasien pasca operasi 0,001 (<0,05) yang berarti ada hubungan yang

kraniotomi di Ruang Intensive Care (ICU) signifikan antara status elektrolit dengan

RSUD Ulin Banjarmasin. kejadian delirium pada pasien pascaoperasi

kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit

(ICU) RSUD Ulin Banjarmasin.

Hasil diatas menunjukkan bahwa pada

pasien yang mengalami status elektrolit yang

tidak normal sebagian besar akan mengalami

delirium. walaupun ada beberapa macam


gangguan elektrolit tetapi

ketidakseimbangan
sodium seperti hiponatremia dan pelepasan ADH (antideuretik hormone) atau

hiperkloremia adalah gangguan elektrolit natriuretic peptide dari otak sebagai respon

yang umum terjadi pada pasien pascabedah suatu cedera (Syah, 2016).

yang cenderung menyebabkan salah satu Penelitian ini sejalan dengan penelitian

gangguan disfungsi otak yaitu delirium. yang mengatakan bahwa hiponatremia dapat

Elektrolit merupakan mineral menyebabkan pembengkakan otak dan

bermualatan listrik yang tersimpan didalam hipertensi intrakranial dengan komplikasi

dan diluar sel tubuh, bekerja bersama-sama neurologis yang mengancam jiwa, termasuk

dengan air untuk memelihara homeostasis, delirium, kejang, koma, dan pernapasan, yang

atau mencapai keseimbangan penting untuk dapat menyebabkan kerusakan otak permanen

mempertahankan hidup. Hampir sebagian atau kematian (Wulan, 2017).

besar proses metabolisme memerlukan dan Hal ini disebabkan terganggunya

dipengaruhi oleh elektrolit. Elektrolit yang elektrolit akan mempengaruhi proses

tidak normal dapat menyebabkan banyak neurotransmitter otak yang menyebabkan

gangguan. proses penghantaran listrik diotak juga ikut

Ketidaknormalan elektrolit seperti terganggu. Sehingga mengakibatkan otak

hiponatremia sangat sering ditemukan diruang sebagai pusat pengatur organ mengalami

lingkup bedah saraf dan neuro-ICU. Patologi kerusakan dan gangguan neurologis.

neurologi utama yang paling sering adalah Selain hiponatremia, pada penelitian ini

perdarahan subarachnoid, serangan juga menemukan terjadinya hiperkloremia

serebrovaskuler, tumor kepala, dan cedera yaitu berlebihnya kadar klorida dalam darah.

kepala yang menyebabkan hyponatremia Hiperkloremia bisa terjadi karena pemberian

akibat syndrome of inappropriate secretion of terapi cairan pada pasien pascabedah yang

anti diuretic hormone (SIADH) atau akibat biasanya menggunakan cairan yang mudah

cerebral salt wasting syndrome (CSWS), menembus sawar darah otak. Hal ini sejalan

yang masing-masing mengakibatkan dengan pendapat Wulan (2017) yang


menyebutkan bahwa hiperkloremia setelah sel otak sehingga menimbulkan keadaan

pascaoperasi kraniotomi terjadi sebagai akibat delirium (Rohmawanur et al, 2015).

dari referfusi cairan setelah operasi yang Berdasarkan pernyataan di atas dapat

banyak menggunakan jenis cairan dengan disimpulkan bahwa gangguan elektrolit/tidak

osmolaritas yang menyerupai sawar darah normalnya elektrolit umum terjadi pada

otak (NaCl 0,9%) untuk menghindari edema pasien pascabedah terutama bedah

pada otak. Sehingga pada pasien pascaoperasi saraf/kraniotomi. Ketidakseimbangan

kraniotomi sering dijumpai keadaan asidosis elektrolit ini diakibatkan oleh terganggunya

hiperkloremia dengan gejala agitasi dan hipotalamus otak atau berbagai kejadian

takikardi. Klorida merupakan salah satu seperti cedera kepala, tumor otak,

bagian dari elektrolit yang mendominasi CES subarachnoid hemoragic yang berdampak

(Cairan Ekstraselular) dan merupakan bagian pada hipotalamus, hipotalamus sendiri

dari sodiom yang berperan dalam proses memiliki fungsi sebagai pengatur kadar

penghantaran listrik pada neuro, sehingga elektrolit, sehingga jika elekrolit mengalami

mempengaruhi neurotransmitter dan sinaps gangguan maka akan mengganggu proses

antar neuron. transmitter otak. Ketidaknormalan elektrolit

Keterkaitan elektrolit dengan delirium inilah yang bisa memicu kerusakan otak

belum diketahui dengan pasti mekanisme sehingga munculnya kejadian delirium.

ketidakseimbangan elektrolit dapat memicu


Hubungan Penggunaan Ventilator Mekanik
delirium, namun meningkatnya kadar natrium
Dengan Delirium Pada Pasien Pascaoperasi
ataupun kalium didalam darah menyebabkan
Kraniotomi.
perpindahan cairan kedalam sel otak yang
Hasil penelitian ini didapatkan dari 30
menimbulkan pembengkakan otak, terjadinya
orang responden pasien pascaoperasi
gangguan pada membran otak dan volume sel
kraniotomi di ruang Intensive Care Unit
otak, dan gangguan transmisi aksi potensial
(ICU) RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan

bahwa dari responden yang tidak


menggunakan ventilator cenderung tidak perubahan yang terjadi seperti usia lanjut,

mengalami delirium yaitu sebanyak 8 orang komorbiditas, hipoksemia, sepsis dan faktor

(57,1%) sedangkan responden yang lain yang terkait dengan manajemen klinis di

menggunakan ventilator cenderung positif unit perawatan ICU termasuk obat, dan

delirium yaitu sebanyak 15 orang (93,8%). ventilator mekanik, mediator inflamasi,

Penggunaan ventilator mekanik akan ketidakseimbangan neurotransmitter, dan

cenderung mengalami delirium tergantung kolenergik dapat mengakibatkan kerusakan

keadaan patologi orang tersebut. hal ini pada otak (Turon, 2018).

dikarenakan pada pasien pascaoperasi Penggunaan ventilator mekanik menjadi

kraniotomi mengalami kerusakan otak yang salah satu faktor risiko terjadinya disfungsi

memungkinkan terjadinya gangguan sistem otak. Penggunaan ventilator akan

pernapasan sehingga dibutuhkan alat bantu menyebabkan banyak daerah paru-paru yang

napas. Penggunaan ventilator bisa menimbulkan unit paru membuka dan

memunculkan komplikasi salah satunya menutup secara berulang, hal ini adalah hal

disfungsi otak yaitu delirium. yang berbahaya yang beisiko munculnya

Berdasarkan uji statistik bivariat kegagalan multiorgan. Semakin lama durasi

menunjukkan bahwa didapatkan p value penggunaan ventilator maka semakin tinggi

0,004 (<0,05) yang berarti ada hubungan yang risiko terjadinya disfungsi otak salah satunya

signifikan antara penggunaan ventilator berupa delirium.

mekanik dengan kejadian delirium pada Ventilator mekanik adalah alat yang

pasien pasca operasi kraniotomi di Ruang digunakan sebagai terapi suportif untuk

Intensive Care (ICU) RSUD Ulin membantu pasien yang tidak mampu

Banjarmasin. mempertahankan oksigenasi atau eleminasi

Penyakit kritis dapat menyebabkan karbodioksida secara memadai dan

angka morbiditas neurologis jangka panjang merupakan terapi penunjang utama pada

yang sangat tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh pasien kritis di ICU (Indrayani, 2015).
Meskipun ventilator mekanik sebagai hal ini kemudian akan direspon oleh paru-

alat pendukung kehidupan pada pasien kritis paru.

di ICU tapi bukan berarti ventilator tidak Paru-paru dapat “merasakan” stimulus

memiliki risiko komplikasi. Menurut Turon dari ventilator melalui mechanoreceptor yang

et al. penggunaan ventilator mekanik dalam memberikan informasi ke otak dari berbagai

jangka panjang akan memperburuk cereda mekanisme yang mungkin melibatkan sistem

paru dan menyebabkan VILI (cedera paru saraf otonom. Komunikasi ini sebagai

yang diinduksi ventilator). Vili di picu oleh perantara antara jaringan yang komplek dari

mekanotransduksi mekanik kejaringan epitel suatu jaringan yang melibatkan saraf,

dan endotel di paru-paru. Hal ini akan inflamasi, imonologi, dan neuroendokrin.

menyebabkan inflamasi dan meningkatkan Luka pada paru karena ventilator yang tidak

cedera jaringan local dan bahkan menyebar ke memadai dapat menghasilkan respon

organ dan sistem distal lainnya. Chen et al. peradangan, pelepasan mediator inflamasi

menemukan bahwa penggunaan ventilator paru ke dalam alirah darah dan memicu

mekanik berkepanjangan menginduksi respon otak. Selanjutnya ventilator mekanik

penurunan kognitif dan meningkatkan dapat merusak aliran darah regional dan

aktivasi mikrogliosis dan kaskade apoptosis. oksigenasi otak karena meningkatnya saluran

Penggunaan ventilator mekanik napas rata-rata dan aktivasi sistem otonom

memiliki risiko inflamasi dan gangguan sehingga berisiko terjadinya disfungsi otak

neurologis. Pada pasien pascaoperasi (Turon et al, 2018)

kraniotomi yang mengalami distress Pendapat lain juga mengatakan

pernapasan sangat memerlukan perlukan penggunaan ventilator mekanik dengan

ventilator. Meskipun sangat membantu pasien delirium adalah Penggunaan ventilator pada

bernapas, ventilator juga tidak lepas dari pasien yang dirawat diruang intensif akan

komplikasi karena ventilator merupakan merasakan ketidaknyamanan disebabkan oleh

benda asing yang dimasukkan kedalam tubuh, pipa endotrakeal dan pergerakan pasien yang
terbatas (Imobilisasi). Untuk mengatasi hal tetapi dua pemicu utama yang telah diusulkan

tersebut diberikan obat sedasi agar pasien adalah ketidakseimbangan neurotransmitter

tenang. Hal tersebut akan mengganggu pola dan peradangan. Bahkan, keduanya

tidur-bangun pasien sehingga memperpanjang tampaknya mungkin terkait. Hipotesis

lama perawatan di ruang perawatan intensif ketidakseimbangan neurotransmitter muncul

dan meningkatkan angka kejadian delirium dari adanya beberapa sistem neurotransmitter

(Adiwinata, 2016). yang terkait dengan kontrol kognisi, perilaku

Ketidaknyamanan pasien dengan dan suasana hati pada manusia. Gangguan

ventilator disebabkan oleh rasa nyeri yang pada sistem tersebut, khususnya sistem

timbul pada penggunaan ventilator mekanik dopaminergik dan kolinergik, telah dikaitkan

sehingga upaya pemberian obat sedative ini dengan delirium. Di sisi lain, penyakit kritis

akan membuat pasien merasa tenang. Namun dan manajemennya menyebabkan peradangan

jika penggunaan sedative digunakan dalam yang dapat menyebabkan disfungsi organ

jangka panjang akan memunculkan gejala multiple (Turon et al, 2018).

kebingungan dan delirium. Sejalan dengan uraian diatas maka

Delirium merupakan suatu bentuk dapat disimpulkan bahwa setelah pasien

disfungsi otak akut, mengancam fungsi menjalani operasi terutama operasi

kognitif secara menyeluruh yang lazim pada kraniotomi tak jarang ditemukan penggunaan

pasien yang mengalami sakit kritis, terutama ventilator mekanik sebagai alat pendukung

orang tua dan pasien yang memerlukan hidup, karena pembedahan kraniotomi

ventilasi mekanis (Smith et al, 2008). merupakan bedah kepala yang disebabkan

Dalam konteks perawatan kritis, oleh seperti cedera/trauma, yang mana otak

prevalensi delirium meningkat menjadi antara berfungsi sebagai pengatur organ lain salah

60% sampai 80% pada pasien ICU yang satunya pernapasan. Pasien pascaoperasi

menjalani ventilator mekanik. Mekanisme kraniotomi terjadi penurunan potency airway

patofisiologi ICU delirium kurang dipahami, sehingga membutuhkan penggunaan


ventilator mekanik. Hal ini tidak menutup 4. Ada hubungan antara status elektrolit

kemungkinan penggunaan ventilator mekanik dengan kejadian delirium pada pasien

akan mempengaruhi sistem-sistem saraf yang pascaoperasi kraniotomi di Ruang

ada di otak yang menyebabkan disfungsi otak Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin

berupa delirium. Banjarmasin.

5. Ada hubungan antara penggunaan


Kesimpulan
ventilator mekanik dengan kejadian
Berdasarkan hasil penelitian kepada 30
delirium pada pasien pasca operasi
pasien pascaoperasi kraniotomi yang dirawat
kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit
di Intesive Care Unit (ICU) maka dapat
(ICU) RSUD Ulin Banjarmasin.
disimpulkan sebagai berikut :

1. Status elektrolit pada pasien pascaoperasi Daftar Rujukan

kraniotomi di ICU RSUD Ulin Aditianingsih. (2013). Indikasi Ventilasi


Mekanik. Departemen Anestesiologi
Banjarmasin sebanyak 25 orang (83,8%) dan Intensive Care Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
pasien dengan status elektrolit tidak
Adiwinata, R., Oktaliansah, E., & Maskoen,
normal. T.T. (2016). Angka kejadian delirium
dan faktor risiko di intensive care unit
2. Penggunaan ventilator mekanik pada rumah sakit Dr. Hasan Sadikin
Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif,
pasien pascaoperasi kraniotomi di ICU 4(1) pp. 36-41

RSUD Ulin Banjarmasin sebanyak 16 Brummel & Girard. (2013). Preventing


delirium in the intensive care unit.
orang (53,3%) dinyatakan menggunakan NIH Publisher Access, 29(1), pp. 51-
65.
ventilator mekanik.
Cavallazi, R., Saad, M., Marik, PE (2012).
3. Angka kejadian delirium pada pasien Delirium in the ICU: An Overview.
Annals of Intensive Care, 2 (49), pp.
pascaoperasi kraniotomi di ICU RSUD 1-11.

Ulin Banjarmasin sebanyak 21 orang Chen C, Zhang Z, Chen T. (2015). Prolonged


mechanical ventilation-induced
(70%) yang dinyatakan positif delirium. neuroinflammation affects
postoperative memory dysfunction in
surgical mice. Critical Care
2015;19:159.
Dewi, A. (2014). Modul pelatihan ventilator pada pasien ICU RSUD DR.
keperawatan intensif dasar. Bogor: In H. Soemarno Sostroatmodjo Kuala
Media Kapuas. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah
Dodiq., A, Untung., Purwoko. (2013). Profil Banjarmasin Program S1
Penggunaan Ventilator Pada Pasien Keperawatan.
Post Operasi Kraniotomi E.C. Tumor
Cerebri Di Rumah Sakit Dr Moewardi Kemenkes. (2011). Profil Kesehatan
(Rsdm) Surakarta Tahun 2008-2010. Indonesia (internet). Tersedia dalam
Jurnal Medika Moewardi, November, <http://www.depkes.go.id> (diakses
2(2) pp. 6-12. tanggal 18 Januari 2018)

Dewanto, G. (2009). Panduan praktik Keputusan Menteri Kesehatan Republik


diagnose dan tata laksana penyakit Indonesia Nomor
syaraf. Jakarta: EGC. 1778/KEMENKES/SK/.XII/2010.
Pedoman penyelenggaraan pelayanan
Faught, D. (2014). Delirium: The Bedside intensive care unit (ICU) di Rumah
NurseRole in Prevention, Diagnosis sakit.
aadn Treatment. Medsurg Nursing,
23(5), pp. 301-305 Koplan & Sadock. (2008). Concise textbook
of clinical psychiatry 3rd edition.
González-López A, Lopez-Alonso I, Aguirre USA: Lipponcott Williams & Wilkuns
A, et al. (2013). Mechanical Publishers.
ventilation triggers hippocampal
apoptosis by vagal and dopaminergic Laksono, B.H., Oetoro, B.J., Rahardjo, S.,
pathways. American Journal Saleh, S.C., (2014). Gangguan
Respiration and Critical Care Natrium Pada Pasien Bedah Saraf.
Medicine 2013;188:693-702. Jurnal Neuroanestesi Indonesia
2014;3(1):48-57.
Hambly, P.R., Sainbury, M.C. (2007).
Manajemen perioperative Luman, A. (2015). Delirium Syndrome.
penatalaksanaan pasien bedah di Department of Medicine. Fakultas
bangsal. Jakarta: EGC. Kedokteran Universitas Sumatra
Utara, Medan. 42 (10), pp. 744-748.
Hidayat, A.A. (2014). Metode penelitian Machfoedz, I. (2014). Metodologi penelitian
keperawatan dan teknik analisis data. bidang kesehatan, keperawatan, dan
Jakarta: salemba medika kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Hudak, C.M., Gallo, M.B., Fontaine, D., Medscape. (2015). Craniotomy (internet).
Morton, P.G. (2011). Keperawatan tersedia dalam
kritis: pendekatan asuhan holistic edisi <https://emedicine.medscape.com/arti
8 revisi. Jakarta: EGC. cle/1890449-technique#showall>
(diakses tanggal 4 Januari 2018)
Horacek, R., Krnacova, B., Prasko, J.,
Latalova, K. (2016). Delirium as a Muttaqin, A. & Kumala, S. (2009). Asuhan
complication of the surgical intensive keperawatan perioperative konsep,
care. Dovepress,desember pp. 2425- proses, dan aplikasi. Jakarta: Salemba
2434. Medika.
Nursalam. (2016). Metodologi penelitian ilmu
Indrayani, F. (2015). Gambaran faktor-faktor keperawatan: pendekatan praktis.
yang menyebabkan pemasangan Jakarta: salemba medika.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Sutjahjo, A. (2015). Dasar-dasar ilmu
penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka penyakit dalam. Surabaya: Airlangga
Cipta University Press (AUP).

O’Brien, P.G., Kennedy, W.Z., Ballard, K.A. Sunarti,S., R, Masruroh., D, Dimas Ryan.
(2014). Keperawatan kesehatan jiwa (2015). Profil pasien geriatric dengan
psikiatrik teori & praktik. Jakarta: delirium di rumah sakit umum saiful
EGC anwar malang periode januari 2005-
juni 2010. Artikel, Juli, 1(2) pp. 61-67.
O’Regan, N.A., Fitzgerald, J., Tommons, S.,
O’Connell, H. Meagher, D. (2013). Susila & Suyanto. (2015). Metodologi
Delirium: A key challenge for Penelitian Cross Sectional. Klaten:
perioperative care. Journal of Bosscript.
Intensive Care, November, pp. 136-
144. Stuart, G.W. (2016). Prinsip dan praktik
keperawatan kesehatan jiwa stuart
Pipanmekaporn, T., Chittawatanarat, K., buku 1 edisi Indonesia. Singapore:
Chaiwat, O. (2015). Incidence and risk Elsevier Inc.
faktor of delirium in multi-center Thai
surgical intensive care units: a Skwarecki, B. (2015). Artikel. Delirium in
prospective cohort study. Journal of ICU Patient linked to mortality, longer
Intensive Care), desember, 3(53) pp. stays (internet). Tersedia dalam <
1-8 https://www.medscape.com/viewarticl
e/845901> (diakses tanggal 16
Pribadi, H.T. (2012). Angka kematian pasien Desember 2017)
kraniotomi di ICU dan HCU RSUP
Dr. Kariadi. KTI. Fakultas Kedokteran Syaifuddin. (2016). Ilmu biomedik dasar
Universitas Diponegoro. untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta: salemba medika.
Rohmawanur, T.T., Indriasari, Redjeki, I.S.
(2015). Risk Ratio kejadian pada Syah, B.I.A., Gaus, S., Rahardjo, S., (2016).
pasien dengan faktor resiko yang Manajemen Cairan dan Elektrolit Pada
dinilai dengan Confussion Assessment Pasien Cedera Kepala. Journal
Method of intensive care unit (CAM- Neuroanestesi Indonesia
ICU) di perawatan ruangan intensif 2016;5(3):197-209.
rumah sakit.
Tanriono, C, Lalenoh, D.C., Laihad, M.L.
Dr. Hasan Sadikin Bandung. Anesthesia & (2017). Profil Pasien Pasca
Clinical care. 33(3), pp. 206-212. Kraniotomi di ICU RSUP Prof. Dr. R.
D. kandou Manado Periode Juli 2016-
Rhicard, A.P. (2014). Lecture note: Juni 2017. Journal e-Clinic (eCl), vol.
keseimbangan cairan dan elektrolit. 5 no. 2, Juli-Desember 2017.
Tanggerang Selatan: Binapura Aksara
Publisher. Terry, C.L. (2011). Keperawatan kritis Ed. 1.
Yogyakarta: Rapha Publisher
Setiadi. (2013). Konsep & praktik penulisan
Riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Turon, M., Gonzalo, S.F., De Haro, C,
Ilmu Magrans, R., Lopez-Aguilar, J.,
Blanch, L. (2018). Mechanisms
Invloved in Brain Dysfunction in
Mechanically Ventilated Critically Ill
Patient:
implication and
therapeutics.
Annals of
Translational
Medicine,vol 6,
no 2 January
2018).

Vaughans, B.W. (2013).


Keperawatan
dasar demystified
Ed. 1.
Yogyakarta:
Raphe Publishing.

Valerie, J.P. & E.


Wesley Ely.
(2015). Delirium
in crinical care
core critical care
second edition.
United Kingdom:
Cambridge
University Press.

Wulan, D.R. (2017).


Analisis faktor
yang berhubungan
dengan kejadian
delirium pada
pasien
pascaoperasi
kraniotomi di
Intensive care
unit (ICU) RSUD
Ulin Banjarmasin.
Tesis. Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin

Whitlock, E.L, Vannucci,


A., Avidan, M.S.
(2011).
Postoperative
Delirium. NIH
Public Acces. 77
(4), pp. 448-456.

Yusnidar. (2015). Faktor-


faktor yang
berhubungan
dengan risiko
penyebab infeksi
post kraniotomi di
rumah sakit
daerah Dr.
Zainoel Abidin
banda aceh.
Skripsi. Fakultas
Keperawatan
Universitas Syiah
Kula Banda Aceh.

Yaswir, R & Erawati, I.


(2012). Fisiologi
dan Gangguan
Keseimbangan
Natrium, Kalium
dan Klorida serta
Pemeriksaan
Laboratorium.
Jurnal kesehatan
andalas, 1(2) pp
80-85

Zwingly, P., Oley,


M.Ch., Limpeleh,
H.P. (2015).
Gambaran
Kualitas Hidup
Pasien Cedera
Kepala Pasca
Operasi Periode
Januari 2012 -
Desember 2013
Di Rsup Prof. Dr.
R. D. Kandou
Manado. Jurnal e-
Clinic (eCl),
Januari-april, 3(1)
pp. 563-567.

Anda mungkin juga menyukai