Disusun Oleh :
Anggi Merlina Yuspita
S18218
S18E
B. Abstrak
Kraniotomi merupakan pembedahan kranium untuk mengangkat abnormalitas jaringan baik
tumor, kanker, atau hematoma pada kepala. Pada pasien pascaoperasi kraniotomi sering disertai
dengan ketidakseimbangan elektrolit dan gangguan napas sehingga dibutuhkan penggunaan
ventilator mekanik untuk mencukupi kebutuhan oksigen tubuh. Yang mana efek dari
ketidakseimbangan elektrolit dan penggunaan ventilator mekanik akan menyebabkan gangguan
disfungsi otak yang berupa delirium.
BAB II
DESKRIPSI JURNAL
A. Deskripsi Umum
A. Judul artikel : Hubungan Status Elektrolit Dan Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan
Kejadian Delirium Pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi Di Intensive Care Unit.
B. Penulis : Sri Siti Khadijah, Diah Retno Wulan
C. Publikasi : E Jurnal, Kata kunci : : Delirium, Elektrolit, ICU, Kraniotomi, Ventilator
Mekanik.
D. Penelaah : Anggi Merlina Yuspita
E. Tanggal Telaah : 24 September 2021
B. Deskripsi Konten/Isi
A. Masalah
Tindakan pembedahan Kraniotomi termasuk dalam keperawatan kritis karena pasien dalam
keadaan kritis dimana diperlukan sejumlah faktor dipertimbangkan saat pengambilan
keputusan bedah yang tepat dikarenakan memiliki tingkat kesulitan dan risiko yang tinggi. Pada
pasien yang menjalani operasi bedah saraf khususnya kraniotomi dianggap dalam keadaan
kritis dan sering dijumpai keadaaan delirium seperti perilaku agitasi pada pasien setelah satu
sampai tiga hari pascaoperasi yang disebut dengan post-operative delirium (Whitlock et al ,
2011). Multicenter Study tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi delirium di USA pada
pasien ICU adalah 32,3%. Khususnya di ICU, prevalensi delirium mungkin akan lebih tinggi
lagi berkisar 45%- 87% (Cavallazi et al, 2012). Prevalensi delirium awal rawat dirumah sakit
berkisar 14%-24%, dan kejadian delirium yang timbul selama masa rawat dirumah sakit
berkisar 6%-56% di antara populasi umum rumah sakit dan dalam sebuah metaanalisis
menyatakan bahwa angka kematian akibat kejadian delirium diruang intensif care mencapai
95% (Skwarecki, 2015). Di Indonesia, prevalensi delirium yang dirawat di ruang intensif
belum didapatkan data pastinya. Hal ini membuktikan bahwa deteksi delirium khususnya
operasi kraniotomi kurang diperhatikan, padahal delirium menjadi salah satu komplikasi yang
paling sering terjadi dalam keperawatan kritis (Luman, 2015). Delirium memiliki insidensi yang
tinggi pada pasien dengan penyakit kritis dan merupakan kelainan yang serius yang
berhubungan dengan pemanjangan lama rawat diruang rawat intensif, biaya yang lebih tinggi,
perlambatan pemulihan fungsional, meningkatkan kebutuhan perawatan dari petugas kesehatan
dan pelaku rawat dan meningkatkan angka morbiditas serta mortalitas
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan status elektrolit dan penggunaan ventilator
mekanik dengan kejadian delirium pada pasien pascaoperasi kraniotomi.
C. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini didapatkan dari 30 orang responden pasien pascaoperasi kraniotomi di
ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan bahwa responden
yang memiliki status elektrolit normal seluruhnya tidak mengalami delirium yaitu sebanyak
5 orang (100%) dan responden dengan status elektrolit yang tidak normal sebagian besar
mengalami positif delirium yaitu sebanyak 21 orang (84%). Berdasarkan uji statistik
bivariat menunjukkan bahwa didapatkan p value 0,001 (<0,05) yang berarti ada hubungan
yang signifikan antara status elektrolit dengan kejadian delirium pada pasien pascaoperasi
kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin. Hasil diatas
menunjukkan bahwa pada pasien yang mengalami status elektrolit yang tidak normal
sebagian besar akan mengalami delirium. walaupun ada beberapa macam gangguan
elektrolit tetapi ketidakseimbangansodium seperti hiponatremia dan hiperkloremia adalah
gangguan elektrolit yang umum terjadi pada pasien pascabedah yang cenderung
menyebabkan salah satu gangguan disfungsi otak yaitu delirium. Elektrolit merupakan
mineral bermualatan listrik yang tersimpan didalam dan diluar sel tubuh, bekerja bersama-
sama dengan air untuk memelihara homeostasis, atau mencapai keseimbangan penting
untuk mempertahankan hidup. Hampir sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan
dipengaruhi oleh elektrolit. Elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak
gangguan. Ketidaknormalan elektrolit seperti hiponatremia sangat sering ditemukan diruang
lingkup bedah saraf dan neuro-ICU. Patologi neurologi utama yang paling sering adalah
perdarahan subarachnoid, serangan serebrovaskuler, tumor kepala, dan cedera kepala yang
menyebabkan hyponatremia akibat syndrome of inappropriate secretion of anti diuretic
hormone (SIADH) atau akibat cerebral salt wasting syndrome (CSWS), yang masing-
masing mengakibatkan pelepasan ADH (antideuretik hormone) atau natriuretic peptide dari
otak sebagai respon suatu cedera (Syah, 2016). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
mengatakan bahwa hiponatremia dapat menyebabkan pembengkakan otak dan hipertensi
intrakranial dengan komplikasi neurologis yang mengancam jiwa, termasuk delirium,
kejang, koma, dan pernapasan, yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen atau
kematian (Wulan, 2017).
D. Kesimpulan Penelitian
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kepada 30 pasien pascaoperasi kraniotomi yang dirawat di
Intesive Care Unit (ICU) maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Status elektrolit pada pasien pascaoperasi kraniotomi di ICU RSUD Ulin
Banjarmasin sebanyak 25 orang (83,8%) pasien dengan status elektrolit tidak
normal.
2. Penggunaan ventilator mekanik pada pasien pascaoperasi kraniotomi di ICU
RSUD Ulin Banjarmasin sebanyak 16 orang (53,3%) dinyatakan menggunakan
ventilator mekanik.
3. Angka kejadian delirium pada pasien pascaoperasi kraniotomi di ICU RSUD
Ulin Banjarmasin sebanyak 21 orang (70%) yang dinyatakan positif delirium.
4. Ada hubungan antara status elektrolit dengan kejadian delirium pada pasien
pascaoperasi kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin
Banjarmasin.
5. Ada hubungan antara penggunaan ventilator mekanik dengan kejadian delirium
pada pasien pasca operasi kraniotomi di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD
Ulin Banjarmasin
b. Saran
Memperbaiki status elektrolit pasien agar lebih baik,banyak pasien yang pascaoperasi di
nyatakan positif delirium.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penggunaan ventilator mekanik pada pasien pascaoperasi kraniotomi dinyatakan menggunakan
ventilator mekanik. Angka kejadian delirium pada pasien pascaoperasi kraniotomi dinyatakan
positif delirium. Ada hubungan antara status elektrolit dengan kejadian delirium pada pasien
pascaoperasi kraniotomi hubungan antara penggunaan ventilator mekanik dengan kejadian
delirium pada pasien pasca operasi kraniotomi.
B. Saran
Hubungan Status Elektrolit Dan Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan Kejadian Delirium
Pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi Di Intensive Care Unit
Abstrak
Latar Belakang: Kraniotomi merupakan pembedahan kranium untuk mengangkat abnormalitas jaringan baik tumor, kanker, atau
hematoma pada kepala. Pada pasien pascaoperasi kraniotomi sering disertai dengan ketidakseimbangan elektrolit dan gangguan
napas sehingga dibutuhkan penggunaan ventilator mekanik untuk mencukupi kebutuhan oksigen tubuh. Yang mana efek dari
ketidakseimbangan elektrolit dan penggunaan ventilator mekanik akan menyebabkan gangguan disfungsi otak yang berupa delirium.
Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui hubungan status elektrolit dan penggunaan ventilator mekanik dengan kejadian delirium
pada pasien pascaoperasi kraniotomi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian korelasi observasional dengan pendekatan cross
sectional yang dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin terhadap pasien pascaoperasi kraniotomi di
ICU pada bulan Mei-Juni 2018 dengan metode accidental sampling.
Hasil: Hasil uji statistik alternative chi square (Fisher exact) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara status elektrolit (p value
0,001) dan penggunaan ventilator mekanik (p value 0,004) dengan kejadian delirium pada pasien pascaoperasi kraniotomi di Ruang
Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini perlu dikembangkan dalam penatalaksanaan pada pasien delirium
terutama pada pasien kraniotomi sehingga mengurangi angka mortalitas.
salah satu unit pelayanan sentral di rumah Multicenter Study tahun 2012
sakit dengan staf khusus dan perlengkapan menyatakan bahwa prevalensi delirium di
yang khusus, yang ditujukan untuk observasi, USA pada pasien ICU adalah 32,3%.
perawatan dan terapi pasien gawat karena Khususnya di ICU, prevalensi delirium
penyakit, trauma atau komplikasi-komplikasi mungkin akan lebih tinggi lagi berkisar 45%-
yang mengancam jiwa atau potensial 87% (Cavallazi et al, 2012). Prevalensi
mengancam jiwa. Pasien dengan pascaoperasi delirium awal rawat dirumah sakit berkisar
kraniotomi merupakan salah satu yang 14%-24%, dan kejadian delirium yang timbul
memerlukan observasi dan perawatan intensif selama masa rawat dirumah sakit berkisar
sehingga menjadi prioritas untuk 6%-56% di antara populasi umum rumah
mendapatkan perawatan di ICU karena sakit dan dalam sebuah metaanalisis
dianggap kritis (Kemenkes, 2010). menyatakan bahwa angka kematian akibat
Tindakan pembedahan Kraniotomi kejadian delirium diruang intensif care
termasuk dalam keperawatan kritis karena mencapai 95% (Skwarecki, 2015). Di
pasien dalam keadaan kritis dimana Indonesia, prevalensi delirium yang dirawat
diperlukan sejumlah faktor dipertimbangkan di ruang intensif belum didapatkan data
saat pengambilan keputusan bedah yang tepat pastinya. Hal ini membuktikan bahwa deteksi
dikarenakan memiliki tingkat kesulitan dan delirium khususnya operasi kraniotomi
risiko yang tinggi. Pada pasien yang kurang diperhatikan, padahal delirium
menjalani operasi bedah saraf khususnya menjadi salah satu komplikasi yang paling
kraniotomi dianggap dalam keadaan kritis dan sering terjadi dalam keperawatan kritis
sering dijumpai keadaaan delirium seperti (Luman, 2015).
perilaku agitasi pada pasien setelah satu Delirium memiliki insidensi yang tinggi
sampai tiga hari pascaoperasi yang disebut pada pasien dengan penyakit kritis dan
138
Proceeding of Sari Mulia University Nursing National Seminars
Hubungan Status Elektrolit Dan Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan Kejadian Delirium Pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi Di
Intensive Care Unit
139
Proceeding of Sari Mulia University Nursing National Seminars
Hubungan Status Elektrolit Dan Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan Kejadian Delirium Pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi Di
Intensive Care Unit
Normal
Penggu Tidak 1 46,7
4
naan menggunak 53,3
1
Ventilat an ventilator 6
or mekanik
Mekani Menggunakan
140
Proceeding of Sari Mulia University Nursing National Seminars
Hubungan Status Elektrolit Dan Penggunaan Ventilator Mekanik Dengan Kejadian Delirium Pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi Di
Intensive Care Unit
berjumlah 19 orang (63,3%). Status elektrolit Hasil uji statistik fisher exact
menunjukkan bahwa responden sebagian menunjukkan nilai p value = 0,001 (α < 0,05)
besar memiliki status elektrolit yang tidak secara statistik ada hubungan antara status
orang (66,7%) dan hiponatremia sebanyak 5 pasien pasca operasi kraniotomi di Ruang
orang (16,7%) dan ventilator menunjukkan Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin
Hasil uji statistik fisher exact normal sebagian besar mengalami positif
menunjukkan nilai p value = 0,004 (α < 0,05) delirium yaitu sebanyak 21 orang (84%).
secara statistik ada hubungan yang signifikan Berdasarkan uji statistik bivariat
delirium pada pasien pasca operasi 0,001 (<0,05) yang berarti ada hubungan yang
kraniotomi di Ruang Intensive Care (ICU) signifikan antara status elektrolit dengan
ketidakseimbangan
sodium seperti hiponatremia dan pelepasan ADH (antideuretik hormone) atau
hiperkloremia adalah gangguan elektrolit natriuretic peptide dari otak sebagai respon
yang umum terjadi pada pasien pascabedah suatu cedera (Syah, 2016).
yang cenderung menyebabkan salah satu Penelitian ini sejalan dengan penelitian
gangguan disfungsi otak yaitu delirium. yang mengatakan bahwa hiponatremia dapat
dan diluar sel tubuh, bekerja bersama-sama neurologis yang mengancam jiwa, termasuk
dengan air untuk memelihara homeostasis, delirium, kejang, koma, dan pernapasan, yang
atau mencapai keseimbangan penting untuk dapat menyebabkan kerusakan otak permanen
hiponatremia sangat sering ditemukan diruang sebagai pusat pengatur organ mengalami
lingkup bedah saraf dan neuro-ICU. Patologi kerusakan dan gangguan neurologis.
neurologi utama yang paling sering adalah Selain hiponatremia, pada penelitian ini
serebrovaskuler, tumor kepala, dan cedera yaitu berlebihnya kadar klorida dalam darah.
akibat syndrome of inappropriate secretion of terapi cairan pada pasien pascabedah yang
anti diuretic hormone (SIADH) atau akibat biasanya menggunakan cairan yang mudah
cerebral salt wasting syndrome (CSWS), menembus sawar darah otak. Hal ini sejalan
dari referfusi cairan setelah operasi yang Berdasarkan pernyataan di atas dapat
osmolaritas yang menyerupai sawar darah normalnya elektrolit umum terjadi pada
otak (NaCl 0,9%) untuk menghindari edema pasien pascabedah terutama bedah
kraniotomi sering dijumpai keadaan asidosis elektrolit ini diakibatkan oleh terganggunya
hiperkloremia dengan gejala agitasi dan hipotalamus otak atau berbagai kejadian
takikardi. Klorida merupakan salah satu seperti cedera kepala, tumor otak,
bagian dari elektrolit yang mendominasi CES subarachnoid hemoragic yang berdampak
dari sodiom yang berperan dalam proses memiliki fungsi sebagai pengatur kadar
penghantaran listrik pada neuro, sehingga elektrolit, sehingga jika elekrolit mengalami
Keterkaitan elektrolit dengan delirium inilah yang bisa memicu kerusakan otak
mengalami delirium yaitu sebanyak 8 orang komorbiditas, hipoksemia, sepsis dan faktor
(57,1%) sedangkan responden yang lain yang terkait dengan manajemen klinis di
menggunakan ventilator cenderung positif unit perawatan ICU termasuk obat, dan
keadaan patologi orang tersebut. hal ini pada otak (Turon, 2018).
kraniotomi mengalami kerusakan otak yang salah satu faktor risiko terjadinya disfungsi
pernapasan sehingga dibutuhkan alat bantu menyebabkan banyak daerah paru-paru yang
memunculkan komplikasi salah satunya menutup secara berulang, hal ini adalah hal
0,004 (<0,05) yang berarti ada hubungan yang risiko terjadinya disfungsi otak salah satunya
mekanik dengan kejadian delirium pada Ventilator mekanik adalah alat yang
pasien pasca operasi kraniotomi di Ruang digunakan sebagai terapi suportif untuk
Intensive Care (ICU) RSUD Ulin membantu pasien yang tidak mampu
angka morbiditas neurologis jangka panjang merupakan terapi penunjang utama pada
yang sangat tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh pasien kritis di ICU (Indrayani, 2015).
Meskipun ventilator mekanik sebagai hal ini kemudian akan direspon oleh paru-
di ICU tapi bukan berarti ventilator tidak Paru-paru dapat “merasakan” stimulus
memiliki risiko komplikasi. Menurut Turon dari ventilator melalui mechanoreceptor yang
et al. penggunaan ventilator mekanik dalam memberikan informasi ke otak dari berbagai
jangka panjang akan memperburuk cereda mekanisme yang mungkin melibatkan sistem
paru dan menyebabkan VILI (cedera paru saraf otonom. Komunikasi ini sebagai
yang diinduksi ventilator). Vili di picu oleh perantara antara jaringan yang komplek dari
dan endotel di paru-paru. Hal ini akan inflamasi, imonologi, dan neuroendokrin.
menyebabkan inflamasi dan meningkatkan Luka pada paru karena ventilator yang tidak
cedera jaringan local dan bahkan menyebar ke memadai dapat menghasilkan respon
organ dan sistem distal lainnya. Chen et al. peradangan, pelepasan mediator inflamasi
menemukan bahwa penggunaan ventilator paru ke dalam alirah darah dan memicu
penurunan kognitif dan meningkatkan dapat merusak aliran darah regional dan
aktivasi mikrogliosis dan kaskade apoptosis. oksigenasi otak karena meningkatnya saluran
memiliki risiko inflamasi dan gangguan sehingga berisiko terjadinya disfungsi otak
ventilator. Meskipun sangat membantu pasien delirium adalah Penggunaan ventilator pada
bernapas, ventilator juga tidak lepas dari pasien yang dirawat diruang intensif akan
benda asing yang dimasukkan kedalam tubuh, pipa endotrakeal dan pergerakan pasien yang
terbatas (Imobilisasi). Untuk mengatasi hal tetapi dua pemicu utama yang telah diusulkan
tenang. Hal tersebut akan mengganggu pola dan peradangan. Bahkan, keduanya
dan meningkatkan angka kejadian delirium dari adanya beberapa sistem neurotransmitter
ventilator disebabkan oleh rasa nyeri yang pada sistem tersebut, khususnya sistem
timbul pada penggunaan ventilator mekanik dopaminergik dan kolinergik, telah dikaitkan
sehingga upaya pemberian obat sedative ini dengan delirium. Di sisi lain, penyakit kritis
akan membuat pasien merasa tenang. Namun dan manajemennya menyebabkan peradangan
jika penggunaan sedative digunakan dalam yang dapat menyebabkan disfungsi organ
kognitif secara menyeluruh yang lazim pada kraniotomi tak jarang ditemukan penggunaan
pasien yang mengalami sakit kritis, terutama ventilator mekanik sebagai alat pendukung
orang tua dan pasien yang memerlukan hidup, karena pembedahan kraniotomi
ventilasi mekanis (Smith et al, 2008). merupakan bedah kepala yang disebabkan
Dalam konteks perawatan kritis, oleh seperti cedera/trauma, yang mana otak
prevalensi delirium meningkat menjadi antara berfungsi sebagai pengatur organ lain salah
60% sampai 80% pada pasien ICU yang satunya pernapasan. Pasien pascaoperasi
ada di otak yang menyebabkan disfungsi otak Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin
Hudak, C.M., Gallo, M.B., Fontaine, D., Medscape. (2015). Craniotomy (internet).
Morton, P.G. (2011). Keperawatan tersedia dalam
kritis: pendekatan asuhan holistic edisi <https://emedicine.medscape.com/arti
8 revisi. Jakarta: EGC. cle/1890449-technique#showall>
(diakses tanggal 4 Januari 2018)
Horacek, R., Krnacova, B., Prasko, J.,
Latalova, K. (2016). Delirium as a Muttaqin, A. & Kumala, S. (2009). Asuhan
complication of the surgical intensive keperawatan perioperative konsep,
care. Dovepress,desember pp. 2425- proses, dan aplikasi. Jakarta: Salemba
2434. Medika.
Nursalam. (2016). Metodologi penelitian ilmu
Indrayani, F. (2015). Gambaran faktor-faktor keperawatan: pendekatan praktis.
yang menyebabkan pemasangan Jakarta: salemba medika.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Sutjahjo, A. (2015). Dasar-dasar ilmu
penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka penyakit dalam. Surabaya: Airlangga
Cipta University Press (AUP).
O’Brien, P.G., Kennedy, W.Z., Ballard, K.A. Sunarti,S., R, Masruroh., D, Dimas Ryan.
(2014). Keperawatan kesehatan jiwa (2015). Profil pasien geriatric dengan
psikiatrik teori & praktik. Jakarta: delirium di rumah sakit umum saiful
EGC anwar malang periode januari 2005-
juni 2010. Artikel, Juli, 1(2) pp. 61-67.
O’Regan, N.A., Fitzgerald, J., Tommons, S.,
O’Connell, H. Meagher, D. (2013). Susila & Suyanto. (2015). Metodologi
Delirium: A key challenge for Penelitian Cross Sectional. Klaten:
perioperative care. Journal of Bosscript.
Intensive Care, November, pp. 136-
144. Stuart, G.W. (2016). Prinsip dan praktik
keperawatan kesehatan jiwa stuart
Pipanmekaporn, T., Chittawatanarat, K., buku 1 edisi Indonesia. Singapore:
Chaiwat, O. (2015). Incidence and risk Elsevier Inc.
faktor of delirium in multi-center Thai
surgical intensive care units: a Skwarecki, B. (2015). Artikel. Delirium in
prospective cohort study. Journal of ICU Patient linked to mortality, longer
Intensive Care), desember, 3(53) pp. stays (internet). Tersedia dalam <
1-8 https://www.medscape.com/viewarticl
e/845901> (diakses tanggal 16
Pribadi, H.T. (2012). Angka kematian pasien Desember 2017)
kraniotomi di ICU dan HCU RSUP
Dr. Kariadi. KTI. Fakultas Kedokteran Syaifuddin. (2016). Ilmu biomedik dasar
Universitas Diponegoro. untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta: salemba medika.
Rohmawanur, T.T., Indriasari, Redjeki, I.S.
(2015). Risk Ratio kejadian pada Syah, B.I.A., Gaus, S., Rahardjo, S., (2016).
pasien dengan faktor resiko yang Manajemen Cairan dan Elektrolit Pada
dinilai dengan Confussion Assessment Pasien Cedera Kepala. Journal
Method of intensive care unit (CAM- Neuroanestesi Indonesia
ICU) di perawatan ruangan intensif 2016;5(3):197-209.
rumah sakit.
Tanriono, C, Lalenoh, D.C., Laihad, M.L.
Dr. Hasan Sadikin Bandung. Anesthesia & (2017). Profil Pasien Pasca
Clinical care. 33(3), pp. 206-212. Kraniotomi di ICU RSUP Prof. Dr. R.
D. kandou Manado Periode Juli 2016-
Rhicard, A.P. (2014). Lecture note: Juni 2017. Journal e-Clinic (eCl), vol.
keseimbangan cairan dan elektrolit. 5 no. 2, Juli-Desember 2017.
Tanggerang Selatan: Binapura Aksara
Publisher. Terry, C.L. (2011). Keperawatan kritis Ed. 1.
Yogyakarta: Rapha Publisher
Setiadi. (2013). Konsep & praktik penulisan
Riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Turon, M., Gonzalo, S.F., De Haro, C,
Ilmu Magrans, R., Lopez-Aguilar, J.,
Blanch, L. (2018). Mechanisms
Invloved in Brain Dysfunction in
Mechanically Ventilated Critically Ill
Patient:
implication and
therapeutics.
Annals of
Translational
Medicine,vol 6,
no 2 January
2018).