Disusun Oleh:
1. Arinadya Hanifa P P P07120216013
2. Fernanda Okti Nur A P07120216029
A. DEFINISI
Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan
biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak (Joanna Beeckler, 2006).
Bedasarkan Hipotesa Kellie Monro, kemampuan regulasi otak berdasarkan volume
intra kranial yang tetap yakni otak (sekitar 80% dari volume total), cairan
serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar 10%). Retang nilai TIK, yaitu :
1. TIK normal 5-15mmHg (Morton, 2012)
2. PTIK ringan 15-25 mmHg
3. PTIK sedang 25-40 mmHg
4. PTIK berat >40 mmHg
B. ETIOLOGI
1. Volume intrakranial yang meninggi
a. Tumor serebri
b. Infark yang luas
c. Trauma
d. Perdarahan
e. Abses
f. Hematoma ekstraserebral
g. Acute brain swelling
2. Dari faktor pembuluh darah
Meningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena obstruksi
mediastinal superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di
piameter dan sinus duramater, juga terjadi gangguan absorpsi cairan
serebrospinalis.
3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka dapat
terjadi hidrosefalus.
4. Peningkatan produksi CSF dapat terjadi pada meningitis, subarachnoid
hemoragik, atau tumor pleksus choroid.
C. PATOFISIOLOGI
Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan konstan. Peningkatan
volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan penurunan faktor lainnya
supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu volume tanpa diikuti respon
kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan TIK (Morton, 2012).
Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain cairan serebrospinal
diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan aliran
darah otak (Joanna Beeckler, 2006) .
Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan cairan
serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya
tekanan tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance. Perpindahan cairan
serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama,
tapi lengkung kranial dapat mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya
pada satu titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala
klinis, dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun dimulai
(Black&Hawks, 2014).
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume
darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak
hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak,
sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia (Black&Hawks, 2014).
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak
melintasi tentorium dibawah falxserebri, atau melalui foramen magnum ke dalam
kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari
kompresi batang otak. Otak disokong dalam berbagai kompartemen intrakranial.
Kompartemen supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari atas otak tengah ke
bawah. Bagian ini terbagi dua, kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx serebri.
Supratentorial dan infratentorial (berisi batang otak dan serebellum) oleh tentorium
serebri. Otak dapat bergerak dalam semua kompartemen itu. Tekanan yang meningkat
pada satu kompartemen akan mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih
rendah (Black&Hawks, 2014).
Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter pembuluh
darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama perubahan tekana perfusi
serebral. Autoregulasi hilang dengan meningkatnya TIK. Peningkatan volume otak
sedikit saja dapat menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu
yang lebih lama untuk kembali ke batas normal (Black&Hawks, 2014).
Manifestasi klinik dari peningkatan TIK disebabkan oleh tarikan pembuluh darah
dari jaringan yang merenggang dan karena tekanan pada duramater yang sensitif dan
berbagai struktur dalam otak. Indikasi peningkatan TIK berhubungan dengan lokasi
dan penyebab naiknya tekanan dan kecepatan serta perluasannya. Manifestasi klinis
dari peningkatan TIK meliputi beberapa perubahan dalam kesadaran seperti kelelahan,
iritabel, confusion, penurunan GCS, perubahan dalam berbicara, reaktifias pupil,
kemampuan sensorik/motorik dan ritme/denyut jantung, sakit kepala, mual, muntah,
penglihatan kabur sering terjadi. Papiledema juga tanda terjadinya peningkatan TIK.
Cushingtriad yaitu peningkatan tekanan sistolik, bradikardi dan melebarnya tekanan
pulsasi adalah respon lanjutan dan menunjukkan peningkatan TIK yang berat dengan
hilangnya aoturegulasi (Black&Hawks, 2014).
Perubahan pola nafas dari cheyne-stokes ke hiperventilasi neurogenik pusat ke
pernafasan apnuestik dan pernafasan ataksik menunjukkan kenaikan TIK. Pembuktian
adanya kenaikan TIK dibuktikan dengan pemeriksaan diagnostik seperti radiografi
tengkorak, CT scan, MRI. Lumbal pungsi tidak direkomendasikan karena beresiko
terjadinya herniasi batang otak ketika tekanan cairan serebrsopinal di spinal lebih
rendah daripada di kranial. Lagipula tekanan cairan serebrospinal di lumbal tidak
selalu menggambarkan keakuratan tekanan cairan serebrospinal intrakranial
(Black&Hawks, 2014).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan
2. MRI
3. Cerebral angiography
4. PET
5. SPECT
F. KOMPLIKASI
1. Herniasi batang otak ireversible anoxia otak.
2. Diabetes Insipidus
3. Sindrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH)
G. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan peningkatan tekanan intrakranial
a. Pembedahaan
b. Terapi obat : diuresis osmotik (manitol, gliserol, glumosa dan urea,
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat terkait dengan penyebab peningkatan tekanan intrakranial, seperti
trauma kepala, tumor otak, abses, hipoksia, peradangan selaput otak, mendapat
terapi cairan hipertonik, dan kelebihan cairan serebrospinal.
b. Pengkajian fisik yang meliputi: tingkat kesadaran, pupil, perubahan motorik
dan sensorik, tanda-tanda vital, keluhan sakit kepala, mual muntah.
c. Psikososial yang meliputi: usia, jenis kelamin, strategi koping dan penerimaan
terhadap kondisi.
d. Pengkajian pengetahuan :etiologi, pengobatan, tanda dan gejala peningkatan
tekanan intrakranial, tingkat pengetahuan dan kemampuan membaca.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan jaringan
otak, volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal.
b. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neurologis.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya refleks
pelindung
(batuk, muntah).
3. Intervensi
1) Diagnosa I
a. Perubahan perfusi jaringan : serebral berhubungan dengan peningkatan
jaringan otak, volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal
b. Tujuan : Klien akan memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat
c. Intervensi
Observasi tingkat klien, tingkah laku, fungsi motorik/ sensorik, pupil
setiap 1-2 jam sekali dan sebagaimana kebutuhan.
Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai dengan 1 jam dan
sebagaimana kebutuhan: perubahan pernafasan merupakan tanda
awal dari peningkatan tekana n intakranial dan hipoksia/ hiperkapnia.
Monitor nilai analisa gas darah arteri untuk ketidaknormalan asam
basa dan penurunan saturasi oksigen.
Hiperventilasi sebelum penghisapan sekret; batasi penghisapan sekret
10-15 detik untuk mengurangi kadar CO2, untuk meningkatkan kadra
oksigenasi dan mencegas hipoksia.
Monitor peningkatan takanan intrakranial setiap 15 menit sampai
dengan 1 jam dan sebagaimana kebutuhan.
Pertahankan aliran vena yang keluar dari otak dengan meninggikan
bagian kepala tempat tidur.
Monitor pemasukan dan pengeluaran, elektrolit dan berat jenis untuk
menetapkan kemungkinan ketidakseimbangan cairan yang
mendukung terjadinya edema serebral.
Berikan cairan dengan jumlah terbatas (1400cc/ 24jam) untuk
mencegah edema serebral.
Intruksi untuk tidak melakukan aktivitas yang dapat meningkatan
intratoraks dan intra abdomen (misalnya mengedan, latihan isometric,
fleksi panggul, batuk).
Observasi tingkat kenyamanan klien (sakit kepala, mual, muntah)
dimana merupakan indikasi adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Berikan obat-obatan sesuai dengan intruksi
Berikan steroid untuk mencegah edema serebri sebagaimana intruksi.
Kelola asuahan keperawatan yang diberikan untuk memberikan
waktu istirahat yang optimal bagi klien.
Gunakan teknik aseptik dan antiseptik secara optimal pada setiap
memgganti selang atau balutan.
Laporkan segera pada dokter bila ada perubahan neorologi (misalnya
tanda-tanda vital).
Lakukan tindakan sesuai kebijakan institusi untuk mengatasi
peningkatan tekanan intrakranial sebagaimana intruksi: pemberian
diuretik, mengatasi keadaan hiportemia, mempersiapkan klien untuk
pembedahan.
Kriteria evaluasi klien :
Memiliki tekanan intrakranial 0-15 mmHg
Memperlihatkan perbaikan status neurologi
2) Diagnosa II
a. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neurologis
Pertumbuhan sel
Terputusnya
otak yg abnormal
kontinuitas jar.
Kulit, otot, dan
vaskuler
Massa otak
bertambah
Perdarahan
hematoma
Penekanan
jaringan otak
terhadap
sirkulas darah
Perubahan PENINGKATAN TIK dan O2
sirkulasi CSS
Girus medialis
lobus temporalis Manifetasi : Penurunan
tergeser Mual, muntah, suplai O2 ke
Hipoksia
pupil edema, jaringan otak
serebral
pandangan kabur, akibat
nyeri kepala obstruksi
sirkulasi otak
Herniasi unkus Gg. Perfusi Takipnue
jaringan
serebral
Perpindahan
Mesenfalon Pola
cairan
tertekan nafas
intravaskuler
tidak
kejaringan
efektif
serebrospinal
Gangguan
Kesadaran
Peningkatan
volume
Intrakranial
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Morton, G. P. 2012. Keperawatan Kritis Edisi 2. Jakarta: EGC.
NANDA International. 2012. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
SOAL ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENINGKATAN
TEKANAN INTRA KRANIAL
A. KOMPLIKASI KARDIOVASKULER
1. Hipotensi
Hipotensi dengan anestesi mungkin memiliki beberapa penyebab. Ditandai
hipotensi (penurunan tekanan darah lebih dari 25 mm di bawah tekanan darah
istirahat) dan juga trend hipotensi (penurunan bertahap dalam tekanan darah)
harus ditangani dengan sangat serius. Hipotensi jika tidak diobati dapat diikuti
oleh henti jantung. Bahkan jika henti jantung tidak terjadi, hipotensi yang
ditandai membawa risiko kerusakan otak, miokard dan ginjal setelah iskemia
atau pembentukan trombus.Ada faktor-faktor lain selain tekanan darah yang
terlibat dalam pengiriman oksigen ke jaringan misalnya aliran darah dalam
organ dan kandungan oksigen dalam darah tetapi setiap upaya harus dilakukan
untuk memperbaiki keadaan hipotensi. Ini terutama terjadi pada orang tua,
sakit parah dan pasien dengan riwayat hipertensi.
2. Hipertensi
b. Penyebab hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Obat bius
Anestesi yang tidak adekuat dan / atau pereda nyeri intra-operatif.
Ventilasi yang tidak memadai menyebabkan retensi karbon
dioksida. Baik hipoksia dan hiperkarbia pada awalnya dapat muncul
dengan peningkatan tekanan darah.
Agen anestesi tertentu, misalnya ketamin atau pancuronium.
Penyebab lain yang kurang umum (transfusi berlebihan ,
hyperpyrexia ganas, penyebab endokrin yang langka yaitu
phaeochromocytoma)
2) Bedah
Infiltrasi dengan adrenalin. Dosis maksimum adrenalin yang harus
digunakan adalah 200 mikrogram dalam konsentrasi 5 mikrogram /
ml larutan (1 dalam 200.000).
Traksi pada visera (dapat menyebabkan bradikardia dan juga
hipotensi).
Penggunaan oksitosin, misalnya ergometrine
Postur: Posisi Trendelenburg
Menjepit pembuluh darah utama
3) Penyebab pasien (terkait dengan riwayat pasien sebelumnya)
Hipertensi yang sudah diketahui sebelumnya
Hipertensi yang tidak terdiagnosis, misalnya phaeochromocytoma.
Pasien pada kelompok obat penenang disebut inhibitor monoamine
oksidase . (MAOI)
Pre-eklampsia
Kandung kemih penuh
Quadriplegia
Cidera kepala dengan peningkatan tekanan intrakranial
b. Bahaya hipertensi persisten selama anestesi yaitu:
1) Gagal jantung - mengarah ke edema paru
2) Kecelakaan serebrovaskular (stroke)
3) Gagal jantung
4) Hipoksia miokard
5) Aritmia jantung.
c. Pengobatan hipertensi selama anestesi
1) Perbaiki dan obati penyebabnya misalnya, memperdalam anestesi,
meringankan rasa sakit, meningkatkan ventilasi
2) Tinggikan kepala meja
3) Perawatan obat-obatan
Jika langkah-langkah di atas tidak mengurangi tekanan darah dan
tekanan darah diastolik bertahan di atas 100 mmHg, maka agen
hipotensi seperti hidralazin (5mg IV) atau propranolol (1mg IV) dapat
digunakan dan diulang sesuai kebutuhan. Peningkatan konsentrasi agen
volatile harus dicoba terlebih dahulu.
3. Aritmia
a. Bradikardia
1) Penyebab bradikardi
a) Penyebab anestesi
Obat-obatan: Suxamethonium, Neostigmin, Halothane,
Anestesi lokal
Bradikardia refleks, misalnya selama intubasi dengan anestesi
ringan.
Hipoksia pada tahap akhir (respons awal terhadap hipoksia
adalah takikardia yang dapat dengan cepat diikuti oleh
bradikardia jika hipoksia tidak diperbaiki).
Spinal tinggi
b) Penyebab pembedahan
Traksi pada mesenterium
Traksi pada bola mata atau sinus karotis
Bedah Saraf
Anal stretch
Dilatasi serviks
c) Penyebab pasien
Penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya terkait dengan
denyut nadi yang lambat.
Bradikardia idiopatik - terutama pada atlet.
Obat-obatan (obat pra-operasi) dapat memberi pasien
bradikardia, misalnya digoxin, beta-blocker.
Hipotermia
Pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial (tanda akhir).
2) Pengobatan bradikardia
a) Temukan dan obati penyebabnya.
b) Jika denyut nadi kurang dari 60 / menit dan pasien hipotensi
berikan atropin 0,6 mg IV dalam dosis terbagi. Indikasi untuk
mengobati bradikardia akan berpengaruh pada curah jantung dan
oleh karena itu pada tekanan darah. Jika bradikardia dikaitkan
dengan penurunan tekanan darah, pengobatan diperlukan lebih
mendesak.
b. Takikardia
1) Penyebab Takikardia
a) Penyebab anestesi
Obat-obatan, misalnya atropin, pancuronium
Hypercarbia dari sebab apa pun
Hipoksia dari sebab apa pun
Hipotensi
Ketidakcukupan anestesi umum
b) Penyebab pembedahan
Infiltrasi dengan adrenalin
Traksi pada jeroan
Bedah saraf dan jantung
c) Penyebab pasien
Gagal jantung
Tirotoksikosis
Demam
Hipovolemia
Aritmia yang sudah ada sebelumnya
Seorang pasien yang sangat sakit atau hampir mati.
2) Pengobatan takikardia dan aritmia lainnya
Temukan dan obati penyebabnya. EKG diperlukan untuk
mendiagnosis jenis aritmia. Perawatan aritmia spesifik harus ditinggalkan
di tangan dokter.
a) Emboli udara
Embolus adalah benda asing dalam aliran darah.
b) Emboli lemak
Ini biasanya terkait dengan fraktur tulang panjang ekstremitas
bawah.
c) Gagal jantung
Transfusi cepat dan kelebihan sirkulasi dengan cairan dapat
menyebabkan edema paru.
B. KOMPLIKASI PERNAPASAN
1. Obstruksi pernapasan
a. Kejang otot rahang
b. Lidah jatuh kembali
c. Kejang laring
d. Bronkospasme
2. Batuk
Ini dapat terjadi dalam kondisi induksi anestesi dengan agen inhalasi. Ini
menunda pengambilan uap dan karenanya proses induksi. Ini lebih mungkin
terjadi ketika konsentrasi yang diilhami meningkat terlalu cepat.
3. Takipnea (pernapasan cepat)
Pernafasan cepat itu dangkal. Mereka melelahkan pasien. Volume pasutnya
kecil dan karenanya pertukaran gasnya buruk.
4. Retensi Karbon Dioksida
Hipoventilasi dan apnea umumnya menyebabkan retensi hipoksia dan
karbon dioksida (CO 2 ). Namun, penting untuk diingat bahwa jika konsentrasi
oksigen yang diinspirasi sangat tinggi, maka retensi CO 2 dapat terjadi tanpa
disertai oleh hipoksia. Ini dapat terjadi selama operasi dan pasca operasi di ruang
pemulihan.
5. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan udara di
rongga pleura. Paru-paru di sisi itu kemudian kolaps dan pertukaran gas tidak
terjadi.
2. Bronkitis
Istilah ini digunakan untuk menggambarkan batuk, dahak, demam,
dyspnoea, dan mengi. Ini lebih sering terjadi pada mereka yang memiliki
penyakit dada sebelumnya. Perubahan patologis adalah peradangan pada
bronkiolus. Perawatan terdiri dari antibiotik, terapi suportif (yaitu terapi oksigen,
fisioterapi, dll.) dan bronkodilator. Pneumonia dan abses paru yang lebih jarang
dapat terjadi selain bronkitis. Organisme infektif dapat mencapai paru-paru dari
banyak sumber, contohnya yaitu:
Saluran pernapasan atas, seperti dari sepsis gigi.
Peralatan yang terkontaminasi, misalnya tabung endotrakeal.
Penyakit di perut, misalnya peritonitis atau abses subphrenic.
Aspirasi isi lambung.
Infeksi sebelumnya, yang dapat menjadi sumber bakteri yang bertanggung
jawab atas infeksi pasca operasi.
3. Runtuhnya Paru-Paru
Runtuhnya paru-paru dapat diklasifikasikan tergantung pada sejauh mana
keterlibatan paru-paru:
Seluruh paru-paru
Runtuh lobular
Kolaps / atelektasis segmental
6. Emboli paru
Ini terjadi ketika gumpalan dari vena di ekstremitas bawah atau panggul
terlepas dan dibawa ke paru-paru. Biasanya terjadi 3-21 hari setelah operasi dan
lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua yang telah berkepanjangan tirah
baring.
7. Edema paru
Penyebab paling umum dari edema paru pasca operasi adalah
cairan kelebihan, gagal jantung, obstruksi jalan nafas berkepanjangan dan
trauma.
D. KOMPLIKASI GASTROINTESTINAL
1. Muntah dan aspirasi
a. Perbedaan antara muntah dan regurgitasi.
Isi perut dapat mencapai paru-paru dengan dua mekanisme:
Muntah yang merupakan proses aktif. Ini adalah pengusiran material dari
saluran pencernaan dengan kontraksi otot.
Regurgitasi yang pasif. Itu tidak melibatkan aksi otot apa pun. Ini terjadi
secara diam-diam dan lebih berbahaya daripada muntah.
2. Cegukan
Ini adalah keadaan spasme diafragma intermiten, yang disebabkan oleh
stimulasi ujung saraf sensorik di diafragma, seperti yang terjadi pada operasi
perut bagian atas atau toraks. Cegukan dapat terjadi selama gastrektomi,
vagotomi dll dan mungkin juga berhubungan dengan distensi lambung. Cegukan
kadang-kadang dapat terlihat pada pasien uraemik, sebagai akibat dari stimulasi
medula.
3. Distensi lambung
Perut dapat menjadi buncit dalam situasi berikut:
Selama IPPV saat masker digunakan. Ini lebih mungkin jika jalan nafas
sebagian terhambat atau jika aliran gas tinggi telah digunakan.
Ketika kebocoran udara terjadi di sekitar tabung endotrakeal. Hal ini dapat
terjadi jika tabung yang terlalu kecil telah dimasukkan ke laring pasien atau
jika ujung tabung endo-trakea telah pecah di situ.
Penempatan esofageal yang tidak disengaja dari tabung endotrakeal. Sangat
penting untuk memvisualisasikan pita suara selama intubasi dan untuk
auskultasi dada untuk suara nafas setelah intubasi. Kapnografi sangat
berharga.
Manipulasi bedah perut, usus, dan mesenterium.
Bahaya
Rasa malu pada pernapasan, selama dan setelah operasi, karena belat
diafragma.
Peningkatan risiko aspirasi
Muntah pasca operasi
Cegukan
Gangguan dengan prosedur bedah.
Perawatan: Meringankan distensi lambung dengan melewati selang nasogastrik.
4. Kerusakan hati
Penyebab utama kerusakan hati di bawah anestesi adalah hipoksia terutama
dalam kaitannya dengan hipotensi. Penyebab lainnya yaitu Hepatitis halotan
Insiden kerusakan hati pasca operasi setelah anestesi halotan sangat jarang, 1 dari
10.000 pada orang dewasa, bahkan lebih jarang pada anak-anak. Hepatitis
halotan diyakini sebagai reaksi hipersensitivitas. Ini identik dengan hepatitis
menular, baik secara klinis maupun biokimia.
Beberapa poin pentingterkait hepatitis halotan
Biarkan setidaknya 12 minggu antara administrasi halotan, terutama pada
wanita paruh baya yang gemuk, kecuali indikasi secara klinis utama.
Jangan gunakan halotan jika administrasi sebelumnya dikaitkan dengan
demam yang tidak diketahui asalnya. Demam, mual dan muntah muncul 2-5
hari setelah anestesi halotan. Ini juga terkait dengan tes fungsi hati yang
abnormal, menunjukkan hepatitis.
Satu pemberian halotan tidak mungkin dikaitkan dengan kerusakan hati yang
parah.
Penyakit hati yang sudah ada sebelumnya (jika bukan karena hepatitis
halotan) bukan merupakan kontraindikasi untuk penggunaan halotan, asalkan
pasien dianggap layak untuk operasi dan anestesi.
E. KOMPLIKASI URIN
1. Kesulitan buang air kecil
Ini lebih sering terjadi setelah anestesi spinal tetapi dapat juga terjadi setelah
anestesi umum. Ini lebih sering terjadi pada pasien yang cemas, mereka yang
telah menjalani operasi perut, panggul atau perineum, mereka yang telah
mengalami sedasi berat dan pada pasien tersebut dengan pembesaran
prostat. Setiap cara mendorong pasien untuk buang air kecil harus dicoba. Jika
semuanya gagal, diperlukan kateterisasi.
F. KOMPLIKASI NEUROLOGIS
Komplikasi yang melibatkan sistem saraf pusat:
1. Koma dan kejang-kejang
Ini mungkin mengikuti penggunaan teknik regional atau anestesi umum.
Kejang dan koma sebagai akibat dari obat bius lokal atau teknik
regional. Overdosis obat anestesi lokal adalah salah satu penyebab yang lebih
umum.
Kejang dapat terjadi pada epilepsi yang diketahui atau laten terutama yang
tidak terkontrol dengan baik. Enfluran dapat menyebabkan kejang pada
epilepsi dan propofol telah dikaitkan dengan kejang (pseudo-seizure) yang
sering terjadi beberapa saat setelah pemberian.
Konvulsi dan koma juga dapat terjadi selama atau setelah anestesi umum,
mungkin setelah periode hipoksia akut (misalnya terkait dengan henti
jantung) atau periode hipoksia kronis (misalnya terkait dengan jalan napas
atau hipoventilasi yang terhambat sebagian, dll.). Pemulihan mungkin
tertunda: pasien mungkin sadar kembali hanya untuk koma lagi. Edema
serebral yang terkait dengan hipoksia harus diobati. Secara umum
prognosisnya buruk.
Pertahankan normotensi dan oksigenasi.
Miringkan kepala pada posisi 30 °.
Bantu atau kendalikan ventilasi sesuai kebutuhan.
Mendukung sirkulasi.
Mannitol 20% 0,5gm / kg
Koma juga dapat disebabkan oleh banyak penyebab lain, misalnya overdosis
agen anestesi, retensi karbon dioksida, kecelakaan serebrovaskular atau
infark miokard dengan penurunan curah jantung dan sebagai konsekuensi
dari hipotensi, syok, keadaan diabetes, hati atau penyakit ginjal. Kejang bisa
terjadi setelah bedah saraf. Porfiria akut dan perawatan pra operasi dengan
inhibitor monoamine oksidase juga dapat menyebabkan koma.
Pengobatan kejang
Obati penyebabnya
Berikan oksigen
Berikan antikonvulsan, misalnya diazepam, midazolam, atau
thiopentone. Sekali lagi, obati edema serebral yang terkait.
G. KOMPLIKASI OPHTHALMIC
1. Lecet kornea
Ini dapat terjadi dengan sangat mudah di bawah anestesi jika mata dibiarkan
terbuka. Kornea mengering dengan sangat cepat dan mudah terluka.
Cegah agar hal ini tidak terjadi dengan:
Menggunakan salep steril di mata selama anestesi.
Tutup mata dengan hati-hati dengan selotip.
2. Kebutaan
Tekanan berlebihan dari masker pada bola mata, terutama jika pasien
hipotensi, dapat mengakibatkan kerusakan serius atau kebutaan dengan cara
menyumbat suplai darah ke mata. Posisi yang ceroboh saat pasien rawan juga
dapat menyebabkan kerusakan mata yang serius.
H. KOMPLIKASI LAINNYA
1. Menggigil
Ini terlihat setelah anestesi umum dengan halotan, enfluran, eter dan bahkan
tiopenton. Ini mungkin respon tubuh terhadap kehilangan panas setelah
vasodilatasi yang menyertai anestesi umum. Kehilangan panas lebih lanjut terjadi
dari saluran pernapasan ketika gas kering dihirup melalui tabung
endotrakeal. Pembedahan yang berkepanjangan dan cairan dingin IV juga
berkontribusi terhadap hipotermia. Ruang operasi yang dingin juga dapat
menyebabkan menggigil pasca operasi.
Pengobatan
Selimut hangat
Oksigen dengan masker selama menggigil terus.
Sedasi jika menggigil berlebihan misalnya petidin 15-25mg IV.
3. Hyperpyrexia ganas
Kondisi ini jarang terjadi tetapi sangat berbahaya. Ini berjalan di keluarga
menjadi kelainan bawaan otot rangka yang dipicu oleh beberapa obat anestesi
umum. Pasien dapat menunjukkan beberapa atau semua fitur berikut.
Sejarah keluarga masalah anestesi.
Meningkatkan level enzim CPK.
Hyperpyrexia ganas dianggap lebih umum pada pasien dengan distrofi otot dan
gangguan terkait. Mungkin ada hubungan dengan operasi mata juling. Satu-
satunya asosiasi yang terbukti adalah dengan kelainan otot genetik langka
(yaitu penyakit King / Denborough dan penyakit Inti Tengah).
Reaksi dapat dipicu oleh agen volatil (yaitu halotan, enfluran, isofluran), atau
oleh suxamethonium. Ini adalah pemicu paling kuat dari hiperpireksia ganas.
Anestesi umum tanpa komplikasi sebelumnya tidak mengesampingkan
perkembangan hiperpireksia ganas.
Tanda-tanda klinis di bawah anestesi
Kejang otot masseter rahang dan peningkatan tonus otot secara umum
meskipun ada blokade neuro-muscular.
Takikardia yang tidak bisa dijelaskan
Hiperkapnia pada pasien berventilasi
Takipnea pada pasien pernapasan spontan
Sianosis
Aritmia
Naik dalam suhu
Hiperkalemia