Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH NURSING CARE OF MUSCULOSKELETAL

LOW BACK PAIN (LBP)


Untuk Memenuhi Tugas UK

Disusun Oleh:
Elza Adillah Ayuningtyas Putri
135070207113014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Low Back Pain (LBP) atau Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah suatu gejala dan
bukan merupakan suatu diagnosis. Pada beberapa kasus gejalanya sesuai dengan diagnosis
patologisnya dengan ketepatan yang tinggi, namun sebagian besar kasus, diagnosisnya tidak
pasti dan berlangsung lama (Wagiu, 2012). LBP atau NPB merupakan salah satu masalah
kesehatan yang sering dijumpai di masyarakat. World Health Organization (WHO)
menyatakan kira-kira 150 jenis gangguan muskuloskeletal di derita oleh ratusan juta manusia
yang menyebabkan nyeri dan inflamasi yang sangat lama serta disabilitas atau keterbatasan
fungsional, sehingga menyebabkan gangguan psikologik dan sosial penderita. Nyeri yang
diakibatkan oleh gangguan tersebut salah satunya adalah keluhan nyeri punggung bawah yang
merupakan keluhan paling banyak ditemukan diantara keluhan nyeri yang lain. Laporan ini
berhubungan dengan penetapan dekade 2000-2010 oleh WHO sebagai dekade tulang dan
persendian (Bone and Joint Decade 2000-2010), dimana penyakit gangguan musculoskeletal
telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh
dunia (WHO, 2003).
Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada. Diperkirakan 40%
penduduk Jawa Tengah berusia di atas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang dan
prevalensinya pada laki-laki sebesar 18,2% dan pada wanita sebesar 13,6%. Prevalensi ini
meningkat sesuai dengan meningkatnya usia insidensi berdasarkan kunjungan pasien di
beberapa rumah sakit di Indonesia yang berkisar antara 3-17% (Mahadewa, 2009). LBP
merupakan keluhan yang spesifik dan paling banyak dikonsultasikan pada dokter umum.
Hampir 70%-80% penduduk negara maju pernah mengalaminya. LBP merupakan masalah
kesehatan yang paling penting di semua negara. Prevalensi sepanjang hidup (lifetime)
populasi dewasa sekitar 70% dan prevalensi dalam 1 tahun antara 15-45%, dengan puncak
prevalensi terjadi pada usia 35 dan 55 tahun. Kebanyakan LBP akut bersifat self limiting dan
hanya 2-7% yang menjadi kronis (Jalaluddin, 2008).
LBP merupakan salah satu keluhan yang dapat menurunkan produktivitas kerja
manusia (Suharto, 2005). LBP jarang fatal namun nyeri yang dirasakan dapat membuat
penderita mengalami penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, problema
kesehatan kerja, dan banyak kehilangan jam kerja pada usia produktif maupun usia lanjut,
sehingga merupakan alasan terbanyak dalam mencari pengobatan (Yudiyanta, 2007).

a.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini antaralain:

a.2.1 Tujuan Umum

Membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar penyakit


Musculosceletal mengenai Low Back Pain (LBP).
a.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pembuatan makalah ini adalah:

a. Untuk mengetahui definisi Low Back Pain (LBP).


b. Untuk mengetahui epidemiologi Low Back Pain (LBP).

c. Untuk mengetahui klasifikasi Low Back Pain (LBP).

d. Untuk mengetahui etiologi Low Back Pain (LBP).

e. Untuk memahami patofisiologi Low Back Pain (LBP).

f. Untuk mengetahui manifestasi klinis Low Back Pain (LBP).

g. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Low Back Pain (LBP).

h. Untuk mengetahui penatalaksanaan Low Back Pain (LBP).

i. Untuk mengetahui komplikasi Low Back Pain (LBP).

j. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan Low Back Pain (LBP).


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Low Back Pain (LBP)


Low Back Pain adalah suatu sensasi nyeri di daerah lumbosakral dan
sakroiliakal, umumnya pada daerah L4-L5 dan L5-S1, nyeri ini sering disertai
penjalaran ke tungkai sampai kaki (Harsono, 2009).
Low Back Pain (LBP) juga didefinisikan sebagai nyeri yang
dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun
nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah
sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan
sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. (Dunn et al,
2011).
Nyeri punggung bawah (Low Back Pain) adalah nyeri di daerah
punggung bawah, yang mungkin disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot
atau lesi tulang. Nyeri punggung bawah dapat mengikuti cedera atau trauma
punggung, tapi rasa sakit juga dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif
seperti penyakit artritis, osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi
virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang
belakang. Obesitas, merokok, berat badan saat hamil, stres, kondisi fisik yang
buruk, postur yang tidak sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, dan posisi
tidur yang buruk juga dapat menyebabkan nyeri punggung bawah (Anonim,
2014).

2.2. Etiologi Low Back Pain (LBP)


Penyebab nyeri punggung bawah ada barbagai macam, dibedakan
dalam kelompok dibawah ini:
1) Nyeri punggung bawah mekanis, yaitu timbul tanpa kelainan struktur
anatomis seperti otot atau ligamen, atau timbul akibat trauma, deformitas,
atau perubahan degeratif pada suatu struktur misalnya diskus intervertebralis.
2) Penyakit sistemik seperti spondilitis inflamasi, infeksi, keganasan tulang, dan
penyakit paget pada tulang bisa menyebabkan nyeri di area lumbosakral
3) Skiatika (sciatica) adalah nyeri yang menjalar dari bokong ke tungkai
kemudian ke kaki, sering disertai parastesia dengan distribusi yang sama ke
kaki. Gejala ini timbul akibat penekanan nervus iskiadikus, biasanya akibat
penonjolan diskus intervertebralis ke lateral. Pembagian penyebab dari LBP
ini berdasarkan oleh frekuensi kejadian adalah:
a) Penyebab luar biasa : langsung (20%)
1. Berasal dari spinal : termasuk kondisi seperti infeksi, tumor, tuberkulosis,
tractus spondilosis
2. Berasal bukan dari spinal : termasuk masalah dilain sistem seperti saluran
urogenital, saluran gastroinstetinal, prolaps uterus, keputihan kronik pada
wanita, dan lain-lain.
b) Penyebab biasa : tidak langsung (80%)
Kejadian ini berkisar sekitar 8 dari 10 kasus. Kasus yang bisa bervariasi
mulai dari ketengangan otot, keseleo. Penyebab dari berbagai penyakit ini
adalah
1. Kebiasaan postur tubuh yang kurang baik
2. Cara mengangkat beban berat yang salah
3. Depresi
4. Aktivitas yang tidak biasa dan berat
5. Kebiasaan kerja dan kinerja yang salah Catatan : dari 90% kasus, tidak
ditemukan kejadian yang serius, hanya saja kasus yang nyeri punggung
biasa.
3. Pada dasarnya, timbulnya rasa nyeri pada LBP diakibatkan oleh terjadinya
tekanan pada susunan saraf tepi yang terjepit pada area tersebut. Secara
umum kondisi ini seringkali terkait dengan trauma mekanik akut, namun
dapat juga sebagai akumulasi dari beberapa trauma dalam kurun waktu
tertentu. Akumulasi trauma dalam jangka panjang seringkali ditemukan pada
tempat kerja. Kebanyakan kasus LBP terjadi dengan adanya pemicu seperti
kerja berlebihan, penggunaan kekuatan otot berlebihan, ketegangan otot,
cedera otot, ligamen, maupun diskus yang menyokong tulang belakang.
Namun, keadaan ini dapat juga disebabkan oleh keadaan non-mekanik seperti
peradangan pada ankilosing spondilitis dan infeksi, neoplasma, dan
osteoporosis.

2.3. Epidemiologi Low Back Pain (LBP)


LBP merupakan masalah sosial dan ekonomi utama. Prevalensi LBP
diperkirakan berkisar dari 15 hingga 45% di pekerja kesehatan Perancis.
Prevalensi titik CLBP pada orang dewasa AS berusia 20-69 tahun adalah
13,1%. Prevalensi populasi umum CLBP diperkirakan 5,91% di Italia.
Prevalensi akut dan CLBP pada orang dewasa meningkat dua kali lipat dalam
dekade terakhir dan terus meningkat secara dramatis pada populasi yang
menua, yang mempengaruhi baik pria maupun wanita di semua kelompok
etnis. LBP memiliki dampak yang signifikan terhadap kapasitas fungsional,
karena nyeri membatasi kegiatan kerja dan merupakan penyebab utama
ketidakhadiran7–9. Beban ekonomi diwakili secara langsung oleh tingginya
biaya pengeluaran perawatan kesehatan dan secara tidak langsung oleh
penurunan produktivitas. Biaya-biaya ini diperkirakan akan meningkat lebih
banyak dalam beberapa tahun mendatang. Menurut tinjauan 2006, total biaya
yang terkait dengan LBP di Amerika Serikat melebihi $ 100 miliar per tahun,
dua pertiga di antaranya merupakan hasil dari upah yang hilang dan
produktivitas yang berkurang.
LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-
negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah
mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi
dari 15-45%, dengan point prevalence rata-rata 30%. Data epidemiologi
mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk
Jawa Tengah berusia di atas 65 tahun pernah menderita nyeri punggung,
prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan
kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17%
(Sadeli dan Tjahyono, 2001).

2.4. Klasifikasi Low Back Pain (LBP)


Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP
terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Acute Low Back Pain
Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang
secara tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari
sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low
back pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil
atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut
selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon.
Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan
spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri
pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.
b. Chronic Low Back Pain
Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3
bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini
biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama.
Chronic low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis,
proses degenerasi discus intervertebralis dan tumor.

2.5. Patofisiologi Low Back Pain (LBP)


Nyeri dimediasi oleh nosiseptor, neuron sensorik perifer khusus yang
memperingatkan kita terhadap rangsangan yang berpotensi merusak pada
kulit dengan mentransduksi rangsangan ini menjadi sinyal listrik yang
diteruskan ke pusat otak yang lebih tinggi. Nosiseptor adalah neuron
somatosensori primer pseudo-unipolar dengan tubuh neuronal mereka yang
terletak di DRG. Mereka adalah cabang bercabang dua: cabang perifer
mengin- vestasikan kulit dan cabang-cabang pusat bersinaps pada neuron orde
kedua di tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang. Neuron orde kedua
memproyeksikan mesencephalon dan thalamus, yang pada gilirannya
terhubung ke somatosensori dan anterior cingulate cortices untuk memandu
fitur sensoris-diskriminatif dan afektif-kognitif nyeri, masing-masing. Tanduk
dorsal tulang belakang adalah situs utama integrasi informasi somatosensori
dan terdiri dari beberapa populasi interneuron yang membentuk jalur
penghambatan dan fasilitasi yang menurun, mampu memodulasi transmisi
sinyal nociceptive. Jika stimulus berbahaya bertahan, proses sensitisasi perifer
dan sentral dapat terjadi, mengubah rasa sakit dari akut ke kronis. Sensitisasi
sentral ditandai oleh peningkatan rangsangan neuron dalam sistem saraf
pusat, sehingga input normal mulai menghasilkan respons abnormal. Ini
bertanggung jawab untuk allodynia taktil, yaitu nyeri yang ditimbulkan oleh
penyisiran ringan pada kulit, dan untuk penyebaran rasa sakit hipersensitivitas
di luar area kerusakan jaringan. Sensitisasi sentral terjadi pada sejumlah
gangguan nyeri kronis, seperti gangguan temporomandibular, LBP,
osteoarthritis, fibromyalgia, sakit kepala, dan epikondilalgia lateral. Meskipun
pengetahuan yang ditingkatkan dari proses yang mengarah ke sensitisasi
sentral, masih sulit untuk mengobati. Sensitisasi perifer dan sentral memiliki
peran kunci dalam kronifikasi LBP. Bahkan, perubahan minimal dalam postur
dapat dengan mudah mendorong peradangan tahan lama di sendi, ligamen,
dan otot yang terlibat dalam stabilitas kolom punggung bawah, berkontribusi
terhadap sensitisasi perifer dan sentral. Selain itu, sendi, cakram, dan tulang
disuntik secara penuh oleh serat-serat delta yang stimulasi kontinyu dengan
mudah dapat berkontribusi pada sensitisasi sentral.

2.6. Manifestasi Klinis Low Back Pain (LBP)


Gejala LBP bermacam-macam dan berbeda antara satu dengan yang lain.
Kebanyakan orang menganggap berbaring akan meningkatkan nyeri yang datang tiap
episode, tapi ada juga yang mampu tidur tanpa rasa nyeri. Kebanyakan orang
merasakan nyeri ketika mereka membungkuk atau mengambil sesuatu, yang lain
merasa nyeri bila melengkungkan tubuh ke belakang. Nyeri pada kaki juga
merupakan bagian dari masalah. Nyeri kebanyakan pada punggung atau samping luar
paha dan kemudian menjalar ke kaki. Nyeri yang menjalar pada kaki disebut sciatica
karena nyeri berasal dari perangsangan pada nervus ischiadikus, perangsangan pada
nervus ischiadikus sering menjadi lebih nyeri bila bersin atau batuk. Pada episode
akut, LBP dapat menjadi sangat akut untuk beberapa hari atau seminggu dan akan
lebih meningkat. Pada 2-4 minggu kemudian penderita akan merasa lebih baik.
Episode panjangnya waktu nyeri berbagai macam pada tiap penderita, begitu juga
dengan intensitas tiap episode nyeri dan seberapa mampu penderita dapat menahan
nyerinya (Epi, 2012).

2.7. Faktor Resiko Low Back Pain (LBP)


1) Usia
Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan
insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima. Bahkan keluhan nyeri pinggang
ini semakin lama semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun.
2) Jenis
Kelamin Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap keluhan
nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin
seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada
wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus
menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan
tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan
terjadinya nyeri pinggang.
3. Status Antropometri
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko timbulnya nyeri
pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan
meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
4. Pekerjaan
Faktor resiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot rangka
terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan barang,
gerakan berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja
statis.
5. Aktivitas / olahraga
Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi
yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran
yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi,
atau seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada
waktu menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau
menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak
menopang tulang belakang. Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih baik
daripada tempat tidur yang bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban
dari posisi berdiri langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi
yang salah, seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu.
6. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok, diduga karena perokok memiliki kecenderungan untuk
mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang.
7. Abnormalitas struktur
Ketidaknormalan struktur tulang belakang seperti pada skoliosis, lordosis,
maupun kifosis, merupakan faktor resiko untuk terjadinya LBP.

2.8. Pemeriksaan fisik Low Back Pain (LBP)


Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis dari pasien. Tanda-
tanda penyebab sistemik dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik umum seperti
demam, tekanan darah dan nadi dapat membantu evaluasi adanya nyeri dan
perdarahan. Pemeriksaan kulit dapat membantu memperlihatkan berbagai tanda
sistemik misalnya psoriasis, herpes zoster dan gangguan-gangguan hematologis.
Pemeriksaan pada daerah abdomen dilakukan untuk menilai kemungkinan gangguan
organ dalam. Pemeriksaan muskuloskeletal perlu dilakukan untuk mengetahui daerah
yang dikeluhkan. Pemeriksaan neurologik juga perlu dilakukan meliputi pemeriksaan
motorik, sensorik, refleks fisiologik dan patologik serta uji untuk menentukan
kelainan saraf, seperti straight leg raising (SLR)/ Laseque test (iritasi n.ischiadicus),
sitting knee extension (iritasi n.ischiadicus), saddle anesthesia (sindrom konus
medularis).

2.9. Pemeriksaan Radiologis


1. Foto Polos
Pada pasien dengan keluhan nyeri punggang bawah, dianjurkan berdiri saat
pemeriksaan dilakukan dengan posisi anteroposterior, lateral dan oblique.
Gambaran radiologis yang sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai
penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada sendi facet, penumpukan
kalsium pada vertebra, pergeseran korpus vertebra (spondilolistesis), dan infiltrasi
tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral terlihat bersamaan dengan
suatu posisi yang tegang, melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot
paravertebral.
2. MRI
MRI digunakan untuk melihat defek intra dan ekstra dural serta melihat jaringan
lunak.28 Pada pemeriksaan dengan MRI bertujuan untuk melihat vertebra dan
level neurologis yang belum jelas, kecurigaan kelainan patologis pada medula
spinalis atau jaringan lunak, menentukan kemungkinan herniasi diskus pada
kasus post operasi, kecurigaan karena infeksi atau neoplasma.
3. CT- Mielografi
CT- mielografi merupakan alat diagnostik yang sangat berharga untuk diagnosis
LBP untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adanya
sekuester diskus yang lepas dan mengeksklusi suatu tumor

2.10. Penatalaksanaan Low Back Pain (LBP)


a. Terapi Non Farmakologis
1. Pasien dianjurkan berolahraga kemudian dievaluasi lebih lanjut jika pasien
tidak mampu melakukan aktivitas sehari- hari dalam 4-6 minggu.
2. Pada beberapa kasus dapat dilakukan tirah baring 2- 3 hari pertama untuk
mengurangi nyeri.
3. Dipertimbangkan pemberian obat penghilang rasa nyeri apabila pasien belum
mampu melakukan aktivitas dalam 1-2 minggu.
4. Pemberian terapi dengan modalitas lain seperti intervensi listrik, pemijatan,
orthosis, mobilisasi, traksi maupun modalitas termal berupa ultrasound
terapeutik, diatermi, infra red dan hidroterapi, dengan terapi elektrik seperti
stimulasi galvanic, arus interferensial, arus mikro, stimulus saraf
transkutaneus elektrik maupun stimulus neuromuskular. Terapi dapat pula
dilakukan dengan cara meridian seperti akupuntur atau elektroakupuntur.
Selain itu, dapat pula digunakan terapi laser dan terapi kombinasi atau
multimodalitas.
b. Terapi Farmakologis
1. Asetaminofen
Penggunaan asetaminofen dengan dosis penuh (2 sampai 4g per hari) sebagai
terapi lini pertama didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan beberapa
pedoman terapi (rekomendasi A). Harus diketahui bahwa pada pasien dengan
riwayat alkoholisme, sedang puasa, memiliki penyakit liver, mengonsumsi
obat tertentu (terutama antikonvulsan) atau orang tua yang lemah, toksisitas
hati dapat terjadi pada dosis yang direkomendasikan. Selanjutnya, toksisitas
asetaminofen meningkat secara substansial jika dikonsumsi bersamaan
dengan dengan inhibitor siklooksigenase-2 spesifik (COX2) atau obat-obat
anti-inflamasi (NSAID).
3. Obat Anti Inflamasi (NSAID)
Hampir pada sebagian besar pengobatan direkomendasikan NSAID.
Mempertimbangkan manfaat dibandingkan efek samping, American
Geriatrics Society merekomendasikan COX-2 inhibitor sebagai terapi lini
pertama dibandingkan NSAID non spesifik. Salisilat non-asetil (kolin
magnesium trisalicylate, salsalat) terbukti efektif dan memiliki lebih sedikit
efek samping gastrointestinal dibandingkan NSAID non spesifik dengan
biaya lebih rendah daripada lebih agen selektif. Jika NSAID non spesifik
yang dipilih, sitoproteksi lambung harus dipertimbangkan berdasarkan profil
risiko pasien. NSAID harus dipertimbangkan ketika peradangan diyakini
memainkan peran penting dalam proses produksi nyeri.
4. Steroid
Injeksi steroid epidural adalah prosedur yang biasa dilakukan untuk nyeri
leher radikuler dan nyeri punggung bawah. Penggunaan steroid untuk nyeri
radikuler harus jelas namun untuk injeksi steroid epidural kurang
direkomendasikan sedangkan penggunaan steroid tidak dianjurkan untuk
mengobati LBP kronis.

2.11. Komplikasi Low Back Pain (LBP)


1. Depresi
Pada pasien Low Back Pain memiliki kecenderungan mengalami depresi
sehingga akan berdampak pada gangguan tidur, pola makan, dan aktivitas sehari-
hari klien. Apabila depresi yang dialami pasien berlangsung lama akan dapat
menghambat waktu pemulihan low back pain.

2. Berat Badan
Pasien low back pain biasanya akan mengalami nyeri yang hebat dibagian
punggung bawah yang menyebabkan aktivitas dan gerakan pasien terlambat.
Akibat terhambatnya aktivitas dan gerakan psien terlambat.akibat terhambatnya
aktivitas dan gerakan pasien dapat menyebabkan kenaikan berat badan dan
obesitas. Selain itu low back pain dapat mengakibatkan lemahnya otot.
3. Kerusakan Syaraf
Low back pain dapat menyebabkan kerusakan syaraf terutama masalah pada
vesika urinaria sehingga pasien dengan low back pain akan menderita
inkontinesia.

2.12. Diagnosis
1) Anamnesis
a. Letak atau lokasi nyeri, penderita diminta menunjukkan nyeri dengan setepat –
tepatnya, atau keterangan yang rinci sehingga letaknya dapat diketahui dengan
tepat.
b. Penyebaran nyeri, untuk dibedakan apakah nyeri bersifat radikular atau nyeri
acuan.
c. Sifat nyeri, misalnya seperti ditusuk – tusuk, disayat, mendeyut, terbakar, kemeng
yang terus – menerus, dan sebagainya.
d. Pengaruh aktivitas terhadap nyeri, apa saja kegiatan oleh penderita yang dapat
menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa sehingga penderita mempunyai sikap
tertentu untuk meredakan rasa nyeri tersebut.
e. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh, erat kaitannya dengan aktivitas tubuh,
perlu ditanyakan posisi yang bagaimana dapat memperberat dan meredakan rasa
nyeri.
f. Riwayat Trauma, perlu dijelaskan trauma yang tak langsung kepada penderita
misalnya mendorong mobil mogok, memindahkan almari yang cukup berat,
mencabut singkong, dan sebagainya.
g. Proses terjadinya nyeri dan perkembangannya, bersifat akut, perlahan, menyelinap
sehingga penderita tidak tahu pasti kapan rasa sakit mulai timbul, hilang timbul,
makin lama makin nyeri, dan sebagainya.
h. Obat – obat analgetik yang diminum, menelusuri jenis analgetik apa saja yang
pernah diminum.
i. Kemungkinan adanya proses keganasan.
j. Riwayat menstruasi, beberapa wanita saat menstruasi akan mengalami LBP yang
cukup mengganggu pekerjaan sehari – hari. Hamil muda, dalam trimester pertama,
khususnya bagi wanita yang dapat mengalami LBP berat.
k. Kondisi mental/emosional, meskipun pada umumnya penderita akan menolak bila
kita langsung menanyakan tentang “banyak pikiran” atau “pikiran sedang ruwet”
dan sebagainya. Lebih bijaksana apabila kita menanyakan kemungkinan adanya
ketidakseimbangan mental tadi secara tidak langsung, dengan cara penderita
secara tidak sadar mau berbicara mengenai faktor stress yang menimpanya.
Pemeriksaan umum
a. Inspeksi
1. Observasi penderita saat berdiri, duduk, berbaring, bangun dari berbaring.
2. Observasi punggung, pelvis, tungkai selama bergerak.
3. Observasi kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya
angulasi, pelvis yang asimetris dan postur tungkai yang abnormal.
b. Palpasi dan perkusi
1. Terlebih dulu dilakukan pada daerah sekitar yang ringan rasa nyerinya,
kemudian menuju daerah yang paling nyeri.
2. Raba columna vertebralis untuk menentukan kemungkinan adanya deviasi
c. Tanda vital (vital sign)
3) Pemeriksaan neurologik
a. Motorik: menentukan kekuatan dan atrofi otot serta kontraksi involunter.
b. Sensorik: periksa rasa raba, nyeri, suhu, rasa dalam, getar.
c. Refleks; diperiksa refleks patella dan Achilles.
4) Pemeriksaan range of movement: Untuk memperkirakan derajat nyeri, function
lesa, untuk melihat ada tidaknya penjalaran nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Montella Silvana., et al.. 2016. Mechanisms of low back pain: a guide for diagnosis
and therapy. Italy: University Of Pama.

Anda mungkin juga menyukai