Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Low back pain (LBP) atau nyeri punggung belakang adalah suatu

sindroma nyeri yang terjadi pada regio punggung bagian bawah yang

merupakan akibat dari berbagai sebab (kelainan tulang punggung/spine

sejak lahir, trauma, perubahan jaringan, pengaruh gaya berat). LBP

merupakan keluhan yang sering kita dengar dari orang usia lanjut, namun

tidak tertutup kemungkinan dialami oleh orang usia muda.1

Gangguan ini paling banyak ditemukan di tempat kerja, terutama

pada mereka yang beraktivitas dengan postur tubuh yang salah. LBP

merupakan salah satu gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh

aktivitas tubuh yang kurang baik.2

LBP dapat disebabkan oleh berbagai penyakit musculoskeletal,

gangguan psikologis dan mobilisasi yang salah. Saat ini, 90% kasus nyeri

punggung bawah bukan disebabkan oleh kelainan organik, melainkan oleh

kesalahan posisi tubuh dalam bekerja.3

Dalam penelitian multisenter di 14 rumah sakit pendidikan

Indonesia yang dilakukan kelompok studi nyeri (Pokdi nyeri) PERDOSSI

(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf indonesia) pada bulan Mei 2002

menunjukkan jumlah penderita nyeri sebanyak 25% (4456 orang) dari

total kunjungan, dimana 35,86% (1598 orang) merupakan penderita nyeri

kepala dan 18,37% (819 orang) adalah penderita LBP. Studi populasi di

1
daerah pantai utara Jawa Indonesia ditemukan insidensi 8,2% pada pria

dan 13,6% pada wanita. Di rumah sakit Jakarta, Yogyakarta, dan

Semarang insidensinya sekitar 5,4-5,8%.4

Low back pain dikatagorikan sebagai akut (kurang dari 12

minggu), sub akut (6-12 minggu) dan kronik (lebih dari 12 minggu).

Umumnya LBP berhubungan dengan peregangan ligament dan otot yang

diakibatkan dari mekanik tubuh yang salah saat mengangkat sesuatu.

Faktor resiko untuk mengalami LBP adalah berat badan berlebih, memiliki

postur dan memiliki kekuatan otot perut yang buruk. Maka di dalam

makalah ini kita akan membahas tentang LBP dan penanganannya.3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Definisi Low Back Pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung

antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosacral (sekitar

tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung

bagian atas dan pangkal paha.5 LBP atau nyeri punggung bawah

merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh

aktivitas tubuh yang kurang baik.2

LBP juga dapat didefinisikan sebagai nyeri punggung bawah yang

muncul selama enam minggu. Pasien akan merasakan nyeri, sensasi

terbakar, menusuk, tajam atau tumpul, yang dirasakan jelas atau samar.

Intensitas yang dirasakan bisa ringan sampai parah dan mungkin juga

berfluktuasi. Rasa sakit dapat menjalar ke satu atau kedua bokong atau

bahkan ke paha atau daerah pinggul.6

B. Epidemiologi

Prevalensi kejadian LBP di Amerika adalah 60%-80%. Prevalensi

LBP serius (terjadi lebih dari 2 minggu) adalah 14%. Prevalensi nyeri

yang menjalar ke salah satu tungkai sebesar 2%. Sedangkan prevalensi

LBP di negara-negara industri lebih dari 70%, kejadian dalam satu tahun

15%-45%, pada orang dewasa 5% per tahun.7

3
Dari semua kasus LBP di Amerika 70% disebabkan oleh

peregangan otot atau keseleo, 10% karena proses degeneratif tulang

vertebra, 4% karena penyempitan DIV, 4% disebabkan oleh fraktur

kompresi osteoporosis, dan 3% disebabkan oleh stenosis tulang belakang.

Penyebab lainnya hanya sekitar 1%. LBP merupakan penyebab utama

kecacatan pada pekerja yang berusia dibawah 45 tahun di Amerika.7

Nyeri punggung atau LBP di Indonesia merupakan masalah

kesehatan yang nyata. LBP merupakan penyakit nomor dua terbanyak

setelah influenza.8 Di Indonesia LBP sering terjadi 8 pada penduduk

berusia 40-59 tahun. Secara keseluruhan kejadian LBP di Indonesia adalah

sekitar 49%. Khusus di provinsi Jawa Tengah diperkirakan 40% dari

penduduk berusia diatas 50 tahun pernah mengeluhkan nyeri pinggang,

dengan prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden

berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia

berkisar antara 3-17%.9

C. Anatomi Lumbosacral

a. Lumbar Spine Vertebrae

Ciri dari Lumbar vertebrae (Vertebra lumbalis L1-L5) adalah

memiliki ketinggian vertikal kurang dari diameter horisontalnya.10

membagi lumbar vertebrae menjadi 3 bagian fungsional :

1) The vertebral body, berfungsi untuk menahan berat badan.

4
2) The vertebral (neural) arch, berfungsi untuk melindungi elemen

saraf.

3) The bony processes (spinosus and transverse), berfungsi untuk

meningkatkan efisiensi gerakan otot.

Gambar 1 : Lumbar vertebrae11

Badan lumbar vertebrae berbeda dengan thoracalis vertebraekarena

tidak adanya tulang rusuk yang menempel. Lumbar vertebrae merupakan

struktur tulang belakang yang paling berat. L5 menjadi tulang yang paling

berat, memiliki processus spinosus terkecil dan processus transversus yang

tebal.10

Gambar 2 : Lumbosacral Vertebrae11

5
Batas atas lumbar vertebrae, L1, berbatasan dengan thoracalis

vertebrae (T12) terletak dibawah tulang scapula. Dasar lumbar vertebrae,

L5, berbatasan dengan sacrum (S1). Sendi antara L5 dan S1

memungkinkan pinggul dan panggul untuk berayun saat tubuh berjalan

dan berlari.11

Diantara susunan tulang belakang terdapat DIV yang berfungsi

sebagai bantalan atau peredam kejut terbuat dari jaringan ikat tulang

rawan. Sumsum tulang belakang muncul dari bawah tengkorak menyusuri

tulang belakang dan berakhir di sekitar T12-L1.11

b. Sacrum

Tulang sacrum adalah sebuah irisan tulang yang paling besar dan

menjadi dasar pada susunan tulang belakang. Sacrum bersama dengan

tulang pinggul membentuk panggul. Pada perkembangannya sacrum

terdiri dari lima tulang dan bergabung pada akhir masa remaja dan

terbentuk solid sebagai satu tulang saat usia sekitar tiga puluh tahun.12

Gambar 3 : Sacrum Anatomy11

6
Sendi lumboscral fibrocartilaginous dibentuk Sacrum dengan

lumbar vertebrae kelima (L5). Sacrum meruncing pada bagian ujung

bawahnya dan membentuk sendi sacrococcygeal fibrocartilaginous dengan

tulang ekor. Disamping kiri dan kanan sacrum membentuk sendi

sacroiliaca dengan ilium tulang pinggul untuk membentuk tulang panggul.

Banyak ligamen yang berikatan pada sendi tersebut yang berfungsi untuk

mengurangi gerakan dan menguatkan panggul. Pada permukaan dalam

sacrum berbentuk cekung untuk memberikan ruang yang luas bagi rongga

panggul. Pada sacrum wanita bentuknya lebih pendek, lebar dan

melengkung ke arah posterior daripada sacrum pada laki-laki untuk

memberikan ruang bagi janin selama persalinan.12

Banyak percabangan saraf dari sumsum tulang belakang yang

melewati sacrum. Saraf ini memasuki sacrum dari lumbar vertebrae

foramen melalui kanalis sacralis yang berbentuk seperti terowongan. Dari

kanal tersebut saraf bercabang dan keluar dari sacrum melalui empat

pasang lubang di sisi kanal yang disebut foramensacral atau hiatus

sacralis. Beberapa otot kunci dari panggul juga melekat pada sacrum

seperti gluteus maximus, iliacus dan piriformis.12

D. Patofisiologi

Berdasarkan perjalanan kliniknya LBP terbagi menjadi dua jenis,

yaitu:13

7
a. Acute Low Back Pain

Rasa nyeri pada LBP akut menyerang secara tiba-tiba dan rentang

waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu.

Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. LBP akut dapat disebabkan

karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh. Kejadian

tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen

dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah

lumbal dan spinal dapat masih sembuh. Sampai saat ini penatalaksanan

awal nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.
13

b. Chronic Low Back Pain

Rasa nyeri pada LBP kronik bisa menyerang lebih dari 3 bulan.

Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini

biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang

lama. LBP kronik dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis,

proses degenerasi DIV dan tumor. 13

Sedangkan jika dilihat dari penyebabnya LBP dapat dibedakan

menjadi LBP degeneratif dan nondegeneratif.

a. Degenerative Low Back Pain

Low Back Pain degeneratif lebih sering terjadi karena faktor usia

namun ada pula penyebab lain seperti faktor genetik, lingkungan,

8
autoimun, inflamasi, infeksi, induksi racun, dan faktor-faktor lain. Satu

penyebab diatas atau kombinasi, dapat menyebabkan inisiasi dan

perkembangan degenerasi tulang belakang dengan cara yang belum

dijelaskan. mengidentifikasi 3 tahap proses degenerasi pada tulang

belakang :13

1) Fase Disfungsional

Fase ini ditandai dengan adanya celah pada cincin anulus. Selain

itu, terjadi pemisahan atau kerusakan pada plat yang menyebabkan

pasokan darah terganggu dan mengakibatkan suplai nutrisi ke discus

terhambat. Perubahan ini mungkin terjadi karena mikrotrauma yang

berulang atau pengkeroposan tulang. Suatu temuan juga menunjukan discs'

nuclear proteoglycans tidak dapat menyerap air dan mempertahankan

fungsi pelindung mereka. 13

2) Fase Tidak Stabil

Pada fase ini ditandai dengan terjadinya resorpsi tulang dan

penyempitan DIV. Fase ini diperkirakan sebagai akibat hilangnya

kekuatan dari tiga sendi secara progresif. 13

3) Fase Stabilisasi

Resorpsi tulang terus terjadi, DIV yang menyempit, kerusakan

pada plat, disc fibrosis, dan adanya pembentukan osteophyte. 13

9
b. Non Degenerative Low Back Pain

LBP non degeneratif memiliki banyak faktor resiko atau penyebab,

umumnya dikaitkan dengan peristiwa traumatik akut atau trauma

kumulatif. LBP non degeneratif cenderung sering terjadi di tempat kerja.

Patofisiologi dari LBP non degeneratif kompleks dan beragam seperti

trauma, infeksi, kongenital, keganasan dan metabolik. Beberapa struktur

anatomi dan elemen dari tulang belakang seperti tulang, ligamen, tendon,

discus dan otot memiliki peran dalam LBP. Banyak persarafan sensorik

pada tulang belakang yang dapat menghantarkan sinyal nociceptive jika

terdapat rangsangan berupa kerusakan jaringan. Selain karena sinyal

nociceptive, LBP kronis juga dapat disebabkan oleh nyeri neuropatik.

Beberapa contoh LBP non degeneratif, antara lain:15

1) Trauma

Low Back Pain karena trauma banyak terjadi dikalangan pekerja,

khususnya pekerja yang memiliki aktivitas fisik yang tinggi seperti kuli

panggul atau pekerja bangunan yang sering mengangkat beban berat.

Trauma pada DIV sangat rawan terjadi dan dapat menyebabkan LBP.

Tekanan yang diterima oleh DIV secara terus menerus atau suatu

hantaman yang diterima oleh tulang belakang akan membuat discus keluar

dari tempatnya (herniate) atau pecah sehingga menekan saraf disekitarnya

dan menimbulkan nyeri.16

10
Selain menyerang susunan tulang, LBP karena trauma juga bisa

terjadi pada lapisan otot. Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan

pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat

menderita nyeri pinggang bawah yang akut. Gerakan bagian punggung

belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme

yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma

punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat

sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada

kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak

mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut.17

2) Kongenital

Kelainan tulang vertebra kongenital lebih dikenal dengan istilah

Hemi Vertebrae. Kelainan kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat

berupa tulang vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada

saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya LBP yang disertai dengan

skoliosis ringan. Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang

melekat menjadi satu, namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri.

Terdapat lubang di tulang vertebra dibagian bawah karena tidak

melekatnya lamina, keadaan ini dikenal dengan Spina Bifida. Kelainan

kongenital yang lain adalah skoliosis, kifosis, lordosis, dan agenesis pada

lumbosacral.18

11
Skoliosis kongenital adalah melengkungnya tulang belakang yang

terjadi pada saat pembangunan tulang belakang. Meski terjadi karena

faktor kongenital, namun kelainan klinis baru akan terasa saat usia kanak-

kanak atau dewasa. Rasio terjadinya skoliosis kongenital pada laki-laki

dan wanita adalah 1:1.4.18

Kifosis kongenital lebih jarang terjadi jika dibandingkan dengan

skoliosis kongenital, tetapi jika tidak segera diobati akan menyebabkan

paraplegia. Paraplegia biasa muncul dengan kifosis di daerah dada bagian

atas karena pada daerah tersebut memiliki sirkulasi kolateral terburuk.

Kifosis kongenital ada dua jenis, yaitu cacat segmentasi dan cacat

pembentukan. Cacat segmentasi lebih sering terjadi pada pertengahan dada

atau daerah toracholumbalis. Cacat pembentukan biasanya hanya terjadi

pada satu ruas tulang, tetapi cacat di beberapa ruas yang juga mungkin

terjadi.18

Lordosis deformitas kongenital biasanya bersifat progresif. Dengan

meningkatnya kelainan lordosis pada bagian dada, berkurangnya jarak

antara sternal dengan vertebra dan berubahnya mekanisme respirasi tulang

rusuk, akan menimbulkan hambatan saat bernapas, gagal napas, dan

bahkan kematian. Ketika deformitas terjadi pada lumbar vertebrae, maka

akan terjadi hyperlordosis.18

Agenesis lumbosacraladalah kelainan dimana tidak adanya suatu

bagian dari susunan tulang pada bagian lumbosacral. Kelainan kongenital

12
ini jarang terjadi, hanya terdapat 1 dari 25.000 kelahiran hidup. Pasien

dengan kelainan lumbosacralagenesis akan terganggu fungsi motorik dan

sensoriknya. 18

3) Infeksi

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sekitar 40% dari LBP

disebabkan oleh infeksi bakteri. Para peneliti dari Research Department of

the Spine Center of Southern Denmark, University of Southern Denmark,

Odense, yang dipimpin oleh Hanne Albert B. PhD, menyimpulkan bahwa

terapi antibiotik dapat digunakan untuk pasien LBP kronis tetapi dengan

hati-hati dan berbagai pertimbangan. Sebuah studi menunjukkan bahwa

infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme anaerob dapat berkembang

menjadi edema tulang dan dapat berlanjut menjadi herniateddisc.

Mikroorganisme propionibacterium adalah mikroorganisme terbanyak

yang ditemukan dapat menyebabkan LBP. Bakteri ini hidup di kulit

manusia, folikel rambut dan gusi.19

4) Metabolik

LBP karena gangguan metabolik biasanya terjadi karena tubuh kekurangan

protein atau gangguan hormonal (menopause, penyakit cushing). Karena

faktor tersebut menyebabkan kekuatan tulang belakang menjadi

berkurang, menjadi mudah rapuh dan dapat terjadi fraktur kompresi atau

panjang seluruh kolum vertebra berkurang karena kolaps korpus vertebra.

13
Keadaan tersebut membuat pasien menjadi bongkok dan pendek dengan

difus di daerah pinggang.20

E. Penegakkan Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit kita harus melakukan

berbagai pemeriksaan, mulai dari anamnesis, vital sign, pemeriksaan fisik

dan berbagai pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat memperkuat

dasar penegakkan diagnosis suatu penyakit. Pada kasus LBP pemeriksaan

yang harus dilakukan antara lain :15

a. Anamnesis

Dalam anamnesis kasus LBP kita sebagai pemeriksa harus

menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan keluhan pasien secara lengkap,

karena anamnesis sangat penting untuk dasar penegakkan diagnosis atau

pemeriksaan selanjutnya. 15

Pada anamnesis, pertanyaan pertama yang ditanyakan kepada

pasien adalah keluhan utama yang membuat pasien datang untuk

memeriksakan dirinya. Pada pasien LBP, keluhan utama yang

disampaikan pasien beragam sesuai dengan tingkat keparahan dan

letaknya seperti pada pasien dengan gejala ringan biasanya mereka

mengeluhkan pegal-pegal dan nyeri lokal pada pinggang. Pada pasien

dengan gejala sedang biasanya mereka mengeluhkan nyeri yang cukup

berat dan biasanya menjalar pada salah satu tungkai atau muncul rasa baal

pada punggung bawah. Sedangkan gejala berat pada pasien LBP adalah

14
seperti kelemahan kaki bilateral, depresi refleks tendon kaki, mati rasa,

nyeri yang mengakibatkan sulit beraktivitas, retensi urin dan disfungsi

seksual. 15

Waktu gejala LBP timbul juga perlu ditanyakan kepada pasien

untuk mengetahui tingkat keparahannya seperti pada gejala ringan muncul

jika pasien melakukan aktivitas berat, membungkuk atau memutar

pinggang secara tiba-tiba dan mengangkat beban berat. Pada pasien

dengan gejala sedang biasanya muncul saat bangun tidur di pagi hari

(morning stiffness), bangun dari tempat duduk saat berkerja atau menyetir,

mengangkat beban ringan dan saat melakukan aktivitas fisik ringan

lainnya. Sedangkan gejala berat dirasakan pasien setiap waktu sehingga

pasien sulit beraktivitas. 15

Gejala LBP juga dapat bertambah maupun berkurang saat pasien

melakukan aktivitas fisik tertentu. Pada anamnesis juga perlu ditanyakan

kepada pasien apa saja faktor yang dapat memperberat atau memperingan

gejala yang dirasakan. Faktor memperberat contohnya berjalan,

mengangkat beban, naik tangga, membungkuk, batuk atau bersin. Faktor

memperingan seperti istirahat, diberi usapan pada daerah yang nyeri atau

mengkonsumsi obat anti nyeri.15

Dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu pada pasien LBP juga

perlu ditanyakan untuk mengetahui apakah pasien tersebut memiliki

15
riwayat penyakit batu ginjal, kelainan kongenital, riwayat operasi, tumor

atau keganasan pada vertebra dan riwayat penyakit saluran kemih. 15

Riwayat penyakit keluarga ditanyakan pada pasien LBP untuk

mengetahui apakah anggota keluarga yang lain memiliki masalah yang

sama atau kelainan kongenital pada tulang vertebra. Kasus LBP khususnya

LBP non degeneratif banyak dialami oleh pekerja yang menuntut aktivitas

fisik yang berat. Oleh karena itu dalam anamnesis juga perlu ditanyakan

tentang pekerjaan, lingkungan pekerjaan dan juga kegiatan pasien sehari-

hari.15

b. Vital Sign

Pemeriksaan Vital sign dilakukan untuk mengetahui tanda dari

fungsi-fungsi vital tubuh. Vital sign terdiri dari :21

1) Tekanan darah

Pengukuran tekanan darah bertujuan untuk mengukur kekuatan

jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh menggunakan alat

pengukur tekanan darah (tensimeter) dan stetoskop. Tekanan darah normal

pada orang dewasa adalah sekitar 120/80. Besarnya tekanan darah

seseorang dapat dipengaruhi oleh aktivitas, suhu, makanan, keadaan

emosi, sikap, keadaan fisik, dan obat-obatan. 21

16
2) Denyut nadi

Pengukuran denyut nadi untuk menilai frekuensi denyut jantung

dan irama jantung per menit. Denyut nadi normal pada orang dewasa

adalah 60-100 kali per menit. 21

3) Suhu

Suhu tubuh normal seseorang bervariasi, tergantung pada jenis

kelamin, aktivitas, lingkungan, makanan yang dikonsumsi, dan gangguan

organ. Suhu tubuh normal, menurut American Medical Association, dapat

berkisar antara 97,8 derajat Fahrenheit, atau setara dengan 36,5 derajat

Celsius sampai 99 derajat Fahrenheit atau 37,2 derajat celcius. 21

4) Tingkat respirasi

Tingkat respirasi atau respirasi rate adalah jumlah seseorang

mengambil napas per menit. Tingkat respirasi biasanya diukur ketika

seseorang dalam posisi diam dan hanya melibatkan menghitung jumlah

napas selama satu menit dengan menghitung berapa kali dada meningkat.

Respirasi dapat meningkat pada saat demam, berolahraga, emosi. Tingkat

repirasi normal orang dewasa adalah sekita 16-24 kali per menit. 21

17
c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik ada beberapa tahapan :22

1) Inspeksi

Inspeksi pertama kali dilakukan dengan posisi pasien berdiri dan

diamati dari tiga posisi yaitu depan, samping dan belakang. Pada posisi ini

diamati apakah tulang belakang simetris atau terjadi skoliosis, lordosis

atau kifosis. Selain itu perlu diperhatikan juga adanya deformitas atau

lekukan kulit yang abnormal, atrofi otot, atau pola rambut tubuh yang

tidak normal. Selanjutnya dilakukan dengan posisi pasien duduk untuk

mengamati simetrisitas panggul. Selanjutnya posisikan pasien untuk

berbaring dengan kaki lurus untuk menilai simetrisitas panjang kaki kanan

dan kiri. 22

2) Range of Motion (Rentang Gerak Aktif)

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat pergerakkan pada tulang

belakang dari bagian leher hingga punggung bawah. Pasien diarahkan

untuk menekuk, memutar atau memiringkan badan mulai dari bagian leher

hingga punggung bawah lalu pemeriksa amati apakah ada tahanan atau

rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien. Untuk memastikan letak nyeri

pemeriksa harus melakukan rangsangan atau tekanan perlahan pada daerah

yang mengalami keluhan. 22

18
3) Kekuatan Otot

Pemeriksaan kekuatan otot dilakukan dengan cara meletakkan

tangan pemeriksa pada dada pasien dan mengarahkan pasien untuk

membungkuk lalu pemeriksa menahan gerakan tersebut untuk menilai

kekuatan ototnya. Cara yang sama dilakukan dengan meletakkan tangan

pemeriksa pada bahu pasien dan menahan gerakan pasien untuk miring

dan memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Pemeriksaan selanjutnya

dilakukan pada ekskremitas bawah. Pasien diposisikan untuk duduk

dengan kaki menekuk 90 derajat, pemeriksa meletakkan tangannya pada

paha pasien lalu menahan gerakan paha pasien yang fleksi. Selanjutnya

tangan pemeriksa diletakkan diatas tulang kering pasien lalu menahan

gerakan ekstensi kaki pasien. Pemeriksaan terakhir dilakukan dengan

posisi berbaring dan lutut ditekuk. Pada posisi ini pasien diarahkan untuk

menegangkan otot perut selama lima detik lalu relaksasikan perlahan.

Amati apakah ada tahanan gerak dari setiap perlakuan untuk melihat

adanya kelainan pada otot. 22

4) Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan,

massa, deformitas, kelainan struktur tulang dan kekakuan otot. Palpasi

dilakukan dengan cara meletakkan kedua permukaan tangan dari bagian

processus spinosus dan meraba sambil menekan perlahan ke arah tubuh

bagian bawah atau lumbar vertebrae.

19
5) Tes persarafan

Tes persarafan yang pertama yaitu laseque test dilakukan dengan

posisi berbaring dan kedua kaki diluruskan. Lakukan pemeriksaan pada

kedua kaki secara bergantian dengan cara mengangkat kaki dalam keadaan

lurus. Jika terasa nyeri yang menjalar ke daerah lutut pada sudut 30-70

derajat bisa disimpulkan bahwa terdapat kelainan persaraf pada L4-S1. Tes

kedua disebut patrick test, pada tes ini pasien berbaring, tumit dari kaki

yang satu diletakkan pada sendi lutut pada tungkai yang lain. Setelah ini

dilakukan penekanan pada sendi lutut hingga terjadi rotasi keluar. Bila

timbul rasa nyeri maka hal ini berarti ada suatu sebab yang non neurologik

misalnya coxitis. Yang terakhir adalah chin chest maneuver, tes ini

dilakukan dengan cara memfleksikan leher secara pasif hingga dagu

mengenai dada. Tindakan ini akan mengakibatkan tertariknya myelum

naik ke atas dalam canalis spinalis. Akibatnya maka akarakar saraf akan

ikut tertarik ke atas juga, terutama yang berada di bagian thorakal bawah

dan lumbal atas. Jika terasa nyeri berarti ada gangguan pada akar-akat

saraf tersebut.

d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada kasus LBP lebih difokuskan pada

pemeriksaan radiologi seperti foto polos, CT scan dan MRI untuk melihat

apakah ada kelainan pada struktur tulang belakang, otot dan persarafan. 23

20
1) Foto Polos Lumbosacral

Pemeriksaan foto polos lumbosacral adalah tes pencitraan untuk

membantu dokter melihat penyebab penyakit punggung seperti adanya

patah tulang, degenerasi, dan penyempitan DIV. Pada foto lumbosacral

akan terlihat susunan tulang belakang yang terdiri dari lima ruas tulang

belakang, sacrum dan tulang ekor.23

Gambar 4 : Gambaran foto polos spondylolisthesis23

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang yang paling

sering dilakukan pada pasien LBP karena mudah dilakukan dan relatif

murah. Pemeriksaan foto polos ada tiga posisi, yaitu anterior-posterior

(AP), lateral dan oblique.23

Pada foto polos lumbosacral AP/lateral gambaran kelainan yang

mungkin terlihat pada pasien LBP ringan antara lain spondylolisthesis < 3

21
mm, osteophyte < 2 mm, subcondral sclerosis ringan dan penyempitan

DIV 25-50%. Pada kasus LBP sedang gambaran yang mungkin terlihat

antara lain spondylolisthesis 3-5 mm, osteophyte 2-4 mm, subcondral

sclerosis sedang, fraktur pada satu tulang dan penyempitan DIV 50-75%.

Sedangkan gambaran foto polos lumbosacral AP/lateral pada pasien LBP

berat akan terlihat spondylolisthesis > 5 mm, osteophyte > 4 mm, adanya

kompresi tulang vertebra, subcondral sclerosis berat, multiple fraktur dan

penyempitan DIV 75-100%.23

Gambar 5 : Osteoporosis23

Pada foto oblique evaluasi dari elemen posterior lumbar vertebrae

seperti lamina, pedicle, the facet joints, dan intervertebral foramina dapat

dilakukan meski tidak terlalu penting. Foto oblique biasa digunakan untuk

memvisualisasikan foramina L5 sisi kanan dan kiri karena pada foto lateral

tidak terlihat dengan baik. Pasien dengan posisi miring 30-45 derajat

articular process dan facet joints akan tampak seperti “Scottie dogs”.24

22
Kelemahan pada pemeriksaan radiologi foto polos adalah pada

paparan radiasi yang ditimbulkan, terutama pada foto oblique. Kelemahan

lain adalah pada identifikasi gambaran abnormalitas sendi, skoliosis ringan

dan penonjolan dari DIV (herniated disc). Untuk mengamati lebih jelas

pada kelainan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI. 23

2) Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computed Tornografi

Scan (CT scan)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computed Tornografi

Scan (CT scan) direkomendasikan pada pasien dengan kondisi yang serius

atau defisit neurologis yang progresif, seperti infeksi tulang, cauda equina

syndrome atau kanker dengan penyempitan vertebra. Pada kondisi tersebut

keterlambatan dalam diagnosis dapat mengakibatkan dampak yang buruk.

Magnetic Resonance Imaging tidak menimbulkan radiasi dan memiliki

hasil gambaran yang lebih akurat pada jaringan lunak, kanal tulang

belakang dan pada keluhan neurologi, oleh karena itu MRI lebih disukai

daripada CT scan. Namun pada CT scan memiliki gambaran tulang

kortikal yang lebih baik dibandingkan MRI. Jadi ketika pemeriksaan pada

struktur tulang menjadi fokus utama, pemeriksaan yang dipilih adalah CT

scan. Pada pasien dengan nyeri punggung akut dengan tandatanda atau

gejala herniated disc atau penyakit sistemik lain, CT scan dan MRI jarang

dilakukan kecuali pada pasien dengan kecurigaan kanker, infeksi atau

cauda aquina syndrome dalam pemeriksaan awalnya. 23

3) Electromyography (EMG) dan Nerve Conduction Studies (NCS)

23
Pemeriksaan EMG dan NCS sangat membantu dalam

mengevaluasi gejala neurologis dan/atau defisit neurologis yang terlihat

selama pemeriksaan fisik. Pada pasien LBP dengan gejala atau tanda

neurologis, pemeriksaan EMG dan NCS dapat membantu untuk melihat

adanya lumbosacral radiculopathy, peripheral polyneuropathy,

myopathyatau peripheral nerve entrapment. 23

F. Penatalaksanaan

a. Deskripsi Problematika Fisioterapi

Problematika fisioterapi pada kasus nyeri punggung bawah karena

spondilosis dan scoliosis terbagi dalam 3 hal, yaitu impairment, functional

limitation dan disability.

1. Impairment Problematika fisioterapi yang yang ditimbulkan

pada kasus ini yaitu adanya nyeri tekan pada m. erector

sinae, nyeri gerak pada saat ekstensi lumbal, dan

keterbatasan lingkup gerak sendi.

2. Functional Limitation Pada kasus Low Back Pain akibat

spondylosis lumbal dan scoliosis terdapat berbagai masalah

yang timbul yaitu adanya kesulitan saat dari posisi duduk

ke berdiri, dan berjalan.

3. Disability Problematika fisioterapi yang berkaitan dengan

disability adalah belum dapat berjalan dalam rentang waktu

yang lama dan bangkit dari duduk ke berdiri, sehingga

24
kegiatan sosial pasien terganggu (seperti pergi pengajian

rutin di masjid).

b. Teknologi Intervensi Fisioterapi

Pada kondisi nyeri punggung bawah karena spondilosis dan

scoliosis, modalitas fisioterapi yang dipergunakan adalah Micro Wave

Diathermy (MWD), Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

dan Core Stability Exercise.

1. Micro Wave Diathermy (MWD)

Micro Wave Diathermy adalah salah satu terapi heating yang

mengunakan stressor fisis berupa energi elektronik yang dihasilkan oleh

arus bolak balik frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25

cm.25

Efek hangat yang dihasilkan oleh energi listrik oleh arus bolak

balik tersebut meningkatkan suhu lokal dan menghasilkan vasodilatasi

pembuluh darah. Dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah maka akan

terjadi beberapa mekanisme dalam tubuh seperti peningkatan konsentrasi

peningkatan aliran darah ke otot. Dengan adanya peningkatan konsentrasi

aliran darah ke otot maka suplai oksigen dan nutrisi akan semakin banyak

dan akan memperbaiki metabolisme jaringan sekitar yang diberikan terapi

menggunakan MWD. 25

25
Dalam penggunaan MWD terdapat efek fisiologis dan efek

terapeutik. Dimana efek fisiologis tersebut mencakup perubahan pada

temperatur, jaringan ikat, jarinagan otot, jaringan saraf. Sedangkan efek

terapeutik lebih ke arah jaringan lunak, kontraktur jaringan dan gangguan

konduktivitas. Efek panas yang dihasilkan oleh MWD selain dapat

mengurangi nyeri, MWD juga dapat memberikan rileksasi pada otot

sehingga dapat mengurangi spasme otot, karena sirkulasi darah serta

pasokan O2 pada daerah nyeri tersebut menjadi lancar. Setelah

berkurangnya spasme otot ini maka akan lebih mudah untuk melakukan

gerakan – gerakan pada terapi latihan yang akan dilakukan. 25

2. TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation)

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah

perangsangan saraf secara elektris melalui kulit. Dua pasang elektroda

yang berperekat dipasang pada punggung, dikedua sisi dari tulang

punggung. Elektroda ini dihubungkan dengan sebuah kotak kecil yang

mempunyai tombol-tombol putar dan tekan. Tombol putar mengendalikan

kekuatan dan frekuensi denyut listrik yang dihasilkan oleh mesin. Denyut

ini menghambat pesan nyeri yang dikirim ke otak dari rahim dan leher

rahim serta merangsang tubuh mengeluarkan bahan pereda nyeri alaminya,

yaitu endorfin. Penelitian menunjukkan bahwa TENS paling efektif

meredakan nyeri.26

26
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah

penerapan arus listrik melalui kulit untuk kontrol rasa sakit, dihubungkan

dengan kulit menggunakan dua atau lebih elektroda, diterapkan pada

frekuensi tinggi (>50Hz) atau frekuensi rendah (<10Hz) dengan intensitas

yang menghasilkan sensasi getar.27

Tipe TENS terbagi menjadi 3, yaitu TENS konvensional, Intens

TENS, dan Acupuntur Like TENS. Dari tipe TENS yang beragam, maka

terdapat indikasi dan kontra indikasi dari penggunaan alat tersebut.

Indikasi dari penggunaan TENS antara lain: (a) pada kondisi akut: nyeri

pasca operasi, nyeri sewaktu melahirkan, nyeri haid (dysmenorrhea), nyeri

musculosceletal, dan nyeri akibat patah tulang, (b) nyeri yang

berhubungan dengan penanganan kasus gigi, (c) pada kondisi kronik: nyeri

punggung bawah, arthritis, nyeri punting dan nyeri phantom, neuralgia

pasca herpetic, neuralgia trigeminal, (d) injuri saraf tepi, (e) angina

pectoris, (f) nyeri fascial, (g) nyeri tulang akibat metastase. Sedangkan

untuk kontraindikasi dari penggunaan TENS antara lain: (a) penyakit

vaskuler, (b) adanya kecenderungan perdarahan, (c) keganasan pada area

yang diterapi, (d) pasien beralat pacu jantung, (e) kehamilan, apabila terapi

diberikan pada area pungggung dan abdomen, (f) luka terbuka yang sangat

lebar, (g) kondisi infeksi, (h) pasien yang mengalami gangguan hambatan

komunikasi, (i) kondisi dermatologi.28

Mekanisme kerja TENS adalah dengan pengaturan neuromodulasi

seperti penghambatan pre sinaps pada medula spinalis, pelepasan endorfin

27
yang merupakan analgesik alami dalam tubuh dan penghambat langsung

pada saraf yang terserang secara abnormal. Mekanisme analgesia TENS

adalah stimulasi elektrik akan mengurangi nyeri dengan menghambat

nosiseptif pada pre sinaps. Stimulasi elektrik akan mengaktifkan serabut

saraf bermyelin yang akan menahan perambatan nosisepsi pada serabut C

tak bermyelin ke sel T yang berada di substansia gelatinosa pada cornu

posterior yang akan diteruskan ke cortex cerebri dan talamus. Pada

pemberian TENS juga akan terjadi peningkatan beta – endorphin dan

metenkephalin yang memperlihatkan efek antinosiseptif.29

TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk

merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Pada kasus LBP karena

spondilosis dan scoliosis ini menggunakan TENS dengan mekanisme

segmental, karena dengan mekanisme ini akan memblokir nyeri, yang

nanti nya akan menghasilkan efek anagesia dengan jalan mengaktifkan

serabut A beta yang selanjutnya akan menginhibisi neuron nosiseptif di

kornu dorsalis medula spinalis. 29

Spesifikasi mekanisme konvensional yang merangsang serabut

syaraf segmental yaitu mengaktivasi syaraf diameter besar, yang

mengaktivassi serabut A beta, dan menimbulkan paraestesia yang kuat dan

menimbulkan sedikit kontraksi. Dengan menggunakan frekuensi tinggi (10

– 200 pps/hz), intensitass yang rendah dan berpola kontinyu.30

28
3. Terapi Latihan

William Flexion Exercise banyak ditujukan pada pasien-pasien

kronik LBP dengan kondisi degenerasi corpus vertebra sampai pada

degenerasi diskus. Program latihan ini telah berkembang dan banyak

ditujukan pd laki-laki dibawah usia 50-an & wanita dibawah usia 40- an

yang mengalami lordosis lumbal yang berlebihan, penurunan space diskus

antara segmen lumbal & gejala-gejala kronik LBP. William flexion

exercise telah menjadi dasar dalam manajemen nyeri pinggang bawah

selama beberapa tahun untuk mengobati beragam problem nyeri pinggang

bawah berdasarkan temuan diagnosis. Dalam beberapa kasus, program

latihan ini digunakan ketika penyebab gangguan berasal dari facet joint

(kapsul-ligamen), otot, serta degenerasi corpus dan diskus. 31

Tujuan dari William Flexion Exercise adalah untuk mengurangi

nyeri, memberikan stabilitas lower trunk melalui perkembangan secara

aktif pada otot abdominal, gluteus maximus, dan hamstring, untuk

menigkatkan fleksibilitas atau elastisitas pada group otot fleksor hip dan

lower back (sacrospinalis), serta untuk mengembalikan /atau

menyempurnakan keseimbangan kerja antara group otot postural fleksor &

ekstensor. Selain itu juga meningkatkan kekuatan otot abdominal dan

lumbosacral serta mengulur back ekstensor.32

Indikasi dari William Flexion Exercise adalah spondylosis,

spondyloarthrosis, dan disfungsi sendi facet yang menyebabkan nyeri

29
pinggang bawah. Kontraindikasi dari William Flexion Exercise adalah

gangguan pada diskus seperti disc. bulging, herniasi diskus, atau protrusi

diskus. 32

G. Faktor Resiko

Adapun faktor risiko terjadinya Low back pain (LBP) yaitu usia,

obesitas (kegemukan), kebiasaan merokok atau kurangnya 16 kebugaran

jasmani dan posisi tubuh dalam bekerja atau cara kerja yang salah juga

dapat berakibat pada Low back pain (LBP). Pekerjaan yang rentan terkena

Low back pain (LBP) seperti pekerjaan mengangkat, membawa, menarik

atau mendorong beban berat atau bahkan melakukan pekerjaan dengan

posisi tubuh yang tidak alami/dipaksakan.31

H. Komplikasi

1. Depresi

Pada pasien low back pain memiliki kecenderungan mengalami

depresi sehingga akan berdampak pada gangguan pola tidur, pola makan,

dan aktivitas sehari-hari klien. Apabila depresi yang dialami pasien

berlangsung lama akan dapat menghambat waktu pemulihan low back

pain. 32

2. Berat Badan

Pasien low back pain biasanya akan mengalami nyeri yang hebat

dibagian punggung bawah yang menyebabkan aktivitas dan gerakan

30
pasien terhambat. Akibat terhambatnya aktivitas dan gerakan pasien dapat

menyebabkan kenaikan berat badan dan obesitas. Selain itu, low back pain

dapat mengakibatkan lemahnya otot. Lemahnya otot akibat hanya berdiam

dalam 1 posisi akan mengakibatkan akumulasi lemak dalam tubuh menjadi

banyak. 32

3. Kerusakan Saraf

Low backapain dapat menyebabkan kerusakan saraf terutama

masalah pada vesika urinaria sehingga pasien dengan low back pain akan

menderita inkontinensia. 32

I. Prognosis

Kelainan nyeri punggung bawah miogenik ini prognosisnya baik,

umumnya sembuh dalam beberapa minggu jika dilakukan tindakan terapi

secara dini.33 Strain otot membaik dengan mengendalikan aktifitas fisik.

Tirah Baring sedikitnya 2 hari menunjukkan efektifitas dalam mengurangi

nyeri punggung. Ketika nyeri berkurang, pasien dianjurkan untuk

melakukan aktifitas fisik ringan, dan aktifitas mulai ditingkatkan setelah

beberapa hari selama nyeri tidak bertambah.34

31
BAB III

KESIMPULAN

Low Back Pain adalah nyeri kronik didalam lumbal,biasanya

disebabkan oleh terdesaknya para vertebral otot, herniasi dan regenerasi

dari nucleus pulposus,osteoartritis dari lumbal sacral pada tulang belakang

Low back pain dapat terjadi pada siapasaja yang mempunyai

masalah pada muskuloskeletal seperti ketegangan lumbosacral akut,

ketidakmampuan ligamen lumbosacral, kelemahan otot,osteoartritis, spinal

stenosis serta masalah pada sendi inter vertebra dan kaki yang tidak sama

panjang.

Penyebab lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah

pelvis, tumor retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah

psikosomatik. Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan

muskuloskeletal akan diperberat oleh aktifitas, sedangkan nyeri akibat

keadaan lainnya tidak dipengaruhi oleh aktifitas.

Low back pain (miogenik) akan banyak menimbulkan

permasalahan. Permasalahan yaitu permasalahan kapasitas fisik dan

kemampuan fungsional. Adapun permasalahan kapasitas fisiknya berupa

adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada pinggang bawah, adanya spasma

pada otot, otot paravertebra, adanya keterbatasan LGS Trunk. Untuk

permasalahan kemampuan fungsionalnya adalah gangguan saat

32
membungkuk, gangguan saat jongkok dan gangguan saat jalan. Untuk

mengurangi semua permasalahan-permasalahan tersebut, modalitas

fisioterapi yang dapat diberikan berupa IR, massage, dan terapi latihan

berupa William Exercise.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Vira, S. 2009. Pengaruh Ergonomi Terhadap Timbulnya Kejadian Low


Back Pain I (LBP) pada Pekerja Komputer di Kelurahan Gedong Meneng
Bandar Lampung Tahun 2009. Skripsi. Bandar Lampung.

2. Maher, S., and Pellino. 2002. Low Back Pain Syndroma. FA Davis
Company 4(3):113. Philadelpia.

3. Llewellyn, V.2006. Back and Neck related Condition. Institute of


Actuaries of Australia. Sidney.

4. Subhan. 2002. Survei Kesehatan di Rumah Sakit Pendidikan. Lembaga


Penelitian Jakarta. Jakarta.

5. Rakel D. 2002. Back Pain-low. Diakses pada tanggal 4 januari 2020 dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003108.htm.

6. North American Spine Society Public Education Series. (2009). Herniated


lumbar disc. http://www.knowyourback.org.

7. Watson.R. 2002. Anatomi Dan Fisiologi. Ed 10. Buku Kedokteran ECG.


Jakarta. Hal 303.

8. Tunjung, R. 2009. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah


di Puskesmas. Diakses: 4 januari 2020. http://dokterblog.wordpress.com.

9. Mathis, Robert L & John H. Jackson ( Terjemahan Jimmy Sadeli dan Bayu
Prawira), 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, jilid 1, Penerbit
Salemba, Jakarta.

10. Kishner, Stephen MD. MHA. (2014, 27 Januari). Lumbar Spine Anatomy.
Medscape. Diakses 14 April 2014, dari
http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#aw2aab6b3.

11. Amer, M dan Yousef, A. 2015. Transforaminal Lumbar Interbody Fusion


for the Treatment of Spondylolisthesis and Degenerative Segmental
Instability; Surgical and Radiological Outcome. Egyptian Journal of
Neurosurgery. Volume 30. Number 3: July-September 2015. Pages 213-
220.

34
12. Taylor L, La Mone. (1997). Fundamentals of nursing: the art and science
of nursing care B. Third Edition. Philadhelpia: Lippincott.

13. Deardorff,William W. PhD. ABPP. (2003, 22 Januari). Types of Back


Pain: Acute Pain, Chronic Pain, and Neuropathic Pain. Spine Health.
Diakses 13 April 2014, dari http://www.spine-
health.com/conditions/chronicpain/types-back-pain-acute-pain-chronic-
pain-and-neuropathic-pain.

14. Kirkaldy-Willis W, Bernard T. Managing low back pain. New York:


Churchill livingstone; 2013.

15. Hills, Everett C. MD. MS. (2014, 9 april). Mechanical Low Back Pain.
Medscape. Diakses 9 April 2014, dari
http://emedicine.medscape.com/article/310353-overview#a0156.

16. Windsor, Robert E. (2013, 3 Juni). Lumbosacral Disc Injuries Workup.


Medscape. Diakses 15 April 2014 dari,
http://emedicine.medscape.com/article/94554-workup.

17. Idyan Z. 2008. Hubungan Lama Duduk Saat Perkuliahan dengan Keluhan
Low Back Pain. http://inna-ppni.or.id./. Diakses 16 Februari 2016.

18. Letts, Robert Mervyn MD. FRCS(C). FACS. (2014, 28 Maret). Congenital
Spinal Deformity. Medscape. Diakses 16 April 2014, dari
http://emedicine.medscape.com/article/1260442-overview#aw2aab6b6.

19. Anderson, J.L. & Barnett, M.(2013).Learning Physics with Digital Game
Simulations in Middle School Science.J Sci Educ Technol, 22(6), 914-
926.

20. Tedjo Susanto. 2009. Pendidikan Sains. Yogyakarta: UNY.

21. AKPER PPNI Surakarta (2010, 2 Agustus). Vital Sign atau Tanda Vital.
Surakarta.

22. Sandella, Bradley J. (2012, 2 Juli). Examination of Low Back Pain


Technique. Medscape. Diakses 16 April 2014, dari
http://emedicine.medscape.com/article/2092651-technique#aw2aab6b4b7.

35
23. Patel, Rajeev K. MD. (2012, 13 november). Lumbar Degenerative Disk
Disease. Medscape. Diakses 13 April 2014, dari
http://emedicine.medscape.com/article/309767-clinical#a0218.

24. Ahmad, Affan., dan Farid Budiman. 2014. Hubungan Posisi Duduk
Dengan Nyeri Punggung Bawah Pada Penjahit Vermak Levis Di Pasar
Tanah Pasir Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara Tahun 2014. Forum
Ilmiah. Vol 11 no 3.

25. Priatna, H, 2001 ; Pengantar Kuliah Fisioterapi, Akademi Fisioterapi


Surakarta: Surakarta.

26. Nolan.2004.Kehamilan Dan Melahirkan.Jakarta:EGC.

27. Pearce II, John A. dan Robinson Richard B.Jr. (2008). Manajemen
Strategis 10. Salemba Empat : Jakarta.

28. Parjoto, Slamet, 2005, Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri, IFI Cabang
Semarang.

29. Susilo, Wahyu Agung. 2010. Pengaruh terapi modalitas dan terapi latihan
terhadap penurunan rasa nyeri pada Pasien cervical root syndrome di rsud
dr. Moewardi Surakarta. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

30. Parjoto, S. 2006. Terapi Listrik untuk Modulasi Nyeri. Semarang: Ikatan
Fisioterapi Indonesia Cabang Semarang.

31. Suma, Ade Putra. 2013. William Flexion Exercise. Diakses 24 Oktober
2014. http://terapilatihan.com/2013/07/william-flexion-exercise.html.

32. Ristoari. 2011. Terapi Latihan William Flexion Exercise. Diakses 7


Oktober 2014. http://www.fisioterapi.web.id/2011/01/terapi-latihan-
william-fleksionexercise.html.

33. Wirawan, R.B. 2004. Diagnosa dan Management Nyeri Pinggang; Pain
Simposium : Towards Mechanism Based Treatment. Jogjakarta, hal.105-8.

34. Mirawati T, et al. 2004. Etiologi dan resistensi LBP hernia nucleus
pulposus (HNP).

36

Anda mungkin juga menyukai