Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS LOWBECK

PAIN DI RUANGAN MAWAR RSUD UNDATA


KOTA PALU SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

MARCHELIN CICILIA MOUTO


2021032047

Disetujui :

CI INSTITUSI CI LAHAN

Ns. Abdul Rahman, M.H.Kes Ns. Nova Ningsih, S.Kep


NIDK. 890700020 Nip. 198011232007012009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022/2023
BAB I
PEMBAHASAN
A. Definisi
Nyeri punggung bawah atau LBP adalah nyeri yang terbatas pada regio
lumbal, tetapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas pada satu radiks
saraf, namun secara luas berasal dari diskus intervertebralis lumbal.
Nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah punggung
bawah, yang mungkin disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi
tulang. Nyeri punggung bawah dapat mengikuti cedera atau trauma punggung,
tapi rasa sakit juga dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif seperti penyakit
artritis, osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada
sendi dan cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang. Obesitas,
merokok, berat badan saat hamil, stres, kondisi fisik yang buruk, postur yang
tidak sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, dan posisi tidur yang buruk juga
dapat menyebabkan nyeri punggung bawah.

B. Anatomi Dan Fisiologi


Bagian tulang belakang (spinal) yang berupa tulang secara anatomis dapat
dibagi menjadi dua bagian. Bagian anterior terdiri 6 atas serangkaian corpus
vertebra berbentuk silinder yang saling dihubungkan lewat diskus
intervertebralis dan disatukan dengan kuat oleh ligamentum longitudinalis.
Bagian posterior terdiri atas unsur yang lebih halus yang membentang dari
corpus vertebra sebagai pedikulus dan melebar ke arah posterior untuk
memebentuk lamina yang bersama struktur ligamentum membentuk canalis
vertebra. Unsur posterior dihubungkan dengan vertebra di dekatnya lewat dua
buah sendi sinovial bentuk faset kecil sehingga memungkinkan gerakan dalam
derajat yang paling kecil di antara setiap dua buah segmen tetapi secara
kesatuan akan menghasilkan kisaran gerakan yang agak luas (gambar 1).
Processus spinosus dan transversus yang kokoh menonjol ke arah lateral serta
posterior dan berfungsi sebagai tempat perlekatan otot yang menggerakkan,
menunjang serta melindungi columna vertebra. Stabilitas tulang belakang
bergantung pada dua tipe tunjangan, yaitu tipe tunjangan yang dihasilkan oleh
articulatio tulang (terutama oleh persendian diskus serta articulatio sinoval
unsur – unsur posterior) dan tipe kedua yang dihasilkan oleh struktur
penunjang ligamentum (pasif) serta muskuler (aktif). Struktur ligamentum
cukup kuat, tetapi karena struktur ini maupun corpus vertebra, yaitu compleks
diskus, tidak memiliki kekuatan integral yang memadai untuk bertahan
terhadap gaya luar biasa yang bekerja pada columna bahkan pada saat
melakukan gerakan yang sederhana.
1. Anatomi Lumbosacral
a. Lumbar Spine Vertebrae
Ciri dari Lumbar vertebrae (Vertebra lumbalis L1-L5) adalah
memiliki ketinggian vertikal kurang dari diameter horisontalnya.
membagi lumbar vertebrae menjadi 3 bagian fungsional :
1) The vertebral body, berfungsi untuk menahan berat badan.
2) The vertebral (neural) arch, berfungsi untuk melindungi
elemen saraf.
3) The bony processes (spinosus and transverse), berfungsi
untuk meningkatkan efisiensi gerakan otot.
Badan lumbar vertebrae berbeda dengan thoracalis vertebraekarena
tidak adanya tulang rusuk yang menempel. Lumbar vertebrae
merupakan struktur tulang belakang yang paling berat. L5 menjadi
tulang yang paling berat, memiliki processus spinosus terkecil dan
processus transversus yang tebal.
Batas atas lumbar vertebrae, L1, berbatasan dengan thoracalis
vertebrae (T12) terletak dibawah tulang scapula. Dasar lumbar
vertebrae, L5, berbatasan dengan sacrum (S1). Sendi antara L5 dan
S1 memungkinkan pinggul dan panggul untuk berayun saat tubuh
berjalan dan berlari (Weisenberger, 1997). Diantara susunan tulang
belakang terdapat DIV yang berfungsi sebagai bantalan atau peredam
kejut terbuat dari jaringan ikat tulang rawan. Sumsum tulang
belakang muncul dari bawah tengkorak menyusuri tulang belakang
dan berakhir di sekitar T12-L1.

b. Sacrum
Tulang sacrum adalah sebuah irisan tulang yang paling besar dan
menjadi dasar pada susunan tulang belakang. Sacrum bersama
dengan tulang pinggul membentuk panggul. Pada perkembangannya
sacrum terdiri dari lima tulang dan bergabung pada akhir masa
remaja dan terbentuk solid sebagai satu tulang saat usia sekitar tiga
puluh tahun.
Sendi lumboscral fibrocartilaginous dibentuk Sacrum dengan
lumbar vertebrae kelima (L5). Sacrum meruncing pada bagian ujung
bawahnya dan membentuk sendi sacrococcygeal fibrocartilaginous
dengan tulang ekor. Disamping kiri dan kanan sacrum membentuk
sendi sacroiliaca dengan ilium tulang pinggul untuk membentuk
tulang panggul. Banyak ligamen yang berikatan pada sendi tersebut
yang berfungsi untuk mengurangi gerakan dan menguatkan panggul.

C. Klasifikasi
Klasifikasi Low back pain yaitu:
1. Nyeri akut yang tajam, dalam dan langsung maupun tiba-tiba. Seorang
tidak dapat beristirahat dengan tenang dan setiap gerak bagian punggung
yang terkena bertambah nyeri yang terjadi selama kurang dari 8 minggu.
2. Nyeri kronis yang terus menerus dan cenderung tidak berkurang . Nyeri
biasanya terjadi dalam beberapa hari tetapi kadang kala membutuhkan
waktu selama satu atau bahkan beberapa minggu. Kadang-kadang nyeri
berulang akan tetapi untuk kekambuhan bisa ditimbulkan dari aktivitas
fisik yang sederhana.
D. Epidemiologi
Nyeri punggung bawah atau LBP ada disetiap budaya dan negara. Hampir
80% dari setiap individu pernah mengalami LBP dalam hidup mereka. Pada
titik waktu tertentu, minimal 15% dari individu melaporkan bahwa mereka
mengalami LBP (Hills, 2014). Kejadian tahunan rata-rata LBP diperkirakan
menjadi sekitar 16%, dengan 50% kasus pelaporan kekambuhan dan 8%
evolusi kronis. Prevalensi kejadian LBP di Amerika adalah 60%-80%.
Prevalensi LBP serius (terjadi lebih dari 2 minggu) adalah 14%. Prevalensi
nyeri yang menjalar ke salah satu tungkai sebesar 2%. Sedangkan prevalensi
LBP di negara-negara industri lebih dari 70%, kejadian dalam satu tahun 15%-
45%, pada orang dewasa 5% per tahun. Dari semua kasus LBP di Amerika
70% disebabkan oleh peregangan otot atau keseleo, 10% karena proses
degeneratif tulang vertebra, 4% karena penyempitan DIV, 4% disebabkan oleh
fraktur kompresi osteoporosis, dan 3% disebabkan oleh stenosis tulang
belakang. Penyebab lainnya hanya sekitar 1%. LBP merupakan penyebab
utama kecacatan pada pekerja yang berusia dibawah 45 tahun di Amerika.
Nyeri punggung atau LBP di Indonesia merupakan masalah kesehatan
yang nyata. LBP merupakan penyakit nomor dua terbanyak setelah influenza
Di Indonesia LBP sering terjadi 8 pada penduduk berusia 40-59 tahun. Secara
keseluruhan kejadian LBP di Indonesia adalah sekitar 49%. Khusus di
provinsi Jawa Tengah diperkirakan 40% dari penduduk berusia diatas 50
tahun pernah mengeluhkan nyeri pinggang, dengan prevalensi pada laki-laki
18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke
beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17%. Sebuah tinjuan
melaporkan bahwa, setelah episode pertama LBP, presentase pasien yang
masih mengalami nyeri setelah 12 bulan adalah sekitar 62% (kisaran 42%-
75%), yang masih nyeri setelah 6 bulan sekitar 16% (kisaran 3%-40%),
presentase yang kembali mengalami kekambuhan adalah sekitar 60% (kisaran
44%-78%) dan presentase yang telah kambuh ketidakhadiran dalam berkerja
adalah 33% (kisaran 26%-37%). Tinjauan kedua menyimpulkan perbaikan
yang cepat pada nyeri adalah 58%, menjadi cacat sebesar 58% dan pasien
yang dapat kembali berkerja setelah mereka awalnya libur berkerja adalah
82%.

E. Etiologi
Penyebab nyeri punggung bawah ada barbagai macam, dibedakan dalam
kelompok dibawah ini :
1. Nyeri punggung bawah mekanis, yaitu timbul tanpa kelainan struktur
anatomis seperti otot atau ligamen, atau timbul akibat trauma, deformitas,
atau perubahan degeratif pada suatu struktur misalnya diskus
intervertebralis.
2. Penyakit sistemik seperti spondilitis inflamasi, infeksi, keganasan tulang,
dan penyakit paget pada tulang bisa menyebabkan nyeri di area
lumbosacral.
3. Skiatika (sciatica) adalah nyeri yang menjalar dari bokong ke tungkai
kemudian ke kaki, sering disertai parastesia dengan distribusi yang sama
ke kaki. Gejala ini timbul akibat penekanan nervus iskiadikus, biasanya
akibat penonjolan diskus intervertebralis ke lateral.
Pembagian penyebab dari LBP ini berdasarkan oleh frekuensi kejadian
adalah:
1. Penyebab luar biasa : langsung (20%)
a. Berasal dari spinal : termasuk kondisi seperti infeksi, tumor,
tuberkulosis, tractus spondilosis
b. Berasal bukan dari spinal : termasuk masalah dilain sistem seperti
saluran urogenital, saluran gastroinstetinal, prolaps uterus, keputihan
kronik pada wanita, dan lain-lain.
c. Penyebab biasa : tidak langsung (80%)

Kejadian ini berkisar sekitar 8 dari 10 kasus. Kasus yang bisa


bervariasi mulai dari ketengangan otot, keseleo. Penyebab dari berbagai
penyakit ini adalah
a. Kebiasaan postur tubuh yang kurang baik
b. Cara mengangkat beban berat yang salah
c. Depresi
d. Aktivitas yang tidak biasa dan berat
e. Kebiasaan kerja dan kinerja yang salah.

Catatan : dari 90% kasus, tidak ditemukan kejadian yang serius, hanya
saja kasus yang nyeri punggung biasa.3 Pada dasarnya, timbulnya rasa
nyeri pada LBP diakibatkan oleh terjadinya tekanan pada susunan saraf
tepi yang terjepit pada area tersebut. Secara umum kondisi ini seringkali
terkait dengan trauma mekanik akut, namun dapat juga sebagai
akumulasi dari beberapa trauma dalam kurun waktu tertentu. Akumulasi
trauma dalam jangka panjang seringkali ditemukan pada tempat kerja.
Kebanyakan kasus LBP terjadi dengan adanya pemicu seperti kerja
berlebihan, penggunaan kekuatan otot berlebihan, ketegangan otot,
cedera otot, ligamen, maupun diskus yang menyokong tulang belakang.
Namun, keadaan ini dapat juga disebabkan oleh keadaan non-mekanik
seperti peradangan pada ankilosing spondilitis dan infeksi, neoplasma,
dan osteoporosis.

F. Patofisiologi
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus
menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri
disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari system ini dapat
dipengaruhi oleh sejumlah factor dan intensitas yang dirasakan berbeda
diantara tiap individu. Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang secara
potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik,
ataupun termal. Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat
memproses sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada
system assenden harus diaktifkan. Stimulus ini akan direspon dengan
pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi
nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah
pergerakan sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk
proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia.
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan
terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang
diakibatkan lesi primer pada system saraf. Iritasi neuropatik pada serabut saraf
dapat menyebabkan dua kemungkinan. Pertama, penekanan hanya terjadi pada
selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervinevorum yang
menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan
bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan.
Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini
terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan
ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang
sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal. Hal ini merupakan dasar
pemeriksaan Laseque.
G. Manifestasi Klinis
1. Perubahan dalam gaya berjalan
2. Berjalan terasa kaku.
3. Tidak bias memutar punggung.
4. Pincang.
5. Persyarapan
Ketika dites dengan cahaya dan sentuhan dengan peniti,pasien merasakan
sensasi pada kedua anggota badan,tetapi mengalami sensasi yang lebih kuat
pada daerah yang tidak dirangsang.
1. Nyeri.
2. Nyeri punggung akut maupun kronis lebih dari dua bulan.
3. Nyeri saat berjalan dengan menggunakan tumit.
4. Nyeri otot dalam.
5. Nyeri menyebar kebagian bawah belakang kaki.
6. Nyeri panas pada paha bagian belakang atau betis.
7. Nyeri pada pertengahan bokong.
8. Nyeri berat pada kaki semakin meningkat.

H. Komplikasi
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada
penderita nyeri punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena
pasien selalu memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa
mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot
pada sisi vertebra yang sakit.

I. Pemeriksaan Menunjang
1. Pemeriksaan X-ray
X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi tulang,sendi,
dan luka degeneratif pada spinal.Gambaran X-ray sekarang sudah jarang
dilakukan, sebab sudah banyak peralatan lain yang dapat meminimalisir
waktu penyinaran sehingga efek radiasi dapat dikurangi.X-ray
merupakan tes yang sederhana, dan sangat membantu untuk menunjukan
keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray merupakan penunjang
diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri punggung, dan biasanya
dilakukan sebelum melakukan tes penunjang lain seperti MRI atau CT
scan. Foto X-ray dilakukan pada posisi anteroposterior (AP ), lateral, dan
bila perlu oblique kanan dan kiri.

2. Myelografi
Myelografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord dan canalis
spinal. Myelografi merupakan tindakan infasif, yaitu cairan yang
berwarna medium disuntikan ke kanalis spinalis, sehingga struktur
bagian dalamnya dapat terlihat pada layar fluoroskopi dan gambar X-
ray. Myelogram digunakan untuk diagnosa pada penyakit yang
berhubungan dengan diskus intervertebralis, tumor spinalis, atau untuk
abses spinal.

3. Computed Tornografi Scan ( CT- scan ) dan Magnetic Resonance


Imaging (MRI)

CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat


digunakan untuk pemeriksaan pada otak, bahu, abdomen, pelvis,
spinal, dan ekstemitas. Gambar CT-scan seperti gambaran X-ray 3
dimensi. MRI dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang
lebih jelas daripada CT-scan. Selain itu MRI menjadi pilihan karena
tidak mempunyai efek radiasi. MRI dapat menunjukkan gambaran
tulang secara sebagian sesuai dengan yang dikehendaki. MRI dapat
memperlihatkan diskus intervertebralis, nerves, dan jaringan lainnya
pada punggung.

4. Electro Miography ( EMG ) / Nreve Conduction Study ( NCS )


EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang
digunakan untuk pemeriksaansaraf pada lengan dan kaki. EMG / NCS
dapat memberikan informasi tentang :

a. Adanya kerusakan pada saraf


b. Lama terjadinya kerusakan saraf ( akut atau kronik )
c. Lokasi terjadinya kerusakan saraf ( bagian proksimalis atau distal )
d. Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
e. Memantau proses penyembyhan dari kerusakan saraf

J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan.
Informasi dan edukasi. Pada LPB akut: Imobilisasi (lamanya
tergantung kasus), pengaturan berat badan, posisi tubuh dan aktivitas,
modalitas termal (terapi panas dan dingin) masase, traksi (untuk distraksi
tulang belakang), latihan : jalan, naik sepeda, berenang (tergantung
kasus), alat Bantu (antara lain korset, tongkat)
NPB kronik: psikologik, modulasi nyeri (TENS, akupuntur,
modalitas termal), latihan kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan
berat badan posisi tubuh dan aktivitas.
2. Medis/Farmakoterapi.
a. NPB akut: Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri
berat), injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid) untuk nyeri
radikuler
b. NPB kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin) antikonvulsan
(gabapentin, karbamesepin, okskarbasepin, fenitoin), alpha blocker
(klonidin, prazosin), opioid (kalau sangat diperlukan)
Invasif non bedah
a. Blok saraf dengan anestetik lokal (radikulopati)
b. Neurolitik (alcohol 100%, fenol 30 % (nyeri neuropatik punggung
bawah yang intractable)
Bedah
HNP, indikasi operasi :
a. Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari empat minggu:
nyeri berat/intractable / menetap / progresif.
b. Defisit neurologik memburuk.
c. Sindroma kauda.
d. Stenosis kanal : setelah terjadi konservatif tidak berhasil
e. Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan
neurofisiologik dan radiologik.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien
dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat
pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai
kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal
ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca paru, asma,
TB paru dan lain sebagainya.
6. Aktivitas dan istirahat
Gejala:    Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk,
mengemudi dalam waktu lama, membutuhkan papan/matras waktu tidur,
penurunan rentang gerak dari ekstrimiter pada salah satu bagian tubuh,
tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Tanda : Atropi otot pada bagian tubuh yang terkena, gangguan dalam
berjalan.
7. Eliminasi
Gejala    Konstribusi, mengalami kesulitan dalam defekasi, adanya
inkontenensia/retensi urine
8. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan akan timbulnya paralysis, ansietas masalah
pekerjaan, finansial keluarga.
Tanda :Tampak cemas, defresi, menghindar dari keluarga/orang terdekat
9. Neurosensori
Gejala     :  Kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki
Tanda      Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot, hipotania,
nyeri tekan/spasme pavavertebralis, penurunan persesi nyeri (sensori)
10. Nyeri/kenyamanan
Gejala    Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin
memburuk dengan adanya batuk, bersin, membengkokan badan,
mengangkat defekasi, mengangkat kaki, atau fleksi pada leher, nyeri
yang tidak ada hentinya atau adanya episode nyeri yang lebih berat
secara interminten; nyeri menjalar ke kaki, bokong (lumbal) atau
bahu/lengan; kaku pada leher (servikal).  Terdengar   adanya suara
“krek” saat nyeri baru timbul/saat trauma atau merasa “punggung
patah”, keterbatasan untuk mobilisasi/membungkuk kedepan
Tanda    Sikap : dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang terkena,
perubahan cara berjalan: berjalan dengan terpincang-pincang, pinggang
terangkat pada bagian tubuh yang terkena, nyeri pada palpasi.
11. Keamanan 
Gejala           : Adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi

B. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, kelainan
muskuloskeletal dan system syaraf vaskuler
2) Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kerusakan pada
jaringan (membran mukosa, kornea, fasia otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi, dan atau ligament)
3) Defisit perawatan diri makan berhubungan dengan ketidak mampuan
melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri secara mandiri.
4) Resiko ketidak seimbangan cairan berhubungan dengan mengalami
penurunan, peningkatan, atau percepatan perpindahan cairan dari
intravaskuler, interstisial, atau intraseluler.
5) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia,
penurunan konsentrasi hemoglobin, peningkatan tekanan darah,
kekurangan volume cairan penurunan aliran arteri atau vena, dan
kurangnya aktivitas fisik.
C. Intervensi keperawatan

N Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


o
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri (1400)
. injuri (fisik, kelainan tindakan keperawatan 1.      Lakukan pengkajian
muskuloskeletal dan selama 3 x 24 jam nyeri secara
system syaraf vaskuler nyeri berkurang / komprehensif (lokasi,
hilang dengan karateristik, durasi,
Batasan karakteristik kriteria : frekuensi, kualitas, dan
Verbal Tingkat nyeri (2102) faktor presipitasi).
1.      Menarik nafas 1.      Melaporkan nyeri 2.      Observasi reaksi non
panjang, merinti berkurang / hilang verbal dari
2.     Mengeluh nyeri 2.      Frekuensi nyeri ketidaknyamanan.
  Motorik berkurang / hilang 3.      Gunakan teknik
1.      Menyeringaikan 3.      Lama nyeri komunikasi terapetik
wajah. berkurang untuk mengetahui
2.      Langkah yang 4.      Ekspresi oral pengalaman nyeri klien.
terseok-seok berkurang / hilang 4.      Evaluasi pengalaman
3.      Postur yang kaku / 5.      Ketegangan otot nyeri masa lampau.
tidak stabil berkurang / hilang 5.      Evaluasi bersama klien
4.      Gerakan yang amat 6.      Dapat istirahat dan tim kesehatan lain
lambat atau terpaksa 7.      Skala nyeri tentang ketidak
  Respon autonom berkurang / efektifan kontrol nyeri
           Perubahan vital sign menurun masa lampau.
6.      Bantu klien dan
Kontrol Nyeri (1605) keluarga untuk mencari
1.      Mengenal faktor- dan menemukan
faktor penyebab dukungan.
2.      Mengenal onset 7.      Kontrol lingkungan
nyeri yang dapat
3.      Jarang / tidak mempengaruhi nyeri
pernah (suhu ruangan,
menggunakan pencahayaan, dan
analgetik kebisingan)
4.      Jarang / tidak 8.      Kurangi faktor
pernah melaporkan presipitasi nyeri.
nyeri kepada tim 9.      Pilih dan lakukan
kesehatan. penanganan nyeri
5.      Nyeri terkontrol (farmokologi, non
farmakologi dan
Tingkat interpersonal)
kenyamanan (2100) 10.  Kaji tipe dan sumber
1.      Klien melaporkan nyeri untuk menentukan
kebutuhan istirahat intervensi.
tidur tercukupi 11.  Ajarkan tentang teknik
2.      Melaporkan non farmakologi.
kondisi fisik 12.  Berikan analgetik untuk
baikMelaporkan mengurangi nyeri.
kondisi psikis baik 13.  Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
14.  Tingkatkan istirahat
 15.  Kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
16.  Monitor penerimaan
klien tentang
manajemen nyeri.
Andministrasi Analgetik
(2210)
1.      Tentukan lokasi,
karateristik kualitas, dan
derajat nyeri sebagai
pemberian obat
2.      Cek riwayat alergi
3.      Pilih analgenik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgetik
ketika pemberian lebih
dari satu.
4.      Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
5.      Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
6.      Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat.
7.      Evaluasi efektifitas
analgesik tanda dan
gejala (efek sampingan)
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan luka (I. 14568)
kulit/jaringan tindakan keperawatan Observasi
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam 1. Monitor karakteristik luka.
kerusakan pada jaringan diharapkan kerusakan 2. Monitor tanda-tanda
(membran mukosa, pada jaringan dapat
kornea, fasia otot, tendon, membaik dengan inveksi
tulang, kartilago, kapsul kriteria hasil :
Terapeutik
sendi, dan atau ligament) Integritas kulit dan
1. Lepas balutan serta plester
jaringan (L.14125)
secara perlahan
1. Kerusakan jaringan
2. Cukur rambut di sekitar
menurun
daerah luka
2. Kerusakan lapisan
3. Bersihkan jaringan
Batasan karakteristik : kulit menurun
nekrotik
DO 3. Nyeri menurun
4. Pasang balutan sesuai
1. krusakan jaringan 4. Pendarahan
dengan jenis luka
atau lapisan kulit. menurun
5. Pertahankan tehnik steril
2. Nyeri
dalam melakukan
3. Pendarahan
perawatan luka
4. Kemerahan
6. Ganti balutan
5. Hematoma
Edukasi
1. Jelasakan tanda dan gejala
infeksi
2. Anjurkan mengonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
3. Ajarkan procedure
perawatan luka

Kolaborasi
1. Kolaborasi procedure
debridement
2. Kolaborasi pemberian
antibiotic

3 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan Dukungan perawatan diri


. makan berhubungan tindakan keperawatan (I.11348)
dengan ketidak mampuan selama 3 x 24 jam Observasi
melakukan atau diharapkan klien dapat 1. Identifikasi kebiasaan
menyelesaikan aktivitas melakukan perawatan aktivitas perawatan
perawatan diri secara diri secara madiri dirisesuai usia
mandiri. tanpa bantuan orang 2. Monitor tingkat
lain dengan kriteria kemandirian
Batasan karkteristik : hasil : 3. Identifikasi kebutuhan
DO Defisit perawatan alat mantu kebersihan
1. Tidak mampu diri (D. 0109) diri, berpakaian, berias
mandi/mengenakan 1. Kemampuan makan dan ketoilet.
pakaian/makan/ke mandi sendiri
toilet/berhias secara meningkat
Terapeuti
mandiri. 2. Kemampuan
k
2. Minat melakukan memakai pakaian
1. Sediakan lingkungan
perawatan diri sendiri meningkat
yang terapeutik
berkurang 3. Kemampuan
2. Siapkan keperluan mandi
makan sendiri
DS : 3. Damping dalam
meningkat
1. Menolak melakukan melakukan perawatan
4. Kemampuan ke
perawatan diri diri.
toilet meingkat
4. Fasilitasi kemandirian
5. Minat melakukan
5. Jadwalkan rutinisan
perawatan diri
perawatan diri.
meningkat.
Edukasi
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan

Resiko ketidak Setelah diberikan Menejemen cairan


seimbangan cairan asuhan keperawatan 3 (I.03098)
berhubungan dengan x 24 jam diharapan Observasi
mengalami penurunan, keseimbangan cairan 1. Monitor status hidrasi.
peningkatan, atau normal dengan kriteria 2. Monitor berat badan
percepatan perpindahan hasil : harian.
cairan dari intravaskuler, Keseimbangan 3. Monitor berat badan
interstisial, atau cairan (L.05020) sebelum dan sesudah
intraseluler. 1. Asupan cairan diimplementasi.
meningkat 4. Monitor hasil
Batasan karaketristik 2. Kelembapan pemeriksaan
1. berat badan 20% atau membrane mukosa laboratorium.
lebih dibawah rentan meningkat
Terapeuti
berat badan ideal. 3. Asupan makan
k
2. Enggan makan meningkat
1. Catat intake-output dan
3. Asupan makan 4. Tekanan darah
hitung balans cairan 24
kurang dari RDA membaik
jam
4. Kurang minat pada 5. Berat badan
2. Berikan asupan cairan
makanan membaik.
3. Berikan cairan intravena
5. Membrane mukosa
pucat Kolaborasi
6. Ketidak mapuan 1. Kolaborasi pemberian
memakan makanan diuretik, jika perlu.
7. Kelemahan otot
mengunyah

5 Perfusi perifer tidak efektif Setelah diberikan Perawatan sirkulasi


berhubungan dengan asuhan keperawatan (I.14569)
hiperglikemia, penurunan 3x24 jam diharapkan Observasi
konsentrasi hemoglobin, perfusi perifer pasien 1. Periksa siksa sirkulasi
peningkatan tekanan dapat efektif kembali perifer
darah, kekurangan volume dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor resiko
cairan penurunan aliran Perfusi perifer gangguan sirkulasi
arteri atau vena, dan (L.02011) 3. Monitor panas,
kurangnya aktivitas fisik 1. CRT < 3 detik kemerahan, nyeri, dan
Batasan karakteristik : 2. Penyembuhan luka bengkak.
DO: meningkat
Terapeutik
1. CRT > 3 detik 3. Nyeri ektremitas
1. Lakukan pencegahan
2. Nadi perifer menurun menurun
infeksi.
3. Akral teraba dingin 4. Turgor kulit
2. Lakukan hidrasi
4. Warna kulit pucat membaik.
5. Turgor kulit menurun Edukasi
6. Edema 1. Anjurkan berolaraga
7. Penyembuhan luka 2. Anjurkan meminum obat
lambat mengontrol tekanan darah
3. Anjurkan melakukan
DS:
perawatan kulit yang
1. Parastesia
tepat
2. Nyeri pada
ekstremitas

IMPLEMENTASI
Dimana sesorang perawat melakukan tindakan yang
telah di rencanakan sesuai dengan SDKI,SIKI, SLKI yang telah
di buat.

EVALUASI
dimana seorang perawat mengevaluassi keadaan pasoien
setelah di berikan tindakan keperawatan dalam bentuk SOAP
yang artinya :
Subjek : keuhan yang didapat dari pasien atau keluarga
pasien setelah dilakukan tindakan
Objek : hasil yang di dapat dari penglihatan seorang
perawat atau hasil dari Pemeriksaan
Assement : masalah yang belum teratasi misal diare
Pleaning : rencana selanjutnya untk pasien tersebut

DISCHARGE PLANING
1. Mencegah output yang berlebihan
2. Tidak terjadi infeksi
3. Menjaga intake output agar seimbang
4. Menganjurkan makan dan minum sedikit tapi sering
5. Menjelasskan pada keluarga pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan
6. Istirahat yang cukup

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G., Butcher, H., & Dochterman, J. (2013). Nursing Intervention


Classification (NIC), Sixth Edition. Mosby: Elsevier.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasian. Jakarta: EGC
Doenges, moorhouse, geissler. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasian.

Mansjoer, Arif, dkk. 2002. Kapita selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media
Aesulapius

Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing
outcomes clasification (NOC) Measurement of Health Outcomes. Mosby:
Elsevier.

Nanda International. (2015). Nanda International Inc. Nursing Diagnoses:


Definitions & Clasifications 2015-2017. Jakarta: EGC.

Nurarif A. H. & Kusuma H. 2015. Buku Aplikasi Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc.Jogjakarta: Mediaction.

Purnomo, B. B. 2012. Dasar-dasar urologi edisi ketiga. Jakarta. Sagung seto

Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal –


Bedah Brunner & Suddarh Vol 2. Jakarta: EGC.

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS LOW BACK


PAIN DI RUANGAN MAWAR RSUD UNDATA
KOTA PALU SULAWESI TENGAH
DI SUSUN OLEH :

MARCHELIN CICILIA MOUTO


2021032047

Disetujui :

CI INSTITUSI CI LAHAN

Ns. Abdul Rahman, M.H.Kes Ns. Nova Ningsih, S.Kep


NIDK. 890700020 Nip. 198011232007012009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022/2023

Anda mungkin juga menyukai