Anda di halaman 1dari 14

A.

DEFENISI

Low Back Pain atau nyeri punggung bawah (NBP) merupakan suatu kondisi tidak spesifik yang
mengakibatkan rasa nyeri, pegal yang dirasakan pada punggung bagian bawah. Kondisi yang tidak
spesifik tersebut mengacu pada nyeri akut atau kronik dan ketidaknyamanan pada daerah
lumbosacral yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan ginekologi, trauma, proses degeneratif dan
gangguan metabolik. Keluhan nyeri punggung bawah secara umum menjadi masalah kesehatan di
dunia dan hampir mempengaruhi seluruh populasi (Karisma, 2017).

NPB termasuk salah satu dari gangguan akibat dari mobilisasi yang salah. Penyebab umum yang
sering terjadi adalah regangan otot serta bertambahnya usia yang menyebabkan intensitas
berolahraga dan intensitas bergerak semakin berkurang sehingga otot-otot pada punggung dan
perut yang berfungsi mendukung tulang belakang menjadi lemah (Tanderi., et al 2017)

Low Back Pain (LBP) merupakan gangguan musculoskeletal yang bisa diakibatkan oleh aktivitas
tubuh yang kurang baik (Sahara dan Pristya, 2020). Lokasi nyerinya umumnya pada lumbal bawah,
L4-L5.

Menurut Nilfa (2021) Etiologi atau penyebab dari Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung
bawah (NBP) antara lain:

1. Nyeri Punggung Bawah yang Disebabkan oleh Trauma

Nyeri otot punggung bawah akut (keseleo) terjadi ketika terpapar dengan kekuatan
eksternal, seperti dalam tabrakan dengan seseorang atau saat mengangkat benda berat, merusak
otot dan fasia, sementara herniasi intervertebralis lumbal terjadi ketika diskus intervertebralis kolaps
dan menekan saraf anterior, dan fraktur vertebra traumatis terjadi ketika vertebra runtuh akibat
terjatuh, dll. Nyeri punggung bawah kronis terjadi ketika penggunaan otot dilakukan berulang-ulang,
dan fraktur vertebral yang rapuh terkait dengan osteoporosis terjadi ketika kerapuhan tulang
berkembang dan keruntuhan tulang bahkan tanpa adanya paparan kekuatan eksternal.

2. Nyeri Punggung Bawah yang Disebabkan oleh Peradangan

Spondilitis tuberkulosis atau spondilitis purulen terjadi ketika basil tuberkel atau bakteri
piogenik menghancurkan tubuh vertebral atau diskus intervertebralis. Jika vertebra terhubung
seperti bambu, pasien memiliki ankylosing spondylitis, penyakit rematik yang negatif untuk faktor
rheumatoid.

3. Nyeri Punggung Bawah yang disebabkan oleh Tumor

Tumor ganas, seperti kanker paru-paru, kanker lambung, kanker payudara, kanker prostat,
dll., Kadang-kadang bermetastasis ke tulang belakang lumbar, dan penyebaran metastasis ke tulang
belakang lumbar adalah salah satu gambar patologis multiple myeloma. Ketika tumor seperti
neuroma atau angioma berkembang di lumbar atau tulang belakang, pasien mengalami nyeri
punggung bawah yang intens.

4. Nyeri Punggung Bawah yang Disebabkan oleh Degenerasi

Seiring bertambahnya usia pekerja konstruksi, insiden nyeri punggung bawah meningkat,
dan peningkatan ini disebabkan oleh perkembangan lesi yang terkait dengan degenerasi tulang
belakang lumbar dan jaringan di sekitarnya. Degenerasi mengarah pada perkembangan spondylosis
deformans, degenerasi diskus lumbar intervertebralis, nyeri punggung bawah artikular
intervertebralis, spondilolistesis non-spondylolitik lumbar, hipostostosis ankylosing spinal, dan
stenosis spinal lumbalis.

5. Nyeri Punggung Bawah karena Penyebab Lain

Menurut Hayashi (2004) dalam Nilfa (2021) selain penyakit yang muncul dalam struktur yang
menyusun punggung bawah, yang merupakan poros tubuh, rasa sakit yang timbul dari penyakit
organ intra-abdominal, termasuk hati, kandung empedu, dan pankreas, juga terlihat di antara
penyakit yang menimbulkan nyeri punggung bawah. Nyeri juga muncul dari organ perut
posterior, termasuk uterus, ovarium, dan kandung kemih. Adanya nyeri psikogenik yang terkait
dengan histeria dan depresi juga berpotensi menyebabkan nyeri punggung bawah.

Gambar. 1 Etiologi Nyeri Punggung Bawah (Hayashi, 2004)

B. ANATOMI

Columna vertebralis merupakan pilar utama tubuh dan berfungsi menyanggah cranium,
gelang bahu ekstremitas superior, dan dinding thorax serta melalui gelang panggul meneruskan
berat badan ke ekstremitas inferior. Di dalam rongganya terletak medulla spinalis, radix nervi
spinalis, dan lapisan penutup meningen, yang dilindungi oleh columna vertebralis

Columna vertebralis terdiri dari 33 vertebra, yaitu 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra


thoracicus, 5 vertebra lumbalis 5 vertebra sacralis (yang bergabung membentuk os sacrum), dan 4
vertebra coccygea (tiga yang di bawah umumnya bersatu). Struktur columna ini fleksibel, karena
columna ini bersegmen-segmen dan tersusun dari vertebra, sendi-sendi, dan bantalan fibrocartilago
yang disebut discus intervertebralis. Discus intervertebralis membentuk kira-kira seperempat
panjang columna

a. Vertebra Cervicalis

Processus spinosus yang paling menonjol yang dapat di raba di leher ialah yang berasal dari
vertebra C7 (vertebra prominens). Processus spinosus vertebrae C1-6 diiutupi oleh ligamentum
nuchae, sebuah ligamentum besar yang berjalan turun di bagian belakang leher darr
menghubungkan cranium dengan processus spinosus vertebrae cervicalis.
Processus transversus pendek tetapi mudah diraba dari sisi lateral leher yang tipis.
Tuberculum anterius processus transvesus vertebrae C6 (tuberculum Chassaignac) dapat dipalpasi
terletak medial terhadap musculus sternocleidomastoideus, dan arteria carotis communis dapat
ditekan pada tempat ini.

b. Vertebra Thoracica dan Lumbalis

Sulcus nuchae berlanjut ke bawah sebagai alur yang berjalan pada pertengahan punggung,
di atas ujung processus spinosus seluruh vertebrae thoracicae dan empat vertebra lumbalis bagian
atas. Processus spinosus yang paling menonjol adalah processsus spinosus vertebrae T1, processus
spinosus yang lain dapat dengan mudah dikenali bila badan melengkung ke depan.

c. Os Sacrum

Seluruh processus spinosus ossis sacri bersatu di garis tengah membentuk crista sacralis
mediana. Crista ini dapat diraba di bawah kulit pada bagian paling atas celah antara kedua bokong.
Hiatus sacralis terletak pada aspek posterior ujung bawah os sacrum, dan di daerah ini spatium
extradurale (spatium epidurale) berakhir. Hiatus terletak kira-kira 2 inci (5 cm) di atas ujung os
coccygis dan di bawah kulit sulcus di antara kedua bokong.

d. Os Coccygis

Permukaan bawah dan ujung os coccygis dapat diraba di dalam sulcus di antara kedua
bokong, kira-kira 1 inci (2,5 cm) di belakang anus. Permukaan anterior os coccygis dapat dipalpasi
dengan jari di dalam canalis analis.

Gambar. 2 Vertebra
C. PROSES KEBUTUHAN MANUSIA

Gejala LBP dapat bersifat nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri pinggang
yang dirasakan akan menyebabkan penderita mengalami suatu ketidakmampuan atau disabilitas
sehingga terjadi keterbatasan fungsional dalam hal ini keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan
manusia untuk melakukan aktivitas fisik sehari-hari. Pasien dengan kondisi LBP sering mengeluhkan
penurunan bahkan ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Dampak nyeri dan
keterbatasan gerak yang dialami dapat digambarkan sebagai masalah disabilitas yang
mempengaruhi fungsi fisik. Dengan kata lain, pasien yang mempunyai tingkat disabilitas lebih tinggi
akan mempunyai keterbatasan dan limitasi fisik yang lebih besar. Dengan keterkaitan tersebut,
intervensi yang diprogramkan mengarah kepada peningkatan fungsi fisik yang akan membantu
mengembalikan atau menurunkan tingkat disabilitas.

Berdasarkan model ICF yang dikembangkan oleh WHO, disabilitas digunakan sebagai
terminologi besar yang meliputi struktur dan fungsi tubuh, keterbatasan aktifitas dan hambatan
partisipasi. Disabilitas juga digambarkan sebagai kehilangan kemampuan untuk melakukan suatu
aktifitas sebagai manusia normal (Wahyudin, 2016)

D. PATOFISIOLOGI

Keluhan nyeri punggung bawah yaitu nyeri, spasme, dan adanya keterbatasan fungsional
yang berhubungan dengan mobilitas lumbal. Nyeri dan spasme otot seringkali membuat seseorang
enggan menggerakan lumbalnya, sehingga menyebabkan perubahan fisiologi pada otot tersebut
yaitu berkurangnya masa otot dan penurunan kekuatan otot, akhirnya menimbulkan penurunan
aktifitas fungsionalnya (Hill, 2006 dalam Yani, 2018).

Nyeri pada umumnya terjadi pada lumbal bawah, L4-L5

Pathway

Inflamasi, Kelainan Ginekologi, Trauma, Proses Degeneratif Dan Gangguan Metabolik

Terjadi Perubahan Struktur dengan susunan diskus atas fibril fertiligo dan matriks

Fibri Kartiligo padat dan tidak terartur

Penonjolan diskus/kerusakan sendi pusat

Menekan akar saraf

Gangguan rasa nyaman: Nyeri

Gangguan Mobilitas Fisik

Defisit Perawatan Diri


E. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

a. Faktor Individu

1) Usia Keluhan ini jarang di jumpai pada kelompok umur 0-10 tahun, hal ini mungkin
berhubungan dang beberapa factor etiologic tertentu yang sering di jumpai pada kelompok umur
yang lebih tua. Biasanya nyeri di jumpai pada dekade kedua dan insidensi terbersar pada dekade
kelima. (Winata, 2015).

Menurut Andini, (2015) Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada
tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi
degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut,
pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang.
Semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut tersebut mengalami penurunan
elastisitas pada tulang yang menjadi pemicu timbulnya gejala nyeri punggung bawah.

2) Jenis Kelamin

Wanita lebih rentan terhadap nyeri punggung bawah kronis daripada pria tanpa
memandang usia. Jimenez-Sanchez memperkirakan bahwa wanita dua kali lebih mungkin
mengembangkan nyeri punggung bawah kronis daripada pria. Prevalensi yang lebih tinggi dari nyeri
kronis pada wanita dapat dikaitkan dengan mekanisme biopsikososial yang kompleks (misalnya,
nyeri yang kurang efisien, pembiasaan atau kontrol penghambatan berbahaya yang menyebar,
sensitivitas genetik, penanggulangan nyeri, dan kerentanan yang lebih tinggi untuk mengembangkan
penjumlahan temporal dari rasa sakit yang ditimbulkan secara kimia atau mekanis) . Lebih lanjut,
wanita umumnya memiliki jumlah penyakit kronis yang lebih tinggi secara bersamaan (mis.,
Osteoporosis, osteopenia, dan osteoartritis), yang diketahui sebagai faktor risiko untuk
mengembangkan nyeri punggung bawah kronis dan tekanan psikologis pada orang dewasa yang
lebih tua (Wong., 2017).

3) Kebiasaan Merokok

Hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang,
terutama untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok dapat pula menyebabkan
berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya
keretakan atau kerusakan pada tulang (Hadyan, 2015).

4) Indeks Massa Tubuh (IMT)

Menurut Purnamasari (2010) dalam Nilfa (2021) menyatakan bahwa seseorang yang
overweight lebih berisiko 5 kali menderita NPB dibandingkan dengan orang yang memiliki berat
badan ideal. Ketika berat badan bertambah, tulang belakang akan tertekan untuk menerima beban
yang membebani tersebut sehingga mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan dan bahaya pada
stuktur tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang yang paling berisiko akibat efek dari
obesitas adalah verterbrae lumbal.
b. Faktor Kegiatan

1) Posisi Belajar

Menurut Suma’mur (2014) dalam Bilondatu (2018) keuntungan bekerja dengan Posisi kerja
duduk ini adalah kurangnya kelelahan pada kaki, terhindarnya postur-postur tidak alamiah,
berkurangnya pemakaian energi dan kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah.

Menurut Khumaerah, 2011 dalam Yani, 2018 menjelaskan bahwa standar posisi duduk yang
ergonomik adalah sebagai berikut :

1. Dagu ditarik ke dalam

2. Kepala tidak membungkuk ke depan (fleksi 5-10 º)

3. Punggung tetap tegak dengan bantalan kursi menopang punggung bawah

4. Posisi punggung santai dan tidak membungkuk (Lumbal tetap lordosis)

5. Tibia (betis) tegak lurus dengan lantai

6. Posisi paha horizontal, sejajar dengan lantai (85-100 º)

7. Posisi telapak kaki menapak ke tanah.

Bila tidak, berarti posisi duduk anda terlalu tinggi Posisi yang ideal saat belajar adalah
dengan menggunakan meja dengan tinggi 92 cm. meja tersebut dapat mendukung baik posisi berdiri
maupun duduk. Untuk duduk, dapat digunakan kursi tinggi dengan sanggahan kaki yang nyaman.
Sehingga orang yang belajar di meja tersebut dapat melakukan pekerjaannya dengan fleksibel dan
ergonomis (Heleander, 2006 dalam widiasih 2015).

Belajar dalam keadaan tiduran atau bersangga pada siku dapat membuat vertebrae lumbal
tidak mempunyai tumpuan, menjadi hiperekstensi, dan cervical menekuk terlalu ekstrem. Akibatnya,
titik tumpu tubuh berubah dan terjadilah keluhan-keluhan seperti nyeri punggung bawah (Widiasih,
2015).

2) Lama Duduk

Durasi adalah lama kerja seseorang dalam satu hari. Semakin lama durasi kerja maka
semakin tinggi risiko keluhan NPB karena terkena faktor risiko lainnya juga. Duduk dalam jangka
waktu yang cukup lama dapat menyebabkan terjadinya berbagai keluhan. Keluhan yang timbul
antara lain berupa nyeri punggung bawah yang bisa mengarah pada perubahan kurva vertebra
lumbal karena pembebanan yang terus terjadi saat duduk lama. Apalagi diikuti dengan posisi duduk
yang tidak sesuai dengan posisi yang seharusnya yaitu pada saat duduk punggung harus tegak dan
tidak boleh membungkuk ke depan atau lunglai sesuai dengan tradisi militer (Parjoto, 2007 dalam
Jaleha, 2015).
F. MANIFESTASI KLINIS/BATASAN KARAKTERISTIK

Menurut Dachlan (2009) dalam Saputra (2020), pada umumnya keluhan LBP sangat
beragam, tergantung dari patofisiologi, perubahan biokimia atau biomekanik dalam diskus
intervertebralis. Pola patofisiologi yang serupa dapat menyebabkan sindrom yang berbeda dari
masing-masing orang. Sindrom nyeri muskuloskeletal yang dapat menyebabkan low back pain
termasuk sindrom miofasial dan fibromialgia. Nyeri miofasial khas ditandai oleh nyeri yang menekan
ke seluruh daerah yang bersangkutahn (trigger points), kehilangan ruang gerak kelompok otot yang
tersangkut (loss of range of motion) dan nyeri radikuler yang terbatas pada saraf tepi. Keluhan nyeri
sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan. Fibromialgia mengakibatkan nyeri yang
menekan ke daerah punggung bawah, kekakuan, rasa lelah, dan nyeri otot.

Gejala nyeri punggung dapat sangat berbeda dari satu orang ke orang lain. Gejala-gejala
tersebut meliputi rasa kaku pada daerah punggung, nyeri, rasa baal (mati rasa), kelemahan,
kesemutan di sertai perasaan tertusuk (Riningrum, 2016).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan medis yang dilakukan karena suatu
indikasi tertentu guna memperoleh keterangan lebih lengkap :

1. Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan sesuai indikasi,


berguna untuk melihat laju endap darah (LED), morfologi darah tepi, kalsium, fosfor, asam urat,
alkali fosfatase, asam fosfatase, antigen spesifik prostat (jika ditemukan kecurigaan metastasis
karsinoma prostat) danelektroforesis protein serum (protein myeloma).

2. Pemeriksaan Radiologis.

a. Foto Rontgen.

Foto rontgen merupakan tes yang sederhana, dan sangat membantu untuk menunjukkan
keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray merupakan penunjang diagnosis pertama untuk
mengevaluasi nyeri punggung bawah.Foto X-ray dilakukan pada posisi anteroposterior (AP ), lateral,
dan bila perlu oblique kanan dan kiri.

b. MRI.

MRI digunakan untuk melihat defek intra dan ekstra dural serta melihat jaringan lunak.Pada
pemeriksaan dengan MRI bertujuanuntuk melihat vertebra dan level neurologis yang belum jelas,
kecurigaan kelainan patologis pada medula spinalis atau jaringan lunak, menentukan kemungkinan
herniasi diskus pada kasus post operasi, kecurigaan karena infeksi atau neoplasma.

c. CT.

CT-Mielografimielografi merupakan alat diagnostik yang sangat berharga untuk diagnosisLBP


untuk menentukan lokalisasilesi pre-operatif dan menentukan adanya sekuester diskus yang lepas
dan mengeksklusi suatu tumor
H. PENGKAJIAN

Yang perlu diperhatikan pada saat pengkajian:

I. Pengkajian Identitas, keluhan dan Riwayat

a) Identistas Klien. Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, alamat.

b) Keluhan Utama. Biasanya pasien mengatakan nyeri punggung akut maupun kronis lebih dari 2
bulan, nyeri sat berjalan dengan menggunakan tumit, nyeri menyebar kebagian bawah belakang
kaki.

c) Riwayat Penyakit Sekarang. Tanyakan pada klien sejak kapan keluhan dirasakan, kapan timbulnya
keluhan & apakah menetap atau hilang timbul', hal apa yang mengakibatkan terjadinya keluhan, apa
saja yang dilakukan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan, tanyakan pada klien apakah klien
sering mengkomsumsi obat tertentu atau tidak.

d) Riwayat penyakit dahulu. Tanyakan pada klien apakah klien dulu pernah menderita penyakit yang
sama sebelumnya, apakah klien pernah mengalami kecelakaan atau trauma, apakah klien pernah
menderita penyakit gangguan tulang atau otot sebelumnya

e) Riwayat Pekerjaan. Faktor resiko ditempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot rangka
terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan barang, posisi atau sikap
tubuh selama bekerja, dan kerja statis.

II. Pemeriksaan Fisik.

a) Keadaan umum. Meliputi : baik, jelek, sedang.

b) Tanda – tanda Vital. TD : Tekanan darah. N : Nadi. P : Pernapasan. S : Suhu.

c) Antropometri. BB : Berat badan. TB : Tinggi badan.

d) Sistem pengidraan. Mata : lapang pandang. Hidung : kemampuan penciuman. Telinga : keadaan
telinga dan kemampuan pendengaran.

e) Sistem pernapasan. pernapasan, bersihan jalan nafas, kualitas, suara,dan bunyi tambahan ronchi,
wheezing.

f) Sistem kardiovaskuer. Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan frekuensi, bunyi jantung.

g) Sistem gastrointestinal. Nilai kemampuan menelan, nafsu makan dan minum, peristaltik usus dan
eliminasi.

h) Sistem integumen. Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, dan warna permukaan kuku.

i) Sistem muskuloskletal. Bentuk kepala, ekstermitas atas dan skstermitas bawah,

j) Sistem endokrin. Keadaan kelenjer tyroid, suhu tubuh, frekuensi urine.

k) Sistem reproduksi. Nilai keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem reproduksi.

l) Sistem neurologis.

1) Fungsi cerebral.

2) Status mental : orientasi, daya ingat, dan bahasa.


3) Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan menggunakan Gaslow Coma Scale (GCS).

4) Kemampuan bicara.

5) Fungsi kranial.

 Nervus I (Olfaktorius) : Suruh klien menutup mata dan menutuo salah satu lubang
hidung, mengidentifikasi dengan benar bau yang berbeda (misalnya jeruk nipis dan
kapas alkohol).
 Nervus II (Optikus) : Persepsi terhadap cahaya dan warna, periksa diskus optikus,
penglihatan perifer.
 Nervus III (Okulomotorius) : Kelopak mata terhadap posisi jika terbuka, suruh klien
mengikuti cahaya
 Nervus IV (Troklearis) : Suruh klien menggerakan mata kearah bawah dan kearah
dalam.
 Nervus V (Trigeminus) : Lakukan palpasi pada pelipis dan rahang ketika klien
merapatkan giginya dengan kuat, kaji terhadap kesimetrisan dan kekuatan, tentukan
apakan klien dapat merasakan sentuhan diatas pipi (bayi muda menoleh bila area
dekat pipi disentuh) dekati dari samping, sentuh bagiang mata yang berwarna
dengan lembut dengan sepotong kapas untuk menguji refleks berkedip dan refleks
kornea.
 Nervus VI (Abdusen) : Kaji kemampuan klien untuk menggerakan mata secara
lateral. Nervus
 VII (Fasialis) : Uji kemampuan klien untuk mengidentifikasi larutan manis (gula),
asam (lemon). Kaji fungsi motorik dengan cara tersenyumdan menglihatkan giginya.
 Nervus VIII (Vestibulocochlearis) : Uji pendengaran.
 Nervus IX (Glosofaringeus) : Uji kemampuan klien untuk mengidentifikasi rasa pada
lidah.
 Nervus X (Vagus) : Kaji klien refleks menelan, sentuhkan tong spatel pada lidah ke
posterior faring untuk menentukan refleks muntah, jangan menstimulasi jika ada
kecurigaan epiglotitis.
 Nervus XI (Asesorius) : Suruh klien memutar kepala kesamping dengan melawan
tahanan, minta klien untuk mengangkat bahunya kemudian kita tahan apakah klien
mampu untuk melawannya.
 Nervus XII (Hipoglasus) : Minta klien untuk mengeluarkan lidahnya,periksa deviasi
garis tengah, dengarkan kemampuan anak untuk mengucapkan ‘R’.

6) Fungsi motorik : Massa otot, tonus otot, dan kekuatan oto.

7) Fungsi sensorik : Respon terhadap suhu, nyeri, dan getaran.

8) Fungsi cerebrum : Kemampuan koordinasi dan keseimbangan.

III. Pemeriksaan Penunjang.

1. Neurologik.
Eletromiografi (EMG), dilakukan bila dicurigai adanya disfugsi radiks. Somatosensory Evoked
Potensial (SEP) berguna untuk stenonosis kanal dan mielopati spinal.
2. Radiologik.
Foto polos, untuk mengesampingkan adanya kelainan tulang. Mielografi, Mielo-CT, CT-scan,
Magnetic Resonance Imaging (MRI), untuk mencari penyebab nyeri antara lain tumor, HNP
perlengketan.
3. Laboratorium.
Laju Endap Darah, darah perifer lengkap, C-reactive protein, faaktor rheumatoid, alkalin
fosfatase, kalsium (atas indikasi). Urinalisis, untuk penyakit non spesifik seperti infeksi.
Liquor Serebro spinalis (atas indikasi).

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Kemungkinan Diagnosa yang muncul

1. Nyeri akut b.d Kompresi saraf, spasme otot


2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot
3. Defisit perawatan diri b.d nyeri.

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

I. Diagnosa keperawatan
Nyeri akut b.d Kompresi saraf, spasme otot

NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam pasien tidak mengalami nyeri.
Kriteria hasil : Mampu mengontrol nyeri. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri. Mampe mengenali nyeri. Menyatakan rasa
aman setelah nyeri berkurang. Tanda vital dalam rentang normal. Tidak mengalami
gangguan tidur.

NIC 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif


2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
penchayaan, dan kebisingan.
5. Kajikultur budaya yang mempengaruhi respon nyeri.
6. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
7. Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk mengetahui pengalaman nyeri.
8. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menetukan intervensi.
9. Ajarkan teknik non farmokologi : nafas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat
/ dingin.
10. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
11. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang, dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
II. Diagnosa keperawatan
Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot

NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi.
Kriteria hasil : Klien meningkat dalam aktifitas fisik. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatakan
kekuatan dan kemampuan berpindah. Memperagakan penggunaan alat bantu.

NIC 1. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat
latihan.
2. Koreksi tingkat kemampuan mobilisasi.
3. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulansi sesuai.
4. Bantu klien dalam perubahan gerak.
5. Observasi / kaji terus kemampuan gerak motorik, dan keseimbangan.
6. Ajarkan pasien tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulansi.
7. Anjurkan keluarga klien untuk melatih dan memberi motivasi.
8. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (fisioterapi untuk pemasangan konset).
10. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLS secara mandiri.
11. Berikan alat bantu jika diperlukan

III. Diagnosa keperawatan


Defisit perawatan diri b.d nyeri.

NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam defisit perawatan diri teratasi..
Kriteria hasil : Klien terbebas dari bau badan. Menyatakan keamanan terhadap
kemampuan untuk melakukan ADLS. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan.

NIC 1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.


2. Monitor kebutuhan klien untuk alat – alat bantu untuk kebersihan diri, berpakain,
berhias, toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari – hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak
mampu untuk melakukannya.
6. Berikan aktivitas rutin sehari – hari sesuai kemampuan.
7. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari – hari.
8. Ajarkan klien / keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya
DAFTAR PUSTAKA

Andini, F. 2015, ‘Risk factors of low back pain in workers’, Medical Journal of Lampung
University,Vol. 4 No. 1, available at:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/495

Bilondatu, F. 2018, ‘Faktor yang berhubungan dengan kejadian Low Back Pain pada operator
PT. Teriminal Petikemas Makassar Tahun 2018’, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin Makassar, Available at:
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/MTI2MTVjYjZhO
WI5ZDFjNWE4ZGIyOGE3YmMwMzMxYzc3M2VjMzFlMg==.pdf

Hadyan, M. F. 2015, ‘Faktor–faktor yang Mempengaruhi Kejadian Low Back Pain pada
Pengemudi Transportasi Publik’, Jurnal, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,Vol. 4, No. 1,
Available at: https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1442

Jaleha, B. 2015, ‘Hubungan Durasi Duduk Dengan Risiko Terjadinya Scoliosis Lumbal’, Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Available at:
http://eprints.ums.ac.id/36706/24/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

Karisma, I A. 2017, ‘Epidemiologi Keluhan Low Back Pain pada Kelompok Tradisional
Amertha Segara, Denpasar Tahun 2017’, Skripsi, Universitas Udayana, Available at:
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/231be19aeb54d2b32e6a695192b01522.pdf

NILFA, S. S. S. 2021, ‘Hubungan Posisi Belajar Dan Lama Duduk Dengan Disabilitas Akibat
Nyeri Punggung Bawah Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Tahun 2020. Skripsi, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Ricca Sahara., & Terry Y.R. P. 2020, Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Low
Back Pain (LBP) pada Pekerja’. Jurnal kesehatan Ilmiah.

Riningrum, H. (2016). Pengaruh Sikap Kerja, Usia, dan Masa Kerja terhadap Keluhan
Subyektif Low Back Pain pada Pekerja Bagian Sewing Garmen PT. APAC INTI CORPORA Kabupaten
Semarang. Universitas Negeri Semarang.

Saputra, A. 2020, ‘Hubungan Usia, Sikap Kerja, Dan Masa Kerja, Dengan Keluhan Low Back
Pain (Lbp) Pada Pengrajin Batik Di Batik Semarang 16. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Tanderi, E. A., Kusuma, T. A., & Hendrianingtyas, M. 2017, ‘Hubungan Kemampuan


Fungsional Dan Derajat Nyeri Pada Pasien Low Back Pain Mekanik Di Rehabilitasi Medik Rsup Dr.
Kariadi Semarang’. Skripsi,Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Available at:
http://eprints.undip.ac.id/5378

Wahyudin. 2016, ‘Modifikasi Kuesioner Disabilitas Untuk Nyeri Punggung Bawah’, Jurnal,
Universitas Esa Unggul, Available at: https://digilib.esaunggul.ac.id/adaptasi-lintasbudaya-
modifikasi-kuesioner-disabilitas-untuk-nyeri-punggung-bawah-modifiedoswestry-low-back-pain-
disability-questionnaireodi-versi-indonesia-7825.html

Widiasih, G. 2015, ‘Hubungan Posisi Belajar dan Lama Duduk dengan Kejadian Nyeri
Punggung Bawah Mahasiswa PSPD FKIK UIN Jakarta’, Available at:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29488/1/GHINA%20WIDIA SIH-FKIK.pdf
Winata, S. D. 2015, ‘Diagnosis dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah dari sudut
pandang okupasi’. Jurnal Kedokteran Meditek, Vol. 20, No. 54, Available at:
http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Meditek/article/view/1021/1163

Wong, A.Y., Karppinen, J. & Samartzis, D. 2017, ‘Low back pain in older adults: risk factors,
management options and future directions’, Scoliosis Spinal Disorders, Available at:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28435906/

Yani, B. S. 2018, ‘Hubungan Lama Duduk tanpa Sandaran terhadap Risiko Terjadinya Nyeri
Punggung Bawah pada Mahasiwa Farmasi UMM’, Skripsi, University of Muhammadiyah Malang,
Available at: http://eprints.umm.ac.id/40979/

Anda mungkin juga menyukai