Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA THORAX

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen


Surgical di Ruang HCU RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:

ANNISAA NOVILIA ALAM


180070300111024

PROGRAM PROFESI NURSE


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN dan ASKEP
TRAUMA THORAX:
DI RUANG HCU RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Surgical

Oleh :
DWI USWATUN SHOLIKHAH

NIM. 170070301111019

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal:

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( )( )
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA THORAX

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI THORAX


1. Anatomi Thorax

Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang


pada vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka rongga thorax,
meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12
vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen
tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan
articulatio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi
membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah
sternum.Perluasan rongga pleura di atas clavicula dan di atas organ dalam
abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama
dinding anterior thorax.Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus,
dan musculus gelang bahu lainnya membentuk lapisan musculus posterior
dinding posterior thorax.Tepi bawah musculus pectoralis mayor membentuk
lipatan/plika axillaris posterior.
Dada berisi organ vital yaitu paru dan jantung.Pernafasan berlangsung
dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot
pernafasan yaitu musculus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan
rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan
bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan
limfatik.Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya
sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama
dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.
Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi
dengan ekspansi paru – paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga
keenam kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung
lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral.Nervus
frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik.
Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi
paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
2. Fisiologi Thorax
Rongga thorax dapat dibandingkan dengan suatu pompa tiup hisap yang
memakai pegas, artinya bahwa gerakan inspirasi atau tarik napas yang bekerja
aktif karena kontraksi otot intercostals menyebabkan rongga thorax
mengembang, sedangkan tekanan negatif yang meningkat dalam rongga
thorax menyebabkan mengalirnya udara melalui saluran napas atas ke dalam
paru.Sebaliknya, mekanisme ekspirasi atau keluar napas, bekerja pasif karena
elastisitas/daya lentur jaringan paru ditambah relaksasi otot intercostals,
menekan rongga thorax hingga mengecilkan volumenya, mengakibatkan
udara keluar melalui jalan napas.
Adapun fungsi dari pernapasan adalah:
a. Ventilasi: memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke
dalam/dari paru dengan cara inspirasi dan ekspirasi tadi.
b. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke
seluruh sistem jalan napas sampai alveoli
c. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melaluimembran semipermeabel
pada dinding alveoli (pertukaran gas)
d. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian
muatan oksigennya dan darah venous cukup tersedia untuk
digantikan isinya dengan muatan oksigen yang cukup untuk
menghidupi jaringan tubuh.
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut akan
menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat kurangnya
oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada suatu trauma pada
thorax.Selain itu maka kelainan-kelainan dari dinding thorax menyebabkan
terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi, kelainan-kelainan dalam rongga
thorax, terutama kelainan jaringan paru, selain menyebabkan berkurangnya
elastisitas paru, juga dapat menimbulkan gangguan pada salah satu/semua
fungsi-fungsi pernapasan tersebut.

B. DEFINISI
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.Trauma thorax atau cedera dada dapat menyebabkan
kerusakan dinding dada, paru, jantung, pembuluh darah besar serta organ
disekitarnya termasuk viscera (berbagai organ dalam besar di dalam rongga dada).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru,
diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang
dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.Trauma dada adalah masalah
utama yang paling sering terjadi pada bagian emergency.
Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor
missal, sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada dada atau
akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi.Luka penetrasi
umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat tembakan.

C. KLASIFIKASI
Menurut Marijata (2006), berdasarkan penyebabnya trauma toraks dbagi
menjadi 2, yaitu:
1. Trauma toraks terbuka
Akibat luka tusuk atau luka yang menembus/membuat lubang.
Patologi pembedahan : trauma yang menusuk pada dinding dada akibat
pisau, tembakan pistol, atau luka lain besar kemungkinannya terjadi
komplikasi berupa pneumotoraks, kerusakan organ visceral intratorakal, dan
infeksi.
2. Trauma toraks tertutup
Akibat trauma tumpul, deselerasi, atau luka remuk.
Patologi pembedahan : trauma tumpul langsung pada dinding dada terjadi
akibat luka tabrak, terkena dashboard dan kemudi setir yang dapat
menyebabkan patah tulang iga, dada flail (flail chest) dengan gerakan
paradoksal, ruptur diafragma, atau komplikasi kardiovaskuler yang serius.
Kekerasan deselerasi, yang dapat terjadi pada kecelakaan pesawat dan mobil
besar kemungkinannya menyebabkan ruptur aorta descenden distal arteri
subclavia dan ruptur diafragma.Luka yang remuk/hancur menyebabkan
perdarahan intraalveolar, hematom pulmo dan hipoksia.

D. ETIOLOGI
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan
trauma tajam.Penyebab trauma toraks tersering adalah oleh karena kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis
tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar dan
terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat
yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab
trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3, berdasarkan tingkat
energinya yaitu: trauma tusuk atau tembak dengan energi rendah, berenergi
sedang dengan kecepatan kurang dari 1500 kaki per detik (seperti pistol) dan
trauma toraks oleh karena proyektil berenergi tinggi (senjata militer) dengan
kecepatan melebihi 3000 kaki per detik. Penyebab trauma toraks yang lain oleh
karena adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru bisa menimbulkan pecah
atau pneumotoraks (seperti pada scuba) (David.A, 2005; Sjamsoehidajat, 2003).
E. MEKANISME TRAUMA THORAX
1. Mekanisme Tauma
a. Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab
trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan
(akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga
bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari
trauma tersebut).
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak;
penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high
velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan
dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk
peluru
b. Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari
jaringan.Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti
akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-
organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera,
dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada
dinding thoraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan
pengikat organ tersebut.
c. Torsio dan Rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh
adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki
jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma
atau atrium.Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut
dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau
poros-nya.
d. Blast Injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak
langsung dengan penyebab trauma.Seperti pada ledakan bom.Gaya
merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.
Faktor yang memengaruhi trauma
a. Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan,
akan tetapi sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat
trauma. Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang
relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau
tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang
gemuk atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara
dibanding pria, dsb.
b. Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang
menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus.Seperti luka tembus
pada daerah pre-kordial.
c. Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat
mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang
terjadi.
Perlu diingat adanya efek “ricochet” atau pantulan dari penyebab
trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat
pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari
sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit
diperkirakan.

2. Mekanisme Trauma Thorax


a. Trauma Tumpul
Tiga jenis trauma tumpul yang menyebabkan trauma toraks adalah
kompresi, robekan, dan ledakan.Trauma kompresi toraks seperti fraktur
iga terjadi tekanan yang menumpu dada melebihi kekuatan rongga toraks.
Area dinding dada yang paling lemah ditemukan didaerah 60° dari
sternum, dimana iga – iga didaerah tersebut lebih datar dan kurang
ditopang. Seringkali kompresi tulang iga akan mengalami fraktur di dua
tempat; satu di daerah 60° dari sternum dan bagian posterior. Kompresi
antero-posterior dapat pula menyebabkan gangguan costochondral, yang
menghasilkan suatu keadaan sterna flail. Robekan akan menyebabkan
cedera jaringan dan vascular. Sebagai respon terhadap percepatan dan
perlambatan, jaringan dan pergerakan vascular organ dibatasi oleh
gabungan anatomi dan perkembangannya. Oleh sebab itu, jika kekuatan
regang dari keseluruhan jaringan terlampaui, maka dapat terjadi robekan
atau ruptur. Kemampuan untuk menahan regangan inilah yang
bertanggung jawab atas satu-satunya cedera toraks yang mematikan:
transeksi aorta. Karena aorta difiksasi oleh ligamentum arteriosum dan
oleh tulang vertebra di bawahnya, maka penghubung yang membuat aorta
dapat lebih mobile dan statisnya aorta desenden menjadi lokasi tersering
yang mengalami gangguan.Robekan yang terjadi di dalam parenkim paru
dapat berupa laserasi, hematoma, kontusio, atau pneumatocele.Cedera
ledakan paru primer terjadi ketika tekanan gelombang yang meghantam
dinding dada dan menciptakan suatu perbedaan tekanan antara udara-
jaringan sekitarnya. Semakin besarnya perbedaan tekanan, maka akan
semakin besarnya kekuatan tekanan yang akan ditransmisikan ke paru –
paru. Berat ringannya cedera paru adalah bergantung jarak jauh dekatnya
korban dari sumber ledakan.Ledakan dalam ruang tertutup lebih parah,
karena tekanan gelombang dipantulkan kembali ke pasien, yang malah
memperhebat stimulus aslinya.Karakteristik patologi dari cedera ledakan
pada paru adalah suatu kontosio dengan adema dan perdarahan
alveoli.Cedera ledakan sekunder dihasilkan dari beberapa objek yang
berhamburan akibat ledakan hebat, yang kemudian mengenai
pasien.cedera tersier disebabkan oleh individu yang sedang dipindahkan.
Cedera yang berhubungan dengan luka bakar, agen yang terinhalasi, dan
yang berhubungan dengan tergencet bangunan yang kolaps secara
sekunder.
b. Trauma Tajam/ Tembus
Mayoritas adalah luka tusuk atau luka tembak.85% luka tembus dada
dapat ditanggulangi dengan tube thoracostomy dan terapi suportif. Luka
yang masuk atau keluar dari putting atau bagian bawah skapula akan
menyebabkan perforasi dari kubah diafragma. Jenis luka tembus yang
seperti ini harus dipikirkan adanya kemungkinan keterlibatan organ-organ
di abdomen.
Mekanisme cedera dapat dikategorikan sebagai berikut yang kecepatan
rendah, sedang, dan tinggi.Kecepatan rendah termasuk penusukan
(misalnya, luka tusuk karena pisau), yang hanya mengenai struktur
jaringan sekitar yang ditusuk.Kecepatan sedang, seperti luka tembus
karena peluru dari sebagian besar jenis pistol dan senapan angin yang
mana ditandai dengan gambaran dekstruksi jaringan yang lebih ringan jika
dibandingkan cedera karena kecepatan tinggi. Cedera akibat kecepatan
tinggi yaitu seperti cedera yang diakibatkan oleh rifle dan dari senjata api
militer.
F. GEJALA KLINIS
Gambaran klinis dari trauma toraks terdiri dari :
Gejala trauma dada :
1. Nyeri – akibat fraktur costae atau komplikasi pulmo maupun
kardivaskular
2. Dyspneu – akibat fraktur, pneumotoraks, hematotoraks, flail chest, ruptur
diafragma, ruptur trakhea atau bronkhus utama atau kerusakan serius
organ viseral; pernapasan yang tiba-tiba meningkat (sesak napas
memburuk secara cepat) merupakan ciri khas terjadinya pneumotoraks
desak (tension pneumothorax)
Tanda trauma dada :
1. Syok – akan parah jika brhubungan dengan kerusakan organ dalam
2. Trauma dinding dada – akan tampak memar, suara menyedot dari
dinding dada, gerakan dinding dada paradoksal, atau nyeri pada fraktur
kosta.
3. Emfisema – ada sensasi krepitasi di bawah tangan pemeriksa akibat
udara yang masuk ke subkutan, disebabkan fraktur kosta atau rupturnya
trakhea daerah servikal/bronkhus.
4. Emfisema Mediastnum dengan Mediastinitis – ditandai dengan nyeri atau
suara ngik-ngik dari laring dan suara klik parakardial yang terjadi
bersamaan dengan suara jantung dicurigai adanya rutur esofagus atau
trakhea.
5. Deviasi trakhea – akibat pneumotoraks hebat atau hematoraks pada sisi
sebelahnya, akibat kolapsnya paru pada sisi yang sama.
6. Peningkatan Tekanan Vena Jugularis (Jugular Vwenous Pressure/JVP) –
terjadi pada tamponade kordis akibat hemoperikardiva
7. Paru – hipersonor menunjukkan pneumotoraks, dan suara napas yang
menurun atau hilang menunukkan hemothoraks, pneumothoraks atau
kolaps paru.
Tabel gawat dada :
PENYEBAB KLINIS
- sianosis, pucat, stridor
- otot napas bantuan +
- retraksi supraklavikula dan interkostal

- anemia, syok hipovolemik


Obstruksi jalan napas - sesak napas
- pekak pada perkusi
- suara napas berkurang
Hemotoraks masif - tekanan vena sentral tidak meninggi

- syok kardiogenik
Tamponade jantung - tekanan vena meninggi (leher)
- bunyi jantung berkurang

Pneumotoraks desak
- hemitoraks mengembang
- gerakan hemitoraks kurang
- suara napas berkurang
- emfisema subkutis
Toraks instabil - trakea terdorong kesisi lateral

Pneumotoraks terbuka
- gerakan napas paradoksal
Kebocoran trakea- - sesak napas, sianosis
bronkial
- inpeksi luka
- kebocoran udra terdengar dan tampak

- pneumotoraks
- emfisema
- infeksi

G. KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX


1. PNEUMOTHORAX
Adalah kelainan pada rongga pleura ditandai dengan adanya udara yang
terperangkap dalam rongga pleura maka akan menyebabkan peningkatan
tekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu proses pengembangan
paru. Merupakan salah satu dari trauma tumpul yang sering terjadi akibat
adanya penetrasi fraktur iga pada parenkim paru dan laserasi
paru.Pneumothoraks bisa juga terjadi akibat decelerasi atau barotrauma pada
paru yang tanpa disertai adanya fraktur iga. Pasien akan melaporkan adanya
nyeri atau dispnea dan nyeri pada daerah fraktur. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan melemahnya suara pernapasan.pneumothoraks terbagi atas tiga
yaitu: simple, open, dan tension pneumothorax.
Simple Pneumothorax
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks
yang progresif.
Ciri:
 Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
 Tidak ada mediastinal shift
 PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓
Penatalaksanaan: WSD
TensionPneumothorax
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension
ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak
dapat keluar).
Ciri:
 Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps
total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral),
deviasi trakhea → venous return ↓ → hipotensi &respiratory distress
berat.
 Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,
takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis
 Merupakan keadaan life-threatening → tdk perlu Ro
Penatalaksanaan:
a. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-
klavikula)
b. WSD
Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat
keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks
akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound.
Terjadi kolaps total paru. Umumnya disertai dengan perdarahan
(hematotoraks)
Penatalaksanaan:
a. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
b. Pasang WSD dahulu baru tutup luka
c. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra
toraks lain.

2. HEMATOTHORAX
Adalah Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul
atau tembus pada dada.Sumber perdarahan umumnya berasal dari A.
interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks
dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok
berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh
karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan
atau jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala
instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan
Pemeriksaan
- Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
- Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
- Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
Indikasi Operasi
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD):
- Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD <
4 jam setelah kejadian trauma.
- Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
- Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
- Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila
produksi WSD:
- ≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
- ≥ 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
- ≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam

3. KONTUSIO PARU
Terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari
tempat yang tinggi dan luka tembakdengan peluru cepat (high velocity)
maupun setelah trauma tumpul thoraks.
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan
edema parenkim.Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial
menyebabkan kematian.
Tanda dan gejalanya adalah sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi,
suara nafas berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang
iga, sianosis.
Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan → edema dan reaksi inflamasi →
lung compliance ↓ → ventilation-perfusion mismatch → hypoxia & work of
breathing ↑
Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 ↓)
Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah
trauma
Penatalaksanaan
Tujuan:
- Mempertahankan oksigenasi
- Mencegah/mengurangi edema
Tindakan :bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain
control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)

4. LASERASI PARU
Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma
tumpul keras yang disertai fraktur iga, sehingga dapat menimbulkan
hemothoraks dan pneumothoraks. Mekanisme terjadinya pneumothoraks oleh
karena meningkatnya tekanan intraalveolar yang disebabkan adanya tubrukan
yang kuat pada thoraks dan robekan pada percabangan trakeobronchial atau
esophagus.Perdarahan dari laserasi paru dapat berhenti, menetap, atau
berulang.
Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
Penatalaksanaanumum : WSD
Indikasi operasi :
- Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)
- Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya robekan
paru
- Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas

5. RUPTUR DIAFRAGMA
Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas.Trauma tumpul di daerah
toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal
mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak
dapat menahan tekanan tersebut.Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat
trauma tembus pada daerah toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus
juga akan melukai organ-organ lain (intratoraks atau intraabdominal).
Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral) ataupun
dapat kita curigai bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah
ICS 4 anterior, didaerahh ICS 6 lateral, didaerah ICS 8 posterior. Kejadian
ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan Akan
terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks Kematian dapat terjadi dengan
cepat setelah terjadinya trauma oleh karena shock dan perdarahan pada cavum
pleura kiri. Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial
Diagnostik:
- Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen
- Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda
abdomen akut)
- Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum
kontralateral, terlihat adanya organ viseral di toraks)
- CT scan toraks
Penatalaksanaan: Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)

6. RUPTUR TRAKEA DAN BRONKUS


Ruptur trakea dan bronkus utama dapat disebabkan oleh trauma tajam
maupun trauma tumpul dimana angka kematian akibat penyulit ini adalah
50%.Pada trauma tumpul ruptur terjadi pada saat glottis tertutup dan terdapat
peningkatan hebat dan mendadak dari tekanan saluran trakeobronkial yang
melewati batas elastisitas saluran trakeobronkial ini. Kemungkinan kejadian
ruptur bronkus utama meningkat pada trauma tumpul thoraks yang disertai
dengan fraktur iga 1 sampai 3, lokasi tersering adalah pada daerah karina dan
percabangan bronkus. Pneumothoraks, pneumomediatinum, emfisema
subkutan dan hemoptisis, sesak nafas,dan sianosis dapat merupakan gejala dari
ruptur ini.

7. TRAUMA ESOFAGUS
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma
tajam/tembus.
Pemeriksaan Ro toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi
pleura
Diagnostik: Esofagografi
Tindakan: Torakotomi eksplorasi

8. TRAUMA JANTUNG
Tamponade jantung terdapat pada 20% penderita dengan trauma thoraks
yang berat, trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan
tamponade jantung dengan gejala trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi
dan menurunnya suara jantung. Kontusio miokardium tanpa disertai ruptur
dapat menjadi penyebab tamponade jantung.
Kecurigaan trauma jantung :
- Trauma tumpul di daerah anterior
- Fraktur pada sternum
- Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II
kiri, grs mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)
Diagnostik
- Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB /
Troponin T)
- Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada
mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium
- Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade
Penatalaksanaan
a. Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi
dilakukannya torakotomi eksplorasi emergency
b. Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi
dilakukannya torakotomi eksplorasi.
c. Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan
observasi ketat untuk mengetahui adanya tamponade
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma
ventrikel beberapa bulan/tahun pasca trauma.

9. RUPTUR AORTA
Ruptur Aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi
ruptur tersering adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat
ligamentum arteriosum.Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma thoraks
dengan ruptur aorta ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan
pertolongan. Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto thoraks bila didapatkan
mediastinum yang melebar, fraktur iga 1 dan 2, trakea terdorong ke kanan,
gambaran aorta kabur, penekanan bronkus utama kiri.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
9. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan
continues suction unit.
11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc segera thorakotomi.

I. PENATALAKSANAAN
Prinsip
- Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara
umum (primary survey - secondary survey)
- Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara
konsekutif (berturutan)
- Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien
stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable
bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan
memindahkan pasien dari ruang emergency.
- Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi
terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan
melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
- Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan
bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
- Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah
memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
- Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway,
breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah
Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma
unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan
kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan
penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum
antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasive
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga
thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. Pada
trauma toraks, WSD dapat berarti :
1) Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam shock.
2) Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga
pleura.Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
3) Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
Indikasi pemasangan WSD
- Pneumothoraks
- Hemothoraks
- Thorakotomy
- Efusi pleura
- Emfiema
Tujuan pemasangan WSD
- Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan
rongga thorak
- Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
- Mengembangkan kembali paru yang kolaps
- Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
Tempat pemasangan WSD
- Bagian apex paru (apical)
o anterolateral interkosta ke 1-2
o fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
- Bagian basal
o postero lateral interkosta ke 8-9
o fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga
pleura
Jenis-jenis WSD
1) WSD dengan sistem satu botol
- Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien
simple pneumothoraks
- Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang
selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol
- Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam
2cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang
menyebabkan kolaps paru
- Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk
memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar
- Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi
- Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :
o Inspirasi akan meningkat
o Ekpirasi menurun
2) WSD dengan sistem 2 botol
- Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan
botol ke-2 botol water seal
- Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong
dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan
selang di botol 2 yang berisi water seal
- Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari
rongga pleura masuk ke water seal botol 2
- Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan
mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan
keluar melalui selang masuk ke WSD
- Biasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks,
hemopneumothoraks, efusi peural
3) WSD dengan sistem 3 botol
- Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol
jumlah hisapan yang digunakan
- Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan
- Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol
ke-3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang
yang tertanam dalam air botol WSD
- Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang
ditambahkan
- Botol ke-3 mempunyai 3 selang :
o Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada
botol ke dua
o Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
o Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air
dan terbuka ke atmosfer
Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
- Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang
menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori
waktu menyeka tubuh pasien.
- Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit
yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
- Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
o Penetapan slang.
o Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
- Pergantian posisi badan.
- Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan
pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,
atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
- Mendorong berkembangnya paru-paru.
o Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
o Latihan napas dalam.
o Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
o Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
- Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc.
Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang,
perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
- Suction harus berjalan efektif :
o Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah
operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
o Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien,
warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
o Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai
petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien
dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi
miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal
: slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat
rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di
dinding paru-paru.
- Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
o Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
o Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan
adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
o Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara
masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan
kocher.
o Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas
botol dan slang harus tetap steril.
o Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-
sendiri, dengan memakai sarung tangan.
o Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga
dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
- Dinyatakan berhasil, bila :
o Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi.
o Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
o Tidak ada pus dari selang WSD.
3. Terapi
a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
b. WSD (hematotoraks).
c. Pungsi.
d. Torakotomi.
e. Pemberian oksigen.
f. Antibiotika.
g. Analgetika.
h. Expectorant.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Primer
a. Data Subjektif
1. Riwayat Penyakit Pasien- Pasien mengeluh sesak - Pasien mengeluh nyeri
pada dada (biasanya pada pasien fraktur rusuk dansternum)- Pasien
mengeluh batuk berdarah, berdahak- Pasien mengeluh lemas, lemah-
Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan tertusuk
dibagian dada.
2. Riwayat Kesehatan Pasien- Riwayat penyakit sebelumnya- Riwayat
pengobatan sebelumnya - Adanya alergi
b. Data Objektif
Primer:
- Airway (A)Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai
dengan muntahdarah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
- Breathing (B)Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris
(pada pasien tensionpneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara
napas kusmaul, napaspendek, napas dangkal.
- Circulation (C)Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan,
sianosis, takikardi
- Disability (D)Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang
terlambat)
Pengkajian Sekunder:
- Eksposure (E)Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya
penetrasi penyebabtrauma pada dinding dada
- Five Intervention / Full set of vital sign (F): Tanda – tanda vital : RR
meningkat, HR meningkat, terjadihipotensi. Pulse oksimetri : mungkin
terjadi hipoksemia. Aritmia jantung.
Pemeriksaan Lab: Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnyabatas
paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).
Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.
Rupture diafragma: herniasi organ abdomen ke dada,
kenaikanhemidiafragma.
Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dandislokasi
sternoklavikular.
- Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)Adanya
nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadipada
saat bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen.
- Head to toe (H): Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada :
Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat,
DVJ(Distensi Vena Jugularis)
Daerah dada : Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan
Kussmaul, terdapatjejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma pada
daerah dada.Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya
nyeri tekanPerkusi : adanya hipersonorAuskultasi : suara napas krekels,
suara jantung abnormal. Terkadangterjadi penurunan bising napas.
Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi femoralis
- Inspect the posterior surface (I)Adanya jejas pada daerah dada.

Berdasarkan prioritas kegawatdaruratan, diagnosa yang diangkat adalah:


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas akibat sekret darah
2. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
3. Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan gangguan pertukaran
O2 dan CO2
4. PK Perdarahan
5. PK Syok Kardiogenik
6. PK Syok Hipovolemik
7. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan gagal jantung
8. Gangguan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan gangguan
transport O2
9. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik, luka pada dada
10. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan laserasi paru
11. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kebutuhan O2 tubuh tidak
adekuat
12. Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat
(kulit tidak utuh)

Anda mungkin juga menyukai