TRAUMA THORAX
Oleh:
Oleh :
DWI USWATUN SHOLIKHAH
NIM. 170070301111019
( )( )
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA THORAX
B. DEFINISI
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.Trauma thorax atau cedera dada dapat menyebabkan
kerusakan dinding dada, paru, jantung, pembuluh darah besar serta organ
disekitarnya termasuk viscera (berbagai organ dalam besar di dalam rongga dada).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru,
diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang
dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.Trauma dada adalah masalah
utama yang paling sering terjadi pada bagian emergency.
Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor
missal, sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada dada atau
akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi.Luka penetrasi
umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat tembakan.
C. KLASIFIKASI
Menurut Marijata (2006), berdasarkan penyebabnya trauma toraks dbagi
menjadi 2, yaitu:
1. Trauma toraks terbuka
Akibat luka tusuk atau luka yang menembus/membuat lubang.
Patologi pembedahan : trauma yang menusuk pada dinding dada akibat
pisau, tembakan pistol, atau luka lain besar kemungkinannya terjadi
komplikasi berupa pneumotoraks, kerusakan organ visceral intratorakal, dan
infeksi.
2. Trauma toraks tertutup
Akibat trauma tumpul, deselerasi, atau luka remuk.
Patologi pembedahan : trauma tumpul langsung pada dinding dada terjadi
akibat luka tabrak, terkena dashboard dan kemudi setir yang dapat
menyebabkan patah tulang iga, dada flail (flail chest) dengan gerakan
paradoksal, ruptur diafragma, atau komplikasi kardiovaskuler yang serius.
Kekerasan deselerasi, yang dapat terjadi pada kecelakaan pesawat dan mobil
besar kemungkinannya menyebabkan ruptur aorta descenden distal arteri
subclavia dan ruptur diafragma.Luka yang remuk/hancur menyebabkan
perdarahan intraalveolar, hematom pulmo dan hipoksia.
D. ETIOLOGI
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan
trauma tajam.Penyebab trauma toraks tersering adalah oleh karena kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis
tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar dan
terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat
yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab
trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3, berdasarkan tingkat
energinya yaitu: trauma tusuk atau tembak dengan energi rendah, berenergi
sedang dengan kecepatan kurang dari 1500 kaki per detik (seperti pistol) dan
trauma toraks oleh karena proyektil berenergi tinggi (senjata militer) dengan
kecepatan melebihi 3000 kaki per detik. Penyebab trauma toraks yang lain oleh
karena adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru bisa menimbulkan pecah
atau pneumotoraks (seperti pada scuba) (David.A, 2005; Sjamsoehidajat, 2003).
E. MEKANISME TRAUMA THORAX
1. Mekanisme Tauma
a. Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab
trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan
(akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga
bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari
trauma tersebut).
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak;
penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high
velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan
dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk
peluru
b. Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari
jaringan.Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti
akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-
organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera,
dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada
dinding thoraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan
pengikat organ tersebut.
c. Torsio dan Rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh
adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki
jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma
atau atrium.Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut
dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau
poros-nya.
d. Blast Injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak
langsung dengan penyebab trauma.Seperti pada ledakan bom.Gaya
merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.
Faktor yang memengaruhi trauma
a. Sifat jaringan tubuh
Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan,
akan tetapi sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat
trauma. Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang
relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau
tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang
gemuk atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara
dibanding pria, dsb.
b. Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang
menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus.Seperti luka tembus
pada daerah pre-kordial.
c. Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat
mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang
terjadi.
Perlu diingat adanya efek “ricochet” atau pantulan dari penyebab
trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat
pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari
sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit
diperkirakan.
- syok kardiogenik
Tamponade jantung - tekanan vena meninggi (leher)
- bunyi jantung berkurang
Pneumotoraks desak
- hemitoraks mengembang
- gerakan hemitoraks kurang
- suara napas berkurang
- emfisema subkutis
Toraks instabil - trakea terdorong kesisi lateral
Pneumotoraks terbuka
- gerakan napas paradoksal
Kebocoran trakea- - sesak napas, sianosis
bronkial
- inpeksi luka
- kebocoran udra terdengar dan tampak
- pneumotoraks
- emfisema
- infeksi
2. HEMATOTHORAX
Adalah Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul
atau tembus pada dada.Sumber perdarahan umumnya berasal dari A.
interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks
dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok
berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh
karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan
atau jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala
instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan
Pemeriksaan
- Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
- Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
- Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
Indikasi Operasi
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD):
- Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD <
4 jam setelah kejadian trauma.
- Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
- Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
- Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila
produksi WSD:
- ≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
- ≥ 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
- ≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam
3. KONTUSIO PARU
Terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari
tempat yang tinggi dan luka tembakdengan peluru cepat (high velocity)
maupun setelah trauma tumpul thoraks.
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan
edema parenkim.Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial
menyebabkan kematian.
Tanda dan gejalanya adalah sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi,
suara nafas berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang
iga, sianosis.
Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan → edema dan reaksi inflamasi →
lung compliance ↓ → ventilation-perfusion mismatch → hypoxia & work of
breathing ↑
Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 ↓)
Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah
trauma
Penatalaksanaan
Tujuan:
- Mempertahankan oksigenasi
- Mencegah/mengurangi edema
Tindakan :bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain
control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)
4. LASERASI PARU
Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma
tumpul keras yang disertai fraktur iga, sehingga dapat menimbulkan
hemothoraks dan pneumothoraks. Mekanisme terjadinya pneumothoraks oleh
karena meningkatnya tekanan intraalveolar yang disebabkan adanya tubrukan
yang kuat pada thoraks dan robekan pada percabangan trakeobronchial atau
esophagus.Perdarahan dari laserasi paru dapat berhenti, menetap, atau
berulang.
Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
Penatalaksanaanumum : WSD
Indikasi operasi :
- Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)
- Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya robekan
paru
- Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas
5. RUPTUR DIAFRAGMA
Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas.Trauma tumpul di daerah
toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal
mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak
dapat menahan tekanan tersebut.Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat
trauma tembus pada daerah toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus
juga akan melukai organ-organ lain (intratoraks atau intraabdominal).
Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral) ataupun
dapat kita curigai bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah
ICS 4 anterior, didaerahh ICS 6 lateral, didaerah ICS 8 posterior. Kejadian
ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan Akan
terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks Kematian dapat terjadi dengan
cepat setelah terjadinya trauma oleh karena shock dan perdarahan pada cavum
pleura kiri. Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial
Diagnostik:
- Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen
- Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda
abdomen akut)
- Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum
kontralateral, terlihat adanya organ viseral di toraks)
- CT scan toraks
Penatalaksanaan: Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)
7. TRAUMA ESOFAGUS
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma
tajam/tembus.
Pemeriksaan Ro toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi
pleura
Diagnostik: Esofagografi
Tindakan: Torakotomi eksplorasi
8. TRAUMA JANTUNG
Tamponade jantung terdapat pada 20% penderita dengan trauma thoraks
yang berat, trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan
tamponade jantung dengan gejala trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi
dan menurunnya suara jantung. Kontusio miokardium tanpa disertai ruptur
dapat menjadi penyebab tamponade jantung.
Kecurigaan trauma jantung :
- Trauma tumpul di daerah anterior
- Fraktur pada sternum
- Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II
kiri, grs mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)
Diagnostik
- Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB /
Troponin T)
- Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada
mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium
- Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade
Penatalaksanaan
a. Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi
dilakukannya torakotomi eksplorasi emergency
b. Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi
dilakukannya torakotomi eksplorasi.
c. Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan
observasi ketat untuk mengetahui adanya tamponade
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma
ventrikel beberapa bulan/tahun pasca trauma.
9. RUPTUR AORTA
Ruptur Aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi
ruptur tersering adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat
ligamentum arteriosum.Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma thoraks
dengan ruptur aorta ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan
pertolongan. Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto thoraks bila didapatkan
mediastinum yang melebar, fraktur iga 1 dan 2, trakea terdorong ke kanan,
gambaran aorta kabur, penekanan bronkus utama kiri.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
9. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan
continues suction unit.
11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc segera thorakotomi.
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip
- Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara
umum (primary survey - secondary survey)
- Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara
konsekutif (berturutan)
- Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien
stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable
bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan
memindahkan pasien dari ruang emergency.
- Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi
terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan
melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
- Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan
bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
- Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah
memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
- Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway,
breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah
Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma
unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan
kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan
penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum
antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasive
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga
thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. Pada
trauma toraks, WSD dapat berarti :
1) Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam shock.
2) Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga
pleura.Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
3) Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
Indikasi pemasangan WSD
- Pneumothoraks
- Hemothoraks
- Thorakotomy
- Efusi pleura
- Emfiema
Tujuan pemasangan WSD
- Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan
rongga thorak
- Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
- Mengembangkan kembali paru yang kolaps
- Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
Tempat pemasangan WSD
- Bagian apex paru (apical)
o anterolateral interkosta ke 1-2
o fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
- Bagian basal
o postero lateral interkosta ke 8-9
o fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga
pleura
Jenis-jenis WSD
1) WSD dengan sistem satu botol
- Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien
simple pneumothoraks
- Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang
selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol
- Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam
2cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang
menyebabkan kolaps paru
- Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk
memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar
- Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi
- Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :
o Inspirasi akan meningkat
o Ekpirasi menurun
2) WSD dengan sistem 2 botol
- Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan
botol ke-2 botol water seal
- Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong
dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan
selang di botol 2 yang berisi water seal
- Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari
rongga pleura masuk ke water seal botol 2
- Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan
mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan
keluar melalui selang masuk ke WSD
- Biasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks,
hemopneumothoraks, efusi peural
3) WSD dengan sistem 3 botol
- Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol
jumlah hisapan yang digunakan
- Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan
- Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol
ke-3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang
yang tertanam dalam air botol WSD
- Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang
ditambahkan
- Botol ke-3 mempunyai 3 selang :
o Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada
botol ke dua
o Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
o Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air
dan terbuka ke atmosfer
Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
- Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang
menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori
waktu menyeka tubuh pasien.
- Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit
yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
- Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
o Penetapan slang.
o Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
- Pergantian posisi badan.
- Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan
pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,
atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
- Mendorong berkembangnya paru-paru.
o Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
o Latihan napas dalam.
o Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
o Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
- Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc.
Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang,
perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
- Suction harus berjalan efektif :
o Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah
operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
o Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien,
warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
o Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai
petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien
dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi
miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal
: slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat
rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di
dinding paru-paru.
- Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
o Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
o Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan
adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
o Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara
masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan
kocher.
o Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas
botol dan slang harus tetap steril.
o Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-
sendiri, dengan memakai sarung tangan.
o Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga
dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
- Dinyatakan berhasil, bila :
o Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi.
o Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
o Tidak ada pus dari selang WSD.
3. Terapi
a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
b. WSD (hematotoraks).
c. Pungsi.
d. Torakotomi.
e. Pemberian oksigen.
f. Antibiotika.
g. Analgetika.
h. Expectorant.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Primer
a. Data Subjektif
1. Riwayat Penyakit Pasien- Pasien mengeluh sesak - Pasien mengeluh nyeri
pada dada (biasanya pada pasien fraktur rusuk dansternum)- Pasien
mengeluh batuk berdarah, berdahak- Pasien mengeluh lemas, lemah-
Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan tertusuk
dibagian dada.
2. Riwayat Kesehatan Pasien- Riwayat penyakit sebelumnya- Riwayat
pengobatan sebelumnya - Adanya alergi
b. Data Objektif
Primer:
- Airway (A)Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai
dengan muntahdarah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
- Breathing (B)Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris
(pada pasien tensionpneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara
napas kusmaul, napaspendek, napas dangkal.
- Circulation (C)Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan,
sianosis, takikardi
- Disability (D)Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang
terlambat)
Pengkajian Sekunder:
- Eksposure (E)Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya
penetrasi penyebabtrauma pada dinding dada
- Five Intervention / Full set of vital sign (F): Tanda – tanda vital : RR
meningkat, HR meningkat, terjadihipotensi. Pulse oksimetri : mungkin
terjadi hipoksemia. Aritmia jantung.
Pemeriksaan Lab: Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnyabatas
paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).
Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.
Rupture diafragma: herniasi organ abdomen ke dada,
kenaikanhemidiafragma.
Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dandislokasi
sternoklavikular.
- Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)Adanya
nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadipada
saat bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen.
- Head to toe (H): Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada :
Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat,
DVJ(Distensi Vena Jugularis)
Daerah dada : Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan
Kussmaul, terdapatjejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma pada
daerah dada.Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya
nyeri tekanPerkusi : adanya hipersonorAuskultasi : suara napas krekels,
suara jantung abnormal. Terkadangterjadi penurunan bising napas.
Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi femoralis
- Inspect the posterior surface (I)Adanya jejas pada daerah dada.