Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN KEMIH


1. DEFINISI
ISK adalah keadaan adanya infeksi (pertumbuhan dan perkembangbiakan
bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di
kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna.

Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK
atau kontaminasi dari uretra, vagina ataupun dari flora di periuretral. Dalam
keadaannormal, urin baru dan segar adalah steril. Bakteriuria bermakna yaitu
bila ditemukan jumlah koloni > 105/ml spesies yang sama pada kultur urin dari
sampel mid-stream urine. Ini merupakan gold standard untuk diagnostik ISK.

Cara penampungan Jumlah Koloni Kemungkinan Infeksi

Pungsi supra pubik Bakteri gram negatif : asal>99%


ada kuman
Kateterisasi kandung 95%
kemih Bakteri gram positif :
Diperkirakan ISK
beberapa ribu
Urin pancar tengah
Diragukan, ulangi
> 105
- Laki-laki
Tidak ada ISK /
104 - 105
- Perempuan
Kontaminasi
103 - 104
Diperkirakan ISK
< 103
95%
> 104
90%
3x biakan > 105
80%
2x biakan > 105
Diragukan, ulangi
1x biakan > 105
Diperkirakan ISK, ulangi
5 x 104 - 105
104 – 5 x 104 : Tidak ada ISK

Klinis simtomatik Tidak ada ISK

Klinis asimtomatik

< 104

2. EPIDEMIOLOGI
ISK terjadi pada 3-5% anak perempuan dan 1% dari anak laki-laki. Pada anak
perempuan, ISK pertama biasanya terjadi pada umur 5 tahun, dengan puncaknya pada
bayi dan anak-anak yang sedang toillete training. Setelah ISK pertama, 60%-80% anak
perempuan akan mengembangkan ISK yang kedua dalam 18 bulan. Pada anak laki-laki,
ISK paling banyak terjadi selama tahun pertama kehidupan; ISK jauh lebih sering terjadi
pada anak laki-laki yang tidak disunat. Prevalensi ISK bervariasi berdasarkan usia.
Selama tahun pertama kehidupan, rasio penderita laki-laki: rasio wanita adalah 2,8-5,4 :
1. Sedangkan dalam tahun pertama sampai tahun kedua kehidupan, terjadi perubahan
yang mencolok, dimana rasio laki-laki: rasio perempuan adalah 1:10.
Pada anak-anak prasekolah usia, prevalensi anak perempuan dengan infeksi tanpa
gejala yang akhirnya didiagnosa oleh aspirasi suprapubik adalah 0,8%dibandingkan
dengan 0,2% pada anak laki-laki. Pada kelompok usia sekolah, angka insidensi
bakteriuria pada perempuan lebih banyak 30 kali dibandingkan pada anak laki-laki.3
Remaja putri lebih cenderung memiliki vaginitis (35%) dibandingkan ISK (17%).
Selain itu, gadis remaja yang didiagnosis dengan sistitis sering memiliki vaginitis
bersamaan.

3. ANATOMI SALURAN KEMIH


a. Ginjal
Ginjal terletak diruang retroperitoneal antara vertebra torakal 12 atau lumbal 1
dan lumbal 4. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu lebih kurang 6 cm dan 24 gram pada
bayi yang lahir cukup bulan. Pada bayi baru lahir ginjal sering dapat diraba. Pada janin
permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan
bertambahnya umur. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Ginjal
mempunyai lapisan luar, yaitu korteks yang mengandung glomerulus, tubulus proksimal
dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens, serta lapisan dalam yaitu medula,
yang mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta, dan duktus koligens
terminal.
Puncak piramid medula menonjol ke dalam disebut papil ginjal yang merupakan
ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens bermuara pada duktus papilaris Bellini
yang ujungnya bermuara di papil ginjal dan mengalirkan urin kedalam kaliks minor.
Karena ada 18-24 lubang muara duktus Bellini pada ujung papil maka daerah tersebut
terlihat sebagai tapisan beras dan disebut area kribrosa.
Antara dua piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya cabang-cabang
arteri renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor membentuk kaliks mayor
yang bersatu menjadi piala (pelvis) ginjal yang kemudian bermuara ke dalam ureter
(Gambar 2).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosis tipis dan mengkilat yang disebut kapsul
fibrosa (true capsule) ginjal dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perineal. Di
sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/ suprarenal
yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak
perineal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barrier yang
menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi
urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia gerota dapat pula berfungsi sebagai
barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal
ke organ sekitarnya. Di luar fasia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau
diseebut jaringan lemak pararenal.
Disebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta
tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ-organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, duodenum sedangkan ginjal
kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon.
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal.
Didalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan didalam medula banyak
terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas
tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis dan duktus kolegentes.
Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air
membentuk urin. Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramid ke
sistem pelviokaliks ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.
Sistem pelviokaliks ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor
dan pielum/ pelvis renalis. Mukosa sistem pelviokaliks terdiri atas epitel transisional dan
dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin
sampai ke ureter.

b. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan
urin dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi
oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan
gerakan peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urin ke buli-buli.
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara anatomis
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di
tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali
tersangkut ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah (1) pada
perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvicoureter junction (2) tempat ureter
menyilang arteri iliaka di rongga pelvis dan (3) pada saat ureter masuk ke buli-buli.
Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli
(intramural) ; keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urine dari buli-buli ke
ureter atau refluks vesiko-ureter pada saat buli-buli berkontraksi.
Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi
dua bagian yaitu : ureter pars abdominalis yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai
menyilang vasa iliaka dan ureter pars pelvika yaitu mulai dari persilangan dengan vasa
iliaka sampai masuk ke buli-buli. Disamping itu secara radiologis ureter dibagi dalam
tiga bagian yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas
sakrum (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum sampai pada batas bawah
sakrum dan (3) ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.

c. Buli-buli
Buli-buli adalah organ berongga yang berdinding otot polos yang terdiri dari dua
bagian besar: (1) badan (korpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin
berkumpul, dan (2) leher (kollum) merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk
corong, berjalan secara inferior dan anterior kedalam daerah segitiga urogenital dan
berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut
uretra posterior karena hubungannya dengan uretra.

Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas
kesegala arah dan, bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih.
Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk
mengosongkan kandung kemih.sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama
lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lain.
Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar keseluruh otot detrusor, dari satu sel otot
ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandungan kemih dengan
segera.

Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Disebelah dalam adalah otot longitudinal, ditengah merupakan otot
sirkuler, dan yang paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas
sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter,
dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.4

Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan yaitu (1) permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) dua permukaan inferiolateral
dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah
terlemah) dinding buli-buli.

Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya


melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Pada anak, kapasitas buli-buli
menurut formula dari Koff adalah :

Kapasitas Buli-buli = {Umur (tahun) + 2}x 30 ml

d. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli melalui
proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan
uretra anterior. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri dari otot polos yang
dipersarafi oleh sistem saraf simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini
terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem
somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing
sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.

e. FISIOLOGI SALURAN KEMIH


Neonatus memiliki fungsi ginjal imatur saat kelahiran yang membuat mudahnya
kehilangan cairan, seperti kehilangan cairan lewat pernafasan yang cepat atau kegagalan
dalam pemasukan cairan. Berat ginjal neonatus sekitar 23 gram, berat ini akan menjadi
dua kali lipat dari semula pada usia 6 bulan dan meningkat pada akhir satu tahun pertama
dan tumbuh seperti ginjal orang dewasa pada saat pubertas yaitu 10 kali ukuran pada saat
kelahiran.

Ketika bayi dilahirkan, maka ia akan kehilangan aliran darah dari plasenta, diikuti
dengan peningkatan yang tinggi dari aliran darah pada ginjalnya sendiri, menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah pada ginjal. Neonatus akan menghasilkan 20 – 35
ml dari urin sebanyak 4 kali sehari, tapi ini akan meningkat sampai 100 – 200 ml
sebanyak 10 kali sehari pada hari kesepuluh setelah lahir. Urin saat produksi pertama
memperlihatkan eksresi urea yang sedikit karena pada saat ini protein lebih banyak
digunakan pada bayi dibandingkan dengan jumlah yang dipecah dalam hati.
Resistensi dari anyaman kapiler ginjal berkurang pada minggu pertama
kehidupan, yang memungkinkan peningkatan kemampuan filtrasi glomerulus, akan tetapi
kapsul glomerulus saat lahir dibentuk dari epitel kubus dan belum sepenuhnya digantikan
oleh epitel berlapis gepeng dan baru berfungsi secara penuh setelah tahun pertama.
Nefron yang kecil dan immatur ini juga memiliki Lengkung Henle yang pendek juga,
dimana air dan natrium secara normal diatur, garam (natrium) sebaiknya tidak
ditambahkan ke diet bayi karena tidak dapat diekskresikan dengan mudah dan natrium
yang tersisa akan mempertahankan arteri dan vena, meningkatkan tekanan darah dan
dilatasi dari jantung yang berkembang.

f. Perkembangan Kontinensia
Bayi memiliki keadaan inkontinensia, kemampuan untuk mengontrol pengeluaran
urin tergantung pada sistem renal yang lengkap dan berfungsi, kematangan saraf,
kesempatan yang diberikan kepada anak untuk buang air kecil dankebiasaan. Anak dapat
menjadi cemas dan melemah jika harapan yang diberikan melebihi kemampuan dan
kontrol mereka. Kematangan terhadap mekanisme kontrol biasanya membutuhkan sekitar
lima tahun untuk anak yang sehat agar tetap terkontrolpada siang dan malam. Kandung
kemih adalah organ yang kompleks yang terbentuk dari lapisan otot dan dienervasikan
oleh kompleks refleks dari tulang belakang dan koordinasi dari otak. Perlu diingat bahwa
jika anak tidak mau buang air kecil, utuk alasan apapun, mereka dapat memberikan pesan
kepada otaknya dari kandung kemih mereka yang penuh itu.8

Kemampuan untuk mengontrol pengosongan kandung kemih adalah sebuah


proses yang dipelajari biasanya pada awal masa kanak-kanak sebagai hasil dari ‘toillete
training’. Seorang bayi tidak mampu berlatih mengontrol proses ini, karena pengosongan
kandung kemih tergantung pada kerja kompleks refleks. Kandung kemih mereka akan
secara volunter mengosongkan diri saat teregang pada volume 15 ml, seperti yang
diketahui pada dewasa rangsangan untuk buang air kecil pada volume 200 ml. Saat
kandung kemih penuh dan merangsang reseptor trigonal, dan hasilnya mengirimkan
impuls ke area sakral tulang belakang melalui sistem saraf otonom. Impuls motorik dari
tulang belakang lewat sistem saraf otonom menginisiasi relaksasi sfingter internal dan
kontraksi otot detrusor, yang selanjutnya mengakibatkan urin keluar dari kandung kemih.
Kapasitas kandung kemih anak bervariasi berdasarkan umur (Tabel 1). Jumlah urin
bervariasi pada neonatus dan anak (Tabel 2).8
Tabel 1. Frekuensi Rata-Rata Miksi Pada Bayi dan Anak9

Umur Frekuensi Miksi/ 24 Jam

3-6 bulan 20

6-12 bulan 16

1-2 tahun 12

2-3 tahun 10

3-4 tahun 9

12 tahun 4-6

Tabel 2. Jumlah Urin Pada Neonatus dan Anak9

Umur Jumlah Urin (ml)

1 hari 0-20

2 hari 20-50

3 hari 20-60

4 hari 30-70

5-7 hari 40-90

1 bulan 200-400

2 bulan 300-500

3 bulan 500-700

1-2 tahun 600-800

3-5 tahun 800-1200

6-10 tahun 800-1400

10-14 tahun 800-1500

Kematangan sistem saraf diperlukan untuk pengontrolan kandung kemih, jadi


impuls saraf dapat bergerak melalui tulang belakang menuju pusat kontrol miksi di otak.
Saat kewaspadaan untuk buang air kecil dan keinginan untuk mengontrol miksi telah
berkembang, bersama dengan kematangan biologis dari sistem saraf dan perkembangan
sosial si anak, menjadikan aktivitas sistem saraf pusat mengambil alih kerja sistem
refleks. Kontrol yang baik dapat dimulai pada usia dua tahun saat anak dapat secara sadar
merelaksasikan otot dasar pinggul untuk buang air kecil.

Kandung kemih yang sehat dapat dilatih dengan kebiasaan yang sehat. Minum
yang cukup mengeluarkan bakteri, tapi minum air soda dapat mengiritasi kandung kemih.
Ajarkan anak perempuan untuk membersihkan sia urin dari depan ke belakang untuk
menghindari kontaminasi sistem urinarius bagian bawah oleh bakteri yang normalnya
berada di rektum. Anak juga sebaiknya dilatih untuk buang air kecil segera setelah
mereka merasakan keinginan untuk miksi, dan wanita yang sudah dewasa sebaiknya
segera buang air kecil setelah melakukan hubungan. Saat mulai sekolah, saat toilet
dipakai bersama dan waktu istirahat sudah ditentukan, hal ini menyebabkan beberapa
anak untuk menolak minum sepanjang hari dan menjaga urin sampai pulang ke rumah.
Kaushik dkk (2007) menemukan bahwa anak dengan akses buang air kecil yang bebas
selama di sekolahnya memiliki tingkat konsumsi air yang secara signifikan lebih tinggi.
Dalam membantu orang tua untuk menolong anaknya mendapatkan kontinensia,
menemukan problem yang mendasarinya adalah hal yang vital. Pertanyaan yang
ditanyakan dapat meliputi umur, pekerjaan orang tua, kebiasaan dalam keluarga dan
riwayat kontinensia, keadaan kesehatan, perkembangan mental, dan kejadian yang
muncul pada kehidupan anak seperti pergantian sekolah, fasilitas toilet seperti
aksesibilitas dan keinginan untuk meminta izin buang air kecil, pengobatan, dan asupan
cairan. Manajemen tatalaksana akan tergantung pada tajamnya anamnesa; beberapa poin
diskusi dapat berupa penjelasan mengenai kontinensia dan keyakinan bahwa masalah
seperti ini bisa diatasi, saran praktis berupawaterproof bed cover, menjalankan jadwal
rutin untuk buang air kecil (dengan kenyamanan) dan manajemen asupan cairan selama
dua puluh empat jam. Pada semua situasi, anak dan keluarga perlu untuk diberikan
motivasi untuk keberhasilan dan pujian terhadap usaha yang ada.

g. Mengompol – Enuresis Nokturnal


Mengompol pada malam hari adalah suatu pengalaman yang umum pada awal
masa anak-anak; sebuah gangguan pada fungsi neuromuskular yang sering tidak
berbahaya dan akan membaik sendiri. Akan tetapi, mengompol dapat disebabkan oleh
kesedihan yang sangat kuat pada kehidupan berkeluarga. Diagnosis dari enuresis
nokturnal timbul saat aliran involunter dari urin, saat tidur, yang timbul pada anak usia
lima tahun atau lebih, dengan tidak adanya kelainan kongenital atau yang didapat oleh
sistem saraf, ditemukan satu dari banyak penyebab buruknya kontrol buang air kecil pada
malam hari (termasuk stres, riwayat keluarga, infeksi saluran kemih, dan hambatan
perkembangan). Hal itu menunjukkan bagaimana pengeluaran urin diatur, sebagai bagian
dari ritme sirkadia sehari-hari. Pada malam hari kita normalnya menurunkan kadar
ekskresi air, elektrolit, dan sisa-sisa sebagai persiapan menjelang tidur. Meski begitu,
beberapa anak membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan yang lainnya untuk
perkembangan ritme ini; 7% dari anak usia tujuh tahun mengompol di malam hari.
Diperkirakan bahwa pada beberapa anak, hal ini tidak disebabkan oleh volume urin yang
diproduksi pada malam hari atau kandung kemih terlalu kecil untuk menampung, tapi
ritme sirkadia ginjal memiliki peranan dalam mengatur keseimbangan natrium pada awal
pagi.

4. ETIOLOGI
Penyebab terbanyak ISK pada anak (sekitar 80-90%), baik yang
simtomatikmaupun yang asimtomatik adalah kuman gram negatif Escherichia coli (E.
Coli).Penyebab lainnya adalah Klebsiella, Proteus, Staphylococcus Saphrophyticus. ISK
nosokomial sering disebabkan E. coli, Pseudomonas sp, Coagualase-negatif
Staphylococcus, Klebsiella sp, Aerobacter sp jarang ditemukan.

Pada uropati obstruktif dan pada kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-
laki sering ditemukan Proteus. ISK nosokomial sering disebabkan E.coli, Pseudomonas
sp, coagulase-negative Staphylococcus, Klebsiella sp, dan Aerobacter species.

Infeksi virus, terutama adenovirus,juga dapat terjadi, terutama sebagai penyebab


sistitis.

5. FAKTOR RISIKO
Bila ISK didiagnosis pada anak, upaya harus dilakukan untuk mengidentifikasi
faktor risiko pada anak (misalnya, anomali anatomi, disfungsi berkemih, dan
sembelit). Anak yang menerima antibiotik spektrum luas (misalnya, amoxicillin,
cephalexin) yang bisa mengganggu kondisi fisiologis gastrointestinal (GI) dan
periurethral flora, hal tersebut akan meningkatkan risiko untuk ISK, karena obat ini
mengganggu pertahanan alami saluran kemih dalam menghadapi kolonisasi oleh bakteri
patogen.

Lamanya inkubasi urin dalam kandung kemih akibat beberapa hal merupakan
salah satu faktor terjadinya ISK. Inkubasi urin ini bisa terjadi akibat anak memiliki
disfungsi berkemih atau anak memilih untuk menahan pipisnya. Berbagai keadaan bisa
menjadi penyebab disfungsi berkemih. Sembelit, dengan pembesaran rectum oleh feses
merupakan penyebab penting terjadinya disfungsi berkemih. Kelainan neurogenik atau
kelainan anatomi kandung kemih juga dapat menyebabkan disfungsi
berkemih. Sedangkan kebiasaan menahan pipis biasanya terjadi pada anak usia
prasekolah dan sekolah.

Bayi laki-laki yang disunat bisa mengurangi risiko ISK sekitar 90% khususnya
selama tahun pertama kehidupan. Risiko ISK pada bayi disunat adalah sekitar 1 dari 1000
jika mereka disunat selama tahun pertama,dan bayi yang tidak disunat memiliki 1 dari
100 risiko terjadinya ISK. Secara keseluruhan, tingkat ISK pada anak laki-laki yang telah
disunat diperkirakan 0,2%-0,4%, dengan tingkat faktor risiko anak laki-laki tidak disunat
menjadi 5-20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki yang disunat.

6. KLASIFIKASI
- ISK Atas (upper UTI) merupakan ISK bagian atas terutama parenkim ginjal, lazimnya
disebut sebagai pielonefritis.
- ISK bawah (lower UTI): bila infeksi di vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas
antara atas dan bawah adalah hubungan vesikoureter. Untuk membedakan ISK atas
dengan bawah.
- ISK simpleks: ISK sederhana (uncomplicated UTI), ada infeksi tetapi tanpa penyulit
(lesi) anatomik maupun fungsional saluran kemih.
- ISK kompleks: ISK dengan komplikasi (complicated UTI), adanya infeksi disertai lesi
anatomik ataupun fungsional, yang menyebabkan obstruksi mekanik maupun
fungsional saluran kemih, misalnya sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter,
urolitiasis, parut ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya. Dalam kelompok ini
termasuk ISK pada neonatus dan sebagian besar kasus dengan pielonefritis akut.
7. PATOGENESIS
Patogenesis dari ISK ditentukan oleh mekanisme proteksi dan faktor predisposisi.
Mekanisme proteksi yaitu pengosongan vesika urinaria berkala dan pertahanan tubuh
penjamu. Faktor predisposisi termasuk pengosongan vesika urinaria yang tidak komplit
menyebabkan urin residu (contohnya neurogenic bladder dan refluks vesikoureter), terapi
antibiotik sebelumnya (yang mana dapat mengeradikasi bakteri komensal dan
menyebabkan bakteri yang virulen dapat menyerang), anak laki-laki yang tidak
disirkumsisi (disebabkan kolonisasi bakteri di foreskin), dan faktor virulensi uropatogen.
Parut ginjal atau refluks nefropati telah ditemukan pada 12-58% pasien yang diperiksa
setelah tahap awal ISK. Faktor risiko parut termasuk: uropati obstruktif,refluks
vesikouretra khususnya dengan refluks intra renal, ISK pada usia muda, diagnosis dan
terapi yang lambat, ISK rekuren.

Anak dengan traktus urinarius yang abnormal lebih banyak menderita ISK yang
disebabkan organisme dengan virulensi lebih rendah seperti Pseudomonas atau
Staphylococcus aureus. Bakteri-bakteri ini merupakan flora yang sering mengkontaminasi
genital dan kulit.

Anak yang terinfeksi bakteri Proteus memiliki risiko terbentuknya batu di saluran
urinarius. Ini terjadi karena bakteri memproduksi amoniak melalui metabolisme urea. Hal
ini meningkatkan pH urin, yang mana menyebabkan pembentukan presipitat garam
kalsium dan magnesium fosfat. Ini dapat muncul pada mukus dan debris sel yang
disebabkan proses inflamasi dan membuat lendir tebal yang mengisi saluran drainase lalu
presipitat kimia dapat membuatnya menjadi lebih padat. Pada sistem pelvikaliks dapat
menjadi stag-horn calculi, dan pada ureter menjadi bentuk seperti date stone.

Bakteri patogen asalnya dari flora usus (E.coli) pasien sendiri yang berkoloni di
area periuretra. Lalu naik ke vesika urinaria dan memulai proses proliferasi dan invasi
jaringan. Toksin bakteri menyebabkan kemotaksis dan mengaktivasi granulosit. Ini diikuti
pelepasan radikal bebas dan produk lisosomal yang mana menyebabkan kerusakan
jaringan dan kematian dan fibrosis lanjut dan scarring.

Inti bakteri E.coli terdiri dari sitoplasma dan nukleus dari material DNA. Materi
genetik tambahan dapat muncul pada 1 plasmid atau lebih yang mana seluruhnya terpisah
dari inti sel. Plasmid-plasmid ini dapat mengkode resistensi tipe antibiotik tertentu dan
kepentingan klinis karena plasmid replikasi sendiri dan dapat ditransmisi dari bakteri ke
yang lain dan bahkan dari satu spesies ke yang lain. Dinding sel mengelilingi sitoplasma.
Antigen dinding sel telah didesain “antigen O”. Ada lebih dari 150 antigen O. Antigen O
terdiri dari lapisan lemak, lipid A, yang mana melekat di membran, berkaitan dengan
lapisan polisakarida terluar bertanggung jawab pada serotip O individu. Bakteri lisis
berikut, lipid A dilpeaskan sebagai endotoksin. Roberts telah menunjukkan endotoksin
menurunkan peristaltik ureter. Ini aktivator penting untuk respon inflamasi penjamu dan
mengaktifasi alur komplemen klasik.
Dinding sel yang mengelilingi adalah kapsul polisakarida yang bertanggung jawab
pada antigenitas K. Antigen K dikaitkan dengan virulensi E.coli pada pielonefritis
akutdan infeksi lain. Bakteri pembawa antigen K lebih dapat melakukan kolonisasi di
vesika urinaria dan menginvasi ginjal daripada bakteri yang lain.

Beberapa E. coli memiliki antigen “H” atau “flagella” yang membuat organisme
bergerak. Fimbriae juga penting untuk adhesi ke permukaan.

Reseptor P terdapat pada membran mukosa manusia, termasuk sel epitel vesika
urinaria dan ureter. Fimbriae tipe 1 dapat menginisiasi kerusakan respiratori dari leukosit
polimorfonuklear dan pada penelitian hewan telah menunjukkan dapat menyebabkan
parut. Peran fimbriae tipe II yang terbentuk dari M, S, dan X masih dalam penelitian.

Urin memiliki konsentrasi zat besi yang rendah dan menunjukkan bahwa zat besi
penting untuk perlengketan ke permukaan. Kolisin V adalah plasmid yang juga memiliki
kemampuan untuk meningkatkan ambilan zat besi oleh bakteri.

Pada anak perempuan, bakteri gram negatif muncul pada area dari anus ke uretra.
Pada bayi laki-laki, di mana organisme berkolonisasi di prepusium, kejadian ISK dapat
diturunkan dengan sirkumsisi.

Mayoritas ISK pada bayi baru lahir menyebar melalui darah. Septikemia akibat
E.coli gram negatif sering terjadi pada masa ini. Manifestasi klinis akan terlihat beberapa
hari berupa bakteriuria. Immunoglobulin yang terdapat dalam air susu ibu mempunyai
efek proteksi dan masuknya organisme ini sering pada bayi yang tidak disusui. Hal ini
juga terjadi pada Salmonella, Tuberculosis, Histoplasmosis, dan parasit.

8. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari ISK pada anak terbagi atas dua macam yaitu manifestasi
klinis yang berasal dari traktur urinarius serta manifestasi klinis sistemiknya.3

Manifestasi klinis yang berasal dari traktus urinarius :

a. Disuria
b. Perubahan frekuensi buang air kecil
c. Mengompol padahal anak telah diajarkan toilete training
d. Urin yang sangat berbau
e. Hematuri
f. Scoatting
g. Nyeri abdomen atau supra pubik

Manifestasi klinis sistemik

a. Demam
b. Muntah/ diare
c. Nyeri pinggang

Sedangkan manifestasi klinis menurut usia, bisa dibedakan atas:

1. Usia antara 1 bulan sampai kurang dari 1 tahun, tidak menunjukkan gejala yang khas,
dapat berupa :
a. Demam
b. Irritable
c. Kelihatan sakit
d. Nafsu makan berkurang
e. Muntah, diare, dan lainnya
f. Ikterus dan perut kembung bisa juga ditemukan.

2. Usia prasekolah dan sekolah gejala ISK umumnya terlokalisasi pada saluran kemih.
ISK Bawah (Lower UTI) :
a. Disuria
b. Polakisuria
c. Urgency.
ISK Atas (Upper UTI) :

a. Enuresis diurnal ataupun nocturnal terutama pada anak wanita


b. Sakit pinggang
c. Demam
d. Menggigil
e. Sakit pada daerah sudut kostovertebra.

9. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis pada ISK pada anak bisa berdasarkan gejala atau
temuan pada urine, atau bahkan keduanya, tetapi kultur urin sangat diperlukan untuk
konfirmasi dan pemberian terapi yang sesuai.

Kecurigaan yang tinggi harus dipikirkan pada anak demam, terutama ketika
demam yang tidak jelas berlangsung selama dua sampai tiga hari, ini bisa mengurangi
angka kejadian ISK yang tidak terdeteksi. Pedoman terbaru yang dikeluarkan oleh
American Academy of Pediatrics (AAP) untuk evaluasi demam (39,0 ° C [102,2 ° F]
atau lebih tinggi) yang tidak diketahui penyebabnya dianjurkan melakukan pemeriksaan
urinalisis dan kultur urine untuk semua kasus pada semua anak laki-laki dengan usia
kurang dari enam bulan dan semua anak perempuan dengan usia kurang dari dua tahun.
Diagnosis ISK yang tepat tergantung pada pengambilan sampel urin yang tepat

10. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Tujuan dari studi pencitraan pada anak-anak dengan ISK adalah mengidentifikasi
kelainan anatomi yang mempengaruhi terhadap infeksi. Namun pemilihan pmeriksaan
dengan imaging yang sesuai untuk ISK pada anak masih merupakan kontroversi. Teknik
pencitraan paling sering digunakan akan dibahas dalam, Keuntungan dan Kerugian dari
Pemeriksaan Radiologis dalam Evaluasi ISK dapat dilihat pada.

1. Ultrasonografi
Ultrasonografi telah menggeser urografi intravena sebagai pemeriksaan awal
untuk ISK pada anak. Ultrasonografi saja umumnya tidak adekuat untuk investigasi
ISK pada anak-anak, karena tidak dapat diandalkan dalam mendeteksi refluks
vesicoureteral, parut ginjal ataupun perubahan akibat peradangan. Jika refluks atau
kelainan morfologi dapat diidentifikasi, renal scintigraphy and voiding
cystourethrography dianjurkan untuk pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kelainan
ginjal atau jaringan parut pada saluran kemih. Sebuah rekomendasi saat ini adalah
bahwa USG harus dihilangkan pada ISK pada anak-anak jika demam pada bayi dan
anak-anak menanggapi pengobatan (afebril dalam waktu 72 jam), hasil follow
up baik, dan tidak ada kelainan berkemih atau bahkan massa intra abdomen.
2. Urografi Intravena
Urografi Intravena menampilkan gambar anatomi yang tepat dari ginjal dan
dapat dengan mudah mengidentifikasi beberapa kelainan saluran kemih (misalnya,
kista, hidronefrosis). Kelemahan utama dari urografi intravena adalah kurangnya
sensitifitas dibandingkan dengan skintigrafi ginjal dalam deteksi pielonefritis maupun
jaringan parut pada ginjal. Tingginya dosis radiasi dan respon tubuh terhadap kontras
sangat perlu diperhatikan khususnya pada anak-anak. Mengingat kelemahan tersebut,
urografi intravena tampaknya memiliki peran yang kecil dalam mendeteksi ISK pada
anak.
3. Skintigrafi Kortikal Ginjal
Skintigrafi Kortikal Ginjal telah mengganti urografi intravena sebagai teknik
standar untuk mendeteksi peradangan ginjal dan adanya jaringan parut pada ginjal.
Skintigrafi Kortikal Ginjal dengan technetium -99 mlabeled
glucoheptonatemaupun Dimercaptosuccinic Acid (DMSA) sangat sensitif dan
spesifik. Pemakaian DMSA menawarkan keuntungan dalam deteksi dini perubahan
inflamasi akut dan luka yang permanen dibandingkan dengan USG atau urografi
intravena. Hal ini juga berguna pada neonatus dan pasien dengan fungsi ginjal yang
buruk. Computed tomography (CT) sensitif dan spesifik untuk mendeteksi
pielonefritis akut, tetapi tidak ada studi yang membandingkan CT dan skintigrafi.
Selain itu, CT lebih mahal daripada skintigrafi, selain itu pemaparan radiasi pada
pasien juga lebih tinggi.

4. Voiding Cystourethrography
Karena refluks vesicoureteral merupakan faktor risiko dari nefropati refluks dan
pembentukan jaringan parut pada ginjal, identifikasi awal pada kelainan ini sangat
dianjurkan. Voiding Cystourethrography harus ditunda sampai infeksi saluran kencing
telah terkendali, karena refluks vesicoureteral mungkin merupakan efek sementara
dari infeksi. Namun, karena kepekaan dan spesifisitas yang rendah,
5. Isotope Cystogram
Meskipun Isotope Cystogram menyebabkan ketidak nyamanan yang sama
seperti kateterisasi kandung kemih yang digunakan dalam Voiding
Cystourethrography, pemeriksaan ini memiliki keunggulan dilihat dari dosis
radiasi ionisasi yang hanya 1% dari pada yang digunakan pada
Voiding Cystourethrography, dan pemantauan terus menerus [ada pemeriksaan
ini juga lebih sensitif untuk mengidentifikasi adanya suatu refluks dibandingkan
pemeriksaan flourokopi sesekali yang dilakukan pada Voiding Cystourethrography.

11. DIAGNOSIS BANDING PADA ANAK YANG DICURIGAI ISK


a. Appendisitis pada anak

b. Gastroenteritis

c. Cacingan

d. Batu ginjal

e. Obstruksi saluran kemih


f. Vaginitis

g. Vulvovaginitis

h. Tumor Wilms

12. PENGOBATAN
Hock-Boon (1988) mengemukakan beberapa prinsip penanggulangan ISK pada
anak sbb :

1. Konfirmasi diagnosis ISK


2. Eradikasi infeksi pada waktu serangan atau relaps
3. Evaluasi saluran kemih
4. Perlu tindakan bedah pada uropati obstruktif, batu, buli-buli neurogenik
5. Cegah infeksi berulang
6. Perlu tindak lanjut
Algoritma penanggulangan ISK pada anak dapat dilihat pada Gambar 9, 10, 11.

Sistitis akut harus ditangani segera untuk mencegah perkembangan mungkin


untuk pielonefritis. Jika gejalanya berat, spesimen urine kandung kemih diperoleh untuk
kultur, dan pengobatan segera dimulai. Jika gejala yang ringan atau diagnosis diragukan,
perawatan dapat ditunda sampai hasil kultur diketahui, dan kultur dapat diulang jika hasil
tidak pasti. Jika pengobatan dimulai sebelum hasil kultur dan sensitivitas yang tersedia,
terapi dengan trimetoprim-sulfametoksazol selama 5 hari efektif terhadap sebagian besar
strain E. coli. Nitrofurantoin (5-7 mg/kg/24 jam dalam 3 sampai 4 dosis terbagi) juga
efektif dan memiliki keuntungan yang aktif terhadap organisme-Enterobacter Klebsiella.
Amoksisilin (50 mg/kg/24 jam) juga efektif sebagai pengobatan awal tetapi tidak
memiliki keunggulan yang jelas atas sulfonamid atau nitrofurantoin.

Pada infeksi demam akut dengan kemungkinan pielonefritis, penggunaan


antibiotik spektrum luas selama 14 hari mampu mencapai tingkat jaringan yang
signifikan. Anak-anak yang dehidrasi, karena muntah, atau tidak dapat minum cairan
kemungkinan harus dirawat di rumah sakit untuk rehidrasi intravena dan terapi antibiotik
intravena. Pengobatan parenteral dengan ceftriaxone (50-75 mg/kg/24 jam, tidak lebih
dari 2 g) atau ampisilin (100 mg/kg/24 jam) dengan aminoglikosida seperti gentamisin
(3-5 mg/kg/24 jam dalam 1 untuk 3 dosis terbagi) adalah lebih baik. Potensi otoxicity
dan nefrotoksisitas dari aminoglikosida harus dipertimbangkan, dan kadar kreatinin
serum harus diperoleh sebelum memulai pengobatan dengan gentamisin harus diperoleh
sebelum memulai pengobatan. Pengobatan dengan aminoglikosida terutama efektif
terhadap Pseudomonas spp. Oral sefalosporin generasi ke-3 seperti cefixime efektif
terhadap berbagai organisme gram negatif selain Pseudomonas, dan obat ini dianggap
oleh beberapa pihak menjadi pilihan perawatan untuk terapi oral. Nitrofurantoin tidak
boleh digunakan secara rutin pada anak-anak dengan demam ISK karena tidak mencapai
tingkat yang signifikan terhadap jaringan ginjal. Ciprofloxacin yang merupakan
fluorokuinolon yang digunakan secara oral adalah agen alternatif untuk mikroorganisme
resisten, terutama Pseudomonas, pada pasien yang lebih tua dari 17 tahun. Ini juga telah
digunakan pada anak dengan cystic fibrosis dan infeksi paru sekunder untuk
Pseudomonas. Keamanan dan efektivitas ciprofloxacin oral pada anak diteliti. Pada
beberapa anak-anak dengan ISK demam, injeksi intramuskular dosis loading ceftriaxone
diikuti dengan terapi oral dengan sefalosporin generasi ke-3 efektif.

Anak dengan abses ginjal atau perirenal atau dengan infeksi pada saluran kemih
terhambat sering memerlukan drainase bedah atau perkutan selain terapi antibiotik dan
langkah-langkah pendukung lainnya.

Pada anak dengan ISK berulang, identifikasi faktor predisposisi sangat


bermanfaat. Profilaksis terhadap infeksi ulang, menggunakan-trimetoprim
sulfametoksazol, trimetoprim, atau nitrofurantoin pada ⅓ dari dosis terapi normal sekali
sehari, sering efektif.

Pada bayi dan anak usia 2 bulan sampai 2 tahun dengan demam pertama, dengan
menampakkan gejala klinis ISK, maka spesimen urine untuk urinalisis dankultur
harus diperoleh dengan aspirasi suprapubik atau kateterisasi sebelum
pengobatan dimulai.

Beberapa bukti menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam


keberhasilan antara terapi IV diberikan antibiotik selama 3 hari diikuti dengan terapioral
selama 11 hari dan 14 hari terapi oral. Data ini didasarkan pada percobaankontrol secara
acak dari 306 anak usia 1-24 bulan bahwa dibandingkan sefiksim oral selama 14 hari
dengan efotaxime IV selama 3 hari diikuti oleh sefiksim oral selama11 hari. Tidak ada
perbedaan penting diamati pada hasil jangka pendek atau jangkapanjang. Jadi
direkomendasi bahwa anak-anak dengan demam ISK harus menerima pengobatan
oral dengan sefalosporin – kedua atau generasi ketiga, amoksisilin klavulanat, atau
sulfametoksazol-trimetoprim (TMP-SMZ). Agen Antibiotik untuk Pengobatan
parenteral ISK dapat dilihat pada Tabel 5 dan untuk pengobatan oral ISK pada
Tabel 6.

Rawat Inap pengobatan anak-anak dengan pielonefritis rumit.


Berikan cairan parenteral yang tepat, biasanya pada 1-1,5 kali tingkat pemeliharaan
biasa, berikan pengobatan parenteral dengan sefalosporin generasi ketiga, seperti
ceftriaxone atau cefotaxime. Tambahkan ampisilin jika terdapat cocci gram positif dalam
sedimen urin atau jika tidak ada organisme yang ditemukan. Gentamisin merupakan
alternatif untuk bayi yang lebih tua dari 7 hari, untuk anak-anak yang lebih tua, dan bagi
remaja yang alergi terhadap sefalosporin. Monitor fungsi ginjal dan pembuluh darah jika
obat ini diperlukan untuk lebih dari 48 jam.

Hasil studi kultur urin dan sensitivitas biasanya tersedia dalam waktu 48 jam. Jika
patogen sensitif terhadap antibiotik yang digunakan dan jika anak itu membaik, maka
teruskan pengobatan dengan rute parenteral sampai anak tidak demam selama 24-36
jam.Pasien dirawat di rumah sakit biasanya dapat pulang ke rumah setelah 48-72 jam.
Lanjutkan dosis terapi antibiotik selama 10-14 hari terapi antibiotik. Terapi antibakteri
tetap harus diberikan untuk mencegah infeksi ulang sampai hasil vesikouretrografi
diperoleh.

Tabel 5. Antibiotik Agen untuk parenteral Pengobatan ISK

Obat Dosis dan Rute Pemberian Keterangan

Ceftriaxone 50-75 mg/kg/d IV/IM sebagai dosis tunggalTidak digunakan pada bayi < 6
atau dibagi setiap 12 jam. minggu; antibiotic parenteral dengan
waktu paruh panjang.

Cefotaxime 150 mg/kg/d IV/IM dibagi setiap 6-8 jam. Aman digunakan pada bayi < 6
minggu, digunakan dengan
ampisilin pada bayi usia 2 – 8
minggu.

Ampicillin 100 mg/kg/d IV/IM dibagi setiap 8 jam Digunakan bersama gentamisin pada
neonatus <2 minggu, untuk kuman
enterokokus dan pasien yang alergi
dengan sefalosporin.
Gentamicin Neonatus < 7 hari: 3.5-5Monitor darah dan fungsi ginjal.
mg/kg/dosis IVsetiap 24 jam
Bayi dan anak < 5 tahun: 2.5
mg/kg/dosisIV setiap 8 jam atau dosis
tunggal dengan fungsi ginjal normal yaitu 5-
7.5 mg/kg/dosis IV setiap 24 jam

Anak =5 tahun: 2-2.5 mg/kg/dosis IV setiap


8 jam atau dosis tunggal dengan fungsi ginjal
normal 5-7.5 mg/kg/dosis IV setiap 24 jam

Tabel 6. Agen antibiotik untuk Pengobatan Oral ISK

Agen Antibakteri Dosis Harian

Sulfisoxazole 120-150 mg/kg dibagi setiap 4–6 jam.

Sulfamethoxazole and trimethoprim 6-12 mg/kg TMP, 30-60 mg/kg SMZ, dibagi stiap 12
jam

Amoxicillin and clavulanic acid 20-40 mg/kg dibagi tiap 8 jam

Cephalexin 20-50 mg/kg dibagi tiap 6 jam

Cefixime 8 mg/kg dibagi tiap 12-24 jam

Cefpodoxime 10 mg/kg dibagi tiap 12 jam

Nitrofurantoin* 5-7 mg/kg dibagi tiap 6 jam

*Nitrofurantoin dapat digunakan pada infeksi saluran saluran kemih bawah. Tapi, karena daya
penetrasi terhadap jaringan yang terbatas, nitrofurantoin tidak cocok digunakan untuk
pengobatan infeksi pada ginjal.

Tabel 7. Agen antibiotik untuk mencegah infeksi ulang

Agent Single Daily Dose

Nitrofurantoin 1-2 mg/kg PO

Sulfamethoxazole and trimethoprim 1-2 mg/kg TMP, 5-10 mg/kg SMZ PO

Trimethoprim 1-2 mg/kg PO


13. KOMPLIKASI
a. Gagal Ginjal Kronis

b. Hipertensi

c. Komplikasi Kehamilan

DAFTAR PUSTAKA
1. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Sardevi SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2002. h.
142-57.
2. Elder JS. Urinary tract infections. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi Ke-18. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007.
3. Fisher JD, Howes DS, Thornton SL. Pediatric urinary tract infection. Diunduh
darihttp://emedicine.medscape.com/article/. Diakses tanggal 7 Juni 2011.
4. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007. h. 1-15.
5. Alatas H. Anatomi dan fisiologi ginjal. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Sardevi SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2002. h. 1-3.
6. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Dalam: Price SA,et al,
penyunting. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. h. 867-91.
7. Faller A, Schünke M, Schünke G. The human body, an introduction to structure and
function. New York: Thieme; 2004. h. 444-8.
8. MacGregor J. Introduction to the anatomy and physiology of children, second edition.
Oxon: Routledge; 2008. h. 110-20.
9. Alatas H. Perkembangan fisiologi ginjal dan gangguan sistem kemih-kelamin pada
neonatus. Dalam: Markum AH, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 1999. h. 337-9.
10. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and treatment of urinary tract infection in
children. Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/. Diakses tanggal 7 Juni 2011.
11. Wong SN. Practical pediatric nephrology: an update of current practices. Taiwan; 2005.
12. Webb N. Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-3. New York: Oxford; 2003.
13. Edelmann CM. Pediatric kidney disease. Edisi ke-2. Volume II disease of the kidney
and urinary tract. Boston: Litle Brown and Company; 1978.
14. World Health Organization, Department of Child and Adolescent Health and
Development. Discussion papers on child health, urinary tract infection of infant and
children in developing countries in the context of IMCI. 2005.

Anda mungkin juga menyukai