SITI ROHIMAH
Departemen Keperawatan Medikal Bedah
Prodi D.III Keperawatan STIKes BTH Tasikmalaya
e-mail: sitirohimah21@yahoo.com
ABSTRAK
Hemiparese merupakan masalah umum pada pasien stroke yang dapat menimbulkan disability. Latihan
ROM merupakan salah satu bentuk latihan yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya
disability. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbandingan latihan ROM tanpa SET dan
latihan ROM + SEFT terhadap kekuatan otot pasien hemiparese akibat stroke iskemik di RSUD Kota
Tasikmalaya. Penelitian menggunakan desain Quasi Experiment pre dan post test design. Jumlah
sampel 30 responden yang dibagi menjadi kelompok intervensi I dan intervensi II. Evaluasi penelitian
ini dilakukan pada hari pertama dan ketujuh untuk kedua kelompok tersebut. Tehnik pengambilan
sampel adalah consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan kekuatan otot meningkat pada
kedua kelompok intervensi dan terdapat perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok intervensi
(p = 0.018). Penelitian ini merekomendasikan perlunya penelitian lebih lanjut dan penggunaan latihan
ini secara terprogram dalam menangani pasien stroke dengan hemiparese.
ABSTRACT
Hemiparesis is a common problem in stroke patients that can lead to disability. ROM exercise is one
form of exercise that is still considered effective enough to prevent disability. This study aims to
identify the comparison exercise without SET ROM and ROM exercises + SEFT on muscle strength
due to ischemic stroke patients hemiparese in Tasikmalaya City Hospital. Quasi-Experiment Research
design using pre and post test design. Total sample of 30 respondents were divided into intervention
group I and II intervention. Evaluation research is done on the first day and the seventh for the two
groups. Sampling technique is consecutive sampling. The results showed increased muscle strength in
both the intervention group and there are significant differences between the intervention groups (p =
0.018). The study recommends the need for further research and the use of these exercises are
programmed in dealing with hemiparese stroke patients.
28
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
29
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
30
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
titik sepanjang energi meridian sangat digabungkan dengan metoda SEFT lebih
penting untuk penyembuhan pasien, SEFT baik untuk meningkatkan kekuatan otot
menjadikan 18 titik utama yang mewakili sehingga meningkatkan kualitas hidup,
12 jalur utama energi meridian dengan maka metoda SEFT dapat
menggunakan teknik taping dan doa. direkomendasikan sebagai intervensi
Larry Dosey seorang dokter ahli penyakit perawatan pasien stroke.
dalam melakukan penelitian ektensif Berdasarkan uraian diatas peneliti
tentang efek doa terhadap kesembuhan tertarik untuk melakukan penelitian
pasien ternyata doa dan spiritual memiliki tentang metoda SEFT. Penelitian
kekuatan yang sama besar dengan dilakukan dengan membandingkan efek
pengobatan dan pembedahan (A. Faiz, latihan ROM dengan latihan ROM +
2012). Peneltian Randolph (1983) tentang SEFT terhadap kekuatan otot pasien
peran doa terhadap kesembuhan pasien stroke.Penelitian ini be rtujuan untuk
dengan sampel 393 pasien penyakit mengidentifikasi perbandingan latihan
jantung disimpulkan bahwa pasien yang ROM dan latihan ROM+SEFT terhadap
didoakan lebih jarang terkena CHF, kekuatan otot ekstremitas pasien akibat
membutuhkan lebih sedikit obat dan stroke.
antibiotik, lebih sedikit insomnia, lebih
sedikit serangan jantung dan lebih jarang STUDI PUSTAKA
dilakukan intubasi. Penelitian M. Rajin Stroke merupakan penyakit yang
(2012) menunjukan hasil uji statistik one paling sering menyebabkan cacat berupa
way Anova pada hari pertama didapatkan kelemahan wajah, lengan dan kaki pada
nilai P= 0.009 dan pada hari ketiga nilai sisi yang sama (hemiparase) disamping
P= 0.000. Berdasarkan hasil penelitian ini kecacatan-kecacatan lainnya. Angka
dapat disimpulkan bahwa terapi SEFT kejadian hemiparase semakin meningkat
dapat meningkatkan kualitas tidur pasien seiring dengan meningkatnya angka
post operasi dengan signifikan. kejadian stroke. Jumlah penderita stroke
Pengembangan penelitian cenderung meningkat setiap tahun, bukan
terhadap peningkatan pelayanan hanya menyerang penduduk usia tua,
perawatan pada stroke sangat pesat dan tetapi juga dialami oleh mereka yang
membawa perubahan signifikan terhadap berusia muda dan produktif (Yastroki)
kesembuhan pasien melalui latihan ROM Pergerakan tubuh dihasilkan
yang dapat meningkatkan fungsional melalui kerjasama yang komplek antara
kekuatan otot pasien., Selama ini peneliti otak, tulang belakang dan syaraf perifer.
belum menemukan penelitian yang Motor area pada kortek serebri, basal
menggabungkan latihan fisik dengan doa, ganglia dan serebelum mengawali setiap
spiritual dan emosional. Jika latihan ROM gerakan volunter dengan mengirimkan
31
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
pesan ke kortek spinal. Kondisi stroke fleksi pada kaki (Potter & Perry, 2006).
menghambat komponen system syaraf Latihan adalah aktivitas fisik untuk
pusat dalam mekanisme penghantaran membuat kondisi tubuh, meningkatkan
impuls sehingga menghasilkan efek kesehatan, dan mempertahankan
kelemahan ringan sampai berat pada sisi kesehatan jasmani. Latihan juga
kontralateral yang menyebabkan digunakan sebagai terapi untuk mengatasi
keterbatasan dalam pergerakan (Lemone deformitas, atau mengembalikan seluruh
and Burke, 2004). tubuh ke status kesehatan maksimal. Jika
Pasien stroke dengan hemiparese seseorang latihan, maka akan terjadi
akan mengalami keterbatasan mobilisasi. perubhaan fisiologis dalam system tubuh.
Klien yang mengalami keterbatasan dalam Salah satu terapi non medikatif
mobilisasi akan mengalami keterbatasan yang dapat dilakukan adalah dengan
beberapa atau semua rentang gerak menggunakan terapi Spiritual Emosional
dengan mandiri. Rentang gerak Freedom Tehnique (SEFT). Terapi ini
merupakan jumlah maksimum gerakan merupakan suatu teknik penggabungan
yang mungkin dilakukan sendi pada salah dari sistem energi tubuh (energy
satu dari tiga potongan tubuh : sagital, medicine) dan terapi spiritualitas dengan
frontal dan transversal (Potter & Perry, menggunakan metode tapping (ketukan)
2006). Potongan sagital adalah garis yang beberapa titik tertentu pada tubuh.
melewati tubuh dari depan ke belakang, Banyak manfaat yang dihasilkan dengan
membagi tubuh menjadi bagian kiri dan terapi SEFT yang telah terbukti
kanan. Potongan frontal melewati tubuh membantu mengatasi berbagai masalah
dari sisi ke sisi dan membagi tubuh fisik maupun emosi (Faiz, 2008).
menjadi bagian depan dan belakang.
METODE PENELITIAN
Potongan transversal adalah garis
Penelitian ini menggunakan
horizontal yang membagi tubuh menjadi
rancangan penelitian Pre-test-Post-test
bagian atas dan bawah. Gerakan fleksi dan
Control Group Desain, dengan variabel
ekstensi pada jari tangan dan siku serta
bebasnya adalah terapi SEFT dan variabel
gerakan hiperekstensi pada pinggul
tergantung adalah Qualitas tidur. Jumlah
merupakan rentang gerak pada potongan
sampel pada masing-masing kelompok
sagital. Pada potongan frontal gerakannya
adalah 10 orang. Pengambilan sampel
adalah abduksi dan adduksi pada lengan
dilakukan dengan tehnik purposif
dan tungkai, eversi dan inverse pada kaki.
sampling. Terapi SEFT dilakukan selama
Sedangkan pada potongan transversal
5 menit 1 kali sehari dan dilaksanakan
gerakannya adalah pronasi dan supinasi
selama 3 hari berturut-turut. Kualitas tidur
pada tangan, rotasi internal dan eksternal
diukur dengan menggunakan analog visual
pada lutut dan dorsofleksi dan plantar
32
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
Closs dengan nilai 1-10 yang dilakukan sampel untuk penelitian ini adalah sebagai
setiap hari setelah dilakukan terapi SEFT. berikut :
Pasien dinyatakan mengalami gangguan
kualitas tidur bila skor yang diperoleh < 5. n = (1,292)[1,96 + 1,64]2
Analisis statistik menggunakan uji sidik (2,93 − 4,20)2
ragam (ANOVA) dengan signifikansi n = 21,57
statistik ditentukan jika nilai P<0.05. (1,61)
Populasi dalam penelitian ini n = 13,39
adalah semua pasien stroke iskemik yang
Berdasarkan hasil perhitungan di
dirawat di Ruang V RSUD Kota
atas, kemudian ditambahkan 10% dari
Tasikmalaya dan Ruang Mawar RSUD
besar sampel untuk antisipasi adanya
Kab. Ciamis saat penelitian dilakukan.
sampel yang mengalami drop out maka
Perkiraan jumlah sampel pada
didapatkan jumlah sampel 14.73
penelitian ini ditentukan dengan
(dibulatkan menjadi 15). Sehingga jumlah
mengetahui ratarata dan standar deviasi
sampel untuk kelompok intervensi I
dari penelitian sebelumnya. Menurut
maupun kelompok intervensi II
Ariawan (1998), perhitungan besar sampel
masingmasing adalah 15 responden
penelitian dengan menggunakan uji
Metode yang digunakan dalan
hipotesis beda ratarata berpasangan adalah
pengmpulan data adalah dengan cara isian
sebagai berikut :
n = 𝜎𝜎2[𝑍𝑍1−𝛼𝛼2 + Z1−β ]2 (μ1−μ2)2
kuisiner, observasi dan intervensi. Alat
33
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
34
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
adalah perempuan yaitu sebanyak 9 orang (33.30%). Nilai rata-rata kekuatan otot
(60%). Hal ini berbeda dengan kelompok sebelum dan sesudah latihan ROM pada
intervensi II yang sebagian besar kelompok intervensi I. Rata-rata kekuatan
respondennya adalah laki-laki yaitu otot kelompok intervensi I sebelum
sebanyak 11 orang (73.30%). dilakukan latihan ROM adalah sebesar 1.
Berdasarkan frekuensi serangan 93. Hasil estimasi interval dapat
baik kelompok intervensi I maupun disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa
kelompok intervensi II memiliki rata-rata kekuatan otot sebelum latihan
karakteristik yang sama, dimana sebagian pada kelompok intervensi I adalah
besar responden merupakan kasus stroke diantara 1.40 – 2.47. Rata-rata kekuatan
dengan serangan pertama yaitu sebanyak otot sesudah dilakukan latihan ROM
13 orang atau 86.70%, sedangkan 2 orang adalah sebesar 3.13. otot kelompok
diantaranya (13.30%) merupakan kasus intervensi I sebelum dilakukan latihan
stroke dengan serangan kedua. ROM adalah sebesar 1. 93. Hasil estimasi
Perbandingan latihan. interval dapat disimpulkan bahwa 95%
Berdasarkan hasil analisa dapat diyakini bahwa rata-rata kekuatan otot
diketahui sebagian besar responden pada sebelum latihan pada kelompok intervensi
kelompok intervensi I mengalami I adalah diantara 2.44 – 3.82.
hemiparese pada tangan kiri yaitu Rata-rata kekuatan otot sebelum
sebanyak 11 orang (73.30%), sedangkan 4 dan sesudah latihan ROM pada kelompok
orang responden (26.70%) mengalami intervensi II. Rata-rata kekuatan otot
hemiparese pada tangan sebelah kanan. kelompok intervensi II sebelum dilakukan
Kondisi berbeda ditemukan pada latihan ROM adalah sebesar 2.07. Hasil
kelompok intervensi II, dimana sebagian estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
besar responden mengalami hemiparese 95% diyakini bahwa rata-rata kekuatan
pada tangan kanan yaitu sebanyak 9 orang otot sebelum latihan pada kelompok
(60%) dan sisanya mengalami hemiparese intervensi II adalah diantara 1.58 – 2.56.
pada tangan kiri Rata-rata kekuatan otot sesudah dilakukan
sebanyak 6 orang (40%). latihan ROM adalah sebesar 4.20. Hasil
Berdasarkan admission time, estimasi interval dapat
kedua kelompok memiliki karakteristik disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa
yang sama, yaitu sebagian besar rata-rata kekuatan otot sebelum latihan
responden masuk ke RS kurang dari 6 jam pada kelompok intervensi I adalah
setelah serangan dengan presentase diantara 3.60 – 4.80.
66.70% (10 orang) sedangkan responden Pengujian statistik selanjutnya
yang masuk ke RS lebih dari 6 jam setelah adalah uji t-independen untuk melihat
serangan terdapat sebanyak 5 orang perbedaan peningkatan kekuatan otot
35
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
diantara kedua kelompok intervensi. Hasil signifikan antara latihan ROM dengan
uji t menunjukkan rata-rata kekuatan otot kekuatan otot pasien dengan p value
sebelum dilakukan latihan pada kelompok 0.038. Variabel usia, jenis kelamin,
intervensi I adalah 1.93, sedangkan pada frekuensi
rata-rata kekuatan otot sebelum dilakukan serangan, sisi hemiparese dan admission
latihan pada kelompok intervensi II adalah time memiliki p value > 0.05 artinya
2.07. Hasil uji statistik didapatkan p-value kelima variabel tersebut tidak memiliki
0.695, berarti pada alpa 5% terlihat tidak hubungan yang signifikan terhadap
ada perbedaan yang siginifikan rata-rata kekuatan otot responden.
kekuatan otot sebelum latihan pada kedua Perbedaan rata-rata kekuatan otot
kelompok intervensi. Hasilnya sesudah latihan sebelum dan sesudah
menunjukkan secara jelas bahwa rata-rata dikontrol variabel confounding dapat
kekuatan otot pada kelompok intevensi I dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang
sebelum dilakukan latihan ROM adalah berarti pada nilai mean kekuatan otot
1.93 dan sesudah dilakukan latihan adalah setelah latihan pada kelompok intervensi I
3.13, artinya terjadi perubahan nilai dan kelompok intervensi II sebelum dan
sebesar 1.20, sehingga dapat disimpulkan sesudah dikontrol variabel confounding,
kekuatan otot mengalami peningkatan hal ini berarti peningkatan kekuatan otot
setelah dilakukan latihan ROM unilateral. yang terjadi setelah intervensi
Sementara itu rata-rata kekuatan merupakan hasil dari intervensi yang
otot pada kelompok intevensi II sebelum dilakukan dan bukan merupakan pengaruh
dilakukan latihan ROM +SEFT adalah dari variabel confounding yang ada.
2.07 dan sesudah dilakukan latihan Hasil uji statistik dalam
adalahn 4.20, artinya terjadi perubahan penelitian ini menunjukkan bahwa
nilai sebesar 2.13, sehingga dapat terdapat perbedaan yang siginifikan rata-
disimpulkan kekuatan otot mengalami rata kekuatan otot sesudah latihan pada
peningkatan setelah dilakukan latihan kedua kelompok intervensi. Hal ini berarti
ROM + SEFT. Analisis multivariat bahwa latihan ROM+SEFT memberikan
berguna untuk menjelaskan pengaruh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
variabel independen terhadap variabel latihan ROM tanpa dengan SEFT (P value
dependen dengan atau tanpa variabel 0.018). Secara statistik latihan ROM tanpa
confounding. Uji yang digunakan adalah SEFT terbukti meningkatkan kekuatan
analisis ancova dengan menggunakan otot pasien stroke dengan hemiparese.
model Type III Sum of Squares. Bagitu pula dengan penelitian ini, pada
Hasil analisis menunjukkan kelompok intervensi I didapatkan
bahwa setelah dikontrol oleh variabel kekuatan otot sebelum latihan 1.93 dan
confounding terdapat hubungan yang kekuatan otot sesudah latihan 3.13, hal ini
36
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
37
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
Selain itu Waller & Whitall + SEFT pada pasien stroke dengan fase
(2005), menyimpulkan bahwa latihan subakut. Penelitian ini membuktikan
ROM + SEFT dapat meningkatkan lengan bahwa baik latihan lengan ROM tanpa
yang mengalami parese lebih baik SEFTmaupun ROM + SEFT tidak
dibandingkan dengan latihan unilateral, mengurangi kecacatan atau memperbaiki
hanya saja dalam pelaksanaannya fungsional klien stroke lebih dari terapi
memerlukan pendekatan yang lebih biasa. Selain itu Gwin & Winston (2004)
spsesifik disesuaikan dengan karakteristik dalam penelitianya terhadap pasien-pasien
dasar dari pasien stroke. Selain itu post stroke (1-6 bulan post stroke)
dinyatakan pula bahwa latihan ROM + menyimpulkan bahwa latihan ROM +
SEFT dalam peningkatan kemampuan SEFT belum memberikan efek yang
fungsi tangan secara keseluruhan dalam signifikan terhadap kemampuan motorik
pemenuhan ADL dengan lebih baik ekstremitas atas klien stroke, mekanisme
dibandingkan dengan latihan unilateral. neurofisiologis yang dihubungkan dengan
Pendapat ini sejalan pula dengan aktivasi ROM + SEFT masih belum jelas.
penelitian yang dilakukan oleh Chang, Penelitian-penelitian yang
Tung, Wu & Su (2006) yang menyatakan menyatakan tidak adanya keuntungan
bahwa latihan ROM + SEFT pada tangan yang signifikan tentang latihan ROM +
dianggap sebagai suatu strategi SEFT, menyatakan tidak menemukan
penatalaksanaan hemiparese, dan dapat mekanisme neurofisiologis yang jelas
dimasukan dalam tindakan rehabilitasi tentang perubahan rangsangan di kortikal,
stroke yang memberikan dampak yang selain itu hal ini disebabkan pula oleh
lebih besar dalam memfasilitasi jumlah sampel yang kecil serta perbedaan
pergerakan aktif pada tangan dan ukuran lesi yang ada pada responden
meningkatkan kinerja motor kontrol pada (Gwyn & Winston, 2004). Selain itu
tangan yang mengalami parese. dalam penelitiannya didapatkan hanya
Namun demikian ada beberapa sedikit perbedaan yang terjadi antara
penelitian yang tidak sejalan dengan apa latihan ROM + SEFT dan latihan
yang peneliti dapatkan tentang latihan unilateral, sehingga saat dilakukan uji
ROM ROM + SEFT. Penelitian-penelitian statistik tidak memberikan hasil yang
ini tidak menunjukan hasil yang baik signifikan. Dalam penelitian (Desrosiers,
tentang latihan ROM + SEFT. Desrosiers, et al., 2005), ditemukan keterbatasan
Bourbonnais, Corriveae, Gosselin & penelitian yaitu tentang sampel yang
Bravo (2005), melakukan suatu bervariasi dalam kategori tingkat
randomized controlled trial untuk keparahan paresenya, sehingga hal ini ikut
membuktikan perbandingan efektifitas mendukung tidak
latihan lengan ROM tanpa SEFTdan ROM signifikannya hasil penelitianya.
38
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
39
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 12 No 1 Agustus 2014
40