Anda di halaman 1dari 9

Volume 7, No.

2 Desember 2020 Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat


ISSN 2460 - 9374

PENGARUH TERAPI CERMIN TERHADAP KEKUATAN OTOT


PASIEN DENGAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK AKIBAT STROKE
DI RUANG PERAWATAN INTERNA RSUD dr. T.C.HILLERS
MAUMERE

Rofina Laus1, Agustina Sisilia Wati Dua Wida2, Regina Ona Adesta3

Universitas Nusa Nipa

(agustinwida124@gmail.com, 082125298495)

ABSTRAK

Stroke masih menjadi penyebab kematian tertinggi pada masalah kesehatan otak di seluruh
indonesia, demikian juga halnya di kabupaten Sikka. Berdasarkan data di RSUD dr.T.C.Hillers
Maumere pada periode Januari sampai dengan April 2018 tercatat 118 kasus. Selain menyebabkan
kematian stroke juga menyebabkan kecacatan fisik oleh adanya kelemahan sisi sebelah tubuh atau
hemiparesis, yang menyebabkan pasien tidak mampu menolong dirinya sendiri. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi cermin terhadap kekuatan otot pada pasien dengan
gangguan mobilitas fisik akibat stroke yang dirawat di ruang perawatan interna RSUD
dr.T.C.Hillers Maumere.
Penelitian ini merupakan penelitian intervensi komparatif. Besar sampel dalam penelitian
sebanyak 10 responden dalam kelompok intervensi terapi cermin dan 10 responden dalam kelompok
kontrol tanpa cermin. Uji hasil dilakukan dengan Mann-Withney test dan Wilcoxon test, dengan α
sebesar 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi cermin lebih efektif dalam meningkatkan
kekuatn otot dengan nilai p=0,005, namun tidak ada perbedaan bermakna antar kelompok intervensi
dengan kelompok kontrol yang memiliki nilai p=0,011. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa terapi cermin mampu mengaktivasi sel-sel cermin di lobus otak secara lebih maksimal.
Saran bagi instansi terkait adalah kiranya terapi cermin dapat dijadikan salah satu pilihan
terapi rehabilitasi bagi pasien post stroke. Diharapkan dengan mengetahui pengaruh terapi cermin
dan terapi ROM sesuai standar operasional prosedur yang berlaku, maka akan diketahui manakah
yang lebih berpengaruh pada kekuatan otot pasien post stroke. Hal ini dapat menjadi masukkan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan selanjutnya.

Kata kunci : Terapi cermin, kekuatan otot, dan stroke

ABSTRACT

Stroke is still the highest cause of death in brain health problems throughout Indonesia, as
well as in Sikka district. According to data at RSUD dr.T.C.Hillers Maumere in the period January
to April 2018 recorded 118 cases. In addition to causing death, stroke also causes physical
disability by the presence of one side weakness or hemiparesis, which causes the patient to be
unable to help himself. The purpose of this study was to determine the effect of mirror therapy on the
muscle strength in patients with impaired physical mobility due to stroke patients treated in the
internal treatment room of RSUD dr.T.C.Hillers Maumere.
This research is a comparative intervention study. The sample size in the study was 10
respondents in the mirror theapy intervention group and 10 respondents in the mirrorless control
group. The results of the test were carried out with Mann Withney test and Wilcoxon test, with a
equal to 5%.
The results showed that mirror therapy was more effective in increasing muscle strength
with p<0,005, but there were no significant differences between the intervention group and the
control group (p<0,011). From the results of the study it can be concluded that mirror therapy is
able to activate mirror cells in the brain lobe to the maximum.
Advice for relevant agencies is that mirror therapy can be one of the options for
rehabilitation therapy for post-stroke patients. It is expected that by knowing the effect of mirror
therapy and ROM therapy according to the standard operating procedures that apply, it will be
known which one is more influential on the muscle strength of post stroke patients. This becomes an
input to improve the quality of further nursing care services.

Keywords : Mirror therapy, muscle strength, and stroke

34
Volume 7, No. 2 Desember 2020 Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat
ISSN 2460 - 9374

PENDAHULUAN mencapai 65%. Dampak kemajuan teknologi


Stroke merupakan suatu kondisi di bidang kesehatan mengakibatkan stroke
gangguan kesehatan yang sangat serius dan menjadi lebih sering meninggalkan kecacatan
mengancam nyawa, sehingga membutuhkan daripada kematian(4). Kecacatan yang paling
penanganan secepatnya. Stroke itu sendiri sering ditemukan adalah hemiparesis, afasia,
adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan disartria, ataksia, disfagia, inkontinensia urin
darah ke otak terputus akibat penyumbatan dan demensia(5). Secara langsung maupun
atau pecahnya pembuluh darah, sehingga tidak langsung stroke berdampak pada
terjadi kematian sel-sel pada sebagian area terjadinya hambatan-hambatan bagi penderita
(1)
otak . Di dunia setiap dua detik satu orang dalam melakukan aktivitas hidup sehari-
mengalami stroke dan setiap empat detik satu hari(6).
orang meninggal karena stroke. 16% populasi Rehabilitasi sebagai suatu program
dunia mengalami stroke dalam hidupnya (2). yang didesain untuk memungkinkan
Di Indonesia stroke merupakan seseorang yang mengalami disabilitas, sakit
permasalahan kesehatan otak yang menjadi kronis atau dalam tahap konvalesens untuk
penyebab kematian utama di hampir seluruh dapat hidup dan berkarya seoptimal mungkin
rumah sakit, yakni sekitar 15,4%. Hasil Riset dengan kapasitas yang dimilikinya. World
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Health Organization (WHO) menyatakan
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) rehabilitasi adalah semua tindakan yang
tahun 2013 menunjukkan terjadi peningkatan bertujuan untuk mengurangi dampak
prevalensi stroke dari 8,3 per mil di tahun disabilitas/handicap, agar penca (penyandang
2008 menjadi 12,1 per mil di 2013 dan cacat) dapat berinteraksi dalam masyarakat.
kedepan diprediksi akan meningkat menjadi Terapi rehabilitasi bagi pasien stroke dapat
(3)
25-30 per mil . Jumlah penderita stroke di berupa terapi fisik, psikologis dan terapi gizi
propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dan pola makan. Terapi fisik yang sering
didiagnosa oleh tenaga kesehatan adalah dilakukan adalah latihan fisioterapi, terapi
sebanyak 5,9% dan diagnose berdasarkan okupasi dan terapi wicara. Terapi
gejala stroke mencapai 15,5%. Berdasarkan komplementer yang sering diberikan pada
data di RSUD dr.T.C.Hillers Maumere jumlah pasien stroke antara lain adalah terapi pijat,
penderita stroke dari tahun ke tahun semakin terapi akupuntur, latihan duduk, latihan
bertambah yakni sebanyak 210 kasus di tahun kekuatan otot Range of Motion(5).
2015 dan menjadi 255 kasus ditahun 2017, Latihan kekuatan otot atau rentang
sedangkan data sejak Januari sampai April gerak Range of Motion (ROM) adalah
2018 tercatat 118 kasus stroke. gerakan sendi melalui rentang penuhnya
Gejala yang timbul pada pasien stroke dalam semua bidang yang sesuai. Sebagai
bergantung pada lokasi pembuluh darah dan bagian dari rehabilitasi pasien stroke, latihan
fungsi otak yang disuplai pembuluh darah ROM dilakukan secepat mungkin ketika
tersebut. Pembuluh darah yang terserang tidak kondisi pasien memungkinkan untuk
dapat membawa nutrient dan oksigen ke otak mempertahankan atau meningkatkan gerakan
sehingga bila tidak segera diperbaiki dapat sendi(5). Latihan ROM dan fisioterapi
membunuh sel saraf/neuron sehingga merupakan standar pelayanan bagi pasien
seseorang akan mengalami kelumpuhan atau yang mengalami kecacatan akibat stroke, baik
bahkan kematian(2). Data Kemenkes (2014) yang dirawat di instalasi rawat inap maupun
menunjukan tingkat kecacatan akibat stroke

35
Volume 7, No. 2 Desember 2020 Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat
ISSN 2460 - 9374

pasien poliklinik di RSUD dr. T.C. Hillers Penelitian ini adalah penelitian
Maumere. kuantitatif yang menggunakan desain
Terapi cermin atau Mirror Therapy penelitian quasy eksperimental dengan pre
merupakan salah satu pendekatan terapi yang dan post test studi untuk menelaah pengaruh
masih tergolong baru di Indonesia. variabel independen terhadap variabel
Mekanisme dasar terapi ini adalah adanya dependen dalam jangka waktu tertentu.
mirror neurons (sel-sel cermin) pada lobus Kelompok perlakuan mendapat intervensi
parietalis yang teraktivasi saat mengamati berupa latihan rentang gerak dengan
suatu gerakkan. Keuntungan terapi cermin menggunakan cermin, sedangkan kelompok
sebagai tambahan rehabilitasi pada pasien kontrol mendapat intervensi berupa latihan
stroke adalah sederhana, murah, mudah diatur rentang gerak tanpa cermin sesuai dengan
dan membutuhkan sedikit pelatihan tanpa standar operasional prosedur bagi pasien
membebankan pasien serta memiliki manfaat stroke yang berlaku di ruangan perawatan
untuk memperbaiki fungsi motorik setelah interna RSUD dr. T.C.Hillers Maumere.
stroke dengan melibatkan bagian otak yang Hasil yang diperoleh adalah untuk
(7)
sehat . melihat perbedaan kekuatan otot pada
Terapi cermin dapat menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
intervensi teraupetik alternative yang Untuk memperoleh hasil yang akurat, maka
menggunakan interaksi input visriomotor- kelompok-kelompok yang diperbandingkan
proprioception untuk meningkatkan kinerja harus seimbang dalam hal kriteria inklusi
gerakkan anggota tubuh yang terganggu. sampel. Pada akhir penelitian dilakukan
Pasien yang memiliki kelumpuhan berat penilaian dan dibandingkan antara kedua
sering tidak menyukai pendekatan pengobatan kelompok, untuk melihat apakah ada
yang berfokus pada pemulihan sisi parental, perbedaan antara kelompok perlakuan dan
dan sebaliknya terapi cermin yang kelompok kontrol(9).
menggunakan sisi non-paretic memiliki Pada skema, kelompok perlakuan dan
potensi(8). kelompok kontrol dilakukan pengukuran
Berbagai penelitian telah dilakukan kekuatan otot sebagai data dasar awal yang
terkait dengan penggunaan terapi cermin pada digunakan untuk melihat pengaruh
penderita stroke dan hasilnya menunjukan pemberian latihan cermin. Selanjutnya pada
hasil yang efektif bagi pasien stroke, namun kelompok perlakuan akan dilakukan
penerapannya belum pernah dilakukan di pengukuran kekuatan otot setelah dilakukan
RSUD dr.T.C.Hillers Maumere. Fakta ini dan terapi cermin, sedangkan pada kelompok
angka kejadian stroke di RSUD dr.T.C.Hillers kontrol juga akan dilakukan pengukuran
Maumere yang tergolong tinggi membuat kekuatan otot setelah dilakukan latihan sesuai
penulis tertarik untuk melakukan penelitian standar yang berlaku di RSUD dr.T.C.Hllers
tentang pengaruh terapi cermin dan ROM Maumere tanpa menggunakan cermin(9).
terhadap kekuatan otot pada pasien dengan Jumlah rata-rata penderita stroke dari
gangguan mobilitas fisik akibat stroke di tahun 2015 sampai dengan 2017 adalah
ruangan perawatan interna RSUD dr.T.C. sebesar 235 kasus. Ini berarti rata-rata
Hillers Maumere. penderita stroke perbulannya adalah 19,58
atau 20 kasus. Berdasarkan perhitungan di
METODE PENELITIAN atas maka besar sampel dalam peneliti ini
adalah dua puluh (20) sampel, yang

36
Volume 7, No. 2 Desember 2020 Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat
ISSN 2460 - 9374

kemudian dibagi menjadi sepuluh (10) 3) Pasien stroke yang mengalami


sampel dalam kelompok intervensi dan gangguan citra tubuh.
sepuluh (10) sampel dalam kelompok 4) Mengalami gangguan
kontrol, dengan tingkat kesalahan 0,05. pengelihatan.
Metode pengambilan sampel dalam penelitian 5) Mengalami gangguan
ini adalah menggunakan consecutive pendengaran.
sampling yaitu semua subjek yang memenuhi 6) Mengalami gangguan kognitif.
kriteria penelitian dimasukkan dalam 7) Pasien stroke dengan diabetes
penelitian sampai kurun waktu tertentu, melitus tidak terkontrol.
sehingga jumlah klien yang dibutuhkan 8) Sampel yang menolak untuk
terpenuhi. Sampel dibagi dalam dua melanjutkan latihan sebelum hari
kelompok yakni kelompok perlakuan dan ketujuh.
kelompok kontrol dengan cara diundi. 9) Sampel tidak kooperatif.
Responden diminta mengambil kertas undian
yang telah ditulis kelompoknya(10). HASIL PENELITIAN
1. Kriteria inklusi dan ekslusi Karakteristik Responden
Pada penelitian ini, sampel yang dipilih Berdasarkan tabel 5.1 dapat dijelaskan bahwa:
adalah yang memenuhi kriteria inklusi
1. Responden terbanyak berdasarkan umur
dan kriteria eksklusi yang telah
berada pada rentang umur 51-60 tahun
ditetapkan.
yakni 60% untuk kelompok intervensi dan
a. Kriteria inklusi sampel adalah :
40% untuk kelompok kontrol.
1) Pasien dengan diagnosa medik
2. Responden terbanyak berdasarkan jenis
stroke iskemik ataupun hemoragik
kelamin adalah laki-laki yaitu 60% pada
yang dirawat di ruangan
kelompok intervensi dan 70% pada
perawatan interna RSUD
kelompok kontrol.
dr.T.C.Hillers Maumere dalam
3. Berdasarkan lamanya stroke responden
fase sub akut dan kronis.
terbanyak mengalami stroke kurang dari 1
2) Kesadaran composmentis.
tahun yaitu 80% pada kelompok intervensi
3) Kondisi umum dan tanda-tanda
dan 60% pada kelompok kontrol.
vital stabil.
4. Berdasarkan jenis stroke, stroke iskemik
4) Mengalami hemiparesis dengan
merupakan kejadian terbanyak yaitu 100%
kekuatan otot 0-3.
pada kelompok intervensi dan 90% pada
5) Laki-laki dan perempuan berusia
kelompok kontrol.
30-70 tahun.
5. Responden terbanyak berdasarkan sisi
6) Bersedia menjadi responden yang
hemiparesis adalah sisi sinistra yaitu 60%
dibuktikan dengan
pada kedua kelompok.
menandatangani informed
6. Responden terbanyak berdasarkan penyakit
consent.
penyerta adalah hipertensi yaitu 70% pada
b. Kriteria eksklusi adalah :
kelompok intervensi dan 60% pada
1) Pasien stroke yang mengalami
kelompok kontrol.
penurunan kesadaran.
2) Pasien stroke yang mengalami
peningkatan Tekanan Intra
Kranial (TIK).

37
Volume 7, No. 2 Desember 2020 Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat
ISSN 2460 - 9374

Tabel 1. Distribusi responden kelompok intervensi (n=10) dan kelompok kontrol (n=10)

n
No Karakteristik Responden
Intervensi % Kontrol %
31-40 tahun 1 10 0 0
41-50 tahun 2 20 3 30
Umur
1 51-60 tahun 6 60 4 40
61-70 tahun 1 10 3 30
Total 10 100 10 100
Laki-laki 6 60 7 70
Jenis Kelamin
2 Perempuan 4 40 3 30
Total 10 100 10 100
Lama Kejadian < 1 tahun 8 80 6 60
3 Stroke ≥ 1 tahun 2 20 4 40
Total 10 100 10 100
Jenis Iskemik 10 100 9 90
4 Stroke Hemoragik 0 0 1 10
Total 10 100 10 100
Hemi Dekstra 4 40 4 40
5 paresis Sinistra 6 60 6 60
Total 10 100 10 100
Tidak Ada 1 10 0 0
Hipertensi 7 70 6 60
Penyakit Penyerta DM 1 10 3 30
6
DM + HT 1 10 0 0
Hiperlipidemia 0 0 1 10
Total 10 100 10 100
Sumber : data primer September-Oktober 2018

Kekuatan otot sebelum dan sesudah Berdasarkan tabel 3. dapat dijelaskan


bahwa terjadi peningkatan skor kekuatan otot
Therapy Cermin berdasarkan
sesudah dilakukan latihan tanpa cermin.
karakteristik responden
Tabel 2. Distribusi responden
berdasarkan kekuatan otot sebelum dan Perbedaan kekuatan otot antara
sesudah terapi cermin (kelompok kelompok intervensi dan kelompok
intervensi) (n=10)
kontrol setelah dilakukan Therapy
variabel pre test post test
No kekuatan Cermin
otot n % n %
1 skor 0 1 10 Tabel 4. Membandingkan hasil
2 skor 1 1 10 1 10 pengukuran pre test untuk kelompok
3 skor 2 5 50 2 20 intervensi dan kelompok kontrol
4 skor 3 3 30 5 50
menggunakan Mann-Withney Test
5 skor 4 2 20
Total 10 100 10 100 No Kelompok n Rerata Nilai p
Sumber : data primer, 2018 1 Intervensi 10 11,60 0,386
2 Kontrol 10 9,4 0,436
Berdasarkan tabel 2. dapat dijelaskan Sumber: data primer, 2018

bahwa terjadi peningkatan skor kekuatan otot Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan
sesudah terapi cermin. bahwa tidak ada perbedaan kekuatan otot pre
Tabel 3. Distribusi responden test antara kelompok intervensi dan
berdasarkan kekuatan otot sebelum dan
kelompok kontrol.
sesudah terapi kelompok kontrol (n=10)
No variabel pre test post test Berdasarkan tabel 5 dapat dijelaskan
kekuatan otot n % n % bahwa pada post test 80% responden
1 skor 0 3 30 1 10
2 skor 1 2 20 3 30 kelompok intervensi mengalami kenaikan
3 skor 2 2 20 2 20 kekuatan otot dan 70% responden kelompok
4 skor 3 3 30 4 40
5 skor 4 2 20 kontrol mengalami kenaikan kekuatan otot,
Total 10 100 10 100 namun tidak ada perbedaan bermakna antara
Sumber: data primer, 2018
kelompok intervensi dan kontrol.

38
Volume 7, No. 2 Desember 2020 Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat
ISSN 2460 - 9374

Tabel 5. Membandingkan hasil pengukuran post test untuk kelompok intervensi dan
kelompok kontrol menggunakan Mann-Withney Test

N Intervensi Kontrol
Kekuatan Otot
o n % Rerata p-value n % Rerata p-value
1 Menurun 0 0
2 Tetap 2 20 3
3 Naik 8 80 11,35 0,497 7 70 9,65 0,529
Sumber: data primer, 2018

Tabel 6. Membandingkan hasil pengukuran post test untuk kelompok intervensi dan
kelompok kontrol menggunakan Wilcoxon Test

Kekuatan Otot Intervensi Kontrol


No post test n Rerata p-value n Rerata p-value
1 Menurun 0 - - 0 - -
2 Tetap 2 - - 3 - -
3 Naik 8 4,50 0,005 7 4,00 0,011
Sumber: data primer, 2018
Berdasarkan tabel 6 dapat dijelaskan 30% pada kelompok kontrol. Setelah
bahwa hasil pengukuran kekuatan otot post diberikan intervensi terhadap masing-masing
test pada kelompok intervensi dan kelompok kelompok, sebagian besar responden
kontrol sama-sama menunjukkan adanya mengalami peningkatan kekuatan otot, yaitu
pengaruh terhadap kekuatan otot pada pasien kekuatan otot berada pada skala 0,1,2,3 dan
dengan gangguan mobilitas fisik akibat stroke 4. Responden dalam kelompok intervensi
di ruang perawatan interna RSUD dr.T.C. sebanyak 80% mengalami peningkatan
Hillers Maumere. kekuatan otot dan 20% tidak mengalami
Berdasarkan data hasil penelitian ini kenaikan atau tetap dan tidak ada responden
terapi cermin memiliki pengaruh yang lebih (0%) yang mengalami penurunan kekuatan
efektif dengan nilai p=0,005 (p<0,05), otot, sedangkan responden kelompok kontrol
dibandingkan dengan latihan ROM tanpa 70% mengalami peningkatan kekuatan otot
cermin dengan nilai p=0,011 (p<0,05) dan 30% tidak mengalami perubahan atau
terhadap kekuatan otot pada pasien dengan tetap, dan tidak ada responden (0%) yang
gangguan mobilitas fisik akibat stroke di mengalami penurunan kekuatan otot.
ruang perawatan interna RSUD dr.T.C. Hal ini sejalan dengan penelitian
Hillers Maumere. yang dilakukan oleh Maimurahman & Fitria
(2013) yang mengatakan bahwa sebelum
PEMBAHASAN dilakukan latihan, kekuatan otot responden
Kekuatan Otot Pada Pasien Dengan minimal pada derajat hanya memiliki
Gangguan Mobilitas Fisik Akibat Stroke beberapa perubahan tonus dan maksimal pada
Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi derajat hanya mampu menggerakan, mampu
Cermin melawan gravitasi tetapi tidak dapat melawan
Berdasarkan hasil penelitian di ruang tahanan atau dorongan (skala 0-3)(11).
interna RSUD dr.T.C.Hillers Maumere yang Sesudah latihan ROM kekuatan otot
dilakukan pada September sampai Oktober mengalami peningkatan dengan derajat
2018 diketahui data skala kekuatan otot minimal mampu menggerakan sendi, mampu
responden sebelum latihan, berada pada skala melawan gravitasi dan maksimal mampu
0,1,2,3 dan yang terbanyak adalah pada skala menggerakan sendi, mampu melawan
2 yaitu 50% untuk kelompok intervensi dan gravitasi dan mampu melawan tahanan atau
skala 0 dan 3, masing-masingnya sebanyak dorongan ringan (skala 2-4). Latihan yang

39
Volume 7, No. 2 Desember 2020 Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat
ISSN 2460 - 9374

dilakukan adalah latihan ROM fleksi-ekstensi Hal ini disebabkan oleh adanya
selama 8 kali latihan, dan dilakukan 2 kali keterbatasan waktu penelitian yang hanya
perhari. dilakukan selama satu minggu (7 hari)
Kekuatan otot penderita stroke dengan frekuensi latihan sekali perhari, dan
sebelum dilakukan terapi cermin adalah adanya berbagai faktor yang turut
minimal hanya berupa tonus otot dan mempengaruhi kekuatan otot pasien seperti
maksimal mampu melawan gravitasi tetapi faktor usia, adanya penyakit penyerta seperti
tidak mampu melawan tekanan atau dorongan DM dan hipertensi, serta lamanya kejadian
(skala 0-2). Sesudah dilakukan terapi cermin, stroke, yang tidak di teliti dalam penelitian
kekuatan otot responden meningkat menjadi ini.
minimal mampu menggerakan sendi dan
maksimal mampu melawan gravitasi dan Pengaruh Terapi Cermin Terhadap
mampu menahan dorongan/ tekanan namun Kekuatan Otot
lebih lemah dibandingkan sisi non paretik Uji statistik menggunakan Mann
(skala 1-4). Latihan yang diberikan berupa Withney untuk membandingan kekuatan otot
gerakan fleksi ekstensi menggunakan cermin setelah latihan pada kelompok intervensi dan
diulang-ulang selama 10 menit untuk sekali kelompok kontrol menunjukan tidak adanya
latihan(12). perbedaan di antara kedua kelompok.
Peneliti sependapat dengan beberapa Kekuatan otot meningkat secara
penelitian yang telah disebutkan di atas. signifikan setelah dilakukan intervensi terapi
Peneliti beropini bahwa kekuatan otot pada cermin terhadap 10 responden dengan
pasien yang mengalami masalah gangguan melakukan gerakan dorsofleksi dan
mobilitas fisik akibat stroke, baik pada plantarfleksi, dan 10 responden melakukan
serangan pertama maupun serangan ulang, plantarfleksi dan dorsofleksi dengan beban
menyebabkan penurunan kekuatan otot baik karung pasir(13). Tidak ada perbedaan antara
itu ringan, sedang maupun berat. Hal ini kelompok intervensi terapi cermin dengan
dibuktikan dengan data bahwa sebelum kelompok kontrol tanpa cermin(13).
melakukan latihan, kekuatan otot responden Perbandingan latihan bilateral
berada pada batas minimal tidak ada movement menggunakan cermin refleksif dan
kontraksi atau tonus otot (skala 0) dan dengan cermin non refleksif terhadap motor
maksimal mampu menahan gravitasi tetapi performance dan kemampuan fungsional
tidak mampu melawan tekanan atau dorongan anggota gerak atas pada pasien stroke kronik.
pemeriksa. Setelah latihan, baik pada Latihan dilakukan selama 6 minggu dengan
kelompok intervensi maupun kontrol, frekuensi latihan 3 kali seminggu. Hasilnya
kekuatan otot mengalami peningkatan sebesar menunjukan latihan bilateral movement
rata-rata 75%, yakni berada pada derajat terhadap motor performance dan kemampuan
minimal ada kontraksi, tidak ada gerakan fungsional anggota gerak atas menggunakan
dan ada tahanan sewaktu jatuh, dan maksimal cermin refleksif, besar peningkatannya lebih
mampu melawan gravitasi dan mampu baik dibandingkan dengan menggunakan
melawan tahanan/ dorongan pemeriksa tetapi cermin non refleksif, namun tidak ada
lebih lemah dibandingkan sisi non paretik perbedaan diantara kelompok terapi cermin
(skala 0-4). Rata-rata 25% responden tidak refleksif dan kelompok terapi cermin non
mengalami perubahan kekuatan otot (tetap). refleksif(14).

40
Volume 7, No. 2 Desember 2020 Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat
ISSN 2460 - 9374

Efektivitas terapi cermin terhadap terdahulu yang mengatakan terapi cermin


metode intervensi lain dalam pemulihan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
fungsi ekstremitas atas pada pasien yang kekuatan otot pasien stroke. Peneliti juga
pernah mengalami stroke. Hasil dari studi berpendapat bahwa ketika pasien melihat
kepustakaan ini menyatakan bahwa terapi bayangan sisi tubuhnya yang sehat di cermin
cermin memiliki hasil yang lebih pada pasien dan membayangkannya sebagai sisi paretik,
stroke akut dan kronis dalam fungsi residu dari sel-sel saraf cermin yang tersisa
ekstremitas atas dibandingkan terapi tetapi aktivitasnya terhambatakan terangsang
konvensional(15). untuk aktif kembali. Pasien juga akan
Penggunaan cermin dapat merekrut termotivasi secara emosional, sehingga
korteks premotor untuk rehabilitasi motorik. rangsangan aktivasi sel cermin di otaknya
Adanya sejumlah keistimewahan pada menjadi lebih maksimal, terutama pada
korteks premotor yang menunjukan responden dalam usia produktif.
keterkaitan antara bayangan di cermin Berdasarkan hasil observasi
dengan rehabilitasi motorik post stroke, yakni penelitian yang dilakukan, peneliti
sebagai berikut : korteks premotor memiliki berpendapat dan menyarankan, bahwa terapi
kontribusi yang tidak sepele terhadap cermin merupakan terapi yang terbukti
menurunnya fungsi saluran kortikospinal, memiliki pengaruh terhadap kekuatan otot
korteks premotor lebih banyak mengontrol bagi pasien post strok dalam masa
gerakkan bilateral daripada korteks motorik rehabilitasi. Memadukan terapi cermin
itu sendiri dan keterkaitan yang erat antara dengan latihan rentang gerak (ROM),
area premotor dan input visual. Selain terbukti memberikan pengaruh yang lebih
sejumlah level neurologis dan psikologis, signifikan terhadap kekuatan otot pada pasien
terapi cermin dapat membantu membalikan dengan gangguan mobilitas fisik akibat
elemen ke anggota tubuh yang paresis. stroke, dibandingan dengan ROM tanpa
Hemiparesis pada stroke merupakan akibat cermin, oleh karena itu alangkah baiknya jika
kerusakan permanen di kapsul internal. terapi cermin ini diadapsi sebagai salah satu
Kemungkinan lain bahwa lesi yang terjadi pilihan terapi rehabilitasi bagi pasien post
tidak selalu komplit, mungkin ada residu dari stroke.
sel-sel saraf cermin yang tersisa tetapi tidak
aktif atau aktivitasnya terhambat dan tidak KESIMPULAN
mencapai ambang batas(16). Jadi terapi cermin Bedasarkan hasil analisis data dan
menstimulus sel-sel saraf ini, dengan pembahasan yang telah dikemukakan di atas
memberikan input visual untuk dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
menghidupkan kembali saraf-saraf motorik. 1. Kekuatan otot pasien dengan gangguan
Berdasarkan hasil penelitian ini, yang mobilitas fisik akibat stroke sebelum
menunjukan bahwa sebagian besar pasien intervensi adalah berada di antara skala
dengan gangguan mobilitas fisik akibat 0-3, baik pada pasien stroke serangan
stroke diruang perawatan interna RSUD awal maupun stroke kronis.
dr.T.C.Hillers Maumere pada periode 2. Kekuatan otot pasien dengan gangguan
September sampai Oktober 2018, mengalami mobilitas fisik akibat stroke setelah
peningkatan kekuatan otot yang lebih efektif dilakukan intervensi selama satu
setelah dilakukan intervensi terapi cermin minggu (tujuh hari) mengalami
maka peneliti sependapat dengan peneliti peningkatan dengan skala 1-4.

41
Volume 7, No. 2 Desember 2020 Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat
ISSN 2460 - 9374

3. Terdapat perbedaan kekuatan otot yang Keperawatan Sekolah Tinggi


bermakna pada responden Ilmu Kesehatan (STIKes)
4. sebelum dan setelah dilakukan terapi Karya Husada Semarang .

cermin. Dharma, K. (2015). Metode Penelitian


5. Adanya pengaruh terapi cermin Keperawatan. Jakarta: Buku
terhadap kekuatan otot pasien dengan Kesehatan.

gangguan mobilitas fisik


Mesiano, T. (2017). World Stroke Day 2017.
6. Akibat stroke di ruang perawatan What,s Your reason for
interna RSUD dr.T.C.Hillers Maumere. preventing stroke?

Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian


SARAN Ilmu Keperawatan : Pendekatan
1. Bagi pasien stroke Praktis. Jakarta: Salemba
Pemilihan terapi cermin masih enggan Medika.

diterima oleh pasien stroke itu sendiri, Pratiwi, A. (2017). PROSEDUR MIRROR
dengan alasan tidak ingin melihat ke THERAPY PADA PASIEN
cermin. Penelitian ini telah menunjukan STROKE. Seminar Nasional
Keperawatan 2017.
hasil yang baik untuk meningkatkan
kekuatan otot pasien post stroke, Sari, M. W., Vitriana, & Prabowo, T. (2013,
sehingga sebaiknya pasien mau Desember). Perbandingan
Latihan Bilateral Movement
menerima latihan ini sebagai pilihan
Menggunakaan Cermin
dalam program rehabilitasinya. Refleksif dengan Cermin Non
2. Bagi RSUD dr.T.C. Hillers Maumere Refleksif Terhadap Motor
Performance dan Kemampuan
Diharapkan terapi cermin dapat
FungsionaAnggota Gerak Atas
diterima dan diadopsi sebagai salah satu Pada Pasien Stroke Kronis.
pilihan terapi rehabilitasi bagi pasien volum 63, Nomor 12, hal. 611.
dengan gangguan mobilitas fisik akibat
Sari, M. W., Vitriana, & Prabowo, T. (2013,
stroke. Desember 12). Perbandingan
3. Bagi Peneliti Lain Latihan Bilateral Movement
Hasil penelitian ini bisa digunakan Menggunakan Cermin Refleksif
dengan Cermin Non Refleksif
sebagai referensi dan bahan
Terhadap Motor Performance
perbandingan terhadap hasil penelitian dan Kemampuan Fungsional
lain yang berkaitan dengan stroke. Pada Anggota Gerak Atas pada Pasien
Stroke Kronik. Vol.63, Nomor
penelitian selanjutnya dapat dilihar
12.
faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kekuatan otot pada Sengkey, L. S., & Pandeiroth, P. (2014).
pasien hemiparesis akibat stroke. MIRROR THERAPY IN
STROKE REHABILITATION.
jurnal BIOMEDIK , Vol 6, No 2.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S. C. (2010). Keperawatan Medika
Agusman M, F., & Kusgiarti, E. (2017, - Bedah Brunner& Suddarth
Juni). Pengaruh Mirror (edisi 12 ed.). (S. &. Devi
Therapy Terhadap Kekuatan Yulianti, Penerj.) Penerbit Buku
Otot Pasien Stroke Non Kedokteran EGC.
Hemoragik Di RSUD Kota
Semarang. Jurnal SMART

42

Anda mungkin juga menyukai