Oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stroke adalah suatu yang
penyakit memiliki gejala klinis yang berkembang pesat dalam bentuk defisit
neurologis fokal dan global, berlangsung selama 24 jam atau dengan tidak
adanya penyebab lain yang jelas, kemungkinan besar akan mengakibatkan
kematian. Ketika pembuluh darah di otak mengalami gangguan atau pecah
yang menahan bagian otak mendapat suplai darah yang memberikan oksigen
yang dibutuhkan untuk melewati sel/jaringan (Kemenkes RI, 2019).
Stroke merupakan penyakit tidak menular (PTM). PTM adalah penyakit
infeksi kronis yang tidak menular dari individu ke individu. stroke dapat
menyebabkan gangguan yang kompleks bagi pasien yang masih hidup.
Penyembuhan pada pasien stroke membutuhkan waktu yang lama untuk
menjaga kondisi tubuh agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi (Tarigan & Setiawan, 2016).
Dominasi stroke menurut informasi World Stroke Organization
menunjukkan bahwa setiap tahun terdapat 13,7 juta kasus stroke modern, dan
hampir 5,5 juta kematian terjadi karena stroke. Kira-kira 70% stroke dan 87%
Kematian akibat stroke terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Selama 15 tahun terakhir, frekuensi stroke telah menyebabkan lebih
banyak kematian di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan tinggi. Dominasi stroke
bergeser di beberapa belahan dunia. Dominasi stroke di negara-negara ini
hampir 7 juta (3,0%), meskipun di Cina dominasi stroke diperpanjang antara
(1,8%) (provinsi) dan (9,4%) (perkotaan). Di seluruh dunia, Cina kemungkinan
merupakan negara dengan angka kematian akibat stroke yang cukup tinggi
1
2
(19,9% dari semua kematian di Cina), di samping Afrika dan Amerika Utara.
(Mutiarasari, 2019).
Di Indonesia, berdasarkan Rikesdas 2018, dominasi stroke meningkat
dibandingkan tahun 2013 dari (7%) menjadi (10,9%). Secara garis besar,
prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2018 berdasarkan pengaturan dokter
dalam populasi berusia 15 tahun (10,9%) atau sebanyak 2.120.362 orang.
Berdasarkan kelompok umur kekambuhan stroke lebih banyak terjadi pada
kelompok umur 55-64 tahun (33,3%) dan paling sedikit penderita stroke berada
pada kelompok umur 15-24 tahun. Pria dan wanita memiliki tingkat stroke
yang hampir sama. Sebagian besar penduduk yang mengalami stroke dengan
pendidikan dasar (29,5%). Predominan penderita stroke yang tinggal di daerah
perkotaan lebih menonjol (63,9%) dibandingkan yang tinggal di daerah
pedesaan (36,1%) (Kemenkes RI, 2018).
Stroke dapat menyebabkan gangguan pembuluh darah otak yang
menghasilkan efek samping klinis yang beragam seperti kesulitan berbicara,
kesulitan berjalan dan merencanakan bagian tubuh, kelemahan otot wajah,
pengaruh gangguan sensorik, dan ketidakberuntungan dalam mengontrol
gerakan motorik yang umumnya ditunjukkan oleh perkembangan pergerakan
yang dapat mengakibatkan stroke. Pasien mengalami hambatan dalam bergerak
sehingga meningkatkan bahaya komplikasi (Rachman, 2018).
Komplikasi dari imobilisasi menyebabkan 51% kematian pada 30 hari
pertama setelah stroke iskemik. Isu yang terkait dengan kondisi imobilisasi
pada pasien stroke dikomunikasikan sebagai diagnosa keperawatan adalah
hambatan mobilitas fisik. Diagnosa ini didefinisikan sebagai hambatan dalam
melaksanakan perkembangan fisik pada satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri atau terkoordinasi (Wahid & Agianto, 2015).
Perawatan yang dapat dilakukan untuk mengobati stroke adalah dengan :
farmakologis dan pengobatan alternative. Perawatan farmakologis bertahan
lebih dari 6 bulan setelah stroke, penelitian menunjukkan bahwa penyembuhan
stroke dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga waktu yang lama.
3
B. Rumusan Masalah
4
Stroke adalah gangguan sistem saraf yang terjadi secara tiba-tiba dan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah pada pembuluh darah di otak.
perawatan stroke membutuhkan biaya yang cukup mahal selama perawatan
berlangsung dan penanganan pemulihan stroke membutuhkan waktu lama dan
ekonomis. Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengobati stroke yaitu
dengan farmakologis dan terapi alternative sehingga peneliti tertarik melihat
bagaimana kajian literature faktor yang mempengaruhi latihan ROM terhadap
gerak otot pada pasien post stroke?”.
5
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi artikel-artikel penelitian
yang memaparkan pengaruh latihan ROM (Range Of Moution) terhadap gerak
otot pada pasien post stroke.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian pada penelitian ini mencakup :
1. Manfaat Teorirtis
Hasil penelitian ini menjadi sebuah bahan kajian untuk pembelajaran
dalam bidang keilmuan keperawatan. sehingga menjadi dasar untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis pada penelitian ini mencakup :
a. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Dapat memberikan informasi tambahan bagi perkembangan
keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah dalam penanganan
penyakit stroke dan terapi akupuntur sebagai keperawatan komplementer,
sebagai acuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
penyakit stroke dalam pemberian pelayanan perawatan atau pemberian
asuhan keperawatan.
b. Bagi Peneliti
Memperoleh pengalaman dalam menerapkan hasil penelitian
keperawatan dan akhirnya menjadi bahan untuk informasi dan
pengetahuan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
persendiannya sesuai gerakan normal baik pasif maupun aktif. Latihan ini dilakukan
otot. (Derang, 2020) Terdapat dua jenis latihan ROM yaitu ROM aktif dan ROM
pasif. ROM aktif adalah latihan gerak isotonik (terjadi kontraksi dan pergerakan otot)
dengan rentang geraknya yaitu normal, sedangkan ROM pasif adalah pergerakan
perawat atau petugas lain yang menggerakkan persendian klien sesuai dengan rentang
pergerakan
7
Prinsip dasar pemberian ROM menurut (Trismarani, 2019) adalah sebagai berikut
1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari,
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian
1. ROM Aktif :
1) Indikasi :
(1) Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan
(2) Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan
adalah jenis ROM Aktif yang mana bantuan diberikan melalui gaya dari
luar apakah secara manual atau mekanik, karena otot penggerak primer
(4) ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan
2) Sasaran :
(1) Apabila tidak terdapat inflamasi dan kontraindikasi, sasaran ROM Aktif
(2) Keuntungan fisiologis dari kontraksi otot aktif dan pembelajaran gerak dari
d. Meningkatkan sirkulasi
2. ROM Pasif
1) Indikasi :
(1) Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila dilakukan
(2) Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif pada
ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed rest
total
2) Sasaran :
(5) Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta difusi
persendian
yaitu :
1. Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses
batas gerakan yang bebas nyeri selama fase awal penyembuhan akan
sendi besar, sedangkan AROM pada sendi ankle dan kaki untuk
1) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
2) Dengan lengan
3) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain
siku Cara
melakukan :
2) Mengarah ketubuhnya
3) Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangan mendekat bahu
1) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.
7) Kearahnya.
Cara melakukan :
2) Letakkan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan
Cara melakukan :
2) Letakan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan
5) (abduksi).
6. Rotasi bahu
Cara melakukan :
2) Letakkan satu tangan perawat dilengan atas pasien dekat siku dan
Cara melakukan :
1) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan lain
2) Memegang kaki.
Cara melakukan :
1) Pegang separuh bagian kaki pasien dengan satu jari dan pegang
5) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang
6) Lain.
1) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu
13
2) Tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks.
3) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki kea rah dada pasien.
menggerakan :
1) Letakkan satu tangan di lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan
Cara melakukan :
1) Letakkan satu tangan perawat dibahu lutut pasien dan satu tangan ditumit.
2) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kurang lebih 8cm dari tempat
2. Klasifikasi Stroke
Stroke terjadi ketika terdapat penyumbatan atau kebocoran pada suplai
darah dari pembuluh darah yang menyebabkan kerusakan pada otak. Ada
dua jenis stroke yang utama adalah stroke hemoragik dan iskemik (Ratna,
2011).
a. Stroke Hemoragik (Jenis Pendarahan)
Stroke hemoragik merupakan stroke akibat pecahnya pembuluh
darah (pembuluh otak, baik intrakranial maupun subarachnoid).
sehingga menghambat aliran darah normal dan darah bocor kedalam otak
dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh
pasien hipertensi.
Stroke hemoragik sebagian besar disebabkan oleh perdarahan
intrakranial dengan indikasi peningkatan tekanan darah sistolik >200
15
kolesterol dari hati ke sel. Jika kadarnya tinggi hal ini akan
menyebabkan penumpukan kolesterol di dalam dinding pembuluh
darah dan menyebabkan dinding pembuluh darah yang memicu
terjadinya aterosklerosis. Sedangkan HDL berperan sebagai pembawa
kolesterol dari sel-sel tubuh kembali ke hati, dapat membersihkan
kumpulan kolesterol yang terjadi di dalam pembuluh darah hati,
selanjutnya mengantisipasi terjadinya aterosklerosis (Dinata et al,
2012).
4) Merokok
Merokok dapat menjadi penyebab utama stroke yang angka
kejadiannya lebih sering terjadi pada usia dewasa awal dibandingkan
pada usia lanjut. Kemungkinan frekuensi penyakit stroke akan akan
mengalami penurunan setelah berhenti merokok dan jelas terlihat
dalam 2-4 tahu setelah berhenti merokok. Merokok adalah salah satu
faktor risiko yang paling mendasar aterosklerotik. Nikotin akan
mengurangi aliran darah dan meningkatkan detak jantung. Merokok
dapat menurunkan pembuluh darah yang disebabkan oleh zat nikotin
dalam rokok dan menghambat konsentrasi fibrinogen, kondisi ini
mendorong penebalan pembuluh darah dan meningkatkan konsistensi
darah (Priyanto, 2008 dalam Arisoy 2018).
Perlu diketahui bahwa merokok lebih cenderung memicu
pembentukan fibrinogen (pembekuan darah) yang memperkuat
aterosklerosis (Pizon & Asanti, 2010). Arterisklerosis dapat
menyebabkan pembuluh darah menyempit dan aliran darah menjadi
lambat karena kekentalan (ketebalan) (Burhanuddin 2012 dalam
Khairatunnisa 2017).
Selain itu, merokok bisa berbahaya bagi lemak darah dan
menurunkan kadar HDL dalam darah. Semua dampak nikotin dari
Rokok dapat mempercepat proses aterosklerosis dan penyumbatan
pada pembuluh darah. Karbon monoksida dari rokok juga dapat
21
5. Pengobatan Stroke
Pengobatan stroke sebagai upaya pencegahan, individu yang berisiko
stroke harus melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur (Nastiti, 2012).
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pasien tidak pernah mengalami TIA
atau stroke sangat disarankan. pencegahan ini dapat dilakukan dengan
mengetahui sejak dini untuk mengendalikan faktor resiko, caranya adalah
dengan menjaga pola hidup yang sehat, tepatnya 3M:
1) Menjauhi dari kebiasaan merokok, minum kopi dan alkohol, obesitas,
dan tidak mengonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi
serebrovaskular (amfetamin, kokain, dan sejenisnya).
2) Mengurangi: asupan lemak, kalori garam, dan kolesterol tinggi yang
berlebihan.
3) Mengontrol: hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan
aterosklerosis, kadar lipid darah, konsumsi kalori seimbang, dan
kecenderungan berolahraga 3-4 kali seminggu.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan pada mereka yang pernah mengalami
TIA atau memiliki riwayat stroke sebelumnya, yaitu dengan cara :
1) Mengontrol kemungkinan stroke atau aterosklerosis, melalui:
perubahan gaya hidup, seperti pengobatan hipertensi, diabetes, dan
penyakit jantung, berhenti merokok dan minum alkohol, menurunkan
tekanan darah, rajin berolahraga, dan menghindari stres.
2) Melibatkan keluarga untuk mengatasi krisis sosial agar penderita
stroke dapat memahami kondisi yang bergantung pada orang lain.
23
1. Hypertensi2. Polycythemia
Pemakaian kontrasepsi
Iskemik Hemoragik
1.Disfungsi neurologic
Komplikasi Stroke
Gambar 2 2 Kerangka Teori Pengaruh Latihan Range Of Mation ROM Spherical Grip