Anda di halaman 1dari 28

LITERATUR REVIEW PENGARUH LATIHAN ROM (

RANGE OF MOTION ) TERHADAP GERAK OTOT PADA


PASIEN POST STROKE

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ners


Keperawatan Pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Galuh

Oleh :

DENDEN SUBHAN NASIR


NIM. 1490122050

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS GALUH
CIAMIS
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stroke adalah suatu yang
penyakit memiliki gejala klinis yang berkembang pesat dalam bentuk defisit
neurologis fokal dan global, berlangsung selama 24 jam atau dengan tidak
adanya penyebab lain yang jelas, kemungkinan besar akan mengakibatkan
kematian. Ketika pembuluh darah di otak mengalami gangguan atau pecah
yang menahan bagian otak mendapat suplai darah yang memberikan oksigen
yang dibutuhkan untuk melewati sel/jaringan (Kemenkes RI, 2019).
Stroke merupakan penyakit tidak menular (PTM). PTM adalah penyakit
infeksi kronis yang tidak menular dari individu ke individu. stroke dapat
menyebabkan gangguan yang kompleks bagi pasien yang masih hidup.
Penyembuhan pada pasien stroke membutuhkan waktu yang lama untuk
menjaga kondisi tubuh agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi (Tarigan & Setiawan, 2016).
Dominasi stroke menurut informasi World Stroke Organization
menunjukkan bahwa setiap tahun terdapat 13,7 juta kasus stroke modern, dan
hampir 5,5 juta kematian terjadi karena stroke. Kira-kira 70% stroke dan 87%
Kematian akibat stroke terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Selama 15 tahun terakhir, frekuensi stroke telah menyebabkan lebih
banyak kematian di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan tinggi. Dominasi stroke
bergeser di beberapa belahan dunia. Dominasi stroke di negara-negara ini
hampir 7 juta (3,0%), meskipun di Cina dominasi stroke diperpanjang antara
(1,8%) (provinsi) dan (9,4%) (perkotaan). Di seluruh dunia, Cina kemungkinan
merupakan negara dengan angka kematian akibat stroke yang cukup tinggi

1
2

(19,9% dari semua kematian di Cina), di samping Afrika dan Amerika Utara.
(Mutiarasari, 2019).
Di Indonesia, berdasarkan Rikesdas 2018, dominasi stroke meningkat
dibandingkan tahun 2013 dari (7%) menjadi (10,9%). Secara garis besar,
prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2018 berdasarkan pengaturan dokter
dalam populasi berusia 15 tahun (10,9%) atau sebanyak 2.120.362 orang.
Berdasarkan kelompok umur kekambuhan stroke lebih banyak terjadi pada
kelompok umur 55-64 tahun (33,3%) dan paling sedikit penderita stroke berada
pada kelompok umur 15-24 tahun. Pria dan wanita memiliki tingkat stroke
yang hampir sama. Sebagian besar penduduk yang mengalami stroke dengan
pendidikan dasar (29,5%). Predominan penderita stroke yang tinggal di daerah
perkotaan lebih menonjol (63,9%) dibandingkan yang tinggal di daerah
pedesaan (36,1%) (Kemenkes RI, 2018).
Stroke dapat menyebabkan gangguan pembuluh darah otak yang
menghasilkan efek samping klinis yang beragam seperti kesulitan berbicara,
kesulitan berjalan dan merencanakan bagian tubuh, kelemahan otot wajah,
pengaruh gangguan sensorik, dan ketidakberuntungan dalam mengontrol
gerakan motorik yang umumnya ditunjukkan oleh perkembangan pergerakan
yang dapat mengakibatkan stroke. Pasien mengalami hambatan dalam bergerak
sehingga meningkatkan bahaya komplikasi (Rachman, 2018).
Komplikasi dari imobilisasi menyebabkan 51% kematian pada 30 hari
pertama setelah stroke iskemik. Isu yang terkait dengan kondisi imobilisasi
pada pasien stroke dikomunikasikan sebagai diagnosa keperawatan adalah
hambatan mobilitas fisik. Diagnosa ini didefinisikan sebagai hambatan dalam
melaksanakan perkembangan fisik pada satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri atau terkoordinasi (Wahid & Agianto, 2015).
Perawatan yang dapat dilakukan untuk mengobati stroke adalah dengan :
farmakologis dan pengobatan alternative. Perawatan farmakologis bertahan
lebih dari 6 bulan setelah stroke, penelitian menunjukkan bahwa penyembuhan
stroke dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga waktu yang lama.
3

Masa penyembuhan pengobatan alternative lebih cepat daripada pengobatan


farmakologis dan untuk penyembuhan stroke tidak menimbulkan dampak
negatif (Luqman & dkk, 2017).
Pemulihan pasca stroke merupakan persiapan yang lama yang dapat
berlangsung beberapa lama dan tergantung pada jenis stroke yang diderita.
Penanggulangan yang dapat dilakukan antara lain penanganan stroke secara
intensif yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian dan
ketidakmampuan pada pasien stroke, serta rehabilitasi dalam upaya untuk
meningkatkan kemandirian pasien. Upaya pemulihan yang dapat dilakukan
termasuk pengobatan alternative untuk pasien stroke, seperti : (Sulung et al.,
2021).
Latihan ROM (Range Of Motion) merupakansalah satu teknik untuk
mengembalikan sistem pergerakan, dan untuk memulihkan kekuatan otot untuk
bergerak kembali memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari (Linggi, Alfani et
al. 2018) [2].
Terdapat dua jenis ROM yaitu ROM aktif dan ROM pasif, ROM aktif
yaitu menggerakan sendi dengan menggunakan otot tanpa bantuan, sementara
ROM pasif perawat menggerakan sendi pasien. Latihan ROM merupakan salah
satu bentuk awal rehabilitas pada penderita stroke untuk mencegah terjadinya
stroke atau kecacatan, fungsinya untuk pemulihan anggota gerak tubuh yang
kaku atau cacat. Latihan ini dapat dilakukan pada pagi dan sore hari untuk
melenturkan otot-otot yang kaku, latihan rom juga dapat dilakukan berkali-
kali dalam waktu satu hari, semakin pasien melakukan latihan rom berkali-kali
kemungkinan pasien mengalami defisit kemampuan sagat kecil. Latihan ROM
juga bentuk intervensi perawat dalam upaya pencegahan cacat permanen
(Nofiyanto, Munif et al. 2017) [3].

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk


melakukan analisis melalui literature review lebih lanjut mengenai “Pengaruh
Latihan ROM ( Range of moution) Terhadap Gerak Otot Pada Pasien Post
Stroke.”

B. Rumusan Masalah
4
Stroke adalah gangguan sistem saraf yang terjadi secara tiba-tiba dan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah pada pembuluh darah di otak.
perawatan stroke membutuhkan biaya yang cukup mahal selama perawatan
berlangsung dan penanganan pemulihan stroke membutuhkan waktu lama dan
ekonomis. Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengobati stroke yaitu
dengan farmakologis dan terapi alternative sehingga peneliti tertarik melihat
bagaimana kajian literature faktor yang mempengaruhi latihan ROM terhadap
gerak otot pada pasien post stroke?”.
5

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi artikel-artikel penelitian
yang memaparkan pengaruh latihan ROM (Range Of Moution) terhadap gerak
otot pada pasien post stroke.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian pada penelitian ini mencakup :
1. Manfaat Teorirtis
Hasil penelitian ini menjadi sebuah bahan kajian untuk pembelajaran
dalam bidang keilmuan keperawatan. sehingga menjadi dasar untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis pada penelitian ini mencakup :
a. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Dapat memberikan informasi tambahan bagi perkembangan
keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah dalam penanganan
penyakit stroke dan terapi akupuntur sebagai keperawatan komplementer,
sebagai acuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
penyakit stroke dalam pemberian pelayanan perawatan atau pemberian
asuhan keperawatan.
b. Bagi Peneliti
Memperoleh pengalaman dalam menerapkan hasil penelitian
keperawatan dan akhirnya menjadi bahan untuk informasi dan
pengetahuan.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Range Of Motion


2.1.1 Definisi Range Of Motion (ROM)

Range Of Motion (ROM) adalah latihan rentang gerak yang memungkinkan

terjadinya kontraksi atau pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-masing

persendiannya sesuai gerakan normal baik pasif maupun aktif. Latihan ini dilakukan

untuk meningkatkan kesempurnaan anggota gerak dan untuk meningkatkan kekuatan

otot. (Derang, 2020) Terdapat dua jenis latihan ROM yaitu ROM aktif dan ROM

pasif. ROM aktif adalah latihan gerak isotonik (terjadi kontraksi dan pergerakan otot)

yang dilakukan klien dengan menggerakan masingmasing persendiannya sesuai

dengan rentang geraknya yaitu normal, sedangkan ROM pasif adalah pergerakan

perawat atau petugas lain yang menggerakkan persendian klien sesuai dengan rentang

geraknya. (Nababan & Giawa, 2019)

2.1.2 Manfaat Range Of Motion (ROM)

Manfaat latihan ROM menurut (Trismarani, 2019) adalah sebagai berikut :

1. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan

pergerakan
7

2. Memperbaiki tonus otot agar tidak terjadi kekakuan pada ekstermitas

3. Meningkatkan mobilisasi sendi dan meningkatkan massa otot

4. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan, mengkaji sendi dan tulang

2.1.3 Prinsip Dasar Pemberian ROM

Prinsip dasar pemberian ROM menurut (Trismarani, 2019) adalah sebagai berikut

1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari

2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.

3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien,

diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.

4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari,

lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.

5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian

yang di curigai mengalami proses penyakit.

6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau

perawatan rutin telah di lakukan.

2.1.4 Indikasi dan Sasaran ROM (Ronge Of Mation)

1. ROM Aktif :
1) Indikasi :
(1) Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan

menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak.

(2) Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan

persendian sepenuhnya, digunakan A-AROM (Active-Assistive ROM,


8

adalah jenis ROM Aktif yang mana bantuan diberikan melalui gaya dari

luar apakah secara manual atau mekanik, karena otot penggerak primer

memerlukan bantuan untuk menyelesaikan gerakan).

(3) ROM Aktif dapat digunakan untuk program latihan aerobik.

(4) ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan

dibawah daerah yang tidak dapat bergerak.

2) Sasaran :

(1) Apabila tidak terdapat inflamasi dan kontraindikasi, sasaran ROM Aktif

serupa dengan ROM Pasif.

(2) Keuntungan fisiologis dari kontraksi otot aktif dan pembelajaran gerak dari

kontrol gerak volunter.

(3) Sasaran spesifik:

a. Memelihara elastisitas dan kontraktilitas fisiologis dari otot yang terlibat

b. Memberikan umpan balik sensoris dari otot yang berkontraksi

c. Memberikan rangsangan untuk tulang dan integritas jaringan persendia

d. Meningkatkan sirkulasi

e. Mengembangkan koordinasi dan keterampilan motorik

2. ROM Pasif

1) Indikasi :

(1) Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila dilakukan

pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan


9

(2) Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif pada

ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed rest

total

2) Sasaran :

(1) Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat

(2) Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur

(3) Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot

(4) Membantu kelancaran sirkulasi

(5) Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta difusi

persendian

(6) Menurunkan atau mencegah rasa nyeri

(7) Membantu proses penyembuhan pasca cedera dan operasi.

(8) Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien

2.1.5 Kontraindikasi ROM (Ronge Of Mation)

Kontraindikasi yang harus di waspadai saat melakukan ROM (Ronge Of Mation)

yaitu :

1. Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses

penyembuhan cedera.Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-

batas gerakan yang bebas nyeri selama fase awal penyembuhan akan

memperlihatkan manfaat terhadap penyembuhan dan pemulihan. Terdapatnya

tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah, termasuk

meningkatnya rasa nyeri dan peradangan


1
0
2. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya

membahayakan (life threatening). ROM dilakukan secara hati-hati pada sendi-

sendi besar, sedangkan AROM pada sendi ankle dan kaki untuk

meminimalisasi venous stasis dan pembentukan trombus. Pada keadaan setelah

infark miokard, operasi arteri koronaria, dan lain-lain, AROM pada

ekstremitas atas masih dapat diberikan dalam pengawasan yang ketat.

2.1.6 Gerakan pada ROM

1. Fleksi dan ekstensi pergelangan

tangan Cara melakukan :

1) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk

2) Dengan lengan

3) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain

4) Memegang pergelangan tangan pasien

5) Tekuk tangan pasien kedepan sejauh mungkin

6) Catat perubahan yang terjadi.

2. Fleksi dan ekstensi

siku Cara

melakukan :

1) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisitubuh dengan telapak

2) Mengarah ketubuhnya

3) Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangan mendekat bahu

4) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.

3. Pronasi dan supinasi lengan

bawah Cara melakukan:

1) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.

2) Letakan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang


1
1
3) Tangan pasien dengan tangan lainnya.

4) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauh.

5) Kembalikan ke posisi semula.

6) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap

7) Kearahnya.

8) Kembalikan keposisi semula.

4. Pronasi fleksi bahu

Cara melakukan :

1) Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya.

2) Letakkan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan

3) Pasien dengan tangan lainnya.

4) Angkat lengan pasien pada posisi semula.

5. Abduksi dan adduksi bahu

Cara melakukan :

1) Atur posisi lengan pasien di samping badannya

2) Letakan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan

3) Pasien dengan tangan lainnya.

4) Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya keasar perawat

5) (abduksi).

6) Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (adduksi).

6. Rotasi bahu

Cara melakukan :

1) Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk

2) Letakkan satu tangan perawat dilengan atas pasien dekat siku dan

3) Pegang tangan pasien dengan tangan yang lainnya.


1
2
4) Gerakkan lengan bawah kebawah sampai menyentuh tempat tidur,

5) Telapak tangan menghadap kebawah.

6) Kembalikkan posisi lengan keposisi semula.

7) Gerakan lengan bawah kebelakang sampai menyentuh tempat tidur,

8) Telapak tangan menghadap keatas.

9) Kembalikan lengan keposisi semula

7. Fleksi dan ekstensi jari-jari

Cara melakukan :

1) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan lain

2) Memegang kaki.

3) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kebawah.

4) Luruskan jari-jari kemudian dorong kebelakang.

5) Kembalikkan keposisi semula

8. Infers dan efersi kaki

Cara melakukan :

1) Pegang separuh bagian kaki pasien dengan satu jari dan pegang

2) Pergelangan kaki dengan tangan satunya.

3) Putar kaki kedalam sehingga telapak kaki menghadap kekaki lainnya.

4) Kembalikan keposisi semula

5) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang

6) Lain.

7) Kembalikan ke posisi semula.

9. Fleksi dan ekstensi pergelangan

kaki Cara melakukan :

1) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu
13
2) Tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks.

3) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki kea rah dada pasien.

4) Kembalikkan ke posisi semula.

5) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.

10. Fleksi dan ekstensi lutut Cara

menggerakan :

1) Letakkan satu tangan di lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan

2) Tangan yang lain.

3) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.

4) Lanjutkan menekuk lutut kearah dada sejauh mungkin.

5) Kebawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki keatas.

6) Kembali keposisi semula.

11. Rotasi pangkal paha

Cara melakukan :

1) Letakkan satu tangan perawat dibahu lutut pasien dan satu tangan ditumit.

2) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kurang lebih 8cm dari tempat

3) Tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien.

4) Gerakkan kaki mendekati badan pasien

5) Kembalikkan ke posisi semula.


14

B. Konsep Dasar Stroke


1. Pengertian Stroke
Stroke atau yang lebih dikenal dengan gangguan peredaran darah
serebral (GPDO) adalah suatu gangguan yang disebabkan oleh
terhambatnya aliran darah ke salah satu bagian otak yang menyebabkan
terhambatnya kerja otak berupa gangguan neurologis atau gangguan
perkembangan saraf. (Dinata dkk, 2012).
Stroke bisa menjadi gangguan kerja otak yang terjadi secara tiba-tiba.
berlangsung selama 24 jam atau lebih, akibat gangguan peredaran darah di
otak (Yastroki 2010 dalam sofyan, 2017). Stroke dapat berupa hilangnya
kerja otak yang disebabkan oleh terhentinya suplai darah ke otak (Brunner
and Suddrat, 2002 : 2131 dalam Pudiastuti 2011).

2. Klasifikasi Stroke
Stroke terjadi ketika terdapat penyumbatan atau kebocoran pada suplai
darah dari pembuluh darah yang menyebabkan kerusakan pada otak. Ada
dua jenis stroke yang utama adalah stroke hemoragik dan iskemik (Ratna,
2011).
a. Stroke Hemoragik (Jenis Pendarahan)
Stroke hemoragik merupakan stroke akibat pecahnya pembuluh
darah (pembuluh otak, baik intrakranial maupun subarachnoid).
sehingga menghambat aliran darah normal dan darah bocor kedalam otak
dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh
pasien hipertensi.
Stroke hemoragik sebagian besar disebabkan oleh perdarahan
intrakranial dengan indikasi peningkatan tekanan darah sistolik >200
15

mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada nonmotorik, bradikardia,


konfrontasi keunguan, sianosis, dan napas mengi (Fransisca, 2011 dalam
Dewi 2018).
Stroke hemoragik ada 2 jenis :
1) Perdarahan intraserebral : kematian yang terjadi di dalam jaringan
otak.
2) Perdarahan subarachnoid : kematian yang terjadi di dalam ruang
subarachnoid (batas ruang antara permukaan otak dan selaput otak
atau jaringan yang menutupi otak).
e. Stroke Iskemik (Tipe Oklusif)
Stroke iskemik disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah
yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian besar atau seluruhnya
terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis, yang merupakan
penumpukan kolesterol di dalam dinding pembuluh darah atau gumpalan
darah yang menyempitkan pembuluh darah ke otak.
Stroke iskemik sebagian besar merupakan komplikasi dari
beberapa penyakit pembuluh darah yang ditandai dengan gejala
penurunan tekanan darah yang secara tiba-tiba, takikardia, pucat, dan
pernapasan tidak teratur (Fransisca, 2011 dalam Dewi 2018).
Stroke iskemik dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Stroke trombotik : cara penyusunan trombus menjadi gumpalan
2) Stroke embolik : penyumbatan jalur suplai oleh bekuan darah.
3) Hipoperfusi sistemik : penurunan aliran darah ke seluruh bagian tubuh
akibat gangguan denyut jantung.

3. Faktor Resiko Stroke


Stroke merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor
resiko atau disebut Multicausal. Faktor resiko yang berkaitan dengan angka
kejadian stroke dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : faktor yang dapat
dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi (Wahjoepramono, 2005). Faktor
16

yang dapat menyebabkan stroke dibagi menjadi : faktor yang dapat


dimodifikasi atau tidak dapat dimodifikasi dan faktor peluang yang dapat
diubah atau dapat disesuaikan (Dinata et all, 2012).
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi mencakup bertambahnya
usia, jenis kelamin, etnis, dan garis keluarga. Kemudian faktor resiko yang
dapat dimodifikasi antara lain hipertensi, diabetes mellitus, merokok, berat
badan dan dislipidemia atau yang disebut dengan kadar kolesterol tinggi
(Dinata et al, 2012).
Stroke merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai
faktor bahaya atau yang disebut multicausal. Sependapat dengan penelitian
American Heart Affiliation (2012), Ada 2 macam faktor risiko stroke, lebih
spesifiknya antara lain :
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor
resiko yang tidak dapat diganggu gugat, karena sampai saat ini
merupakan karakteristik individu seseorang sejak awal kehidupannya.
berikut ini mungkin merupakan faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi untuk stroke (Nastiti, 2012 ).
1) Usia
Penyakit stroke yang semakin luas seiring dengan bertambahnya
usia di mana semua organ tubuh mengalami penurunan dalam bekerja,
terutama pembuluh darah otak. Pembuluh darah menjadi tidak elastis,
terutama endotelium yang mengalami penebalan intima, yang terjadi
didalam lumen pembuluh darah semakin mengecil dan berdampak
pada berkurangnya aliran darah otak (Kristiyawati dkk, 2009 dalam
Sofyan 2017). Usia bisa menjadi perhitungan bahaya stroke yang tidak
bisa diubah. Bertambahnya usia seseorang akan berdampak pada
fisiologis tubuhnya yang telah mengalami penurunan. Sel-sel yang
berkembang ini akan menyebabkan infeksi degeneratif. Stroke dapat
ditemukan pada semua usia, disebabkan oleh pendewasaan yang
17

terjadi di semua organ tubuh termasuk pembuluh darah otak yang


pecah (Riyanto, 2017 dalam Bariroh 2016).
2) Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko terkena stroke dibandingkan perempuan,
karena laki-laki lebih cenderung memiliki kebiasaan merokok dan
mengonsumsi minuman keras. Namun, pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi verbal yang mengandung kadar estrogen
tinggi, kemungkinan stroke meningkat. Untuk sementara, setelah
menopause, wanita mulai mengalami penyakit stroke yang hampir
sama dengan laki-laki (Halter, 2009 dalam Purnomo 2014).
3) Faktor Genetik/Herediter
Faktor genetik/herediter mempunyai peran penting dalam
meningkatkan risiko terjadinya stroke. keleompok herediter yang
paling umum adalah : penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes,
kadar kolesterol tinggi, yang biasanya didapat dari keluarga pasien.
Ancaman stroke berhubungan dengan faktor keturunan. Menurut para
ahli mengatakan adanya keturunan merupakan kualitas pasif yang
mempengaruhinya (Nastiti, 2012). Mahannad mengungkapkan bahwa
gaya hidup yang tidak sehat dalam sebuah keluarga juga dapat
meningkatkan risiko stroke (Sai 2013 dalam Udani 2017).
4) Ras atau Suku
Di negara indonesia, suku batak dan padang lebih rentan terkena
penyakit stroke dibandingkan suku jawa, biasanya disebabkan oleh
pola makan dan jenis makanan yang lebih banyak mengandung
kolesterol (Minarti et al, 2015 dalam Dewi 2018).
5) Pekerjaan
Stroke terjadi pada pekerjaan yang tidak tetap itu menjadi
penyebab stroke seperti yang di jelaskan oleh (Hartono 2007 dalam
Dewi 2018). Penderita yang tidak mendapatkan pekerjaan pada saat
itu akan mengalami stres dari memikirkan bagaimana mencari
18

pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan, sebaliknya ketika penderita


mendapatkan pekerjaan juga akan mengalami stres karena akan
memikirkan bagaimana membentuk usaha mereka menjadi lebih
banyak dan berkembang. Faktor yang mendorong pekerjaan seperti
yang ditemukan oleh (Irfan M 2010 dalam Dewi 2018 ).
6) Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi pula
pemahamannya terhadap sesuatu. Sehingga tingkat pendidikan
memegang peranan penting dalam menentukan kualitas manusia atau
sebagai sikap semakin maju, semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin tinggi kualitas atau semakin baik pula dalam
menjaga pola hidup yang sehat (Notoadmodjo 2010 dalam Dewi
2018).
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor risiko yang di
intervensi untuk mengantisipasi terjadinya suatu penyakit. Faktor risiko
ini bukanlah yang paling khas dari seorang individu, yang biasanya
dipengaruhi oleh banyak hal, terutama perilaku, Berikut ini faktor risiko
yang dapat dimodifikasi antara lain : (Nastiti, 2012).
1) Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi di mana tekanan darah
seseorang melebihi batas normal. Hipertensi dapat menjadi faktor
yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak atau
menyebabkan penyempitan pembuluh darah di otak. Pecahnya
pembuluh darah di otak akan mengakibatkan pendarahan otak,
meskipun jika penyempitan pembuluh darah otak akan mengganggu
aliran darah ke otak (Dinata et al, 2012).
Hipertensi dapat menjadi salah satu komponen yang paling utama,
baik pada stroke iskemik maupun stroke hemoragik. Biasanya
disebabkan oleh hipertensi yang mengaktifkan strategi aterosklerosis
19

karena tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kolesterol, Low


Thickness Lipoprotein (LDL) sehingga lebih efektif memasuki lapisan
intima lumen pembuluh darah dan menurunkan fleksibilitas pembuluh
darah tersebut (Lumongga 2007 dalam Nastiti 2012).
2) Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat terhambatnya pengeluaran cairan atau aktivitas
insulin atau keduanya, dan memiliki tempat terjadinya infeksi
metabolik kelompok. Pada individu dengan diabetes mellitus, risiko
frekuensi stroke berlipat ganda dibandingkan dengan individu tanpa
diabetes. Hal ini terjadi karena peningkatan gula darah dapat
meningkatkan risiko aterosklerosis. Diabetes mellitus menyebabkan
stroke melalui kemampuannya menebalkan pembuluh darah otak yang
diperkirakan sangat besar. Penebalan ini akan mengakibatkan
penyempitan pada daerah pembuluh darah yang terjadi akibat
gangguan aliran darah ke otak yang mendorong masuknya sel-sel otak
(Dinata, dkk 2012).
Hiperglikemia atau kadar gula darah tinggi memiliki dampak
yang kurang baik bagi tubuh, salah satunya mempercepat terjadinya
aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil maupun pembuluh
darah yang beasar, termasuk pembuluh darah yang mensuplai darah ke
otak. Kondisi pembuluh darah otak yang telah mengalami
aterosklerosis akan mengalami sumbatan atau pecah pada pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan stroke (Burhanuddin 2012 dalam
Khairatunnisa 2017).
3) Dislipidemia
Dislipidemia merupakan gangguan jumlah lipid dalam darah. Hal
ini terlihat dari hasil pemeriksaan. Oleh karena itu, jika kadar
kolesterol dalam darah meningkat, maka risiko aterosklerosis juga
meningkat (Soeharto 2004 dalam Nastiti 2012). LDL membawa
20

kolesterol dari hati ke sel. Jika kadarnya tinggi hal ini akan
menyebabkan penumpukan kolesterol di dalam dinding pembuluh
darah dan menyebabkan dinding pembuluh darah yang memicu
terjadinya aterosklerosis. Sedangkan HDL berperan sebagai pembawa
kolesterol dari sel-sel tubuh kembali ke hati, dapat membersihkan
kumpulan kolesterol yang terjadi di dalam pembuluh darah hati,
selanjutnya mengantisipasi terjadinya aterosklerosis (Dinata et al,
2012).
4) Merokok
Merokok dapat menjadi penyebab utama stroke yang angka
kejadiannya lebih sering terjadi pada usia dewasa awal dibandingkan
pada usia lanjut. Kemungkinan frekuensi penyakit stroke akan akan
mengalami penurunan setelah berhenti merokok dan jelas terlihat
dalam 2-4 tahu setelah berhenti merokok. Merokok adalah salah satu
faktor risiko yang paling mendasar aterosklerotik. Nikotin akan
mengurangi aliran darah dan meningkatkan detak jantung. Merokok
dapat menurunkan pembuluh darah yang disebabkan oleh zat nikotin
dalam rokok dan menghambat konsentrasi fibrinogen, kondisi ini
mendorong penebalan pembuluh darah dan meningkatkan konsistensi
darah (Priyanto, 2008 dalam Arisoy 2018).
Perlu diketahui bahwa merokok lebih cenderung memicu
pembentukan fibrinogen (pembekuan darah) yang memperkuat
aterosklerosis (Pizon & Asanti, 2010). Arterisklerosis dapat
menyebabkan pembuluh darah menyempit dan aliran darah menjadi
lambat karena kekentalan (ketebalan) (Burhanuddin 2012 dalam
Khairatunnisa 2017).
Selain itu, merokok bisa berbahaya bagi lemak darah dan
menurunkan kadar HDL dalam darah. Semua dampak nikotin dari
Rokok dapat mempercepat proses aterosklerosis dan penyumbatan
pada pembuluh darah. Karbon monoksida dari rokok juga dapat
21

mengurangi jumlah oksigen yang dibawa oleh darah, sehingga


menyebabkan ketidakseimbangan antara oksigen yang dibawa oleh
darah sehingga antara oksigen yang dibutuhkan dengan oksigen yang
dibawa oleh darah menyebabkan tidak seimbang (Stroke Association,
2010).
5) Mengonsumsi minuman beralkohol
Minuman keras dapat menyebabkan risiko stroke iskemik dan
juga dapat menyebabkan stroke hemoragik. Minum alkohol dalam 24
jam beberapa waktu belakangan ini stroke dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan subarachnoid. Minuman keras merusak otak
dan jika seseorang meminum minuman keras itu akan menyebabkan
otak berhenti bekerja (Priyanto 2008 dalam Arisoy 2018).

4. Pemeriksaan Diagnostik Stroke


Berikut cara melakukan stroke non hemoragik dengan : Teknik cepat :
a. F-Face: Instruksikan pasien untuk tersenyum. Periksa apakah simetris
atau tidak.
b. A-Arms: Diinstruksikan dengan tegas untuk mengangkat kedua tangan
dan bertahan selama beberapa waktu. Evaluasi apakah pasien mampu
mengangkat salah satu tangannya.
c. S-Speech: Diajarkan untuk berbicara dan mengulangi kalimat pemeriksa.
Evaluasi jika pembicaraan apakah jelas atau tidak.
d. T-Time: catat waktu setiap kali suatu penyakit dirasakan.
Berikutnya bagaimana melakukan pemeriksaan stroke hemoragik dengan
prosedur “Segera Ke RS” antara lain :
a. Senyuman yang tidak simetris.
b. Pergerakan setengah dari anggota tubuh yang melemah.
c. Berbicara cadel atau tiba-tiba tidak mampu berbicara atau tidak mengerti
kata-kata yang di bicarakan.
d. Kebas atau mati rasa.
22

e. Penglihatan tidak jelas/Rabun


f. Migrain atau Sakit kepala yang muncul tiba-tiba yang menghambat
pekerjaan (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

5. Pengobatan Stroke
Pengobatan stroke sebagai upaya pencegahan, individu yang berisiko
stroke harus melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur (Nastiti, 2012).
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pasien tidak pernah mengalami TIA
atau stroke sangat disarankan. pencegahan ini dapat dilakukan dengan
mengetahui sejak dini untuk mengendalikan faktor resiko, caranya adalah
dengan menjaga pola hidup yang sehat, tepatnya 3M:
1) Menjauhi dari kebiasaan merokok, minum kopi dan alkohol, obesitas,
dan tidak mengonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi
serebrovaskular (amfetamin, kokain, dan sejenisnya).
2) Mengurangi: asupan lemak, kalori garam, dan kolesterol tinggi yang
berlebihan.
3) Mengontrol: hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan
aterosklerosis, kadar lipid darah, konsumsi kalori seimbang, dan
kecenderungan berolahraga 3-4 kali seminggu.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan pada mereka yang pernah mengalami
TIA atau memiliki riwayat stroke sebelumnya, yaitu dengan cara :
1) Mengontrol kemungkinan stroke atau aterosklerosis, melalui:
perubahan gaya hidup, seperti pengobatan hipertensi, diabetes, dan
penyakit jantung, berhenti merokok dan minum alkohol, menurunkan
tekanan darah, rajin berolahraga, dan menghindari stres.
2) Melibatkan keluarga untuk mengatasi krisis sosial agar penderita
stroke dapat memahami kondisi yang bergantung pada orang lain.
23

3) Mengonsumsi obat-obatan untuk mengobati penyakit stroke, seperti


agregat antiplatelet dan antikoagulan.
c. Pengobatan secara farmakologis
1) Aspirin
Aspirin adalah salah satu obat stroke iskemik paling umum yang
digunakan oleh spesialis pada saat darurat. Obat ini telah terbukti
berhasil untuk darah yang telah menggumpal, obat sakit kepala dapat
membantu melancarkan aliran darah.
2) Amlodipine
Merupakan obat penenang untuk mengobati hipertensi atau
tekanan darah tinggi.
3) Methyldopa
Methyldopa menurunkan tekanan darah dengan mengurangi kadar
bahan kimia tertentu dalam darah.
4) Metoprolol
Menurunkan tekanan darah tinggi dapat membantu mencegah stroke,
serangan jantung, dan masalah ginjal (Reslina, 2017).
d. Pengobatan secara Nonfarmakologis
1) Fisioterapi
Fisioterapi dapat berupa pengobatan untuk mengatasi gangguan
otot yang sering terjadi pada penderita stroke ringan, strategi yang
diberikan sangat mendasar dengan merawat fisik dengan
mempersiapkandan menggunakan alat bantu berjalan.
2) Terapi Portabilitas
Pasien stroke mungkin perlu belajar menggunakan alat bantu
mobilitas, seperti walker, tongkat, kursi roda atau penyangga
pergelangan kaki. kaki bagian bawah dapat menstabilkan dan
menguatkan tungkai bawah untuk membantu mengembalikan berat
badan saat belajar berjalan kembali (Reslina, 2017).

TEORI PASCA STROKE????


24
25

C. Kerangka Teori Faktor Eksternal :

1. Hypertensi2. Polycythemia

Faktor Internal : 1.Usia 3. Penyakit jantung4. Diabetes millitus


2.Riwayat keluarga 5. Hyperkolesterolemia 6. Merokok

7. Obesitas8. Stress emosional

Pemakaian kontrasepsi

Stroke Penyakit artherosclerosis pembuluh darah


intrakranial dan pembuluhdarah
ekstrakranial

Iskemik Hemoragik

1.Disfungsi neurologic
Komplikasi Stroke

2.Hemi atau monoparesis


3.Vertigo dan penglihatan

yang kabur 4.Aphasia Fase Akut Masa pemulihan atau


5.Dysartria lanjut
1.Hipoksia serebra dan 1.pneumonia dikusbitus,
menurunnya aliran
l darah kontraktur,
, thrombus vena dalam,
otak atropi, inkontenensia urin dan
bowel.
2.Edema serebral
PeningkatanTekanan
Intrakranial (TIA) 2.Kejang, Nyeri kepala kronis
Aspirasi 3.Malnutrisi
Faktor yang mempengaruhi 4Gangguan motorik penurunan
kekuatan otot : kekuatan otot
Usia

Jenis kelamin Penatalaksanaan

Makanan Terapi cairan, Terapi oksigen, Penatalaksanaan peningkatan


tekanan intracranial, Monitor fungsi pernapasan:Analisa Gas
Tingkat aktivitas sehari hari Darah, Monitor jantung dan tanda-tanda vital, Evaluasi status
cairan dan elektrolit, kontrol kejang, Lakukan pemasangan NGT,
Cegah emboli paru dan tromboplebitis , Monitor tanda-tanda
neurologi

Kekuatan Otot Pembedahan, Terapi obat-obatan

Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak


sendi ROM (Range Of Mation) Spherical grip

Gambar 2 2 Kerangka Teori Pengaruh Latihan Range Of Mation ROM Spherical Grip

Terhadap Peningkatan Otot Ekstermitas Atas Pada Pasien Stroke


26

Anda mungkin juga menyukai