Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat


modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah yang serius
diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecaatan fisik, dan mental pada usia produktif maupun
usia lanjut (Juanido, 2011). Menurut WHO (World Health Organization) tahun
2015, secara global 15 juta orang terkena stroke. Sekitar lima juta menderita
kelumpuhan permanen. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan yang
dapat dicegah (American Heart Association,2014). Menurut Pinzon dalam
(Rahmawati, Yurida Oliviani, dan Mahdalena, 2017), semakin lambat pertolongan
medis yang diperoleh, maka akan semakin banyak kerusakan sel saraf yang
terjadi, sehingga semakin banyak waktu yang terbuang, dan semakin banyak sel
saraf yang tidak bisa diselamatkan dan semakin buruk kecacatan yang didapat.

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke


Indonesia (Yastroki), masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini
jumlah penderita stroke di Indonesia adalah terbanyak dan menduduki urutan
pertama di Asia. Jumlah kematian yang disebabkan oleh stroke menduduki
urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun
(Yastroki, 2012). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun
2013, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar tujuh per mil dan yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan (nakes) atau
gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah
terdiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevanlesi stroke berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti di Yogyakarta
(10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil sedangkan
Sumatera Barat 7,4 per mil.
Masalah yang sering muncul pada pasien stroke adalah gangguan
gerak, pasien mengalami gangguan atau kesulitan saat berjalan karena
mengalami gangguan pada kekuatan otot dan keseimbangan tubuh atau
bisa dikatakan dengan imobilisasi (Rahayu, 2015). Imobilisasi merupakan
suatu gangguan gerak dimana pasien mengalami ketidakmampuan
berpindah posisi selama tiga hari atau lebih, dengan gerak anatomi
tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologik. Seseorang yang
mengalami gangguan gerak atau gangguan pada kekuatan ototnya akan
berdampak pada aktivitas sehari-harinya. Efek dari imobilisai dapat
menyebabkan terjadinya penurunan fleksibilitas sendi. (Aziz, 2012). Salah

1
2

satu bentuk latihan rehabilitasi yang dinilai cukup efektif untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada pasien stroke adalah latihan range of motion
(ROM). Secara konsep, latihan ROM dapat mencegah terjadinya
penurunan fleksibilitas sendi dan kekakuan sendi (Rahayu, 2015).
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
massa otot dan tonus. Latihan ROM biasanya dilakukan pada pasien
semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak
mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan
mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstermitas total. Latihan ini bertujuan mempertahankan atau
memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang
sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk (Derison et al, 2016).

Menurut Irfan (dalam Rahmawati, Yurida Oliviani, dan Mahdalena, 2017),


pasien stroke mengalami kelainan dari otak sebagai susunan saraf pusat yang
mengontrol dan mencetuskan gerak dari sistem neuronmuskulukeletal. Secara
klinis gejala yang sering muncul adalah adanya hemiparesis atau hemiplegi yang
menyebabkan hilangnya mekanisme refleks postural normal untuk keseimbangan
dan rotasi tubuh untuk gerak-gerak fungsional pada ektermitas. Gangguan
sensoris dan motorik post stroke mengakibatkan gangguan keseimbangan
termasuk kelemahan otot penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta gangguan
kontrol motorik pada pasien stroke mengakibatkan hilangnya koordinasi,
hilangnya kemampuan keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan untuk
mempertahankan posisi tertentu) dan juga stroke dapat menimbulkan cacat fisik
yang permanen. Menurut Aprilia, (2017) konsekuensi paling umum dari stroke
adalah hemiplegi atau hemiparesis, bahkan 80 persen penyakit stroke menderita
hemiparesis atau hemiplegi yang berarti satu sisi tubuh lemah atau bahkan
lumpuh.
Rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien stroke adalah latihan
rentang gerak atau yang sering disebut Range Of Motion (ROM) merupakan
latihan yang digunakan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan untuk menggerakkan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Latihan pergerakan bagi
penderita stroke merupakan prasarat bagi tercapainya kemandirian pasien,
karena latihan gerak akan membantu secara berangsur-angsur fungsi tungkai dan
lengan kembali atau mendekati normal, dan menderita kekuatan pada pasien
tersebut untuk mengontrol aktivitasnya sehari-hari dan dampak apabila tidak
diberi rehabilitasi ROM yaitu dapat menyebabkan kekakuan otot dan sendi,
3

aktivitas sehari-hari dari pasien dapat bergantung total dengan keluarga, pasien
sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Yurida (dalam Rahmawati,
Yurida Oliviani, Mahdalena, 2017), latihan ini disesuaikan dengan kondisi pasien
dan sasaran utamanya adalah kesadaran untuk melakukan gerakan yang dapat
dikontrol dengan baik, bukan pada besarnya gerakan.

Pemberian terapi ROM pasif berupa latihan gerakan pada bagian


pergelangan tangan, siku, bahu, jari-jari kaki atau pada bagian ektermitas yang
mengalami hemiparesis sangat bermanfaat untuk menghindari adanya
komplikasi akibat kurang gerak, seperi kontraktur, kekakuan sendi menurut Irfan
(dalam Eka Nur So’emah, 2014). Simpulan dari penelitian ini adalah latihan ROM
untuk meningkatkan fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 43,75% menurut Ulliya
(dalam Eka Nur So’emah, 2014). Menurut Oliviani (dalam Rahmawati, Yurida
Oliviani, dan Mahdalena, 2017) pemberian penyuluhan kesehatan terhadap
keluarga pasien stroke merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan
pengetahuan keluarga tentang pentingnya program rehabilitasi pada pasien
stroke.
Mengingat betapa pentingnya penerapan penatalaksanaan tindakan
keperawatan dalam mengurangi kecacatan dan kelemahan otot ektermitas pada
pasien gangguan mobilitas fisik pasien stroke maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian observasi dengan judul “ Penerapan ROM (Range Of
Motion) Pada Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Dengan Gangguan Mobilitas
Fisik “.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pernyataan diatas, maka rumusan masalah yang dapat


diambil yaitu “Bagaimana penerapan ROM (Range Of Motion) pada asuhan
keperawatan pasien stroke dengan gangguan mobilitas fisik”.
1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran ROM dalam asuhan keperawatan pada


pasien stroke dengan gangguan mobilitas fisik

1.3.2 Tujuan Khusus

Penulis dapat :

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada lansia dengan

gangguan mobilitas fisik.

b. Mengetahui penerapan teknik ROM


4

c. Mengetahui respon pasien yang diberikan terapi ROM

d. Mengetahu peran dan keterlibatan keluarga dalam penerapan

teknik ROM

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Penulis, hasil penelitian ini berguna meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan penelitian

khususnya tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan

masalah gangguan mobilitas fisik

1.4.2 Bagi Perkembangan Ilmu keperawatan, hasil penelitian ini dapat

dipakai sebagai referensi dalam penelitian terutama pada penelitian

yang berkaitan dengan penyakit stroke.

1.4.3 Bagi Institusi, dapat menambah wawasan pengetahuan mahasiswa,

dan sekaligus sebagai bahan referensi bagi peneliti berikutnya di

Fakultas Kesehatan Universitas Samawa.

Anda mungkin juga menyukai