BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan serta perkembangan suatu negara telah memberikan dampak
yang signifikan pada masyarakat, tidak terkecuali di Indonesia. Dampak tersebut
nyatanya kini telah mengubah pola struktur masyarakat dari agraris menjadi
industri, dari gaya hidup desa ke gaya hidup masyarakat perkotaan. Pola makan
pun berubah dari yang alami menjadi yang cepat saji, akibat dari perubahan pola
tersebut adalah terjadinya pergeseran penyakit dari kecenderungan penyakit
infeksi ke degeneratif yaitu kardiovaskuler dan stroke (Widyanto &Triwibowo,
2013:127).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer et all, 2000 di kutip
dalam Widyanto &Triwibowo, 2013:128).
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga, baik di Indonesia
maupun di mancanegara. Penyakit ini juga menimbulkan kecacatan terbanyak
pada kelompok usia dewasa yang masih produktif. Tingginya kasus stroke ini
salah satunya dipicu oleh rendahnya kepedulian masyarakat dalam mengatasi
berbagai faktor risiko yang dapat menimbulkan stroke. Dalam skala global
berdasarkan data Word Health Organisation (WHO), diseluruh dunia diperkirakan
5,5 juta orang meninggal akibat stroke dan diperkirakan pada tahun 2020 penyakit
Gangguan
mobilisasi
atau
imobilisasi
mengacu
pada
Menurut Dr. Rudd dkk (2010:131), 25% pasien yang terkena stroke
mengalami depresi. Depresi disebabkan oleh rusaknya satu bagian otak yang
mengatur perasaan. Penyebab lain dari depresi adalahperasaan gagal dikarenakan
pasien stroke umumnya kehilangan banyak kemandiriannya, seperti kehilangan
pekerjaan, kedudukannya, bahkan rasa hormat dan penghargaan dari temantemannya.
Menurut Dr. Rudd dkk (2010:19), sekitar 50% sampai 60% dari kasus
pasien stroke dapat kembali ke keadaan normal atau hampir normal. Pemulihan
akan terjadi bertahap sebagai suatu bentuk adaptasi terhadap peradangan dan akan
membuat sel-sel otak kembali bekerja. Lamanya pulih tergantung dari tingkat
keparahan stroke, beberapa orang akan pulih sempurna pada hari pertama atau
kedua, sementara yang lain harus berjuang berbulan-bulan dan dilanjutkan dengan
usaha perbaikan hingga 2 tahun setelah terkena serangan stroke.
Penderita
stroke
yang
mengalami
kelemahan
atau
kelumpuhan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian di atas rumusan masalah penelitian ini adalah
Bagaimana gambaran pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke oleh perawat di
Ruang Bougenvil, Rumah Sakit Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun
2015 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahui gambaran pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke di Ruang
Bougenvil RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
2. Tujuan khusus
a. Diketahui karakteristik responden (umur, jenis kelamin, jenis stroke,
skala kelumpuhan) di Ruang Bougenvil RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung
b. Diketahui pelaksanaan mobilisasi oleh perawat dalam katagori baik.
c. Diketahui pelaksanaan mobilisasi oleh perawat dalam katagori
kurang baik.
D. Manfaat Penelitian
1 Manfaat Bagi RS. Abdul Moeloek
Sebagai bahan evaluasi dalam memberikan pelayanan keperawatan
2
E. Ruang Lingkup
Lingkup materi peneliti yaitu gambaran pelaksanaan mobilisasi pada pasien
stroke oleh perawat. Lokasi penelitian di Ruang Bougenvil Rumah Sakit Dr. H.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Stroke
1 Definisi stroke
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer et al, 2000 di kutip
dalam Widyanto & Triwibowo, 2011:128).
Stroke atau gangguan peredaran darah otak merupakan penyakit neurologis
yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Ada banyak
sekali terminologi dan definisi stroke, salah satunya : stroke adalah suatu sindrom
klinis yang ditandai oleh serangan akut / mendadak yang mengakibatkan
kelumpuhan salah satu sisi badan secara persisten, gangguan bicara, dan proses
berpikir daya ingat. Menurut World Health Organition (WHO) 1988, stroke
adalah tanda-tanda klinis mengenai gangguan fungsi serebral secara fokal ataupun
global, yang berkembang dengan cepat, dengan gejala yang berlangsung selama
24 jam ataupun lebih, atau mengarah ke kematian tanpa penyebab yang kelihatan,
selain tanda-tanda yang berkenaan dengan aliran darah di otak. Namun dalam
bahasa yang lebih sederhana, dapat dikatakan bahwa stroke adalah suatu serangan
mendadak yang terjadi di otak yang melibatkan pembuluh darah di otak
(tersumbat atau pecah), dan akhirnya bermanifestasi dalam beragam gejala (mulai
dari kelumpuhan, bicara pelo, dan gangguan menelan) (Sofwan, 2010:1).
Penyebab Stroke
Beberapa penyebab stroke menurut Muttaqin, (2008:128-129) :
a
Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Penurunan aktivitas simpatis dan
Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum :
2010:2 :
a Faktor risiko yang paling sering ditemukan adalah hipertensi.
Keadaan hipertensi yang tidak terkontrol menyebabkan terjadinya
penebalan dinding pembuluh darah. Penebalan ini dapat menyumbat
b
10
Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok telah terbukti antara lain dapat mengganggu
kemampuan darah untuk mengikat oksigen dan merusak keenturan sel
darah merah. Kebiasaan ini akan menambah risiko untuk menderita
stroke.
Kebiasaan makan makanan yang mengandung kolesterol tinggi
Makanan yang mengandung kolesterol tinggi misalnya makanan yang
banyak mengandung lemak hewani atau minyak goreng tertentu akan
mempercepat proses kerusakan dinding pembuluh darah.
Klasifikasi Stroke
a Stroke Iskemik atau Penyumbatan
Stroke iskemik disebabkan karena adanya penyumbatan pada pembuluh
darah yang menuju ke otak. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh dua hal.
Yang pertama adalah karena adanya penebalan pada dinding pembuluh
darah (atheroschlerosis) dan bekuan darah bercampur lemak yang menempel
pada dinding pembuluh darah, yang dikenal dengan istilah thrombus. Yang
kedua adalah akibat tersumbatnya pembuluh darah otak oleh emboli, yaitu
bekuan darah di jantung ini biasanya terjadi pada pasien yang terpasang
katup jantung buatan, setelah serangan miokard infark akut, atau pasien
dengan gangguan irama jantung berupa febrilasi atrial, yaitu irama jantung
yang tidak teratur yang berasal dari serambi jantung (Mulyatsih & Ahmad,
2010:5).
Stroke ini biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur, dan di pagi hari. Umumnya pada penderita stroke iskemik
kesadarannya baik (Muttaqin, 2008:130).
11
darah ke otak oleh karena tekanan darah tinggi atau hipertensi. Sisanya
disebabkan oleh rupture atau pecahnya aneurysma, yaitu pembuluh darah
yang bertekstur tipis dan mengembang, atau bisa juga karena rupture pada
arterovenomalformation (AVM), yaitu suatu bentuk yang tidak sempurna
dari pembuluh darah arteri dan vena. Kedua jenis penyebab stroke
perdarahan, yaitu Aneurysma dan AV merupakan kelainan anatomis
pembuluh darah yang terbawa sejak lahir (Mulyatsih & Ahmad, 2010:6).
Stroke hemoragi biasanya kejadiaannya saat melakukan aktivitas atau
saat aktif, namun bisa juga terjadi saat beristirahat. Kesadaran penderita
stroke ini umumnya menurun (Muttaqin, 2008:129).
5
besarnya kerusakan sel otak akibat kurangnya suplai oksigen. Sekitar 90% pasien
yang terserang stroke tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo
badan. Tanda dan gejala lainnya adalah tiba-tiba kehilangan rasa peka, bicara
cedal atau pelo, mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai, gangguan
daya ingat, nyeri kepala hebat, vertigo, dan bisa sampai menurunnya kesadaran
(Mulyatsih & Ahmad, 2010:7).
Menurut Dr. Anthony Rudd, (2010:203) hampir semua stroke menyebabkan
masalah yang datang dari salah satu sisi tubuh. Gejala yang paling umum adalah
kelemahan di lengan, kaki atau keduanya, dapat berupa rasa kebas atau rasa geli.
Hilangnya penglihatan pada salah satu mata atau kedua mata, baik yang kanan
maupun kiri, dapat menandakan terjadinya stroke. Terjadinya gangguan pada
masalah bahasa, misalnya ketidakmampuan untuk memahami perkataan orang
12
lain katakan atau kesulitan dalam merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat,
kesulitan dalam mengoordinasikan lengan, kegoyahan saat berjalan, tiba-tiba
mengalami penglihatan ganda. Tanda-tanda tersebut dapat datang dengan cepat
dalam beberapa menit, meskipun tanda-tanda tersebut dapat datang dan pergi
selama periode dalam beberapa jam sebelum akhirnya menetap.
6
(2013:71-81) :
a Kelumpuhan
Kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke.
Stroke umumnya ditandai dengan cacat pada salah satu sisi tubuh
(hemiplegia), jika dampaknya tidak terlalu parah hanya menyebabkan
anggota tubuh tersebut menjadi tidak bertenaga atau dalam bahasa medis
disebut hemiparesis. Kelumpuhan dapat terjadi diberbagai bagian tubuh,
mulai dari wajah, tangan, kaki, lidah, dan tenggorokan.
Skala kelumpuhan akibat stroke menurut Neil F. Gorden :
1
Skala 1
Pasien masih mampu melakukan hal-hal ringan yang sebelumnya
mampu dilakukannya.
Skala 2
Pasien tidak mampu melakukan semua pekerjaan seperti semula,
namun
tanpa
bantuan
melakukannya sendiri,
3
Skala 3
orang
lain
masih
bisa
berusaha
13
Skala 4
Pasien tidak dapat berjalan lagi tanpa di papah oleh orang lain.
Mereka juga memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan
pekerjaan yang sebelumnya dilakukan sendiri, misalnya mandi, ke
toilet, menyisir rambut.
Skala 5
Pasien tidak lagi dapat melakukan aktivitas fisik apapun. Semua
aktivitas dan kebutuhan hidupnya bergantungan bantuan orang lain
serta memerlakukan perhatian seseorang yang merawatnya.
Gangguan berkomunikasi
Gangguan komunikasi yang dialami setiap pasien berbeda-beda ada
untuk berbicara.
Afasia anomik
Disebabkan kerusakan ringan pada otak yang menyebabkan pasien
lupa nama orang atau benda tertentu yang sebelumnya telah
dikenalnya.
Afasia ekspresif
14
Pasien
yang
mengalami
afasia
ekspresif
masih
dapat
bentuk kata-kata.
Afasia represif
Kesulitan untuk mengerti bahasa lisan atau tulisan yang
disampaikan oleh orang lain. Kata-kata yang diucapkan tidak
mengandung arti.
Afasia global
Afasia global menyebabkan pasien tidak lagi mengerti bahasa yang
semula dipahaminya dan tidak lagi mampu menyampaikan buah
pikirannya kepada orang lain.
Perubahan mental
Tubuhnya yang lemah, nyeri di sekujur tubuh yang sering dirasakannya,
15
Penatalaksanaan
a Penatalaksanaan keperawatan klien stroke fase akut menurut Widyanto
dan Triwibowo (2013:139) :
1 Mempertahankan jalan nafas, dengan pemberian oksigen dan
2
3
4
5
dada.
Mengkaji tanda vital secara periodik sesuai kondisi klien.
Mengkaji status neurologik secara periodik : glasgow coma scale
(GCS), pupil, fungsi motorik dan sensorik, fungsi saraf cranial, dan
reflek.
6 Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit.
7 Melakukan pencegahan kejang jika perlu.
8 Mengkaji kemampuan menelan klien.
Penatalaksanaan keperawatan klien stroke fase pasca akut
1 Melakukan perawatan kebersihan badan secara rutin.
2 Monitor tanda vital, status neurologis, dan fungsi kognisi secara
3
4
teratur.
Melibatkan klien dalam perawatan diri sesuai kemampuan klien.
Melakukan Range Of Motion (ROM) pasif atau aktif, 3 sampai 4
kali sehari.
Melakukan perawatan kulit setiap 4 jam, perhatikan adanya
7
8
lemah.
Meninggikan bagian tempat tidur 30 derajat.
Memperhatikan bersihan jalan nafas, bila klien sadar anjurkan
16
B Mobilisasi
1 Definisi
Menurut Mubarak dan Chayatin, (2008:220), mobilisasi adalah kemampuan
seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilitas atau mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktifitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya (Hidayat &
Uliyah, 2012:56).
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
bebas, dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak
dengan bebas. Beberapa klien mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di
antara rentang mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien lain, berada pada kondisi
imobilisasi mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas (Potter dan
Perry, 2006:82).
Jenis-jenis mobilisasi
Menurut Hidayat dan Uliyah, (2012:56-57) :
a
Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
17
Tabel 1
Derajat kekuatan otot
0
1
Prosentase
Kekuatan Normal
0
10
25
3
4
50
75
100
Skala
Karekteristik
Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau
di lihat
Gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan
topangan
Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan
melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan melewati tahanan penuh
18
Tujuan mobilisasi
Menurut Hidayat dan Uliyah, (2012:59) tujuan mobilisasi adalah :
a Mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan
b Memperbaiki tonus otot
c Meningkatkan mobilisasi sendi
d Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
e Mengurangi kehilangan tulang
Kerja
Menurunkan sudut sendi (misal, menekuk siku)
Meningkatkan sudut sendi (misal, meluruskan lengan dibagian siku)
Ekstensi yang lebih jauh atau pelurusan sendi (misal, menekuk kepala
ke belakang)
Pergerakan tulang menjauhi garis tengah tubuh
Pergerakan tulang menuju garis tengah tubuh
Pergerakan tulang mengelilingi sumbu pusatnya
Pergerakan bagian distal tulang membentuk sebuah lingkaran sementara
ujung praksimal tetap
Menggerakan telapak kaki ke arah luar dengan menggerakan sendi
pergelangan kaki
Menggerakan telapak kaki ke arah dalam dengan menggerakan sendi
pergelangan kaki
Menggerakan tulang lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap
ke bawah saat diletakkan didepan tubuh
Menggerakan tulang lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap
ke atas saat diletakkan didepan tubuh
19
fleksi dan ekstensi tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan supinasi lengan
bawah, fleksi bahu, abduksi dan adduksi bahu, rotasi bahu, fleksi dan ekstensi
20
jari-jari, infersi dan effersi kaki, fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan
ekstensi lutut, rotasi pangkal paha, abduksi dan adduksi pangkal paha.
Sikap dan posisi pasien harus diperhatikan, terutama anggota badan yang
lumpuh untuk mencegah terjadinya kecacatan dan juga untuk memberikan rasa
nyaman kepada pasien. Selain memperhatikan sikap dan posisi pasien, perawat
juga harus memberikan latihan fisik berupa ROM pasif dan aktif anggota gerak
atas dan bawah yang berguna untuk mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi
(Mulyatsih, 2010:6).
Posisi pasien
Posisi pasien harus di rubah setiap 2-3 jam berupa terlentang, miring ke sisi
yang sehat dan miring ke sisi yang sakit (tidak lebih dari 20 menit).
Latihan Range Of Motion (ROM) pasif anggota gerak atas dan bawah
ROM pasif dilakukan oleh perawat diberikan pada pasien stroke yang
mengalami kecacatan /kelumpuhan (hemiplegia). Menurut Mulyatsih
21
C Perawat
1 Definisi Peran Perawat
Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang
lain dalam hal ini perawat untuk memberikan asuhan keperawatan, melakukan
pembelaan pada klien, sebagai pendidik tenaga perawat dan masyarakat,
koordinator dalam pelayanan pasien, kolaborator dalam membina kerjasama
dengan profesi lain dan sejawat, konsultan pada tenaga kerja dan pasien,
pembaharu sistem, metodologi dan sikap (Peran Perawat, CHS, 1989 di kutip
dalam Wahit, 2006:1).
Peran perawat menurut Lokakarya Nasional, 1983 adalah: sebagai pelaksana
keperawatan, pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan, sebagai
pendidik dalam keperawatan, peneliti dan pengembang keperawatan. Kozier dan
Barabara, (1995:21) mendefinisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu
sistem.
Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan
bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang
pada situasi sosial tertentu. Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk
menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan
pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai
dengan kode etik profesional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri
terpisah demi untuk kejelasan (Wahit dkk, 2006: 3).
22
Fungsi Perawat
a Definisi Fungsi
Fungsi adalah suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan
perannya. Fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan lain
b
instruksi dari tim kesehatan lainnya (dokter, ahli gizi, radiologi, dan
lainnya).
Fungsi Interdependent
Fungsi ini berupa kerja tim yang sifatnya saling ketergantugan baik
Fungsi I
Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat
akan pelayanan keperawatan, serta sumber sumber yang tersedia
23
keperawatan
untuk
memenuhi
penyakit kandungan.
Memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga,
24
h
i
j
Fungsi V
Mendokumentasikan proses keperawatan
Fungsi VI
Mengidentifikasikan hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari dan
merencanakan studi khusus untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat.
Fungsi IX
Mengelola perawatan pasien dan berperan serta sebagai team
25
4
5
6
Kelumpuhan pada
salah satu sisi tubuh
Tonus otot yang
abnormal
Menurunnya atau
hilangnya
sensibilitas
Gangguan lapang
pandang
Status mental yang
terganggu
Masalah komunikasi
(Mulyatsih, 2010:1-4)
Peran Perawat
Peran Keluarga
Latihan
fisik
Range Of
Motion
(ROM) :
1 Akti
f
26
Gangguan
mobilisasi
Gambar 1
Kerangka Teori
F Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk abstraksi yang
terbentuk oleh generalisasi
abstraksi, makan konsep tidak dapat langsung diamati atau di ukur. Konsep hanya
dapat diamati melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel.
Variabel adalah symbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan
konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi (Notoatmodjo, 2012: 100).
Dalam hal ini peneliti akan meneliti tentang gambaran pelaksanaan
mobilisasi pada pasien stroke oleh perawat yang akan digambarkan dalam
kerangka kerja sebagai berikut :
Pelaksanaan mobilisasi
latihan fisik ROM oleh
perawat pada pasien stroke :
1
Baik
2 Kurang baik
27
Gambar 2
Kerangka Konsep
G Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep penelitian
tertentu (Notoatmodjo, 2012:103). Dalam penelitian ini penulis menggunakan
variabel tunggul atau univariat.
H Definisi Operasional
Untuk membatasi ruang lingkup atau membatasi pengertian varibel yang
diamati / teliti dari variabel tersebut perlu diberi batasan atau definisi operasional.
Definisi operasianal bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau
pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan
instrument (alat ukur) (Notoatmodjo, 2012:111).
Tabel 3
Definisi operasional
No.
Variabel
Defisi
operasional
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
Skala
ukur
28
1.
Pelaksanaan
mobilisasi
pada pasien
stroke.
Tindakan
Wawancara
pemberian latihan
fisik berupa
Range Of Motion
(ROM) pasif yang
dilakukan oleh
perawat kepada
pasien stroke
berdasarkan
persepsi pasien.
Kuesioner
wawancara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
0=kurang
baik jika
hasil
prosentase
50%
1=baik jika
hasil
prosentase
> 50%
Ordinal
29
A Rancangan Penelitian
Desain penelitian atau disebut juga rancangan penelitian ditetapkan dengan
tujuan agar penelitian dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan survey yaitu
suatu penelitian yang hanya menggambarkan suatu objek tertentu (Suyanto, 2011:
32). Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif untuk mengetahui
pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke oleh perawat di Ruang Bougenville
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.
B Subjek Penelitian
1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010:115). Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien stroke
yang dirawat di Ruang Bougenville RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung 2015. Berdasarkan hasil pre survei 1 tahun terakhir penderita stroke di
ruang Bougenvil RSUD Dr. H. Abdul Moeloek provinsi Lampung, didapatkan
rata-rata perbulan penderita stroke 52 orang.
2
Sampel
Sampel adalah penelitian yang hanya mengambil sebagian dari objek yang
30
Sampel yang di ambil dalam penelitian pada tanggal 4 Mei-30 Mei 2015 sejumlah
36 responden dengan kriteria sampel :
a
b
Kesadaran composmentis
Penderita stroke yang mengalami gangguan mobilisasi dengan penurunan
Lampung
Bersedia menjadi responden
C Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 4 Mei-30 Mei 2015 di Ruang Bougenville
D Pengumpulan Data
1 Alat Pengumpul Data
Alat pengumpulan data adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data. Alat pengumpulan data berupa kuesioner, formulir observasi,
atau yang lainnya (Notoatmodjo, 2010:131). Alat pengumpulan data yang
digunakan peneliti adalah lembar kuesioner yang berbentuk checklist dengan
pilihan selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah. Jumlah kuesioner 12
pertanyaan di isi oleh peneliti.
peneliti melakukan penelitian untuk mendapat data awal pada tanggal 3 Febuari
2015. Judul peneliti di terima oleh penguji dan penelitian dilanjutkan kembali
pada awal bulan April. Peneliti mendapatkan surat izin penelitian dari RSUDAM
pada tanggal 29 April 2015 dan peneliti memulai penelitian di ruang Bougenvil
31
Informed Consent
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
32
Editing
Hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan dilakukan
Coding
Setelah semua kuesioner di edit atau di sunting, selanjutnya dilakukan
pengkodean atau coding yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka atau bilangan. Coding atau pemberian kode ini sangat berguna
dalam memasukkan data (data entry). Dalam penelitian ini jawaban selalu di beri
kode 4, sering=3, kadang-kadang=2, dan tidak pernah=1. Dikatakan selalu bila
dilakukan setiap hari, sering 5x dalam seminggu, kadang-kadang 3x dalam
seminggu dan tidak perna bila tidak dilakukan.
33
Processing
Setelah semua lembar hasil pengukuran terisi lengkap dan benar, langkah
Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
f
P=
x 100%
Keterangan:
P = persentase
F = jumlah skor yang sesuai jawaban responden
n = jumlah skor keseluruhan
Hasil prosentase dan pemberian skor penelitian untuk subvariabel
diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria:
34
1
2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
35
Berdasarkan
Surat
Keputusan
Gubernur
Provinsi
Lampung
No.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Bougenvil memiliki 12 ruangan yang terdiri dari satu ruang kepala ruangan, satu
36
ruang perawat, satu ruang kantor ketua SMF, satu ruang dokter muda, satu ruang
aula, enam ruang rawat inap, satu dapur dan satu gudang.
Ketenagaan di Ruang Bougenvil terdiri dari:
1.
Tenaga Perawat
a. Sarjana Keperawatan
b.
2.
D III Keperawatan
Tenaga Pekarya
: 2 orang
: 12 orang
: 5 orang
Mencuci tangan
Memberikan penjelasan kepada klien dan keluarganya tentang gerakan yang
3.
4.
5.
6.
bersangkutan
Mengobservasi respon klien, mencuci tangan
Mencatat dalam catatan keperawatan : tanggal, waktu, jenis gerakan,
lamanya latihan, hasil yang dicapai serta respon klien.
B. Hasil Penelitian
37
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Umur Pada Pasien Stroke di Ruang Bougenvil
Mean
59.06
Median
59
Modus
48
Minimum
40
Maksimum
81
Frekuensi
16
20
36
Persentase (%)
44
56
100
38
Frekuensi
13
23
36
Persentase (%)
36
64
100
Frekuensi
Persentase (%)
0
5
12
10
9
36
0
14
33
28
25
100
Frekuensi
15
21
36
Persentase (%)
42
58
100
39
40
pekerjaan tertentu, namun masih dapat berjalan tanpa dibantu orang lain meskipun
harus menggunakan tongkat. Penderita stroke yang mengalami kelemahan atau
kelumpuhan membutuhkan program rehabilitasi. Program rehabilitasi adalah
bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan pendekatan medik, psikososial,
educational-vocational
yang
bertujuan
mencapai
kemampuan
fungsional
41
perempuan jadi perawat lebih antusias melatih yang perempuan dibanding yang
laki-laki. Pasien yang menderita stroke non hemoragik cenderung lebih baik
pemberian mobilisasinya dibanding pasien yang hemoragik, di lihat dari hasil ini
berhubungan dengan fase penyembuhan pada stroke non hemoragik lebih cepat
jadi penanganan tingkat kelumpuhan dengan mobilisasi bisa cepat teratasi di
banding stroke hemoragik yang sudah parah karena pecahnya pembuluh darah ke
otak. Pemberian tindakan mobilisasi pada pasien yang menderita tingkat skala
kelumpuhan 2 cenderung lebih baik di banding skala kelumpuhan 3,4 dan 5, di
lihat dari hasil ini berhubungan dengan tingkat ketergantungan. Pasien yang
mengalami skala kelumpuhan 2 masih mampu berusaha melakukan aktivitasnya
tanpa bantuan orang lain jadi fase penyembuhan pada skala 2 ini lebih cenderung
cepat karena pasien dengan skala kelumpuhan 2 sangat antusias dalam
keinginannya untuk sembuh dibanding pada pasien dengan skala kelumpuhan 5
banyak yang sudah putus asa, hal ini yang membuat perawat lebih senang melatih
mobilisasi pada pasien dengan skala kelumpuhan 2 karena antusiasnya pasien
melakukan latihan. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Agus (2013) yang berjudul Gambaran Pelaksanaan Mobilisasi
Pada Pasien Stroke Oleh Perawat di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo didapatkan dari 32 responden, yang mendapatkan pemberian mobilisasi
dengan baik sesuai SOP yaitu sebesar 7 pasien (21,9%) dan yang mendapatkan
pemberian mobilisasi kurang baik sesuai dengan SOP sebesar 25 pasien (78,1%).
Hal ini menujukan bahwa pelaksanaan mobilisasi yang diberikan oleh perawat
masih sangat kurang, dilihat dari jenis, frekuensi, serta durasi yang kurang baik,
namun di lihat dari hasil penelitian Agus (2013) pelaksanaan mobilisasi di Ruang
42
Bougenvil RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung masih lebih baik dari
RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berpendapat untuk diperbaharui
kembali SOP ruangan dan disesuaikan dengan standar rahabilitasi yang sudah
ditentukan atau sesuai dengan teori Mulyatsih yang kini digunakan sebagai
program rehabilitasi di unit stroke Rumah Sakit Gatot Subroto Jakarta dan lebih
ditingkatkan
pelayanan
kesehatannya
dengan
tidak
membeda-bedakan
karakteristik pasien misalnya usia, jenis kelamin, dan tingkat keparahan pasien
kemudian ditingkatkan juga pelayanan kesehatannya sesuai fungsi Rumah Sakit
yaitu salah satunya yang bersangkutan dengan mobilisasi adalah melaksanakan
upaya rehabilitasi medis. Latihan mobilisasi adalah salah satu bentuk intervensi
fundamental perawat dalam upaya pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen
pada penderita stroke, sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan
penderita pada keluarga, meningkatkan harga diri dan mekanisme koping
penderita. Perawat mempunyai peran yang sangat luas yang dapat mempengaruhi
penatalaksanaan klien stroke di unit perawatan dengan melakukan rehabilitasi
tersebut.
D. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
1. SOP ruangan tidak sesuai dengan SOP teori
2. Jumlah perawat yang berdinas setiap sift berbeda, seperti pada pagi hari lebih
banyak di banding sore hari jadi pelaksanaan mobilisasi dilakukan hanya 1x
dalam sehari yang seharusnya dalam teori sehari 2x. Pada sore hari perawat
yang berdinas hanya 2 orang sedangkan jumlah pasien 20 pasien, yang
menderita stroke setiap harinya bisa mencapai 15 orang, jadi pelaksanaan
mobilisasi pada sore hari jarang dilakukan.
43
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 4 Mei 2015-30 Mei 2015 dengan
jumlah responden yang bersedia 36 responden dapat disimpulkan bahwa :
1. Karakteristik responden berdasarkan umur diketahui rata-rata responden
adalah 59 tahun, umur termuda yaitu 40 tahun dan tertua 81 tahun,
berdasarkan jenis kelamin sebagian besar berjenis kelamin perempuan (56%),
berdasarkan jenis stroke yang di derita sebagian besar berdiagnosa stroke non
hemoragik (64%) dan berdasarkan dengan skala kelupuhan sebagian besar
mengalami kelumpuhan dengan skala 3 (33%).
2. Gambaran pelaksanaan mobilisasi pada pasien stroke oleh perawat di Ruang
Bougenvil RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung sebagian besar
pemberiaan mobilisasi oleh perawat masih kurang baik (58%).
B Saran
1 Bagi Rumah Sakit Dr. H. Abdul Moeloek
a Diharapkan peran dan fungsi penyuluhan kesehatan terhadap
pasien stroke ditingkatkan lagi terutama pendidikan kesehatan
yang berkesinambungan tentang latihan mobilisasi, dapat berupa
brosur, leaflet, poster maupun media informasi lainnya dan
diperbaharui kembali SOP ruangan disesuaikan dengan standar
rahabilitasi yang sudah ditentukan atau sesuai dengan teori
Mulyatsih yang kini digunakan sebagai program rehabilitasi di
unit stroke Rumah Sakit Gatot Subroto Jakarta
45
kesehatannya
dengan
tidak
membeda-bedakan
permanen
pada
penderita
stroke,
sehingga
dapat
Bagi peneliti
Hasil penelitian ini harusnya dilengkapi lagi dengan faktor-faktor lain
yang dapat mendukung pelaksaan mobilisasi agar dapat lebih
diketahui faktor mana yang paling berpengaruh dalam proses latihan
mobilisasi. Penelitian juga seharusnya dilakukan dengan observasi dan
kriteria pasien yang jelas sehingga hasil penelitian lebih akurat.
faktor
lain
penelitian
yang
lebih
lanjut
mempengaruhi
untuk
kurangnya
46