Disusun oleh:
Khoirunnisa Agustin
I4B022015
A. Latar Belakang
Perawat merupakan profesional kesehatan yang paling banyak di rumah sakit
dan paling sering berinteraksi dengan pasien. Perawat mempunyai kesempatan paling
besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang
komprehensif meliputi biologi, psikologi, sosial, dan spiritual. Ada berbagai macam
keadaan pasien yang memerlukan perawatan dan dukungan dalam memenuhi
kebutuhannya, salah satunya adalah kebutuhan akan mobilisasi.
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses patologis terutama
penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak 2008). Salah satu pasien yang
memiliki gangguan mobilisasi adalah pasien stroke. Stroke menyebabkan kerusakan
pada otak secara tiba-tiba, progresif, dan cepat yang menyebabkan sejumlah gangguan,
diantaranya kelumpuhan pada sisi wajah atau ekstermitas, ketidakmampuan berbicara
dengan lancar, bicara tidak jelas (pelo), kesadaran yang berubah atau menurun, dan
gangguan penglihatan (Utama & Nainggolan 2022).
Gangguan mobiltas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kondisi yang dialami seseorang
atau berisiko mengalami keterbatasan mobilitas fisik. Individu yang mengalami atau
berisiko mengalami keterbatasan fisik antara lain lansia, individu dengan penurunan
kesadaran tiga hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomi akiabat
perubahan fisiologis (kehilangan fungsi morotik, klien dengan stroke, klien dengan
pengguna kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi) dan
pembatasan gerakan volunteer (Potter & Perry 2006).
Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan mobilisasi akan mengakibatkan
gangguan yang akan berdampak salah satunya adalah gangguan integritas kulit. Pasien
tirah baring dengan mobilitas kurang, rentan terhadap ulkus dekubitus. Dekubitus adalah
kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otot
sampai mengenai tulang akibat tekanan konstan pada suatu area secara sehingga
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah lokal. Jika berlangsung lama, hal ini dapat
menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoreksia atau iskemik jaringan dan akhirnya
dapat mengakibatkan kematian sel (Suriadi 2004 dalam Mahmuda 2019).
Pasien yang memiliki ganggguan mobilisasi, peran perawat sangat penting dan
dibutuhkan dalam proses pemenuhan kebutuhan mobilisasi pasien. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk menggali lebih dalam terkait tindakan pemenuhan kebutuhan
mobilisasi pada pasien ulkus dekubitus post stroke.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
a. Mampu mengetahui definisi kebutuhan mobilisasi
b. Mampu mengetahui tujuan dari tindakan pemenuhan kebutuhan terbuka
c. Mampu mengetahui indikasi kebutuhan mobilisasi
d. Mampu mengetahui kontraindikasi kebutuhan mobilisasi
e. Mampu mengetahui hal-hal yang diperhatikan saat pemberian pemenuhan
mobilisasi
f. Mampu mengetahui prosedur tindakan beserta rasionalnya
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Terdapat dua jenis mobilitas, yaitu mobilitas penuh dan mobilitas sebagian. Mobilitas
penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat bersosialisasi dan menjalankan peran sehari-hari, sedangkan mobilitas
sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan yang jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas kaena dipengaruhi oleh syaraf motorik dan saraf
sensorik pada tubuhnya (Ernawati 2012).
Mobilitas sebagian dibagi menjadi dua jenis, yaitu mobilitas sebagian temporer dan
mobilitas sebagian permanen. Mobilitas sebagian temporer yaitu kemampuan individu
untuk bergerak dengan keterbatasan sementara. Hal ini dapat disebabkan oleh trauma
reversibel pada sistem muskuloskeletal, seperti dislokasi sendi atau tulang. Sedangkan
mobilitas sebagian permanen yaitu kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya menetap. Hal tersebut dapat disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
reversibel, contohnya hemiplegi karena stroke dan paraplegi karena cedera tulang
belakang (Ernawati 2012).
B. Tujuan
Beberapa tujuan dari mobilisasi menurut Susan J.Garrison (2004), antara lain:
D. Kontraindikasi Mobilisasi
Kontra indikasi untuk mobilisasi menurut Potter & Perry (2006):
a. Trombus/emboli pada pembuluh darah
b. Kelainan sendi atau tulang
c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
d. Trauma medulla spinalis atau trauma system saraf pusat
1. Jangan terlalu cepat dalam melakukan mobilisasi karena dapat menyebabkan pasien
terjatuh terutama bila kondisi pasien masih lemah atau memiliki penyakit jantung.
Apabila mobilisasinya terlambat juga dapat menyebabkan terganggunya fungsi organ
tubuh, aliran darah, serta terganggunya fungsi otot.
2. Mobilisasi dilakukan secara bertahap agar sernua sistem sirkulasi dalam tubuh bisa
menyesuaikan diri untuk dapat berfungsi dengan normal kembali
3. Kondisi pasien dapat membaik apabila mobilisasi dilakukan dengan benar dan tepat,
dimana sistem sirkulasi dalam tubuh bisa berfungsi normal.
5. Rasa kepercayaan diri untuk dapat melakukan mobilisasi dengan cepat adalah salah
satu cara untuk melatih mental
6. Mobilisasi yang dilakukan segera mungkin dengan cara yang benar dapat
mempercepat proses pemulihan kondisi tubuh
8. Jantung perlu menyesuaikan diri, karena pembuluh darah harus bekerja keras selama
masa pemulihan. Mobilisasi yang berlebihan bisa membebani kerja jantung.
Langkah-langkah Rasional
a. Tahap prainteraksi • Mencegah
• Mengumpulkan data dan kesalahan pemberian
membaca rekam medik tindakan pada pasien
klien • Mencegah kontaminasi
• Mencuci tangan
Tahap Orientasi • Menjalin hubungan yang
• Menyapa dan menyebut baik dengan pasien
nama klien
• Menjelaskan tujuan dan • Agar pasien mengetahui
prosedur dan siap dengan tindakan
• Menanyakan persetujuan
dan kesiapan klien yang akan dilakukan
• Memastikan kesiapan pasien
sebelum pemberian terapi
Tahap Kerja • Memastikan pasien
• Beri kesempatan pasien mengetahui dan yakin
untuk bertanya dengan tindakan
• Memastikan kembali
• Tanyakan keluhan pasien
indikasi dilakukannya
• Pertahankan privasi pasien
(pasang tirai) tindakan
• Menjaga privasi pasien
• Mengganti alas tidur
pasien dengan alas tidur • Agar mengurangi tekanan
yang dapat mengurangi pada luka
tekanan
• lipatan dapatt
• jaga kebersihan kulit dan
menyebabkan lekukan
linen agar tetap bersih,
kering, dan terhindar dari sehingga mengakibatkan
lipatan luka pada tubuh
• Membantu pasien • Mengurangi tekanan pada
mobilisasi di atas tempat luka sehingga luka tidak
tidur, seperti miring
bertambah luas
kanan, miring kiri, duduk
setiap 1-2 jam sesuai • Mengurangi tekanan pada
jadwal luka dekubitus
• Edukasi dan ajarkan • Memastikan oksigen
keluarga pasien untuk mengalir sesuai kebutuhan
selalu membantu
pasien
mobilisasi pasien seperti
miring kanan dan miring
kiri setiap 1-2 jam sesuai
jadwal
Tahap Terminasi
• Mengetahui respon pasien
• Evaluasi perasaan pasien setelah dilakukan tindakan
• Lakukan kontrak untuk
• Agar pasien mengetahui
kegiatan selanjutnya
(kegiatan, tempat, waktu) dan bersiap dengan
• Mencegah kontaminasi
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati. 2012. Konsep dan Splikasi Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: Trans Info Media.
Irfan, M. 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta: GRAHA ILMU
Mahmuda, I. N. N. 2019. Pencegahan dan Tata Laksana Dekubitus pada Geriatri. Jurnal
Biomedika. vol. 11, no. 1, pp. 11-17
Mubarak, Wahit, & Cahyani. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi
dalam Praktik. Jakarta: EGC
NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan: Defnisi dan Klasifikasi 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Utama Y. A. & Nainggaloan, S. S. 2022. Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian
Stroke: Sebuah Tinjauahn Sistematis, vol. 22, no. 1, pp. 549-53