Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh
terhentinya aliran darah yang mensuplai otak secara tiba-tiba, baik karena
adanya sumbatan maupun rupturnya pembuluh darah (WHO, 2012). Kondisi
ini menyebabkan jaringan otak tidak terkena aliran darah akan kekurangan
oksigen dan nutrisi, sehingga sel otak mengalami kerusakan. Serangan
stroke dapat menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan pada salah satu atau
bahkan kedua sisi bagian tubuh klien. Kelemahan ini bisa menimbulkan
kesulitan saat berjalan atau beraktifitas (gangguan mobilitas fisik) yang
mengharuskan klien immobilisasi. Setiap tahun di Amerika Serikat sekitar
795.000 orang mengalami stroke. Sekitar 610.000 (76,73%) diantaranya
adalah serangan pertama, dan 185.000 (23,27%) adalah serangan berulang
(American Health Assosiation, 2015).
Stroke merupakan penyebab kedua kematian dan penyebab keenam
yang paling umum dari cacat (WHO, 2016). Berdasarkan penelitian-
penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke infark lebih sering
ditemukan dibandingkan dengan stroke hemoragik. Stroke telah menjadi
penyebab kematian utama di hampir semua rumah sakit di Indonesia, yakni
14,5% dengan populai sekitar 250 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 3,6 juta
pederita stroke di Indonesia, stroke infark 2,8 juta jiwa (77,8%) dan sisanya
adalah stroke hemoragik (Pratama, 2016). Prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 permil dan yang
terdiagnosis oleh tenaga kesehatan (nakes) atau gejala sebesar 12,1 permil.
Jadi sebanyak 57,9% penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes. (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan). Di Surabaya prevalensi stroke
sebesar 7 per 1000 penduduk (Yastroki, 2011). Di Rumah Sakit Adi
Husada Undaan Wetan Surabaya menurut data rekam medis pasien stroke
tahun 2018 jumlah 199 orang, tahun 2019 meningkat menjadi 348 orang.

1
2

Dan pada tgl 22 Nopember 2019 sampai 7 Desember 2019 jumlah pasien
stroke yang opname sebanyak 12 orang dengan gangguan mobilitas fisik
berupa kelemahan anggota gerak dan kesulitan bicara.
Beberapa faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka kejadian
stroke infark adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, ras,
gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack, sedangkan faktor
yang dapat dimodifikasi berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung,
diabetes, obesitas, penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, dan
hiperkolesterolemia (Kabi, et. al, 2015). Salah satu pemicu terjadinya stroke
adalah aterosklerosis yaitu pengerasan pada dinding pembuluh darah akibat
penimbunan lemak sehingga dapat menghambat aliran darah ke otak dan
mengakibatkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah, dapat juga
menimbulkan thrombus yang melekat pada dinding pembuluh darah dan
dapat terlepas sebagai emboli. Emboli yang terlepas terbawa aliran darah
menuju sistem serebrovaskuler, kondisi ini dapat menimbulkan penyumbatan
pada pembuluh darah kecil di bagian korteks serebri terutama daerah
parietalis. Sehingga daerah tersebut tidak mendapatkan oksigen yang
menyebabkan hipoksia artinya sel otak akan kekurangan nutrisi (glukosa)
dan oksigen. Jika hal ini berlanjut terus menerus maka jaringan tersebut
akan mengalami infark. Akibat infark pada arteri cerebri media dan arteri
vertebra basilaris terjadi disfungsi pada nervus kranial XI yang
menyebabkan kelemahan anggota gerak dan mengalami gangguan mobilitas
fisik (Price & Wilson, 2012). Hal ini mengharuskan klien immobilisasi.
Padahal dengan immobilisasi tersebut, klien akan kehilangan kekuatan otot
rata-rata 3% sehari.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Padma, dkk (2017) dari 150
klien stroke yang memenuhi kriteria penelitian terdiri dari 91 laki-laki
(60,7%) dan 59 perempuan (39,3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
50% klien stroke mengalami gangguan mobilitas fisik. Perburukan kondisi
stroke infark dengan gangguan mobilitas fisik karena adanya penurunan
kekuatan otot (Paciaroni, et. al, 2012 dan Martino,et.al, 2013), yang
3

mengakibatkan klien juga mengalami defisit perawatan diri. Stroke infark


juga dikenal luas sebagai penyakit yang menimbulkan disabilitas permanen
yang menyebabkan klien kurang bahkan tidak produktif lagi. Hal ini terjadi
akibat kerusakan permanen jaringan otak yang tidak tergantikan.
Latihan ROM (Range Of Motion) merupakan salah satu bentuk
latihan dalam proses rehabilitasi yang dinilai cukup efektif untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada klien stroke. Latihan ini merupakan salah satu
bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk
keberhasilan klien dalam upaya terjadinya cacat permanen. Latihan ROM
(Range Of Motion) sebaiknya dilakukan dua kali dalam sehari dengan
waktu 10-15 menit dalam sekali latihan. Semakin dini proses rehabilitasi
dimulai maka kemungkinan klien mengalami defisit kemampuan akan
semakin kecil (Filantip, 2015). Latihan ROM (Range Of Motion) dibedakan
menjadi dua yaitu ROM (Range Of Motion) aktif dan ROM (Range Of
Motion) pasif. ROM (Range Of Motion) aktif adalah kontraksi otot secara
aktif melawan gaya grafitasi seperti mengangkat tungkai dalam posisi kaki
lurus, sedangkan ROM (Range Of Motion) pasif adalah gerakan otot klien
yang dilakukan dengan bantuan orang lain (Carpenito, 2012).
Keterlambatan kedatangan klien ke fasilitas kesehatan, sulitnya
identifikasi awitan stroke, dan terbatasnya fasilitas kesehatan yang mampu
melakukan revaskularisasi menyebabkan terjadinya kesenjangan. Sehingga
terjadi keterlambatan penanganan, dan kerusakan permanen jaringan otak
tidak dapat tergantikan. Berdasarkan latar belakang di atas, penting
dilakukan studi kasus tentang ”Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas
Fisik pada Klien Stroke Infark”.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik pada
Klien Stroke Infark di Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan Surabaya?.
4

1.3 Tujuan Studi Kasus


Mendapatkan gambar Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik
pada Klien Stroke Infark di Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan
Surabaya.
1.4 Manfaat Studi Kasus
1.4.1 Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan dan memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik pada Klien
Stroke Infark.
1.4.2 Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan
dalam Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik pada Klien Stroke
Infark.
1.4.3 Bagi Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil penelitian
keperawatan, khususnya studi kasus tentang Asuhan Keperawatan Gangguan
Mobililitas Fisik pada Klien Stroke Infark.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik pada Pasien Stroke


Infark.
Konsep asuhan keperawatan gangguan mobilitas fisik pada klien stroke
infark (Hidayat, 2009) adalah sebagai berikut:
2.1.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, nomer
register, dan tanggal masuk rumah sakit.
b. Riwayat Keluhan Utama
Gejala yang menjadi keluhan utama pada klien stroke infark adalah
kelemahan sebelah anggota gerak yang timbul mendadak, dan sakit kepala
(Bararah & Jauhar, 2013).
c. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan yang muncul pada klien stroke infark dengan gangguan
mobilitas fisik pada saat dikaji adalah adanya kelemahan sebelah
anggota gerak, bicara kurang jelas, dan nyeri kepala.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien dengan stroke infark memiliki kebiasaan atau pola
hidup yang kurang sehat seperti gaya hidup merokok, makan-
makanan yang mengandung garam, bersantan, dan berminyak.
Adanya riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, anemia, riwayat
trauma kepala, riwayat jatuh, penyakit kardiovaskuler (Widagdo, dkk,
2008).

5
6

1) Riwayat Kesehatan Keluarga


Perlu dikaji adanya riwayat keluarga yang memiliki penyakit
keturunan seperti adanya riwayat: jantung, hipertensi, diabetes melitus.
Seperti dengan etiologi yang dikemukakan dalam Padila (2012), yaitu
salah satu faktor pencetus timbulnya penyakit stroke yaitu faktor
genetik atau keturunan. Faktor pencetus tersebut merupakan faktor
yang tidak dapat diubah oleh klien.
d. Pola pengkajian ADL (Activity Daily Living), menurut Potter & Perry,
2012 sebagai berikut:
1) Pola Nutrisi
Biasanya mengalami penurunan nafsu makan, mual muntah,
kehilangan sensasi pada lidahh.
2) Pola aktifitas dan latihan
Biasanya tidak akan mampu melakukan aktifitas dan perawatan diri
secara mandiri karena kelemahan anggota gerak, kekuatan otot
berkurang, mengalami gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan
mudah lelah.
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya lebih banyak tidur dan istirahat karena semua sistem
tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan kesadaran
sehingga lebih banyak diam.
4) Pola Eliminasi
Biasanya terjadi retensi urin dan inkontinensia akibat kurang aktifitas
dan pengontrolan urinasi menurun, dan biasanya terjadi konstipasi
dan diare akibat inpaksi fekal.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: Biasanya klien sadar, terkadang sedikit gelisah
2) Tingkat kesadaran: Biasanya Composmentis (GCS 14-15)
3) Tanda-tanda vital berupa
a) Tekanan darah: bisa terjadi hipotensi atau hipertensi
b) Nadi: biasanya terjadi perubahan denyut jantung
7

c) Pernafasan: biasanya pasien bisa sesak


d) Suhu: bisa terjadi hipotermi atau hipertermi.
4) Kepala: normasephal
5) Wajah: biasanya simetris, wajah pucat
6) Mata: refleks pupil positif, konjungtiva anemis, penglihatan berkurang
7) Mulut dan bibir: mukosa bibir kering, mengalami gangguan
pengecapan, reflek mengunyah dan menelan buruk, dan bibir tidak
simetris
8) Hidung: biasanya terjadi gangguan penciuman
9) Telinga: biasanya ada gangguan pendengaran.
10) Leher: biasanya ada gangguan menelan.
11) Thoraks.
a) Paru-paru
(1) Inspeksi: biasanya simetris kiri dan kanan
(2) Palpasi: biasanya fremitus kiri dan kanan
(3) Perkusi: biasanya sonor
(4) Auskultasi: suara nafas bisa normal (vesikuler) atau tidak
normal (seperti ronkhi)
b) Jantung
(1) Inspeksi: biasanya iktus tidak terlihat
(2) Palpasi: biasanya iktus teraba di ric 4
(3) Perkusi: biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
12) Abdomen
a) Inspeksi: biasanya simetris tidak ada asites
b) Palpasi: biasanya tidak ada pembesaran hepar
c) Perkusi: biasanya thimpani
d) Auskultasi: biasanya bising usus hiperaktif
13) Genitalia dan anus: klien dengan stroke infark biasanya akan
mengalami
8

masalah dalam proses eliminasi (BAB dan BAK) sehingga pasien


harus dipasang kateter.
14) Ekstremitas: lemah anggota gerak dengan kekuatan otot biasanya 2
sampai 3, akral teraba hangat, CRT < 2 detik
f. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Digiulio & Jackson, 2007 pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan adalah:
1) CT scan untuk mengidentifikasi area perdarahan
2) MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk mengidentifikasi lokasi
infark
g. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap
Meliputi Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk
mengetahui apakah klien menderita anemia, sedangkan leukosit untuk
melihat sistem imun. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada
penyakit infeksi yang sedang menyerang klien.
b) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam
urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa
menjadi pertanda klien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua
penyakit ini termasuk kedalam salah satu pemicu stroke.

2.1.2 Diagnosa
Berdasarkan SDKI 2016-2017 diagnosa keperawatannya adalah: Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
9

2.1.3 Perencanaan
Diagnosa Tujuan dan Perencanaan Rasionalisasi
Keperawatan Kriterisa Hasil
Gangguan mobilitas Tujuan: Jelaskan prosedur, Dengan
fisik berhubungan Mobilisasi fisik tujuan, indikasi, dan menjelaskan kepada
dengan penurunan meningkat kontraindikasi klien megenai
kekuatan otot Kriteria hasil: mobilisasi serta prosedur, tujuan,
a. Pergerakan dampak indikasi, dan
ekstremitas immobilisasi. kontraindikasi serta
meningkat dampak
b. Kekuatan otot immobilsasi, maka
meningkat klien mau
c. Rentang gerak melakukan latihan
meningkat mobilisasi secara
bertahap.
Ajarkan cara Dengan
mengidentifikasi mengajarkan cara
kemampuan mengidentifikasi
mobilisasi (seperti kemampuan
kekuatan otot, dan mobilisasi (seperti
rentang gerak). kekuatan otot, dan
rentang gerak) maka
klien bisa menilai
kekuatan otot dan
rentang gerak pada
ektremitas yang
lemah.
Demonstrasikan Dengan
cara melatih rentang mendemonstrasikan
gerak (misal cara melatih rentang
gerakan dilakukan gerak, klien bisa
secara perlahan, melakukan latihan
dimulai dari kepala sendiri sehingga
ke ekstremitas, rentang gerak
gerakan semu meningkat dan tidak
persendian sesuai terjadi kontraktur
rentang gerak otot
normal, cara melatih
rentang gerak pada
sisi ektremitas yang
parese dengan
menggunakan
ekstremitas yang
normal, frekwensi
tiap gerakan.
Sumber: SDKI, SIKI, SLKI, 2017-2018
10

2.1.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan terhadap rencana keperawatan yang telah dibuat atau
ditetapkan untuk klien dengan gangguan mobilitas fisik, yang digunakan
untuk mengetahui masalah atau hambatan klien dalam mobilisasi.
Pelaksanaan dibuat oleh perawat sesuai kemampuan maksimal yang boleh
dan dapat dilakukan oleh klien. Pelaksanaan mencakup tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2011).
2.1.5 Evaluasi
Tahap terakhir dari proses keperawatan untuk membandingkan hasil
yang dicapai setelah tahap tindakan keperawatan yang sudah dilakukan
dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.
2.2 Konsep Stroke Infark
2.2.1 Pengertian
Stroke infark diartikan sebagai defisit (gangguan) fungsi sistem saraf
yang terjadi mendadak dan disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh darah
otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan
menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan
kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan
gejala stroke (Pinzon, Asanti, 2010).
2.2.2 Etiologi
Penyebab stroke infark dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Trombosis Serebi
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral. Penyebab paling umum dari stroke trombosis
ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh
ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding
pembuluh darah akibat aterosklerosis.
b. Emboli Serebri
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab
utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih mudah dibandingkan
dengan penderita trombisis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu
11

trombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya


merupakan perwujudan penyakit jantung. (Andra Saferi, 2013).
2.2.3 Faktor Resiko
Faktor yang dapat menimbulkan stroke infark dibedakan menjadi dua
yaitu:
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah atau tidak dapat dimodifikasi
diantaranya peningkatan usia dan jenis kelamin.
b. Faktor resiko yang dapat diubah atau dapat dimodifikasi antara lain
hipertensi, diabetes mellitus, dan dislipidemi.
Hipertensi merupakan faktor resiko yang potensial pada kejadian
stroke karena hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak
yang biasa disebut perdarahan otak atau menyebabkan penyempitan
pembuluh darah otak yang akan mengganggu aliran darah ke otak yang
pada akhirnya menyebabkan kematian sel-sel otak.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Wijaya dan Putri (2013)
a. Kehilangan motorik
1) Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh).
2) Hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh).
3) Menurunnya tonus otot abnormal.
b. Kehilangan komunikasi
1) Disartria, yaitu kesulitan berbicara yang ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertaanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
2) Disfasia atau afasia, yaitu kehilangan bicara yang tertama
ekspresif atau represif.
3) Apraksia, yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya.
12

c. Gangguan persepsi
1) Homonimus hemianopsia, yaitu kehilangan setengah lapang pandang
dimana sisi visual terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang
paralisis.
2) Amorfosintesis, yaitu keadaan dimana cenderung berpaling dari
sisi tubuh yang sakit dan mengabaikannya.
3) Gangguan hubungan visual spasia, yaitu gangguan dalam
mendapatkan hubungann dua atau lebih obyek dalam area spasial.
4) Kehilangan sensori, yaitu tidak mampu merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh (kehilagan proprioseptik) sulit
menginterprestasikan stimulus visual, taktil, auditorius.
2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke infark :
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada Fase Akut
- Pertahankan jalan nafas, memberikan oksigen
- Monitor peningkatan tekanan intrakranial
- Monitor fungsi pernafasan , cek analisa gas darah
- Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
- Evaluasi status cairan dan elektrolit
- Kontrol kejang jika ada dengan pemberian anti konvulsan dan cegah
resiko injuri
- Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi dan
pemberian makanan
- Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks.
2) Fase Rehabilitasi.
- Pertahankan nutrisi yang adekuat.
- Program managemen bladder dan bowel.
- Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi.
- Pertahankan integritas kulit.
13

- Pertahankan komunikasi yang efektif.


- Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
- Persiapan pasien pulang.
b. Terapi pengobatan stroke infark.
1) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue
plasminogen).
2) Pemberian obat-obat jantung seperti digoksin pada aritmia jantung
atau alfa beta, captopril, antagonis kalsium pada pasien dengan
hipertensi.
2.2.6 Klasifikasi
Stroke infark dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala
kliniknya, yaitu:dapat berupa emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beistirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi penyumbatan yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya
baik. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA (Trans Iskemik Attack).
Gangguan neulorogis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke Involusi.
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin jelas dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam
atau lebih.
3. Stroke Komplit.
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang
(Andra Saferi, 2013).
14

2.2.7 Komplikasi
a. Berhubungan dengan immobilisasi
1) Infeksi pernafasan
2) Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang tertekan
3) Konstipasi
4) Tromboplebitis
b. Berhubungan dengan mobilisasi
1) Nyeri pada daerah punggung
2) Dislokasi sendi
c. Berhubungan dengan kerusakan otak
1) Epilepsi
2) Sakit kepala
3) Kraniotomi
d. Hidrosephalus (Andra Saferi, 2013).
2.2.8 Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan
oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus
dan emboli, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejala yang dapat pulih
seperti kehilangan kesadaran, selanjutnya kekurangan oksigen dalam waktu
yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron.
Area nekrotik kemudian disebut infark. Kekurangan oksigen pada
awalnya mungkin akibat iskemia umum (karena henti jantung atau hipotensi)
atau hipoksia karena akibat proses anemia dan kesukaran untuk bernafas.
Stroke infark karena emboli dapat merupakan akibat dari bekuan darah,
udara, plaque, ateroma fragmen lemak. Jika etiologi stroke adalah hemoragi
maka faktor pencetus adalah hipertensi. Abnormalitas vaskuler, aneurisma
serabut dapat terjadi ruptur dan dapat menyebabkan hemoragi.
15

Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia


atau infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas
setelah serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan
peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang luas,
prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat
terkena.
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja
didalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi Willisi: arteria karotis interna
dan system vertebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit,
akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di
suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark didaerah otak yang diperdarahi
oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah
satu dari berbagai proses yang terjadi didalam pebuluh darah yang
memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa:
a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti aterosklerosis
dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh atau peradangan.
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskosistas darah.
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau emboli infeksi yang berasal
dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.
d. Rupture vascular didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price
2005 dalam Andra Saferi, 2013).
2.2.9 Rehabilitasi
Stroke infark tidak hanya mejadi penyakit yang dapat menyerang
fisik, namun juga mental penderitanya. Hal ini membuat pasien stroke
infark membutuhkan rehabilitasi medik serta dukungan keluarga. Terapi
dimulai secara bertahap, yaitu menggerakkan anggota tubuh, duduk, berdiri,
16

dan berjalan sendiri. Selain itu, melakukan kegiatan sehari-hari akan


membantu pasien sembuh lebih cepat. Pada intinya rehabilitasi medik
bertujuan meningkatkan kemandirin pasien, membantu mengatasi disabilitas
pasien. Oleh karena itu, pasien harus membiasakan menggerakkan tubuhnya
agar sendi tidak kaku.
2.2.10 Pencegahan
Langkah utama untuk mencegah stroke infark adalah menerapkan
gaya hidup sehat. Selain itu, kenali dan hindari faktor resiko yang ada,
serta ikuti anjuran dokter.
Cara untuk mencegah stroke infark :
1. Menjaga pola makan, yang disarankan untuk kesehatan adalah jenis
makanan yang rendah lemak dan tinggi serat serta hindari konsumsi
garam yang berlebihan.
2. Olah raga secara teratur dapat membuat jantung dan sistem peredaran
darah bekerja lebih efisien sehigga dapat menurunkan kadar kolesterol,
menjaga berat badan serta tekanan darah pada tingkat sehat.
3. Berhenti merokok, resiko stroke meningkat dua kali lipat jika merokok
karena rokok dapat mempersempit pembuluh darah dan membuat darah
mudah menggumpal.
4. Hindari konsumsi minuman beralkohol, karena mengandung kalori tinggi
jika dikonsumsi berlebihan akan rentan terhadap berbagai penyakit
pemicu stroke, seperti diabetes dan hipertensi.
5. Hindari penggunaan NAPZA, seperti kokain dan methamphetamine yang
dapat menyebabkan penyempitan arteri dan mengurangi aliran darah.
2.3 Konsep Mobilitas Fisik pada Klien Stroke Infark
2.3.1 Pengertian
Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara
mandiri yang dialami seseorang. Gangguan mobilitas fisik didefinisikan oleh
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) yaitu suatu
keadaan dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerakan fisik, contoh: individu yang mengalami stroke, lansia,
17

individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3


hari atau lebih, penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi), dan
pembatasan gerakan volunter, atau gangguan fungsi motorik dan rangka
(Kozier, Erb, & Snyder, 2010).

Batasan karakteristik:
a. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan,
termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi. Keenggaan
untuk melakukan pergerakan.
b. Keterbatasan rentang gerak.
c. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.
d. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protokol mekanis dan medis.
e. Gangguan koordinasi.
Penilaian skala kekuatan otot menggunakan skala klasik 0, 1, 2, 3, 4, 5:
Skala Persentasi Karakteristik
kekuatan normal
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
dipalpasi/dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi
dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitsi dan tahanan penuh.

2.3.2 Jenis Mobilitas


a. Mobilitas penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
18

sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-


hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh.
b. Mobilitas sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan
saraf motorik dan saraf sensorik pada area tubuh. Hal tersebut disebabkan
oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadi hemiplegi
karena stroke, paraplegia karena cedera tulang belakang, poliomyelitis
karena terganggunya sistem saraf motorik dan saraf sesorik.
2.3.3 Patofisiologi
Proses terjadinya gangguan mobilitas tergantung dari penyebab
gangguan yang terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan
tersebut diantara
nya, adalah:
1. Kerusakan otot
Meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis otot, karena otot
berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan,
jika terjadi kerusakan pada otot maka tidak akan terjadi pergerakan.
Otot dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung benda
tajam yang merusak kontinuetas otot, kerusakan tendon, atau radang.
2. Gangguan pada skeletal
Rangka yang menjadi penompang sekaligus poros pergerakan dapat
terganggu karena suatu penyakit pada kondisi tertentu hingga
mengganggu pergerakan atau mobilisasi.

3. Gangguan pada sistem persarafan


Saraf berperan penting dalam menyampaikan impuls ke otak yang
merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak.
Jadi jika saraf terganggu maka akan terjadi gangguan penyampaian
impuls dari dan ke organ target. Dengan tidak sampainya impuls
19

maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi. Contoh penyakit yang


mengganggu otak adalah stroke infark dan dapat mengakibatkan
gangguan mobilitas.

2.3.4 Respon Fisiologik dari Perubahan Mobilisasi

a. Muskuloskeletal seperti hilangnya daya tahan, penurunan massa otot,


atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguann metabolisme
kalsium.

b. Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja


jantung dan pembentukan thrombus.

c. Pernafasan seperti atelectasis dan pneumonia hipostatik, dispnoe setelah


beraktifitas.

d. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolik, metabolisme


karbohidrat, lemak, dan protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
kalsium, dan gangguan pencernakan (konstipasi).

e. Eliminasi urin seperti statis utrin meningkatkan resiko infeksi saluran


perkemihan dan batu ginajal.

f. Integument, seperti ulkus dikubitus adalah akibat iskemi dan anoksia


jaringan.

2.3.5 Penatalaksanaan

Ada beberapa penatalaksaaan gangguan mobilitas (Saputra, 2013), yaitu:

1. Pengaturan tubuh sesuai kebutuhan klien.

a) Posisi Fowler
20

Merupakan posisi dengan tubuh setengah duduk atau duduk yang biasa
digunakan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi
pernafasan.

b) Posisi Sim

Merupakan posisi pasien berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Biasanya


pasien lebih nyaman tidur dengan miring ke kanan atau ke kiri.

c) Posisi Trendelenburg

Merupakan posisi tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki.
Posisi ini bertujuan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.

d) Posisi Dorsal Recumbent

Merupakan posisi di mana pasien terlentang dengan kedua lutut fleksi di


atas tempat tidur.

e) Posisi Lithothomi

Merupakan posisi di mana pasien ditempatkan terlentang dengan mengangkat


kedua kaki dan ditarik keatas abdomen.

f) Posisi Genu Pectoral (knee chest)

Merupakan posisi pasien menungging dengn kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian atas tempat tidur.

g) Latihan ROM (Range Of Motion) Pasif dan Aktif

Klien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit misalnya stroke


memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya immobilitas.
21

Menurut Juaidi (2011) setelah keadaan klien membaik dan kondisinya stabil
baru diperbolehkan dilakukan mobilisasi. Latihan berikut untuk memelihara
dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilitas persendian.
a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku
menekuk dengan lengan.
3) Pegang tangan klien dengan satu tangan yang lain memegang
pergelangan tangan klien.
4) Tekuk tangan klien ke depan sejauh mungkin
5) Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 1. Latihan Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan

a. Fleksi dan Ekstensi Siku


Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi lengan klien dengan menjauhi sisi tubuh dengan
telapak tangan mengarah ke tubuhnya
3) Letakkan tangan di atas siku klien dan pegang tangannya
dengan tangan yang lain
4) Tekuk siku klien sehingga tangannya mendekat bahu
5) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
6) Catat perubahan yang terjadi.
22

Gambar 2. Latihan Fleksi dan Ekstensi Siku

b. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah


Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh klien dan pegang
tangan klien dengan tangan lainnya
3) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan klien dan
tangan klien dengan tangan lainnya
4) Putar lengan bawah klien sehingga telapak tagannya
menghadap ke arahnya
5) Kembalikan ke posisi semula
6) Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 3. Latihan Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah

c. Pronasi Fleksi Bahu


Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi tangan klien di sisi tubuhnya
23

3) Letakkan satu tangan perawat di atas siku klien dan pegang


tangan klien dengan tangan lainnya
4) Angkat lengan pasien pada posisi semula
5) Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 4. Latihan Pronasi Fleksi Bahu

d. Abduksi dan Adduksi


Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi lengan klien di samping badannya
3) Letakkan satu tangan perawat di atas siku klien dan pegang
tangan klien dengan tangan lainnya
4) Gerakkan lengan klien menjauh dari tubuhnya ke arah
perawat
5) Kembalikan ke posisi semula
6) Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 5. Latihan Abduksi dan Adduksi


24

e. Rotasi Bahu
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi lengan klien menjauhi tubuh dengan siku menekuk
3) Letakkan satu tangan perawat dilengan atas klien dekat siku
dan pegang tangan klien dengan tangan yang lain
4) Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat
tidur, telapak tangan menghadap ke atas
5) Kembalikan lengan ke posisi semula
6) Catat perubahan yang terjadi

Gambar 6. Latihan Rotasi Bahu

f. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari


Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Pegang jari-jari kaki klien dengan satu tangan sementara
tangan lain memegang kaki
3) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
4) Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang
5) Kembalikan ke posisi semula
6) Catat perubahan yang terjadi
25

Gambar 7. Latihan Fleksi dan Ekstensi Jari-jari

g. Infersi dan Efersi Kaki


Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Pegang separuh bagian atas kaki klien dengan satu jari dan
pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya
3) Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki
lainnya
4) Kembalikan ke posisi semula
5) Putar kaki ke luar sehingga bagian telapak kaki menjuhi kaki
yang lain
6) Kembalikan ke posisi semula
7) Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 8. Latihan Infersi dan Efersi Kaki


26

h. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki


Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki klien dan
satu tangan yang lain di atas pergelangan kaki, jaga kaki
lurus dan rileks
3) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada
klien
4) Kembalikan ke posisi semula
5) Tekuk pergelangan kaki menjauh dada klien
6) Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 9. Latihan Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki


i. Fleksi dan Ekstensi Lutut
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Letakkan satu tangan di bawah lutut klien dan pegang tumit
klien
3) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha
4) Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat
kaki ke atas
5) Kembalikan ke posisi semula
6) Catat perubahan yang terjadi.
27

Gambar 10. Latihan Fleksi dan Ekstensi Lutut

j. Rotasi Pangkal Paha


Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu
tangan yang lain di atas lutut
3) Putar kaki menjauhi perawat
4) Putar kaki ke arah perawat
5) Kembalikan ke posisi semula
6) Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 11. Latihan Rotasi Pangkal Paha

k. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha


Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut klien dan satu
tangan pada tumit
3) Jaga posisi kaki klien lurus, angkat kaki kurang lebih 8cm
dari tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan klien
28

4) Gerakkan kaki mendekati badan klien


5) Kembalikan ke posisi semula
6) Catat perubahan yang terjadi.

Gambar 12. Latihan Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha

1. Latihan Ambulasi
a. Duduk di atas tempat tidur
Prosedur kerja:
1) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada klien
2) Anjurkan klien untuk meletakkan tangan di samping badannya
dengan telapak tangan menghadap ke bawah
3) Berdirilah di samping tempat tidur dan letakkan tangan pada
bahu klien
4) Bantu klien untuk duduk dan beri penompang atau bantal
b. Turun dari tempat tidur, berdiri, kemudian duduk di kursi roda
Prosedur kerja:
1) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada klien
2) Pasang kunci kursi roda
3) Berdirilah menghadap klien dengan kedua kaki meregang
4) Tekuk sedikit lutut dan pinggang anda
5) Anjurkan klien untuk meletakkan ke dua tangannya dibahu
anda
6) Letakkan kedua tangan anda di samping kanan dan kiri
pinggang klien
29

7) Ketika kaki klien menapak dilantai, tahan lutut anda pada


lutut klien
8) Bantu pasien duduk di kursi roda dan atur posisi agar nyaman
c. Membantu berjalan
Prosedur kerja:
1) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
kepada klien
2) Anjurkan klien untuk meletakkan tangan disamping badan atau
memegag telapak tangan anda
3) Berdiri disamping klien dan pegang telapak tangan dan lengan
bahu klien
4) Bantu klien berjalan
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Studi Kasus


Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dalam
bentuk laporan studi kasus. Studi kasus yang digunakan dalam penelitian
ini adalah asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi (Nursalam, 2016)
3.2. Subyek Studi Kasus
Subjek yang digunakan pada studi kasus ini adalah 2 orang klien
dengan diagnosa medis Stroke Infark dengan masalah keperawatan gangguan
mobilitas fisik.
3.3. Fokus Studi Kasus
Fokus studi kasus pada penelitian ini adalah Gangguan Mobilitas
Fisik pada Klien Stroke Infark.
3.4. Definisi Operasional
Istilah Definisi Operasional
Gngguan mobilitas fisik Adalah kondisi dimana individu
mengalami kelemahan
neuromuskuler pada ekstremitas.
Klien dengan stroke infark Klien yang dirawat di Rumah Sakit
Adi Husada Undaan Wetan
Surabaya dengan diagnosis medis
Stroke Infark yang tercatat dalam
buku rekam medis.

3.5. Tempat dan Waktu

30
31

Studi kasus ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2019 s/d
April 2020 selama satu minggu, sejak klien pertama kali masuk rumah sakit
sampai pulang dan atau klien dirawat minimal 3 hari. Dan penelitian ini
dilakukan di Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan Surabaya.
3.6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah :
a) Wawancara
Sumber data didapat dari pasien, keluarga, atau rekam medik dari rumah
sakit. Hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, dahulu dan riwayat penyakit keluarga.
b) Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Observasi dalam pengumpulan data ini seperti monitor tanda-tanda vital,
monitor nervus I-XII. Hasil pengukuran dengan pendekatan IPPA (Inspeksi,
Palpasi, Perkusi, Auskultasi) pada sistem tubuh pasien.
c) Studi Dokumentasi
Hasil pemeriksaan diagnostik dan hasil pemeriksaan laboratorium dan CT
Scan Kepala.
Instrument pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
adalah format pengkajian keperawatan, alat tulis, alat pengukuran tanda-tanda
vital (jam tangan, thermometer, dan sphignomanometer), alat pemeriksaan
fisik (penlight dan stetoskop), alat pelindung diri (sarung tangan dan
masker) (Nursalam, 2016).
3.7. Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini diawali dengan pemilihan kasus atau masalah yang
akan dijadikan topik penelitian. Peneliti memilih kasus Stroke Infark
sehingga topik penelitian ini berjudul "Asuhan Keperawatan Gangguan
Mobilitas Fisik pada Klien Stroke Infark di Rumah Sakit Adi Husada
Undaan Wetan Surabaya". Kasus Stroke Infark dipilih sesuai kriteria
penentuan masalah yang telah diuraikan pada bab pendahuluan sub-bab latar
belakang. Selanjutnya menyusun proposal penelitian yang menguraikan
tentang tinjauan pustaka dan metode penelitian. Pengumpulan data awal
32

penelitian pada bab 1 diawali dengan pengurusan ijin penelitian dari institusi
pendidikan Prodi D III Keperawatan Kampus Soetomo Surabaya. Surat
pengantar dari pendidikan kemudian diajukan kepada Bidang Diklat dan Bidang
Keperawatan Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan Surabaya. Setelah
mendapatkan surat balasan persetujuan dari Rumah Sakit Adi Husada
Undaan Wetan Surabaya kemudian baru diperbolehkan mengambil data awal
tentang klien Stroke Infark di Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan
Surabaya.
Setelah mendapatkan data awal, dilakukan penyusunan proposal penelitian,
kemudian mengajukan proposal penelitian kepada pembimbing. Setelah
mendapat persetujuan pembimbing dilakukan ujian proposal untuk
menentukan apakah usulan penelitian dapat dilanjutkan dengan kegiatan
pengumpulan data penelitian. Tahap selanjutnya adalah penulisan laporan
penelitian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3.8.Penyajian dan Analisa Data


Analisa data diawali dengan memahami keseluruhan informasi yang
sudah didapatkan dari data primer dan data sekunder. Teknik yang
digunakan dalam memperoleh data primer dan sekunder yaitu dengan
anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik dan informasi dari rekam medis.
Selanjutnya data akan dikelompokkan ke dalam data subyektif dan data
obyektif dalam bentuk tabel analisa data. Data subyektif merupakan
ungkapan keluhan klien secara langsung dari klien. Data obyektif merupakan
data yang diperoleh langsung melalui observasi dan pemeriksaan pada klien.
Setelah membuat tabel analisa data, selanjutnya merumuskan diagnosis
keperawatan dan membuat intervensi keperawatan. Pada tahap intervensi
keperawatan berisi tujuan, kriteria hasil, dan rencana tindakan keperawatan.
Setelah melakukan intervensi, kemudian melakukan implementasi
keperawatan. Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan sebelumnya.
Kemudian peneliti melakukan evaluasi dari tindakan yang dilakukan dalam
bentuk SOAP. SOAP terdiri dari data subyektif, data obyektif, analisis, dan
33

planning (Budiono, 2015). Tahap akhir dari proses analisis adalah dengan
membandingkan masalah yang terjadi antara dua klien pada kasus yang
sama dengan tatanan nyata dengan teori yang ada ( Kozier, et . al, 2013).
3.9. Etika Studi Kasus
Menurut Notoatmojo (2012) secara garis besar dalam melakukan
penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang teguh terus yaitu :
a) Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut.
Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk
memberikan informasi atau tidak memberikan informasi (berpartisipasi).
b) Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for
privacy and confidentiality).
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk
tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain.
c) Keadilan dan inklusivitas atau keterbukaan (respect for justice an
inclusiveness).
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan peneliti perlu
dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan , yakni dengan
menjelaskan prosedur penelitian.
d) Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits).
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi
masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti
hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek.

DAFTAR PUSTAKA
34

Andra Saferi. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).


Yogyakarta: Nuha

Andra Saferi & Yessie Meriza. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2,


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

American Health Assosiation. 2012. Heart disease and stroke statistic-2015


Update.

Bararh, Taqiyyah & Muhammad Juhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan


Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Budino, 2015. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Konsep Dasar


Keperawatan Komprehensif. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Carpenito, Lynda Juall. 2012. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktek


Klinis. Edisi 13. Jakarta: EGC.

Digiulio, Mary & Jackson, Dona. 2007. Keperawatan Medikal Bedah.


Yogyakarta:Rapha Publishing

Filantip, A. 2015. Pengaruh Latihan ROM Aktif terhadap Kelenturan Sendi


Ekstremitas bawah dan Gerakan motorik di Unit Pelayanan Sosial
Wardoyo Ungaran

Hidayat A, Azis Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
35

Kozier, Erb & Snyder. 2010. Buku Ajar: Praktik Keperawatan Klinis 5. Jakarta:
EGC

Kabi, et. al. 2015. Gambaran Faktor Resiko Pada Penderita stroke Iskemik yang
dirawat inap neurologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau Manado. Journal
E-Klinik. 2015; 3:457-464

Notoatmojo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


PT.Rineka Cipta

Nursalam, 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika

Paciaroni, et. al. 2012. Headache on Cerebral Venous Thrombosis Frot Neurol
Neurosci. Basel, Karger. 2012. Vol 23.pp 89-95

Padila, 2012. Keperawatan Medikal Bedah, dilengkapi Asuhan Keperawatan


Pada Sistem Kardio Perkemihan, Integumen, Persarafan,
Gastrointestinal, Muskuoskeletal, Reproduksi, dan Respirasi. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Pinzon R, Asanti L, 2010. Awas Stroke! Pengertian, gejala, perawatan, dan


Pence-gahan Yogyakarta Andi: 1-4.

Price, S. A, Wilson, L. M. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC

Potter & Perry,2012. Buku Ajar Fundamental Keperwatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC

SDKI, SIKI, SLKI. 2017-2018. Penerbit Dewan Pengurus Pusat PPNI. Jl Lenteng
36

Agung No. 64 Jagakarsa, Jakarta Selatan 12610

Tarwoto & Wartonah, 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan.
Jakarta: Saalemba Medika.

Wijaya, A.S dan Putri, Y. M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

WHO, 2012. The Atlas of Heart disease and Stroke.

Widagdo, Wahyu, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: TIM
37

Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada

Yth. Responden

Di tempat

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini Siti Nur Istirochmah adalah
mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya Program Studi
DIII Keperawatan Kampus Soetomo, akan melakukan studi kasus tentang
“Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik pada Klien Stroke Infark di
Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan Surabaya”.
Bersama ini saya mohon kesediaan saudara untuk menjadi responden
dalam penelitian ini, jawaban yang saudara berikan akan saya jaga kerahasiaannya
dan hanya digunakan untuk kepentingan penulisan. Data yang anda berikan akan
dipergunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
keperawatan dan tidak dipergunakan untuk maksud lain. Atas ketersediannya
sebagai responden saya ucapkan terimakasih.
Surabaya,…………………
Hormat saya,

Siti Nur Istirochmah


NIM. P27822019032
38

Lampiran 2
LEMBAR PERNYATAAN BERSEDIA BERPARTISIPASI SEBAGAI
RESPONDEN PENELITIAN

Yang bertandatangan di bawah ini saya:


Nama : ......................................................
Umur : ......................................................
Alamat : ......................................................
Telp : ......................................................
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, dengan ini saya menyatakan
bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam studi kasus yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik pada Klien Stroke Infark di
Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan Surabaya”.
Adapun bentuk kesedian saya adalah meluangkan waktu untuk diperiksa dan
memberikan informasi yang benar dan sejujurnya terhadap apa yang diminta atau
ditanyakan peneliti. Keikutsertaan saya ini sukarela tidak ada unsur paksaan dari
pihak manapun. Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surabaya, ......................
Peneliti
Responden

Siti Nur Istirochmah


NIM. P27822019032
(.........................)
39

Lampiran 2

Anda mungkin juga menyukai