Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang
terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global
berlangsung lebih dari 24 jam dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak isi den stroke mencapai 0,5/1000 pada usia 40 tahun
dan meningkat menjadi 70/1000 pada usia 70 tahun. Angka kematian stroke 20% 3
hari pertama dan 25% pada tahun pertama, lebih dari 40% penderita stroke tidak
dapat diharapkan untuk mandiri dalam aktivitas kesehariannya dan 25% menjadi
tidak dapat berjalan secara mandiri (WHO, 2013).
Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga
meninggal dan sisanya mengalami kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Stroke
merupakan penyebab utama kecacatan yang dapat dicegah (American Heart
Association, 2014).
Stroke adalah penyebab kematian nomor satu di Indonesia, Berdasar penelitian
yang di lakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bahwa data
kejadian stroke dilihat dari prevalensi (angka kejadian) stroke bisa dilihat di Hasil
Riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Kemenkes RI, 2015).
Pada tahun 2010, diperkirakan 7,6 juta orang meninggal karena stroke dan
penigkatan teringgi akan terjadi di negara-negara berkembang terutama di Asia
Pasifik sedangkan di Indonesia terjadi sekitar 800-100 kasus taip tahunnya (Wiryanto,
2004).
Sebagai penyebab kematian dan kecacatan, penyakit peredaran darah otak
menempati angka yang tinggi, terutama pada orang tua. Di negara yang telah maju
(USA) menempati tempat ketiga sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung
koroner dan kanker.

1
Dikemukakan terdapat 500.000 stroke baru setiap tahunnya dan 200.000 di
negara itu angka tersebut mendekati 11%. Diperkirakan prevalensi 20 per 1000 pada
tingkat umur 45-56,60 per 1000 pada golongan umur 65-74 tahun dan pada 95 per
1000 pada golongan umur 75-85 tahun. Sebagai penyebab morbiditas, stroke
diperkirakan terdapat 1,6 juta penduduk Amerika, dimana 40% memerlukan
pelayanan khusus dengan 10% memerlukan perawatan totol. Menurut dari 28 rumah
sakit di Indonesia ternyata bahwa kaum pria lebih banyak menderita penyakit stroke
dibandingkan wanita (Price, 2012).
Menurut dari data Provinsi Sumatera Utara (2002), di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik kebiasaan merokok menigkatkan risiko terkena stroke
sebesar 4 kali atau 16,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Siregar Andriana (2008) ;
terdapat 128 pasien stroke di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
didapatkan hemiparase sinistra yaitu 46,3% diikuti oleh hemiparase dekstra 7,8%.
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri otak mungkin
berkaitan dengan pengelompokkan gejala dan tanda buruk yang tercantum dan
disebut sindrom neurovaskuler 5,11%.
Di Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2015, diketahui di Kelurahan
Sibuluan Nauli Terdapat 9 orang pasien hemiparase kiri, diberi latihan gerak sesuai
program fisioterapi dari dokter dan hemiparase kanan 13 pasien, maka hasil
penelitian dari hemiparase kanan terjadi kenaikan rata-rata nilai keseimbangan 2,25%
dan kiri 1,70% pada hemiparase kiri.
Berdasarkan data dari Puskesmas Pandan ditemukan data mulai dari Tahun
2016 jumlah yang terkena stroke yaitu 171 diantaranya stroke iskemik dan stroke
haemoragic. Penulis menemukan salah satu pasien stroke iskemik di Kelurahan
Sibuluan Nauli Kecamatan Pandan, maka penulis tertarik melakukan studi kasus
dengan judul Asuhan Keperawatan Lansia Yang Mengalami Stroke Dengan Masalah
Defisit Perawatan Diri Di Kelurahan Sibuluan Nauli Kecamatan Pandan Tahun 2017

2
1.2 Batasan Masalah
Asuhan keperawatan Lansia yang mengalami Stroke dengan Masalah Defisit
Perawatan Diri Dikelurahan Sibuluan Nauli Kecamatan Pandan Tahun 2017.

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimanakah Asuhan keperawatan Lansia yang mengalami Stroke dengan
Masalah Defisit Perawatan Diri Di Keluarahan Sibuluan Nauli Kecamatan Pandan
Tahun 2017?.

1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
Stroke dengan Masalah Defisit Perawatan Diri Di Kelurahan Sibuluan Nauli
Kecamatan Pandan.

1.4.2 Tujuan Khusus


1) Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami Stroke
dengan Masalah Defisit Perawatan Diri Di Kelurahan Sibuluan Nauli
Kecamatan Pandan.
2) Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami Stroke
dengan Masalah Defisit Perawatan Diri Di Kelurahan Sibuluan Nauli
Kecamatan Pandan.
3) Menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami Stroke
dengan Masalah Defisit Perawatan Diri Di Kelurahan Sibuluan Nauli
Kecamatan Pandan.
4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami Stroke
dengan Masalah Defisit Perawatan Diri Di Kelurahan Sibuluan Nauli
Kecamatan Pandan.
5) Melakukan evaluasi pada klien yang mengalami Stroke dengan Masalah
Defisit Perawatan Diri Di Kelurahan Sibuluan Nauli Kecamatan Pandan.

3
1.5 Manfaat
1. Bagi insitusi
Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan penanganan penyakit stroke
dengan masalah defisit perawatan diri
2. Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan dalam penelitian mengenai stroke dengan masalah
defisit perawatan diri
3. Bagi pendidikan
Sebagai bahan bacaan untuk mahasiswa yang lain dalam menambah wawasan
dan sebagai studi kasus pembanding bagi peneliti yang akan datang tentang
stroke dengan masalah defisit perawatan diri.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teoritis Medis Lansia


2.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah apabila usianya 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita.
Sedangkan Kemenkes RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia lanjut usia
dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia
lanjut dimulai dari usia 60 tahun (Indriana, 2012).

2.1.2 Batasan Umur Lanjut Usia


Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari pendapat
berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho (2008).
Menurut Undang-Undang No 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1 ayat II yang
berbunyi lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas
Menurut WHO :
a. Usia pertengahan : 45-59 tahun
b. Lanjut usia : 60 74 tahun
c. Lanjut usia tua : 75 - 90 tahun
d. Usia sangat tua : diatas 90 tahun (Kushariyadi,2010).

2.1.3 Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Menurut Mujahidullah (2012). Beberapa perubahan yang akan terjadi pada lansia
diantaranya adalah perubahan fisik, intlektual, dan keagamaan.
1) Perubahan fisik
a. Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan
berubah, seperti jumlahnya yangmenurun, ukuran lebuh besar sehingga
mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan proposi protein di otak, otot,
ginjal, darah dan hati berkurang.

5
b. Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia akan mengalami
perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada indra pendengaran
akan terjadi gangguan pendengaran seperti hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga. Pada indra penglihatan akan terjadi seperti
kekeruhan pada kornea, hilangnya daya akomodasi dan menurunnya lapang
pandang. Pada indra peraba akan terjadi seperti respon terhadap nyeri
menurun dan kelenjar keringat berkurang. Pada indra pembau akan
terjadinya seperti menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga
kemampuan membau juga berkurang 10
c. Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunyaselara makan ,
seringnya terjadi konstipasi, menurunyaproduksi air liur(Saliva) dan gerak
peristaltic usus juga menurun.
d. Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalamipengecilansehingga
aliran darah ke ginjal menurun
e. Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan cairan dan makin
rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku dan tendon
mengerut.
f. Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akanmengalami pompa darah
yang menurun, ukuran jantung secara kesuruhan menurun dengan tidaknya
penyakit klinis, denyut jantung menurun, katup jantung pada lansiaakan
lebih tebal dan kakua kibat dari akumulasi lipid Tekanan darah sistolik
meningkat pada lansia keranahilangnya distensibility arteri. Tekanan darah
diastolic tetap sama atau meningkat.
2) Perubahan intelektual Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah
(2012), akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada kemampuan
otak seperti perubahan Intelegenita Quantion ( IQ) yaitu fungsi otak kanan
mengalami penurunan sehingga lansia akan 11 mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi nonverbal, pemecehan masalah, konsentrasi dan kesulitan
mengenal wajah seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan,
karena penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untu

6
menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga kemampuan untuk
mengingat pada lansia juga menurun.
3) Perubahan keagamaan Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada
umumnya lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal
tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan meninggalkan kehidupan
dunia.
Tugas perkembangan pada lanjut usia Menurut Havighurst dalam Stanley (2007),
tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada periode tertentu dalam
keidupan suatu individu. Ada beberapa tahapan perkembangan yang terjadi pada
lansia, yaitu
a. Penyesuaikan diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan fisik
b. Penyesuaian diri kepada masa pension dan hilangnya pendapatan
c. Penyesuaaian diri kepada kematian pasangan dan orang terdekat lainnya
d. Pembantukan gabungan (pergelompokan) yang sesuai denganya
e. Pemenuhan kewajiban social dan kewarganegaraan
f. Pembentukan kepuasan pengaturan dalam kehidupan.

2.2. Konsep Penyakit Stroke


2.2.1 Pengertian
Cerebro Vaskular Accident (CVA) merupakan kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak yang mempunyai
karakteristik suatu serangan yang mendadak, non konvultif yang disebabkan karena
gangguan peredaran darah ke otak non traumatik (Brunner & Suddarth, 2002 ;
Tarwanto, 2007).
CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan
istilah Stroke. Istilah ini lebih populer di banding CVA. Kelainan ini terjadi pada
organ otak.Lebih tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah Otak. Berupa
penurunan kualitas pembuluh darah otak.Stroke menyebabkan angka kematian yang
tinggi. Kejadian sebagian besar dialami oleh kaum lai-laki daripada wanita (selisih 19
% lebih tinggi) dan usia umumnya di atas 55 tahun.

7
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat.
Mengacu pada laporan American Heart Association, sekitar 795.000 orang di
Amerika Serikat terserang stroke setiap tahunnya. Dari jumlah ini, 610.000
diantaranya merupakan serangan stroke pertama, sedangkan 185.000 merupakan
stroke yang berulang. Saat ini ada 4 juta orang di Amerika Serikat yang hidup dalam
keterbatasan fisik akibat stroke, dan 15-30% di antaranya menderita cacat menetap
Centers for Disease Control and Prevention (CFDCP, 2009).
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik (85%) yaitu stroke yang
disebabkan karena adanya sumbatan pembuluh darah, dan stroke haemoragic (15%)
yaitu stroke yang disebabkan karena adanya perdarahan di otak (AHA,2002 )
Stroke iskemia merupakan stroke yang sering terjadi (85%) yang disebabkan
adanya gangguan aliran darah karena sumbatan pembuluh darah otak yang
mengakbatkan adanya hipoperfusi jaringan otak signifikasi secara terminologi stroke
iskemia adalah hilangnya fungsi otak yang disebabkan karena adanya gangguan
suplai darah ke bagian otak tertentu (Firmansyah, 2009).
Stroke merupakan penyebab kematian pertama di seluruh rumah sakit yang
ada di Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena Stroke, dari
jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami
gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami
gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di tempat
tidur (Himapid FKM Unhas, 2007).

2.2.2 Jenis-jenis Stroke


Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
a. Stroke iskemik
Stroke isemik terjadi bila pembuluh darah yang memasuki darah keotak
tersebut. Jenis stroke ini yang paling umum (hampir 90% stroke adalah

8
iskemik).Kondisi yang mendasari stroke iskemik adalah penumpukan lemak yang
melapisi dinding pembuluh darah (disebut aterosklerosis). Kolesterol homocysteine
dan zat lainnya dapat melekat pada dinding arteri, membentuk zat lengket yang
disebut plak. Seiring waktu, plak menumpuk.
Hal ini sering membuat darah sulit mengalir dengan baik dan menyebabkan
bekuan darah (trombus). Stroke iskemik dibedakan berdasarkan penyebab sumbatan
arteri :
1. Stroke trombotik. Sumbatan disebabkan trombus yang berkembang di dalam
arteri otak yang sudah sangat sempit.
2. Stroke embolik. Sumbatan disebabkan trombus, gelembung udara atau pecahan
lemak (emboli) yang terbentuk di bagian tubuh lain seperti jantung dan pembuluh
aorta di dada dan leher, yang terbawa aliran darah ke otak. Kelainan jantung yang
disebut fibrilasi atrium dapat menciptakan kondisi dimana trombus yang
terbentuk di jantung terpompa dan beredar menuju otak.

b. Stroke hemoragik.
Stroke hemoragik disebabkan oleh pembuluh darah yang bocor atau pecah di
dalam atau di sekitar otak sehingga menghentikan suplai darah ke jaringan otak yang
dituju. Selain itu, darah membanjiri dan memampatkan jaringan otak sekitarnya
sehingga mengganggu atau mematikan fungsinya.
Dua jenis stroke hemoragik :

1. Pendarahan intraserebral. Pendarahan intraserebral adalah perdarahan do dalam


otak yang disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan pembulub darah
(aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh tekanan darah tinggi kronis.
Pendarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari semua stroke, tetapi
memiliki persentase tinggi penyebab kematian akibat stroke.
2. Perdarahan subarachnoid. Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan dalam
ruang subarachnoid, ruang di antara lapisan dalam (Pia meter) dan lapisan tengah
(arachnoid meter) dari jaringan selaput otak (meninges). Penyebab paling umum
adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam arteri. Perdarahan subarachnoid

9
adalah kedaruratan medis serius yang dapat menyebabkan cacat permanen atau
kematian. Stroke ini juga satu-satunya jenis stroke yang lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria.

2.2.3 Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008)
a. Faktor risiko stroke

Beberapa faktor-faktor risiko stroke :


1. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama
2. Penyakit kardiovaskuler, embolilisme serebral berasal dari jantung
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit resiko infrak serebral
6. Diabetes terkait dengan aterogenesis terakselerasi
7. Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok dan kadar esterogen
tinggi)
8. Merokok
9. Penyalagunaan obat
10. Konsumsi alkohol

Sekitar (80%-85%) adalah stroke iskemik yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Beberapa penyebab stroke
iskemik :
a. Trombosis
Aterosklevosis (tersaing)
Vakulitis : Ateritis temporalis, poliarteritis nodosa robekan arteri karotis
vertebralis (spontan atau traumatif) gangguan darah : olisetemia
hemoglobinopati (penyakit sel sabit)

10
b. Embollisme
Sumber di jantung : Fibrilasiatrium infrak miokardium, penyakit jantung
reumatik, penyakit jantung, kardiomiopati iskemik keadaan hiperkongualasi,
kontrasepsi oral, karsinoma
c. Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah
hipertensi yang parah henting jantung paru curah jantng akibat aritmia
d. Hipoksia setempat
Pada sistem saraf pusat terdapat pusat 12 saraf kranial yang mempunyai fungsi
masing-masing yaitu :
1) Nervus.I.Olfaktorius (sensorik)
Berfungsi untuk penciuman
2) Nervus.II.Optikus (sensorik)
Berfungsi untuk penglihatan
3) Nervus.III.OKulomotoris (motorik dan otonom)
Berfungsi untuk mempengaruhi empat dari enam otot pergerakan bola mata
mengangkat boal mata dan kontriksi pupil
4) Nervus.IV. Troklear (motorik)
Berfungsi untuk mengontrol otot bola mata ke bawah dan ke kanan
5) Nervus.V. Trigeminus (motorik dan sensori)
Berfungsi untuk sensasi nyeri daerah optalmik, temperatur dan sentuhan dari
muka, kulit kepala, nasal dan rongga mulut, mengontrol otot dan untuk
mengunyah dan refleks kornea
6) Nervus.VI. abdusen (mototrik)
Berfungsi mengontrol bola mata ke arah luar
7) Nervus.VII. Fasialis (sensorik dan motorik)
Berfungsi untuk ekspresi wajah dan sensasi rasa pada 2/3 lidah bagian interior
8) Nervus.VIII. Vestibulokklleris (sensorik)
Berfungsi untuk pendengaran dan keseimbangan

11
9) Nervus.VIX. Glosofaringeal (sensorik,motorik dan otonom)
Berfungsi untuk menerima sensasi dari faring dan sensasi dari masa 1/3 lidah
posterior, mengontrol sekresi salifa dan sarah fagus berperan dalam menelan
10) Nervus.X Vagus (sensorik dan motorik dan otonom)
Berfungsi untuk menelan dan produksi suara, juga mempengaruhi organ-
organ dalam thoraks dan abdominal
11) Nervus.XI Acsesorius (motorik)
Saraf aksessorius respontif terhadap kemampuan dalam mengangkat bahu dan
rotasi kepala
12) Nervus.XII Hipoglossus (motorik)
Berfungsi untuk mengatur pergerakan lidah yang dipergunakan untuk bicara
dan menelan

2.2.4 Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu:


Keterangan GCS: 15 = Normal
3 8 = Berat
9 12 = Ringan (Smeltzer 2002).

Respon Membuka Mata:


Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan nyeri 2
Tidak berespons 1
Respons Motorik Terbaik:
Dengan perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespons 1

12
Respons Verbal:
Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat di mengerti 2
Tidak ada respon 1
Total: GCS = 15
2.2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala stroke iskemik tergantung pada luas lokasi yang
dipengaruhinya arteri serebral yang tersumbat oleh thrombus atau embolus dapat
memperlihatkan tanda dan gejala sebagai berikut :
1. Sindrome arteri serebral media
a. Hemiplegia (Flaccid pada muka, lengan dan tungkai pada sisi kontralateral)
b. Gangguan sensorik (pada daerah yang sama sebagai himiplegia)
c. Aphasia (aphasia global jika hemisphere dominan yang dipengaruhi)
d. Homonymous lemianopsia
e. Bingung sampai dengan koma (makin buruk tingkat kesadaran)
f. Denial paralisis
g. Kemungkinan pernafasan chynestroke
h. Sakit kepala
i. Paralisi vasomotor
2. Sindrome arteri serebral anterior
a. Paralisis dari telapak kaki dan tungkai
b. Gangguan dalam berjalan
c. Paresis kontralateral dari lengan
d. Kontralateral dari lengan
e. Hilang fungsi sensorik secara berlebihan pada ibu jari, telapak kaki dan
lengan
f. Abulia (ketidak mampuan melakukan kegiatan pergerakan yang terkontrol
atau membuat keputusan)

13
g. Gangguan mental
h. Inkontinensia urine (biasanya berlangsung beberapa minggu)
3. Sindrome arteri serebral posterior daerah posterior
a. Homonymous hemianopnia
b. Beberapa kelainan penglihatan seperti : buta warna, kurang dalam persepsi,
kegagalan melihat objek pada lokasi yang tidak sentral, halusinasi
penglihatan
c. Berkurangnya daya ingat
d. Berkeringat
Daerah pusat
a. Jika tubulus yang dipengaruhi, nyeri spontan, intessional tremor dan
hemiparesis ringan
b. Jika serebral penducle yang dipengaruhi akan syndrome Webers (kumpulan
sarac okulomotorik dangan kontralatera hemiplegia)
c. Jika batang otak dipengaruhi akan konjungate gace nistagmus dan ketidak
normalan pupil dengan gejala gejala yang lain berupa tremor postural dan
ataksia
4. Sindrome arteri karotis internal
a. Berulangnya serangan kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral mata
b. Parastesia dan kelemahan lengan kontralateral wajah dan tungkai
c. Hemiplagia dengan hilangnya sensorik secara komplit inopsia
d. Kemungkinan atropi saraf optic pada mata ipislateral
5. Sindrome arteri serebral interior posterior
a. Disfagia dan disatria
b. Hilangnya rasa nyeri dan temperatur pada bagian sisi lateral dari wajah
c. Hilangnya rasa nyeri dan temperatur pada bagian sisi tubuh dan tungkai
d. Nistgmus horizontal
e. Sindroma Horners ipsilateral
f. Tanda tanda serebellas (ataksia da vertigo)

14
2.2.6 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1): arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian
jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark
di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa
mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses
patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di
dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1)
keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3)
gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak
atau ruang subaraknoid (Price et al, 2006).

2.2.7 Komplikasi
Setelah stroke iskemik, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan diserap
kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dalam waktu dalam waktu 3 bulan.
Pada saat itu 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami
komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke iskemik. Dari jumlah
tersebut ;
a. 1/3 bisa pulih kembali
b. 1/3 mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang
c. 1/3 sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita
terus menerus di kasur

15
Hanya 10-15% penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala,
sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita stroke menderita stress akibat
kecacatan yang timbulkan setelah diserang stroke
Akibat stroke lainnya
1. 80% penurunan persial/ total gerakan lengan dan tungkai
2. 80-90% bermasalah dalam berpikir dan mengingat
3. 70% menderita depresi
4. 30% mengalami kesulitan bicara, menelan, membadakan kanan dan kiri

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang untuk stroke yaitu :
a) Anglografi serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik,
seperti perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture
b) Scan CT : Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya
infrak
c) Fungsi lumbal : Menunjujjan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis emboli serebral dan. Tekanan meningkat dna cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarachnoid atau
peperdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi
d) MRI : Menunjukkan daerah yang mengalami Infrak, hemoragik, malformasi
arteriovena (MAV)
e) Ultranografi Doppler : Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah
sistem arteri karotis cairan darah/ muncul plak arteri sklerotik)
f) EEG : Mengidentifikasi
g) masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik \
h) Sinar x tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas ; klasifikasi karotis interna

16
terdapat pada trombosis serebral ; kalasifikasi parsial dinding aneurisme pada
perdarahan subarachnoid (Doenges, 1999)

2.2.9 Penatalaksanaan Medik


Menurut Tartowo (2007), penatalaksanaan yang dilakukan pada klien stroke
iskemik meliputi :
1. Fase Akut
Pada fase akut penatalaksanaan stroke meliputi mempertahankkan
jalan nafas, pemberian oksigen. Penggunaan ventilator. Monitor peningkatan
tekanan intrakranial, monitor fungsi pernafasan : analisa gas darah, monitor
jantung dan tanda-tanda kejang jika ada dengan pemberian anti konvulsan,
dan cegah resiko injuri, monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat
kesadaran, keadaan pupil, fungsi motorik dan sensorik, nervus kranial dan
sensorik, nervus cranial dan refleks
2. Fase rehabilitasi

Pada fase rehabilitasi penangan stroke, yaitu : mempertahankan


nutrisi yang adekuat : program menagemen bladder dan bowel ;
mempertahakan kulit ; pertahankan komunikasi yang efektif ; pemenuhan
kebutuhan sehari-hari ; dana persiapan oasien pulang

a. Pembedahan
Pembedahan pada pasien stroke dilakukan jika perdarahan serebrum
diameter lebid dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekomprensi
atau pemanasan pentasan ventrikulo peritoneal bila ada hydrosefalus
obstruksi akut.
b. Terapi obat obatan
Pada kasus stroke iskemik dibiarkan obat obatan jantung seperti
digoksin pada aritmia jantung atau alfa beta, kaptoprol, antagonis kalsium
pada klien dengan hipertensi

17
2.3 Tinjauan Teoritis Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2011)

Pegkajian yang dilakukan pada klien stroke iskemik adalah :

1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralysis (hemiflegia), mudah merasa
lelah, susah untuk beristirahat (nyeri, kejang otot)
Tanda : gangguan tonus otot (flaksid, spastis); paralitik (hemiolegia) dan
terjadi kelemahan umum; gangguan penglihatan : gangguan
tingkat kesadaran
2. Sirkulasi:
Gejala : adanya penyakit jantung (MI, reumatik/penyakit jantung vaskuler,
GJK, endokardius bacterial, polistemia, riwayat hipotensi
postural).
Tanda : hipertensi arterial (dapat ditemukan/terjadi pada CSV) sehubungan
adanya embolisme/malformasi vaskuler
Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidak stabilan fungsi
jantung/kondisi jantung, obat obatan), efek stroke pada pusat
vasomor, disritmia, perubahan EKG; desiren pada aroatis,
femoralis, dan arteri iliaka/aorta yang abnormal
3. Integeritas EGO :
Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda : emosi yang labil dan ketidak siapan untuk marah, sedih, dan
gembira; kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi :

18
Gejala : perubahan bola berkemih, seperti inkontinesia urine, anuria
Tanda : distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan) bising usus
negatif (Iieus paralitik)
5. Makanan/cairan
Gejala : nafsu makan hilang : mual muntah selama fase akut. Kehilangan
sensasi pada lidah, pipi, dan tenggorokan, adanya riwayat
diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringel;
obesitas (faktor resiko)
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, kelemahan/kesemutan (biasanya terjadi selama
serangan TIA) sisi yang terkena terlihat seperti mati/lampu,
penglihatan menurun.
Tanda : tingkat kesadaran munurun, kelemahan, pada wajah terjadi
paralisis
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri
karotis terkena
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia
8. Pernafasan
Gejala : merokok (faktor risiko)
Tanda : ketidak mampuan menelan / batuk / hambatan jalan nafas,
timbulnya pernafasan sulit dan / atau tak teratur, suara nafas
terdengar/ronchi (aspirasi sekresi)
9. Keamanan
Gejala : motorik / sensorik : masalah dengan penglihatan
Tanda : perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tumbuh (stroke
kanan), kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke
kanan), hilangnya kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit,

19
kesulitan dalam menelab tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi sendiri/mandiri.
10. Interaksi sosial
Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor risiko),
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol (faktor risiko)
Tanda : maslah bicara, ketidak mapuan untuk berkomonikasi

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik

2.3.3 Intervensi Keperawatan


1. Defisit perawatan diri; mandi,berpakaian, makan, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan
kebutuhan mandiri klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
a. Klien dapat makan dengan bantuan orang lain / mandiri
b. Klien dapat mandi de-ngan bantuan orang lain
c. Klien dapat memakai pakaian dengan bantuan orang lain / mandiri
d. Klien dapat toileting dengan bantuan alat
Intervensi
a. Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
b. Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam makan, mandi, berpakaian
dan toileting
c. Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa mandiri
d. Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas normal sesuai
kemampuannya
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien

20
2. Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien
mampu mengetahui dan mengontrol resiko
Kriteria hasil :
a. Klien mampu menge-nali tanda dan gejala adanya resiko luka tekan
b. Klien mampu berpartisi-pasi dalam pencegahan resiko luka tekan (masase
sederhana, alih ba-ring, manajemen nutrisi, manajemen tekanan).\
Intevensi
a. Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka tekan, tanda dan gejala
luka tekan, tindakan pencegahan agar tidak terjadi luka tekan)
b. Berikan masase sederhana
1) Ciptakan lingkungan yang nyaman
2) Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
3) Lakukan masase secara teratur
4) Anjurkan klien untuk rileks selama masase
5) Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari kerusakan kapiler
6) Evaluasi respon klien terhadap masase
c. Lakukan alih baring
1) Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
2) Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk mengurangi kekuatan
geseran
3) Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
4) Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki, sakrum, skrotum, siku,
ischium, skapula)
d. Berikan manajemen nutrisi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi
2) Monitor intake nutrisi
3) Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk memelihara ke-
seimbangan nitrogen positif
e. Berikan manajemen tekanan

21
1) Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah
2) Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah
3) Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
4) Monitor aktivitas dan mobilitas klien
5) Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan

2.2.5 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan
dari pelaksanaan adalah mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, memfasilitasi
koping. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi independent (suatu tindakan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk/ perintah dari dokter atau tenaga kesehatan
lainnya). Dependent (suatu tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan
rencana tindakan medis, tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan
medis dilaksanakan) dan interdependent suatu tindakan yang memerlukan kerja sama
dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga social, ahli gizi, fisioterapi dan
dokter. (Nursalam, 2011).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, rencana keperawatan dan
implementasi keperawatan. Tahap evaluasi yang memungkinkan perawat untuk
memonitor yang terjadi selama tahap pengkajian, perencanaan dan implementasi.
(Nursalam, 2011).

2.4 Model Asuhan Keperawatan Orem


Teori orem tentang perawatan diri, kurangnya perawatan dari, system
perawatan berorientasi pada individu.individu (klien) dianggap sebagai penerimaan

22
asuhan kepaerawatan yang utama. Keluarga dipandang sebagai factor syarat dasar
bagi anggota keluarga (klien) atau sebagai kontek utama di mana individu berfungsi.
Perawat juga membantu memberi perawatan yang tidak mandiri (anggota keluarga
dewasa yang merawat individu yang tidak mandiri) dan dalam melaksanakan tugas
ini mereka diaggap sebagai individu dari pada keluarga atau subsistem keluarga
(Orem, 1983; Nursalam, 2016).
Orem tidak mengungkapkan bagaimana konsep teori keluarga dapat di
gabungkan ke dalam model praktik perawatan tersebut. (Tadyah, 1985; Nursalam,
2016) akan tetapi, melaksanakan tugas untuk menguraikan bagaimana struktur,
fungsi dan perkembangan keluarga dapat diartikulasika dengan model dari Orem.
Karena unit analisis membedakan antara dua teori tersebut, artikulasi yang diuraikan
Tadych tersebut bersifat pelengkap meskipun filosofi perawatan diri cukup relevan
dengan keperawatan keluarga, konsep saat ini dari Orem tidak memberikan konsep
mendasar untuk bekerja dengan keluarga sebagai klien. (Chin,1985; Nursalam,
2016). mengatakan bahwa satu alasan mengapa terdapat kekurangan dari
kemampuan penerapan model dari orem pada keluarga sebagai sebuah unit adalah
bahwa syarat-syarat perawatan diri bagi keluarga berbeda dengan untuk individu.
Hal ini tentunya merupakan suatu kemajuan dalam upaya untuk menggunakan
syarat-syarat perawatan diri yang berorientasi pada individu dari Orem untuk
mengkaji keluarga. Upaya-upaya selanjutnya seperti ini sangat diperlukan, sehingga
teori Orem akan lebih bermanfaat untuk bekerja dengan keluarga sebagai klien.

2.5 Konsep Self-Care


Teori keperawatan perawatan mandiri (self care) dikemukakan oleh Dorothea E.
Orem pada tahun 1971 dan dikenal dengan teori defisit perawatan diri (self-care
defisit nursing theory SCDNT) (DeLaune & Ladner 2002). Teori SCDNT sebagai
teori besar yang mempunyai komponen teor yaitu teori self-care, teori self-care
defisit, dan teori nursing system (Alligood &Tomey, 2006). Orem (1985) dalam
Richardson (1992) menyebutkan bahwa :

23
Self-care is the production of actions directed to self or to the environment in order
to regulate ones functioning in the interest of ones life, integrated functioning and
well-being
Dari pernyataan di atas, self-care diartikan sebagai wujud perilaku seseorang
dalam menjaga kehidupan, kesehatan, perkembangan dan kehidupan di sekitarnya
(Baker & Denyes, 2008). Self-care merupakan perilaku yang dipelajari dan
merupakan suatu kebutuhan (DeLaune & Ladner, 2002). Pada konsep self-care, Orem
menitikberatkan bahwa seseorang harus dapat bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan self-care untuk dirinya sendiri dan terlibat dalam pengambilan keputusan
untuk kesehatannya (Alligood & Ladner, 2002). Self-care berkembang seiring dengan
perkembangan kehidupan individu, bergantung pada kebiasaan seseorang,
kepercayaan yang dimiliki, dan budaya, termasuk biopsikososial-spritual (Becker,
Gates & Newsom, 2004; Larsen & Lubkin, 2009).
Self-care dalam konteks pasien dengan penyakit kronis merupakan hal yang
kompleks, dan sangat dibutuhkan untuk keberhasilan manajemen serta kontrol dari
penyakit kronis tersebut (Larsen & Lubkin, 2009). Self-care dapat digunakan sebagai
teknik pemecahan masalah dalam kaitannya dengan kemampuan koping dan kondisi
tertekan akibat penyakit kanker. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa
self-care meningkatkan kualitas hidup dengan menurunkan nyeri, kecemasan dan
keletihan; meningkatkan keputusan pasien, serta menurunkan penggunaan tempat
pelayanan kesehatan dengan menurunkan jumlah kunjungan ke dokter, kunjungan
rumah, penggunaan obat dan lama rawat inap di rumah sakit.

2.6 Konsep Self-Care Agency


Self-care agency adalah kemampuan atau kekuatan yang dimiliki oleh seorang
individu untuk mengidentifikasi, menetapkan, mengambil keputusan dan
melaksanakan self-care (Alligood & Tomey, 2006; Taylor & Renpenning, 2011).
Orem mengidentifikasi sepuluh faktor dasar yang mempengaruhi self-care agency
(basic conditioning factor) yaitu usia, gender, tahap perkembangan, tingkat
kesehatan, pola hidup, sistem pelayanan kesehatan, sistem keluarga dan lingkungan

24
eksternal (Alligood & Tomey, 2006).
Perawat harus bisa mengidentifikasi self-care therapeutic demand dan
perkembangan serta tingkat self-care agency dari seorang individu karena self-care
therapeutic demand dan self-care agency berubah secara dinamis (Parker, 2001).
Ketidakseimbangan antara self-care demand dengan self-care agency berdampak self-
care deficit pada seorang individu. Interaksi antara perawat dengan klien akan dapat
terjadi jika klien mengalami self-care deficit, di sinilah muncul suatu nursing agency
(DeLaune & Ladner, 2002).

Conceptual Framework of orems theory

R
Self Care R

Condi tioning Factors


Condi tioning Factors

R
Self Care Self - Care
Agency < Demands
Deficit

R R
Nursing
Agency

Gambar 2.1
Konsep Self-Care (Alligood & Tomey, 2006)

25
Contoh Kerangka Konsep Berbasis Self-care (Orem) Self-Care Agency
(Kemandirian Orem) Penerapan pada Lansia yang menderita Stroke dengan
menggunaan pendekatan Teori Self Care Model

Self Cares

Faktor dasar/ predisposisi Self Cares


Self Cares Agency Meningkat
(Predispioning factor Demans

- Pengetahuan
Pengetahuan
Self care
- Sikap
- Keyakinan Defisit

- Pendidikan
- Pekerjaan Nursing
Agency
Faktor pemungkin
Supportive Educative
(Enabling factor) system :
Sarana prasarana/ 1. Guidance
fasilitas pelayanan 2. Teaching
kesehatan

- Jarak dengan pelayanan

Faktor pendorong/penguat
(Rainforcing factor) Meningkatkan kemandirian
Dukungan Keluarga Lansia dalam perawatan diri :
- Kelompok, tenaga kes a. mampu naik turun tempat
tidur
b. Mampu berjalan sendiri
c. Mampu makan dan minum
sendiri
d. Mampu mandi
sendiri/sebagian dengan
bantuan
e. Mampu berpakaian dan
26 berdandan dengan sedikit
bantuan
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Metode penulisan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini, penulis
menggunakan metode deskriptif yang menggambarkan studi kasus. Metode deskriptif
adalah mendiskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa yang dilakukan secara
sistematis dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan. Fenomena
disajikan apa adanya tanpa manipulasi dan penelitian tidak mencoba menganalisis
bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi (Nursalam, 2011).
Studi kasus adalah salah satu pendekatan kualitatif yang mempelajari
fenomena khusus yang terjadi saat ini dalam suatu sistem yang terbatasi (bounded-
system) oleh waktu dan tempat, meski batas-batas antara fenomena dan sistem
tersebut tidak sepenuhnya jelas (Creswell, 2013).
Studi kasus menggunakan teknik sampling purposif untuk pengambilan
datanya.kasus yang di teliti diseleksi berdasarkan karakteristik inklusi yang sudah di
tentukan oleh penelitianya. Beberapa tahap dapat dilakukan penelitian untuk
melakukan penelitian studi kasus (Yin, 2009), antara lain:
a. Menentukan kasus yang akan dipelajari dan berusaha dan berusaha untuk
memberikan pemahaman mendalam dari kasus yang akan diteliti atau
memberi perbandingan yang mendalam dari beberapa kasus yang diteliti
b. Mengidentifikasi kasus yang telah di tetentukan sebelumnya ( seorang
individu, beberapa individu, suatu program, atau suatu peristiwa yang dapat
di identifikasi (Identifiable case) secara jelas, baik dari waktu kejadian,
kemudian mengidentifikasi pula apakah merupakan kasus intrinsik atau kasus
instrumental.

27
c. Melakukan pengumpulan data dengan berbagai cara, baik melalui observasi,
wawancara, dan penelusuran dokumen dan material audiovisual.
d. Melakukan analisis data secara holistik atau melakukan analisa data yang
diletaka pada aspek yang dianggap spesifik dari kasus yang diteliti
e. Melakukan interprestasi, yaitu penelitian melaporkan intisari dari kasus yang
diteliti. Baik kasus intrinsik maumpun kasus instrumental, yang paling
dipentingkan adalah bagaimana tahap ini menghasilkan pembelajaran dari
kasus yang di telit.
Studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan
pada klien yang mengalami Stroke Dengan Masalah Defisit Perawatan Diri Di
Sibuluan Nauli Kec. Pandan Tahun 2017.

3.2 Batasan Istilah


Untuk tidak menimbulkan perbedaan maka harus ada batasan istilah adalah
sebagai berikut: Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan praktik
keperawatan langsung pada klien di berbagai tatanan pelayananan kesehatan
pelaksanaannya berdasarkan kaidah proses keperawatan dan merupakan inti praktik
keparawatan.
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral
pelayanan kesehatan yang berdasarkan ilmu dan dan kiat keperawatan meliputi aspek
biologis, psikologis, sosial, dan spritual yang bersifat kompherensip,ditujukan kepada
individu, keluarga dan masyarakat yang sehat maupun yang sakit mencakup hidup
manusia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Stroke merupakan stroke yang sering terjadi (85%) yang disebabkan adanya
gangguan aliran darah karena sumbatan pembuluh darah otak yang mengakbatkan
adanya hipoperfusi jaringan otak signifikasi secara terminologi stroke iskemia adalah
hilangnya fungsi otak yang disebabkan karena adanya gangguan suplai darah ke
bagian otak tertentu (Firmansyah, 2009).
Seseorang dikatakan lansia apa bila usianya 60tahun ke atas ,baik pria maupun
wanita. Sedangkan Kemenkes RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia lanjut

28
usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia
lanjut dimulai dari usia 60 tahun ( Kushariyadi, 2010; Indriana, 2012; Wallnce,2012).
Berdasarkan defenisi di atas, kata kunci dari batasan istilah adalah lansia dengan
penyakit stroke.
3.3 Partisipan
Cara pengambilan partisipan pada penelitian ini diarahkan pada jumlah tetapi
berdasarkan pada asas kesesuaian dan cakupan sampai mencampai saturasi data yang
telah ditentukan dan berdasarkan teori-teori atau konstruk operasional sesuai dengan
tujuan peneliti. Hal ini dilakukan agar partsipan benar-benar dapat mewakili terhadap
fenomena yang telah diteliti (Poerwandari, 2005)
Pada penelitian kulitatif membutuhkan partisipan untuk berbagi pengalaman
atau persepsi sesuai dengan masalah penelitian yang merupakan bagian dari populasi
yang dipilih. Fokus penelitian kualitatif adalah pada kedalaman dan poroses sehingga
pada penelitian ini hanya melibatkan jumlah partisipan yang sedikit sebanyak 2
partisipan. Jumalah sampel yang relatif kecil pada umumnya digunakan pada suatu
penelitian kualitatif untuk lebih memberikan perhatian pada kedalaman penghayatan
subjek (Poerwandari, 2005)
Partisipan dalam penelitian adalah dua klien yang mengalami Stroke Di
Sibuluan Nauli Kec. Pandan dan merupakan klien yang bermasalah dengan Defisit
Perawatan Diri.

3.4 Lokasi dan Waktu


Rencana studi kasus ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2017 Di Sibuluan
Nauli Kec. Pandan. Adapun penelitian ini dilakukan selama dua minggu.

3.5 Pengumpulan Data


Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, menggunakan metode deskriptif.
Menurut Notoatmodjo (2010) metode deskriptif yaitu memberikan gambaran
kegiatan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien Stroke , guna menunjang
kelengkapan karya tulis ilmiah ini, menggunakan tehnik sebagai berikut:

29
a. Observasi partisipasi yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap pasien
untuk mengetahui keadaan pasien dan ikut memberikan asuhan keperawatan
untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh pasien.
b. Wawancara yaitu mengadakan tanya jawab langsung pada pasien, keluarga dan
perawat , serta tim kesehatan lainya mengenai masalah yang berhubungan dengan
penyakit klien.
c. Pemeriksaan Fisik yaitu pemeriksaan melakukan pemeriksaan pada tubuh pasien
dengan head to too.

3.6 Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data dilakukan dengan penelitian tersebut untuk dipercaya
(trustworthy atau worth to trust). Meskipun penelitian kualitatif sering dianggap
bersigat subjektif, namun seperti halnya penelitian kuantitatif perlu
mempertimbangkan validitas data. Perbandingan validitas penelitian antara penelitian
kualitatif dan kuantitatif adalah sebagai berikut:
1) Kredibilitas (credibility)
Apakah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau diperccaya. Kredibilitas
merupakan kriteri untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi
yang dikumpulka. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua
pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.
2) Transferabilitas ( transferability)
Apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang lain. Kriteria ini
digunakan untuk memenuhi kriteria bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalm
konteks (settin) tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki tipologi
yang sama.
3) Dependability ( dependability)
Apakah penelitian mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan
dalam data, membentuk, dan menggunakan konsep konsep ketika membuat
interprestasi untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunaka untuk
menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak, dengan mengecek:

30
apakah peneliti sudah cukup hati- hati, pakah membuat kesalahan daalm
mengkonseptualisasikan rencana penelitiannya, pengumpulan data, dan
pengintepretasiannya.
4) Konfirmabilitas (confirmability)
Apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian
sesuia dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan.
Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian orang dengan yang
tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar dapat
lebih objektif. Konfirmabilitass merupakan kriteri untuk menilai mutu tidaknya
hasil penelitian. Jika dependabilitas digunakan untuk menilai kualitas dari proses
yang ditempuhkan oleh peneliti, maka konfirmabilitas untuk menilai kualitas
hasil penelitian. Contoh: Keabsahan data, adalah penelitian dengan judul:
pengalaman perempuan yang mengalami kegagalan dalam pengobatan
infertilitas di RS margono soekardjo purwokerto (Anggraini, 2009).
Pada studi kualitatif, melakukan vertifikasi/ konfirmasi data kepada partisipan
merupakan salah satu cara untuk memvalidasi dan memperoleh keabsahan data
(trustworthiness).Menurut Guba dan Lincoln (1994 dalam Streubert dan
Carpenter, 1999) terdapat empat kriteria untuk memperoleh keabsahan data
dalam studi kualitatif yaitu dengan derajat kepercayaan (dependabiliyt), dan
kepastian (confirmability).

3.7 Analisa Data


Analisis data menurut Patton (Moleong, 2000: 103) merupakan
prosesmmengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
kategorisasi, dan satuan uraian dasar. Menurut Bogdan dan Biklen (Moleong,2007)
analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesisnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa
yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan pada orang lain.

31
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalahmengacu pada
konsep Milles & Huberman (1992: 20) yaitu interactive modelyang
mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah, yaitu :

1. Reduksi data (Data Reduction )


Reduksi data yaitu suatu proses pemilahan, pemusatan perhatian
padapenyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data yang berupa
hasilwawancara terhadap kedua subjek..
2. Penyajian data ( Display Data )
Data ini tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinanadanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Adapun bentuk yang lazim
digunakan pada data kualitatif terdahulu adalah dalam bentuk teks naratif.
3. Penarikan kesimpulan (Verifikasi )
Dalam penelitian ini akan diungkap mengenai makna dari data yangdikumpulkan.
Dari data tersebut akan diperoleh kesimpulan yang tentatif, kabur, kaku dan
meragukan, sehingga kesimpulan tersebut perlu diverifikasi. Verifikasi dilakukan
dengan melihat kembali reduksi data maupun display data sehingga kesimpulan
yang diambil tidak menyimpang.

3.8 Etika Penelitian


Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penelitian
Akademi Keperawatan pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah
1. Informed Consent
Lembar persetujuan menjadi responden diberikan kepada subjek penelitian dan
peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden tentang topik yang
diangkat oleh peneliti. Jika responden bersedia, responden harus menandatangani
lembar persetujuan tersebut.
2. Anonymity

32
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidakmencantumkan nama
responden pada lembar pengumpulandata, cukup memberikan kode-kode pada
setiap lembarkuesioner yang telah diisi oleh responden.

3. Confidentiality
Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden. Penyajia
data hasil penelitian hanya disajikan dalam forum akademik.
4. Beneficiency dan non maleficiency
Dalam penelitian ini, peneliti lebih mengutamakan memberikanmanfaat kepada
responden dan tidak menyebabkan kerugian kepada responden. Perlakuan di
semua proses penelitian inibertujuan untuk memberikan manfaat untuk ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan penatalaksanaan penyakit Stroke.

33

Anda mungkin juga menyukai