PENDAHULUAN
Dari data update terbaru who penyakit kardio vaskuler (CVDs) adalah penyebab utama
penyebab kematian secara global. Diperkirakan 17,9 % juta orang meninggal karena CVD
pada 2019, mewakili 32% dari semua kematian global. Dari kematian tersebut, 85%
disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Lebih dari tiga perempat kematian akibat dari
penyakit kardio vaskuler, terjadi di negara negara berpenghasilan rendah dan
menengahsebagian besar penyakit kardio vaskuler dapat dicegah dengan mengatasi faktor
resiko prilaku seperti penggunaan tembakau diet dan obesitas yang tidak sehat, kurangnya
aktifitas fisik dan penggunaan alkohol yang berbahaya. (who june 2021).
Berdasarkan data (Kementrian Kesehatan Repunlik Indonesia, 2014) tiap tahun lebih dari
17,3 juta kematian disebabkan karena penyakit kardiovaskuler, dan yang paling tinggi
penyakit stroke dan jantung koroner. Jika melihat tren saat ini, diperkirakan akan terus
meningkat hingga mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030. Secara umum, prevalensi
gejala stroke di Indonesia 12,1 per 1000. Artinya, ada lebih 12 orang Indonesia yang tercatat
menderita stroke per 1000 penduduk. Angka itu naik dibandingkan tahun 2007 yang hanya
sebesar 8,3. Tidak heran jika Indonesia menduduki peringkat pertama dengan penderita
stroke terbanyak di Dunia. Stroke adalah suatu kondisi karena adanya gangguan peredaran
darah pada otak yang menyebabkan kematian jaringan otak serta seseorang mengalami
kelumpuhan atau kematian. (Kementrian Kesehatan Repunlik Indonesia, 2014)
Stroke adalah kerusakan pada otak yang muncul mendadak, progresif, dan cepat akibat
gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan tersebut secara mendadak
menimbulkan gejala antara lain kelumpuhan sesisi wajah atau anggota badan, bicara tidak
lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lainlain.
Dikawasan Asia Tenggara terdapat 4,4 juta orang mengalami stroke. Diikuti prevalensi
Stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter mengalami kenaikan dari tahun 2013 yaitu
7% hingga 2018 sebesar 10.9%. artinya pravelensi mengalami kenaikan sebesar 3.9%
terhitung dari tahun 2013 hingga 2018. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis dokter
tertinggi di Kalimantan timur (14,7%), di ikuti DI Yogyakarta (14,5%), Sulawesi utara
1
( 14,2%), sedangkan untuk provinsi lampung prevalensi stroke yang terjadi mengalami
kenaikan dari 3,7% menjadi 8,2% (Riskesdas, 2018).
Berdasarkan masalah keperawatan pada pasien penderita SNH, maka rumusan masalah
yang diajukan dalam kasus penelitian ini yaitu : Bagaimanakah proses Asuhan
Keperawatan Pada Pasien SNH Dengan inovasi rom pasif terhadap peningkatan kekuatan
otot tahun 2022 ?
1.3 Tujuan
a. Tujuan umum
Mampu memberikan Asuhan Keperawata Pada Pasien Stroke non hemoragik (SNH)
Dengan Inovasi (ROM) Range of motion pasif Terhadap Peningkatann kekuatan otot
Di RSUD A. DADI TJOKRO DIPO Bandar lampung Tahun 2022
b. Tujuan khusus
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien SNH Dengan Inovasi
ROM Pasif Terhadap peningkatan kekuatan otot, diharapkan penulis mampu :
1. Melakukan pengkajian keperawatan dengan penderita SNH di Ruang syaraf RSUD
tjokro dipo
2. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan penderita SNH di Ruang Syaraf
RSUD Tjokro dipo
3. Menentukan rencana tindakan keperawatan yang dilakukan kepada penderita SNH
di Ruang Syaraf RSUD Tjokro dipo
4. Melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada penderita SNH di Ruang
Syaraf RSUD Tjokro dipo
5. Melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan kepada penderita
SNH di Ruang Syaraf RSUD Tjokro dipo
6. Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan kepada
penderita SNH di Ruang Syaraf RSUD Tjokro dipo.
2
1.4 Manfaat
A. Teoritis
Karya Ilmiah Akhir sebagai sarana untuk meningkatkan pengethuan dalam melakukan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien SNH Dengan Inovasi rom pasif Terhadap
peningkatan kekuatan otot
B. Praktis
a. Penulis
Memberikan masukan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan tindakan
keperawatan pada pasien SNH dengan manajemen non farmakologis seperti rom
pasif
b. Pendidikan
Memberikan masukan bagi tenaga pendidikan dalam program belajar mengajar,
selain berfokus pada manajemen farmakologi juga melaksanakan tindakan
manajemen nonfarmakologi selama perawatan pasien.
c. Pasien
Dapat menambah pengetahuan pasien tentang tindakan mandiri yang dapat
dilakukan secara kontinyu dalam mengatasi masalah yang diderita khusunya
pada penderita SNH
d. Klien mendapatkan pelayanan asuhan keperawatan secara komprehensif
3
BAB II
TINJAUAN FUSTAKA
2.1.1 Definisi
Stroke merupakan kerusakan sistem saraf pusat sehingga peredaran darah menuju
otak berkurang. Disebabkan tersumbatnya aliran darahdi otak beserta pecahnya
pembuluh darah otak. Kurangnya peredaran darah yang menuju otak mengakibatkan
terjadi kerusakan sebagian dari daerah otak sehingga menyebabkan gejala misalnya
kelumpuhan atau kelemahan sebagian tubuh secara mendadak, sulit berbicara, wajah
tidak simetris, sulit menelan dan gangguan keseimbangan. Kerusakan daerah otak yang
semakin luas akan semakin banyak pula gejala yang akan dialami pasien. (Dharma,
2018).
Stroke atau yang dikenal juga dengan istilah gangguan peredaran darah otak
(GPDO), merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh adanya gangguan aliran darah
pada salah satu bagian otak yang menimbulkan gangguan fungsional otak berupa defisif
neurologic. Atau kelumpuhan saraf (Dinata et al, 2012).
Stroke adalah gangguan fungsi otak yang timbulnya mendadak, berlangsung selama
24 jam atau lebih, akibat gangguan peredaran darah di otak (Yastroki 2010 dalam sofyan,
2017).
4
2.1.2 Klasifikasi
a.Stroke Hemoragik
Merupakan jenis stroke yang terjadi akibat adanya perdarahan pada otak serebral
atau subarknoid, sehingga terjadi pecah pembuluh darah pada otak. Biasanya terjadi
pada saat melakukan aktivitas aktif ataupun saat sedang beristirahat. Pada umumnya
stroke hemoragik akan menyebabkan kesadaran pasien menurun.
5
Penggolongan stroke non hemoragik atau infark menurut Wijaya dan Mariza,
(2013:32) diklasifikasikan sebagai berikut:
1. TIA (Transient Ischemic Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi dalam waktu 24 jam, dimana gejala
ini akan hilang dan timbul dengan spontan.
2. Stroke komplit
Gejala neurologis fokal terus berkembang. Terlihat semakin berat dan memburuk
setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung secara bertahap
hingga menjadi berat.
2.1.3 Etiologi
1.Trombosis serebri
2.Emboli serebri
3.Hemoragi
2.1.4 patofisiologi
Otak adalah organ dari tubuh yang tidak dapat memproduksi oksigen sendiri.
Kekurangan oksigen dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kematian
sel dan jaringan. Stroke akan sangat meluas saat serangan pertama terjadi ini dapat
memicu terjadinya peningkatan tekanan intra kranial (TIA) selain itu ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan serangan strke menjadi parah yaitu faktor hipertensi.
(Wijaya dan Mariza, 2013).
6
2.1.5 Patway
Gambar 2.1
Patway stroke
↓ ↓
Peningkatan Trombus/emboli
↓ ↓
↓ ↓ ↓
pola nafas tidak efektif hemifarase plegi kiri Hemiparese/ plegi kanan
area groccs
Gangguan
komunikasi verbal
kurang pengetahuan
7
2.1.6 Pemeriksaan penunjang
1. CT atau MRI Menentukan lokasi, jenis stroke iskemik atau hemoragik dan
komplikasi stroke baik itu edema, massa, hidrosefalus.
2. USG Doppler Mengevaluasi stenosis ataupun oklusi arteri karotis dan vertebralis
pada leher.
3. MRA dan CTA Mengidentifikasi penyakit oklusif berat arteri ekstrakranial dan
arteri besar intrakranial selain itu bisa mengidentifikasi aneurisma pada pasien
predisposisi.
4. Angiografi Serebral Mencari kelainan vaskular yang diakibatkan perdarahan otak
5. Fungsi LumbalMendiagnosis perdarahan subarachnoid ketika CT atau MRI negatif.
6. Elektrokardiografi Mengetahui adanya iskemik atau infark miokard,aritmia dan
pembesaran ruang sehingga menunjukkan kardiomiopati atau penyakit katup
jantung.
7. Ekokardiogram Mengevaluasi sifat dan luasnya penyakit miokard atau valvular saat
emboli kardiogenik dicurigai sebagai penyebab stroke.
8. Monitoring Holter Mengetahui adanya aritmia paroksismal saat diduga menjadi
penyebab emboli kardiogenik.
9. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap, untuk mendeteksi kemungkinan mengalami
abnormalitas darah yang menjadi penyebab potensial stroke.
b. Pemeriksaan kimia darah, untuk menganalisa glukosa serum akibat terjadinya
hiperglikemia dan hipoglikemia.
2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan stroke dibagi tiga, yaitu :
1. Penatalaksanaan umum
a. Posisikan bagian kepala dan tubuh atas 20 sampai 30 derajat, posisikan lateral
dekubitus jika ada muntah. Mulai melakukan mobilisasi secara bertahap bila
hemodinamika sudah normal.
b. Buka jalan nafas dan mengusahakan sirkulasi udara adekuat jika butuh lakukan
pemberian oksigen 1sampai 2 liter/menit jika sudah mengetahui hitungan
analisagas darah.
8
e. Pertahankan temperature badan dibatas normal.
2. Penatalaksanaan medis
a. Fibrion
b.Antiplateletatau Fibrinolitik
c.Antikoagulan (heparin)d
3. Penatalaksanaan khusus
d. Penatalaksanaan penyebabnya
2.1.8 Komplikasi
Menurut (A, 2011) komplikasi yang terjadi pada penderita stroke, yaitu :
1. Kejang
2. Nyeri kepala
9
3. Hiccup/ cegukan
6. Emboli pulmonal
7. Abnormalitas jantung
12. Dehidrasi
13. Hiponatremi
14. Hiperglikemia
15. Hipoglikemia
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas
dan evaluasi status kesehatan klien. (Tarwoto,2013). Hal-hal yang perlu dikaji antara
lain:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan
tingkat kesadaran.
10
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakatserta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
1). KesadaranBiasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran pasien
mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang (samnolen),pasien acuh tak acuh
terhadap lingkungan (apati), mengantuk yang dalam (sopor), spoor coma,
hingga penrunn kesadaran (coma), dengan GCS < 12 pada awal terserang
stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran
letargi dan compos mentis dengan GCS 13-15.
11
c. Pernafasan Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami gangguan
bersihan jalan napas
d. Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien denganstroke non hemoragik
3). Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stroke non hemoragik
4). Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminus) :
biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, pasien akan menutup kelopak mata.
Sedangkan pada nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengerutkan dahi, mengerutkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipitidak simetris kiri dan kanan tergantung
lokasi lemah dan saat diminta mengunyah, pasien kesulitan untuk mengunyah.
5). Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak
mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus): biasanya luas
pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotorius): biasanya diameter
pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebral dan reflek kedip
dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata. Nervus IV (troklearis): biasanya
pasiendapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI
(abdusen): biasanya hasil yang di dapat pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke kiri dan kanan.
6). Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I (olfaktorius): kadang ada yang bisa
menyebutkan bauyang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda danpada nervus
VIII (vetibulokoklearis): biasanya pada pasoien yang tidak lemah anggota gerak
atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan –hidung.
12
dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan, namun artikulasi kurang jelas saat
bicara.
8). Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari
dariperawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara dan keras dengan artikulasi yang jelas.
9). Leher
Pada pemeriksaan nervu X (vagus): biasanya pasien stroke non hemoragik
mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk biasanya (+) dan
bludzensky 1 (+).
10). Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal sonor
Auskultasi : biasanya suara normal vesikuler
11). Jantung
Inspeksi : biasanya iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya iktus kordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanyasuara vesikuler
12). Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengarPada pemeriksaan reflek
dinnding perut, pada saat perut pasien digores, biasanya pasien tidak merasakan
apa-apa.
13). Ekstremita
A. Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra atau sinistra. Capillary Refill Time
(CRT) biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius): biasanyapasien stroke non hemoragik tidak dapat melawan
tahananpada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi
maupun ekstensi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek
Hoffman tromner biasanya jari tidak mengembang ketika di beri reflek
( reflek Hoffman tromner (+)).
13
B. Bawah
i. Sirkulasi
1. Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipertensi postural.
2. Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme atau
malformasi vaskuuler, frekuensi nadi bervariasi dan disritmia.
j. Integritas Ego
1. Gejala : Perasaan tidak berdaya dan perasaan putus asa.
2. Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulitan untuk mengekspresikan diri.
k. Eliminasi
1. Gejala : terjadi perubahan pola berkemih.
2. Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
m. Neurosensori
14
1. Gejala : sakit kepala, kelemahan atau kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, pengelihatan menurun, gangguan rasa pengecapan
dan penciuman.
2. Tanda : status mental atau tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap
awal hemoragik, gangguan fungsi kongnitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia,
ukuran atau reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
o. Pernapasan
1. Gejala : merokok
2. Tanda : ketidakmampuan menelan atau batuk , hambatan jalan napas, timbulnya
pernapasan sulit dan suara nafas terdengar ronchi.
p. Keamanan
Tanda : masalahdengan pengelihatan, perubahan sensori persepsi terhadap orientasi
tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespon, terhadap panas dan
dingin, kesulitan dalam menelan
15
2.2.3 Intervensi
Tabel 2.1
Rencana kepeeawatan
16
neuromuscular meningkat dalam melakukan
2. Kekuatan otot meningkat pergerakkan
3. Rentang gerak (ROM) 3. Monitor keadaan umum
meningkat selama melakukan
4. Kelemahan fisik mobilisasi
menurun 4. Libatkan keluarga untuk
membantu klien dalam
meningkatkan
pergerakan
5. Anjurkan untuk
melakukan pergerakan
secaraperlahan
6. Ajarkan mobilisasi
sederhana yg bisa
dilakukan seperti duduk
ditempat tidur, miring
kanan/kiri, dan latihan
rentang gerak (ROM).
17
analgetik
18
bahasa isyarat/ gerakan
tubuh)
5. Anjurka klien untuk
bicara secara perlahan
2.2.4 Implementasi
2.2.5 Evaluasi
a. prngertian
Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada
salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu: sagital, frontal, dan transfersal. Potongan sagital
adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian
kiri dan kanan, potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh
menjadi bagian depan dan belakang. Potongan transversal adalah garis horisontal yang
membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah. Mobilisasi sendi disetiap potongan
dibatasi oleh ligamen, otot, dan kontruksi sendi (Stanley & Beare, 2007).
19
sendi dari seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara
aktif (potter & perry 2010)
1.Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan suatu
pergerakan
20
Adapun manfaat rom (range of motion) menurut potter & perry 2010) yaitu
1. menentukan nilai dan kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan.
2. Megkaji tulang sendi dan otot
3. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
4. Memperlancar sirkulasi darah
5. Memperbaiki tonus otot
6. Meningkatkan mobilisasi sendi
7. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.
8.
1. Pegang jari-jari tangan pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang
pergelangan.
2. Bengkokkan (tekuk/ fleksikan) jari-jari ke bawah.
3. Luruskan jari-jari (ekstensikan) kemudian dorong ke belakang (hiperekstensikan).
4. Gerakkan ke samping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
5. Kembalikan ke posisi awal.
21
g. Indikasi dan sasaran rom
Menurut ( poter & perry 2010 ) indikasi dan sasaran rom adalah
a. Rom aktif
Indikasi :
1. Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan menggerakan
ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak
2. Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakan
persendian sepenhnya digunakan A-AROM ( Active-Assistive ROM, adalah jenis
rom aktif yang mana bantuan diberikan melalui gaya dari luar apakah secara
manual atau mekanik, karena otot penggerak primer memerlukan bantuan
untukmenyelesaikan gerakan).
3. Rom aktive dapat digunakan untuk program latihan aerobik.
4. Rom aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan dibawah
daerah yang tidak dapat bergerak.
Sasaran :
1. Apabila tidak terdapat implamasi dan kontraindikasi sasaran rom aktif serupa
dengan rom pasife.
2. Keuntungan dari fidiologis kontraksi otot aktif dan pembelajaran gerak dari
kontrol gerak volunter.
3. Sasaran sfesifik
a. Memelihara elastisistas dan kontraktifitas fisiologis otot yang terlibat
b. Memberikan umpan balik sensorik dari otot yang berkontraksi
c. Memberikan rangsangan untuk tulang dan integritas jaringan persendian
d. Meningkatkan sirkulasi
e. Mengembangkan koordinasi dan ketermampilan motorik
b. Rom fasip
Indikasi :
1. Pada daerah terdapat implamasi jaringan akut yang apabila dilakukan pergerakan
aktif akan menghambat proses penyembuhan.
2. Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif pada ruas
atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bedres total
Sasaran :
1. Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat
2. Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur
3. Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot
4. Membantu kelancaran sirkulasi
5. Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta difusi
persendian
6. Menurunkan atau mencegah rasanyeri
7. Membantu proses pennyembuhan pasca cedera dan operasi
22
8. Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien.
h. Konta indikasi dan hal-hal yang harus di waspadai pada latihan ROM
Konta indikasi dan hal-hal yang harus di waspadai pada latihan ROM menurut (potter &
perry 2010) adalah:
1. Latihan rom tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses
penyembuhan cidera
2. Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas bataas gerakan yang bebas
nyeri selama pase awal penyembuhan akan memperlihatkan manfaat terhadap
penyembuhan dan pemulihan
3. Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah, termasuk
meningkatnya rasanyeri dan peradangan
4. Rom tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya membahayakan ( life
treatening ).
5. Rom dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar sedangkan Arom pada sendi
angkel dan kaki untuk meminimalisasi ponous stasis dan pembentukan trombus
6. Pada keadaan setelah infak miokard, operasi arteri koronaria , dan lain lain Arom
pada ekstrimitas atas masih dapat diberikan dalam perawatan yang ketat
7. Membantu sirkulasi.
Tabel 2.2 pergerakan Rom pada persendian dan nilai rentang gerak
23
Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi Rentang 180⁰
disamping tubuh kedepan ke
posisi diatas kepala
Hiperektensi Menggerakan lengan kebelakang Rentang 40-45⁰
tubuh siku tetap lurus
24
Hiperektensi Membawa permukaan tangan Rentang 80-90⁰
dorsal kebelakang sejauh
mungkin
Abduksi Menekuk pergelangan tangan Rentang 30⁰
miring ke ibu jari
25
Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai ke Rentang 90⁰
arah tungkai lain
10. Mata kaki Dorsafleksi Menggerakan kaki sehingga jari- Rentang 20-30⁰
jari kaki menekuk keatas
12. Jari-jari kaki Fleksi Menekukkan jari jari kebawah Rentang 30-60⁰
1. Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
2. Pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
3. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada atau ke bagian atas
tubuh pasien.
4. Kembalikan ke posisi awal.
5. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak kaki diarahkan ke
bawah.
26
1. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan kita (pelaksana) dan pegang
pergelangan kaki pasien dengan tangan satunya.
2. Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
3. Kembalikan ke posisi semula.
4. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
5. Kembalikan ke posisi awal.
1. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan
yang lain.
3. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada pasien sejauh mungkin dan semampu pasien.
27
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
a. Identitas Pasien
Nama : Tn.J
Umur : 38 Th
Agama : Islam
Pendidikan : -
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny.Y
Umur : 39 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : wiraswasta
a. Riwayat kesehatan
a) keluhan utama
28
b) Alasan Mask RS
Pasien datang dengan keluhan lemah anggota gerak sebelah kanan kurang lebih 2
jam sebelum masuk rumah sakit, lemah tiba-tiba saat sehabis sholat subuh, pasien
muntah 2x, pingsan (-), kejang (-).
Mengatakan memiliki riwayat hipertensi sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu,
klen juga memiliki riwayat gastritis /mag sejak 1th lalu.
b. Pernah dirawat
Mengatakan sebelumnya tidak pernah di rawat ke rumah sakit, biasanya jika
pusing hanya membeli obat warung.
Genogram
29
Keterangan
: Laki -laki
: Perempuan
: Meninggal
: Kllen
: Tinggal serumah
:Hubungan darah
4. Riwayat kebiasaan
Keluarga mengatakan klien sering merokok disertai mengopi, serta saat muda klien
sering minum-minuman keras atau yang mengandung alkohol, tetapi klien tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan terlarang,
5. Riwayat alergi
Mengatakan klien tidak memiliki riwayat alergi makanan ataupun obat obatan
6. riwayat kesehatan lain
Mengatakan klien memiliki riwayat hiperteensi sejak 5 tahun yang lalu
pola interaksi klen dan keluarga tampak baik, klen tampak berinteraksi dengan istri dan
kedua anak anaknya, dan klen tampak beribadah (sholat) di tempat tidur dan berdoa
setelahnya.
1. Pola Nutrisi
Sebelum sakit :
3x sehari porsi habis dan jenis minuman klien yaitu air putih
Saat sakit :
Mengatakan belum makan saat di rs,nafsu makan turun, hanya sedikit minum air mineral/
air putih, klien terpasang infus rl 20 tpm. Mengatakan mual dan perasaan ingin muntah.
30
2. Pola cairan dan elektrolit
Sebelum sakit :
Jenis minuman yang klien konsumsi yaitu berupa air putih susu dan kopi 1 gelas dalam
satu hari. Klien mengkonsumsi air mineral ± 6-7 gelas perhari.
Saat sakit :
mengatakan semenjak sakit produksi kebutuhan cairan menjadi berkurang, hanya minum
air putih sedikit kurang lebih setengah gelas.
3. Pola eleminasi
Sebelum sakit :
BAK : Mengatakan produksi output urine 3-4x dalam sehari, dengan kualitas urine
berwarna kuning jernih, tidak pernah mengalami perdarahan, bau khas urine.
BAB : Mengatakan klien BAB 1x dalam sehari,
dengan konsistensi lunak, bau khas, warna feses tergantung
dengan apa yang di makan.
Saat sakit :
BAK : Mengatakan selama sakit klen terpasang katete.
BAB : Mengatakan saat di rumah sakit klien belum pernah bab.
4. Pola tidur
Sebelum sakit :
Mengatakan saat dirumah klien tidur siang selama 2 jam dari jam 13.00-15.00, tidur
malam selama 8 jammulai dari jam 21.00 sampai jam 06.00.
Saat sakit :
Pada saat dirumah sakit, klien mengatakan tidur siang selama 1 jam, jam 12.00 sampai jam
13.00, tidur malam selama 9 jam mulai dari jam 20.00-05.00.
5. Pola hygiene
Sebelum sakit :
Klien mandi 2x dalam sehari, klien mengatakan jika setiap mandi klien selalu berkeramas,
kebersihan rambut terjaga, serta klien mengatakan jika memotong kuku setiap 1minggu
sekali.
Saat sakit :
Mengatakan saat sakit klien haya di washlap oleh istrinya untuk menjaga kebersihannya,
daan saat di rumah sakit klien belu melakukan kebersihan mulut.
6. Pola aktivitas
Sebelum sakit :
Mengatakan biasanya klien bekerja dari pagi sampai siang dan istirahat setelahnya.
Saat sakit :
31
Selama sakit klien hanya terdiam diri tempat tidur karena merasa tidak berdaya yang
disebabkan oleh sakitnya, klien juga mengatakan semua aktifitas dibantu oleh
keluarganya, seperti makan minum, toileting dll
c. Kondisi Psikososial
1. Pola interaksi klien dengan keluarga baik begitupun dengan sekitarnya
2. Pola pertahanan keluarga : Klg Mengatakan jika menggunakan BPJS mandiri untuk
merawat anaknya di RS.
3. Pengetahuan keluarga : klien mengatakan bingung, cemas kurang mengetahui mengenai
sakit yg dialaminya, pencegahan yang dilakukan kluarga klien terhadap klien yaitu
langsung membawanya untuk menjalani perawatan di RS.
1. Sistem penglihatan
32
2. Sistem pendengaran
d) Kondisi telinga
-Kebersihan : Bersih
3. Sistem pernafasan
4. Sistem kardiovaskulaer
a) Nadi : 98x/menit
b) Temperatur kulit : Panas
c) CRT : < 2’
d) Odema : Tidak ada tanda odema
5. Sistem persyarafan
a) GCS score : E 4 V 5 M 5
b) Reaksi pupil : Normal
c) Peningkatan TIK : Tidak ada
d) Reflek fiologis patologi: Norma
33
6. Sistem pencernaan
a) Keadaan mulut : Mukosa mulut kering, bibir normal, keadaan gigi bersih
b) Kemampuan menelan : Baik
c) Mual – muntah : Iya
7. Sistem integumen
a) Keadaan rambut : Bersih, tidak rontok
b) Karakteristik kuku : Normal
c) Keadaan kulit
-Turgor kulit : Elastis
- Warna kulit : Sawo matang
- Luka/stoma/lesi : Terdapat bintik merah
- Kebersihan kulit : Bersih
8. Sistem muskuloskeletal
a) Kesulitan pergerakan : ekstrimitas kanan lemah
b) Sakit dada – sendi : Tidak ada
c) Fraktur : Tidak ada
d) Kontraktur : Tidak ada
e) Kelainan tulang : Tidak ada
f) Kelainan sendi : Tidak ada
g) Kekuatan otot : 5 1
5 1
9. Sistem imunologik
Tidak ada tanda gejala pembesaran getah bening maupun
kelenjar tiroid.
a. Laboratorium
34
-Mchc : 34,6 (32-36 g/dl)
-Mpv : 9 fl (6,5-12fl)
b. Rontgen
3.5 Farmakoterapi
a. Data Subjektif
Mengatakan lemah anggota gerak sebelah kanan sejak sehabis sholat subuh
Mengatakan semua aktifitas dibantu oleh keluarga seperti makan minum toileting
dll
Klg mengatakan klen muntah 2x
Mengatakan mual dan perasaan ingin muntah
Mengatakn nafsu makan berkurang
Mengtakan saat di rumah sakit klien belum makan
Mengatakan aktifitas hanya di tempat tidur
Klg mengatakan klien tidak ingin makan meski sudah di coba untuk
menyuapinya
35
b. Data Objektif
TD : 169/99 mmhg
N : 99x/menit
S : 36,3⁰C
RR : 20x/menit
Spo2 : 99%
Ku : lemah
Klien tampak lemah
Klien tampak lemas
Aktifitas klien dibantu keluaganya
Ekstrimitas kanan tampak sulit di gerakan
Kekuatan otot 5 1
5 1
Tabel 3.1
Analisa data
Do:
Ku : lemah
Klien tampak lemas
Aktifitas klien dibantu keluaganya
Ekstrimitas kanan tampak sulit di gerakan
Kekuatan otot
5 1
5 1
36
•Mengatakan lemah anggota gerak sebelah Serebral Tidak
kanan sejak sehabis sholat subuh Efektif
Do:
• TD : 169/99 mmhg
• N : 99x/menit
• S : 36,3⁰C
• RR : 20x/menit
• Spo2 : 99%
• Ku : lemah
37
Tabel 3.2
38
menyediakan
lingkungan yang
tenang
6. Berikan posisi semi
fowler
7. Pertahankan suhu
tubuh normal
Tabel 3.3
39
yg bisa dilakukan
seperti duduk ditempat
tidur, miring
kanan/kiri, dan latihan
rentang gerak (ROM).
41
ketidakmampuan makanan O:
menelan 3. Memberikan Klen tampak lemas
makanan makananketika masih A:
hangat Masalah sedang diatasi
4. Mengajarkan diit P:
sesuai yang Lanjutkan intervensi
diprogramkan
5. Mengkolaborasi
dengan ahli gizi dalam
pemberian diit yang
tepat
42
dengan 2. Memonitor tanda O:
Embolisme gejala peningkatan -Ku: Lemah
tekananintrakranial - TD : 169/99 mmhg
(TIK) -N : 99x/menit
3. Memonitor status -S : 36,3⁰C
pernafasan pasien -RR : 20x/menit
4. Memonitor intake dan -Spo2 : 99%
output cairan A:
5. Meminimalkan Masalah teratasi
stimulus dengan sebagian
menyediakan P:
lingkungan yang Hentikan intervensi
tenang -pasien pulang
6. Memberikan posisi
semi fowler
7. Mempertahankan suhu
tubuh normal
BAB IV
PEMBAHASAN
43
4.1 Gambaran lokasi penelitian
RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo adalah rumah sakit umum daerah milik Pemerintah
dan merupakan salah satu rumah sakit tipe C yang terletak di wilayah Kota Bandar
Lampung. Rumah sakit ini memberikan pelayanan di bidang kesehatan yang didukung
oleh layanan dokter spesialis serta ditunjang dengan fasilitas medis lainnya. Selain itu
RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo juga sebagai rumah sakit rujukan dari faskes tingkat 1,
seperti puskesmas atau klinik.
RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung sebagai rumah sakit rujukan 28
Puskesmas induk dan 56 Puskesmas Pembantu di Wilayah Kota Bandar Lampung.
A. Pengkajian
44
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan baik saat pasien
pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat dirumah sakit (Widyorini,
2017).
Penyebab dari gangguan mobilitas fisik yakni gangguan neuromuscular. Salah satu
kondisi terkait dengan gangguan mobilitas fisik adalah stroke (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016). Gangguan neuromuscular merupakan kondisi progresif yang
dikarakteristikan dengan degenerasi saraf motorik di bagian korteks, inti batang otak dan
sel kornu anterior pada medulla spinalis sehingga menimbulkan ketidakmampuan sistem
saraf dan otot untuk bekerja sebagaimana mestinya (Sari, Harum et al., 2015).
Stroke non hemoragik di sebabkan oleh faktor peningkatan kolesterol, obesitas dan
merokok (Muttaqin, 2010). Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan
aterosklerosis dan terbentuknya thrombus sehingga aliran darah menjadi lambat untuk
menuju ke otak, kemudian hal itu dapat menyebabkan perfusi otak menurun.
Berdasarkan pengkajian yang telah di lakukan terhadap Tn.J saat dilakukan pengkajian
didapatkan hasil bahwa Tn.J mengalami strok / kelumpuhan bagian kanan sejak sehabis
sholat subuh, terdapat muntah sebanyak 2x dan peningkatan tekanan darah TD: 169/99
mmhg, keluarga mengatakan klen sulit di ajak bicara,keluarga mengatakan semua aktifitas
di bantu oleh keluarga seperti makan minum toileting dll. Kekuatan otot berkurang.
Adapun pengkajian terhadap nutrisi dimana klien memiliki penurunan nafsu makan,
muntah 2x, klen belum makan saat di rumah sakit,tampak porsi makan yang disediakan
rumah sakit utuh, keluarga klien mengatakan klen tidak mau makan meski sudah di coba
untuk di suapi.
B. Diagnosa
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh abdul aziz dan agnes (2018) yang
melakukan penelitian terhadap penderita SNH. Sesuai dengan masalah data subjektif dan
data bjektif yang didapat bahwa penelitian tersebut mengangkat diagnosa keperawatan
seperti gangguan mobilitas fisik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan
diangkat berdasarkan hasil pengkajian yang telah didapat.
Penelitian yang telah dilakukan oleh kiswanto (2021) dimana pada kasus penderita
SNH penelitian tersebut mengangkat diagnosa yang diantaranya sesuai dengan diagnosa
pada kasus Tn.J. dimana diagnosa tersebut yaitu. Gangguan perfusi jaringan serebral.
45
Penelitian yang telah dilakukan oleh kusuma (2018) dimana pada kasus penderita SNH
penelitian tersebut mengangkat diagnosa yang diantaranya sesuai dengan diagnosa pada
kasus Tn.j dimana diagnosa tersebut yaitu defisit nutrisi. Diagnosa tersebut diangkat
berdasarkan hasil pengkajian yang telah di dapat.
Berbeda dengan penelitian terhadap Tn.J hanya satu diagnosa prioritas yang sesuai
dengan diagnosa yang telah diangkat oleh peneliti aziz. Dimana pada kasus Tn.J diagnosa
yang diangkat berdasarkan data yang didapat yaitu, Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuskular, Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif dibuktikan dengan
Embolisme, Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
Menurut analisa penelitian Tn.j muncul diagnosa Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuskular dimana semua aktifitas dibantu oleh keluarga dan
kelemahan otot ditandai dengan nilai kekuatan otot sbb 5 1
5 1
c. Rencana keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan padapengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai iuran (outcome) yang
diharapkan (SDKI DPP PPNI, 2018).
Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk mengulangi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien yang dimana tujuannya untuk mengantisipasi
kemungkinan munculnya kembali masalah dengan menganalisis kondisi lingkungan
internal maupun eksternal yang mengacu pada upaya pencapaian tujuan (Mc Namara,
2013).
Intervensi yang dilakukan pada Tn.j denga tujuan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama. 3x24 jam diharapkan perfusi serebral dapat adekuat/meningkat
46
dengan Kriteria hasil: Tingkat kesadaran meningkat, Tekanan Intra Kranial (TIK)
menurun,Tidak ada tanda tanda pasien gelisah.TTV membaik dengan intervensi
Manajemen Peningkatan tekanan intracranial.Identifikasi penyebab peningkatan tekanan
intrakranial (TIK),Monitor tanda gejala peningkatan tekananintrakranial (TIK), Monitor
status pernafasan pasien, Monitor intake dan output cairan, Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang, Berikan posisi semi fowler, Pertahankan suhu
tubuh normal
3. Defisit nutrisi
Nutrisi merupakan zat yang sangat diperlukan oleh tubuh. Nutrisi sangat
berhubungan erat dengan kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam
tubuh manusia untuk menerima makanan atau bahan dari lingkungan hidupnya yang
digunakan untuk aktivitas penting dalam tubuh serta mengeluarkan sisanya (Jauhari dan
Nasution, 2013).
Dalam riwayat medis kejadian kurangnya nutrisi berhubungan dengan adanya faktor
yang mempengaruhi seperti gizi yang dikaji riwayat alergi, jenis diit, pengobatan yang
sedang dijalani pasien (Mardalena, 2017).
Intervensi yang dilakukan pada Tn.J yaitu dengan tujuan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ststus nutrisi adekuat/membaik dengan kriteria
hasil: Porsi makanihabiskan/meningkat, Berat badan membaik, Frekuensi makan
membaik, Nafsu makan membai, Manajemen Nutrisi dengan intervensi, Identifikasi status
nutrisi, Monitor asupan makanan. Berikan makananketika masih hangat, Ajarkan diit
sesuai yang diprogramkan, Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat
47
fasive dapat meningkatkan kekuatan otot secara perlahan, tetapi tentunya harus
terus menerus di latih sampai kembali seperti biasa.
3. Defisit nutrisi
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada Tn.J bahwa setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 hari nafsu makan klien membaik.
Penderita stroke akan mengalami kehilangan fungsi motorik dan sensorik yang
mengakibatkan hemi paresis, hemiplegia, serta ataksia. Akibat adanya gangguan motorik
pada otak, maka otot akan diistirahatkan sehingga menyebabkan atrofi otot. Atrofi otot
menyebabkan kekakuan otot, sehingga otot yang kaku tersebut dapat mengalami
keterbatasan gerak pada pasien stroke (Ariani, 2012)
Salah satu bentuk latihan rehabilitasi yang dinilai cukup efektif untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada pasien stroke adalah latihan range of motion (ROM). Secara
konsep, latihan ROM dapat mencegah terjadinya penurunan fleksibilitas sendi dan
kekakuan sendi (Rahayu, 2015)
Peneli tian menurut (Yudha, 2014) menyebutkan bahwa adanya pengaruh antara
ROM dengan kekuatan otot pasien setelah perawatan. Cara mengevaluasi dengan
dihitung selisih kekuatan otot hari per-1 dengan hari ke-28 setelah dilakukan ROM serta
setelah penelitian tersebut, peneliti menyarankan agar menerapkan latihan ROM secara
rutin dan berkelanjutan secara dini.
Penelitianini sejalan dengan (Ni’mah & Nadhiroh, 2015) yaitu menunjukkan adanya
hubungan antara latihan ROM dengan kemampuan motorik pasien stroke di RSUD
Gambiran Kediri 2014. Peneliti memberikan latihan ROM pasif dua kali perhari dalam 7
hari dengan pelaksanaan pagi dan sore.
48
Adapun penelitian yang telah dilakukan oleh kun ika (2014)yg berjudul pengaruh
pemberian latihan range of motion (rom) terhadapkemampuan motorik pada pasien post
stroke di rsud gambira, Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa telah dilakukan
penelitian terhadap 20 responden Setelah dilakukan intervensi menggunakan rom
didapatkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada pengaruh pemberian latihan Range Of
Motion (ROM ) ter hadap kemampuan motorik pada pasien post stroke di RSUD
Gambiran Kediri tahun 2014.
BAB V
SIMPULAN
49
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Tn.j dengan SNH
terhadap peningkatan kekuatan otot di Ruang syaraf RSUD A. Dadi tjokro dipo, maka
dapat disimpulkan bahwa :
a. Pada hasil pengkajian Tn.j mengalami stroke sebelah kanan sejak sehabis solat
subuh, Mengatakan lemah anggota gerak sebelah kanan sejak sehabis sholat
subuh, semua aktifitas dibantu oleh keluarga seperti makan minum toileting dll,
klen muntah 2x, nafsu makan berkurang, saat di rumah sakit klien belum makan,
aktifitas hanya di tempat tidur.
b. Terdapat tiga diagnosa yang diangkat berupa : gangguan mobilitas fisik, Risiko
Perfusi Serebral Tidak Efektif, Defisit nutrisi
c. Rencana keperawatan yang dilakukan pada Tn.j pada diagnosa aktual berupa :
d. Implementasi terkait inovasi yang telah dilakukan terhadap Tn.j yaitu berupa :
melakukan rom pasif 1-2x dalam sehari
e. Hasil evaluasi yang didapat setelah dilakukan inovasi rom pasif selama tiga hari,
mengalami peningkatan kekuatan otot. Meski tidak mengembalikannya secara
sebelum sakit. Tetapi terdapat peningkatan meski sedikit.
2.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
50
Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi). MediAction.
Anita Shinta Kusuma dan Oktavia Sara (2020) Penerapan Prosedur Latihan Range Of
Motion (Rom) Pasif Sedini Mungkin Pada Pasien Stroke Non Hemoragik (Snh)
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jakarta : EGC
Potter and Perry. (2010). Fundamental Of NurshingBuku 3 Edisi. Salemba Medika: Jakarta.
Potter and Perry. (2010). Fundamental Of NurshingBuku 3 Edisi. Salemba Medika: Jakarta.
Elsi Rahmadani & Handi Rustandi (2019) Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan HEmiparese Melalui Latihan Range Of Motion (Rom) Pasif,
Journal of Telenursing
Kun Ika Nur Rahayu (2015), Pengaruh Pemberian Latihan Range Of Motion (Rom)
Terhadapkemampuan Motorik Pada Pasien Post Stroke Di Rsud Gambiran, Jurnal
Keperawata, Volume 6, Nomor 2
51