Anda di halaman 1dari 51

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kardio vaskuler meningkat menuju proporsi epidemi di negara negara


berkembang mereka sudah menyumbang sepertiga dari kematian global dan kemungkinan
akan menjadi penyakit utama di negara negara berkembang. Penyakit kardio vaskuler (CVD)
adalah penyebab kematian nomor satu secara global, penyeb sepertiga dari semua kematian.
Pada tahun 2005, 11,8 juta orang meninggal karena serangan jantung dan penyakit jantung
lainnya, dan 5,7 juta meninggal karena stroke. Sekitar 80% dari kematian ini terjadi di negara
negara berpenghasilan rendah dan menengah. (who 24 january 2020)

Dari data update terbaru who penyakit kardio vaskuler (CVDs) adalah penyebab utama
penyebab kematian secara global. Diperkirakan 17,9 % juta orang meninggal karena CVD
pada 2019, mewakili 32% dari semua kematian global. Dari kematian tersebut, 85%
disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Lebih dari tiga perempat kematian akibat dari
penyakit kardio vaskuler, terjadi di negara negara berpenghasilan rendah dan
menengahsebagian besar penyakit kardio vaskuler dapat dicegah dengan mengatasi faktor
resiko prilaku seperti penggunaan tembakau diet dan obesitas yang tidak sehat, kurangnya
aktifitas fisik dan penggunaan alkohol yang berbahaya. (who june 2021).

Berdasarkan data (Kementrian Kesehatan Repunlik Indonesia, 2014) tiap tahun lebih dari
17,3 juta kematian disebabkan karena penyakit kardiovaskuler, dan yang paling tinggi
penyakit stroke dan jantung koroner. Jika melihat tren saat ini, diperkirakan akan terus
meningkat hingga mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030. Secara umum, prevalensi
gejala stroke di Indonesia 12,1 per 1000. Artinya, ada lebih 12 orang Indonesia yang tercatat
menderita stroke per 1000 penduduk. Angka itu naik dibandingkan tahun 2007 yang hanya
sebesar 8,3. Tidak heran jika Indonesia menduduki peringkat pertama dengan penderita
stroke terbanyak di Dunia. Stroke adalah suatu kondisi karena adanya gangguan peredaran
darah pada otak yang menyebabkan kematian jaringan otak serta seseorang mengalami
kelumpuhan atau kematian. (Kementrian Kesehatan Repunlik Indonesia, 2014)

Stroke adalah kerusakan pada otak yang muncul mendadak, progresif, dan cepat akibat
gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan tersebut secara mendadak
menimbulkan gejala antara lain kelumpuhan sesisi wajah atau anggota badan, bicara tidak
lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lainlain.
Dikawasan Asia Tenggara terdapat 4,4 juta orang mengalami stroke. Diikuti prevalensi
Stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter mengalami kenaikan dari tahun 2013 yaitu
7% hingga 2018 sebesar 10.9%. artinya pravelensi mengalami kenaikan sebesar 3.9%
terhitung dari tahun 2013 hingga 2018. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis dokter
tertinggi di Kalimantan timur (14,7%), di ikuti DI Yogyakarta (14,5%), Sulawesi utara

1
( 14,2%), sedangkan untuk provinsi lampung prevalensi stroke yang terjadi mengalami
kenaikan dari 3,7% menjadi 8,2% (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan American Heart Association(AHA)/American Stroke Association (ASA),


pedoman dari pencegahanstroke seperti kontrol hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia,
dan program berhenti merokok, terutama dalam mengurangi asupan garam, membatasi
asupan gula, olahraga teratur, manajemen stres yang baik, dan berhenti mengkonsumsi
alkohol dapat menurunkan angka kematian stroke dan juga kekambuhan stroke (Rahman
2010 dalam Ramdani 2018).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat
permasalahan tersebut yang berjudul Penerapan (rom) range of motion pasif terhadap
peningkatan Kekuatan otot pada penderita stroke non hemoragik (snh) di rumah sakit a.dadi
tjokro dipo Bandar lampung tahun 2022

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan masalah keperawatan pada pasien penderita SNH, maka rumusan masalah
yang diajukan dalam kasus penelitian ini yaitu : Bagaimanakah proses Asuhan
Keperawatan Pada Pasien SNH Dengan inovasi rom pasif terhadap peningkatan kekuatan
otot tahun 2022 ?

1.3 Tujuan
a. Tujuan umum
Mampu memberikan Asuhan Keperawata Pada Pasien Stroke non hemoragik (SNH)
Dengan Inovasi (ROM) Range of motion pasif Terhadap Peningkatann kekuatan otot
Di RSUD A. DADI TJOKRO DIPO Bandar lampung Tahun 2022

b. Tujuan khusus
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Anak Pada Pasien SNH Dengan Inovasi
ROM Pasif Terhadap peningkatan kekuatan otot, diharapkan penulis mampu :
1. Melakukan pengkajian keperawatan dengan penderita SNH di Ruang syaraf RSUD
tjokro dipo
2. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan penderita SNH di Ruang Syaraf
RSUD Tjokro dipo
3. Menentukan rencana tindakan keperawatan yang dilakukan kepada penderita SNH
di Ruang Syaraf RSUD Tjokro dipo
4. Melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan kepada penderita SNH di Ruang
Syaraf RSUD Tjokro dipo
5. Melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan kepada penderita
SNH di Ruang Syaraf RSUD Tjokro dipo
6. Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan kepada
penderita SNH di Ruang Syaraf RSUD Tjokro dipo.

2
1.4 Manfaat
A. Teoritis
Karya Ilmiah Akhir sebagai sarana untuk meningkatkan pengethuan dalam melakukan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien SNH Dengan Inovasi rom pasif Terhadap
peningkatan kekuatan otot

B. Praktis
a. Penulis
Memberikan masukan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan tindakan
keperawatan pada pasien SNH dengan manajemen non farmakologis seperti rom
pasif
b. Pendidikan
Memberikan masukan bagi tenaga pendidikan dalam program belajar mengajar,
selain berfokus pada manajemen farmakologi juga melaksanakan tindakan
manajemen nonfarmakologi selama perawatan pasien.
c. Pasien
Dapat menambah pengetahuan pasien tentang tindakan mandiri yang dapat
dilakukan secara kontinyu dalam mengatasi masalah yang diderita khusunya
pada penderita SNH
d. Klien mendapatkan pelayanan asuhan keperawatan secara komprehensif

3
BAB II

TINJAUAN FUSTAKA

2.1 konsep penyakit

2.1.1 Definisi

Stroke merupakan kerusakan sistem saraf pusat sehingga peredaran darah menuju
otak berkurang. Disebabkan tersumbatnya aliran darahdi otak beserta pecahnya
pembuluh darah otak. Kurangnya peredaran darah yang menuju otak mengakibatkan
terjadi kerusakan sebagian dari daerah otak sehingga menyebabkan gejala misalnya
kelumpuhan atau kelemahan sebagian tubuh secara mendadak, sulit berbicara, wajah
tidak simetris, sulit menelan dan gangguan keseimbangan. Kerusakan daerah otak yang
semakin luas akan semakin banyak pula gejala yang akan dialami pasien. (Dharma,
2018).

Stroke atau yang dikenal juga dengan istilah gangguan peredaran darah otak
(GPDO), merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh adanya gangguan aliran darah
pada salah satu bagian otak yang menimbulkan gangguan fungsional otak berupa defisif
neurologic. Atau kelumpuhan saraf (Dinata et al, 2012).

Stroke adalah gangguan fungsi otak yang timbulnya mendadak, berlangsung selama
24 jam atau lebih, akibat gangguan peredaran darah di otak (Yastroki 2010 dalam sofyan,
2017).

DefinisiMenurut kriteria WHO (1995), stroke secara klinis di definisikan sebagai


gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik
lokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian,
disebabkan olehgangguan peredaran darah otak.

termasuk disini adalah perdarahan sub araknoid (PSA), perdarahan intra


serebral(PIS), infark serebral. Yang termasuk dalam definisi stroke menurut WHO
adalah gangguan peredaran darah otak sepintas (TIA).

Stroke atau penyakit serebrovaskuler adalah penyakit yang menunjukkan


adanyakematian jaringanmenyebabkan kelainan patologis didalam otak yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat memicu terjadinya pecah pembuluh darah
sehingga suplai darah ke otak menjadi berkurang dan menyebabkan otak mengalami
kelainan fungsi akibat kurangnya suplai oksigen (Wijaya dan Mariza, 2013).

4
2.1.2 Klasifikasi

Banyak klasifikasi yang telah dibuat untuk memudahkan penggolongan penyakit


pembuluh darah otak. Menurut modifikasi Marshall, stroke dapat diklasifikasikan
menjadi :

a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :


1.Stroke non Hemoragika.
- Trombosisserebrib.
- Emboli serebri
2.Stroke Hemoragika.
-Pendarahan intra serebrib.
-Pendarahan subarachnoid

b. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu :


-Trancient Ischemic Attak(TIA)
-Reversible Ischemic Neurologic Deficit(RIND)
-Stroke in evolution atau progressing stroke
-Completed stroke

c. Berdasarkan sistem pembuluh darah


-Sistem karotis.
-Sistem vertebro-basilar.
Berdasarkan sindroma klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi otak, Bamford dkk
mengemukakan klasifikasi stroke menjadi 4 subtipe.
-Total Anterior Circulation Infarct(TACI).
-Partial Anterior Circulation Infarct(PACI)
-Posterior Circulation Infarct(POCI).
-Lacunar Infarct(LACI).

Stroke diklasifikasikan menjadi 2 golongan sesuai dengan gejala klinisnya


menurut (Wijaya dan Mariza, 2013:31) yaitu :

a.Stroke Hemoragik
Merupakan jenis stroke yang terjadi akibat adanya perdarahan pada otak serebral
atau subarknoid, sehingga terjadi pecah pembuluh darah pada otak. Biasanya terjadi
pada saat melakukan aktivitas aktif ataupun saat sedang beristirahat. Pada umumnya
stroke hemoragik akan menyebabkan kesadaran pasien menurun.

b.Stroke Non Hemoragik


Merupakan stroke yang terjadi akibat adanya emboli dan trombosis sereberal, pada
stroke non hemoragik tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia sehingga dapat
menimbulkan hipoksia yang dapat memicu edema sekunder tetapi kesadaran umum
pasien tidak mengalami penurunan atau bisa dikatakan baik.

5
Penggolongan stroke non hemoragik atau infark menurut Wijaya dan Mariza,
(2013:32) diklasifikasikan sebagai berikut:
1. TIA (Transient Ischemic Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi dalam waktu 24 jam, dimana gejala
ini akan hilang dan timbul dengan spontan.
2. Stroke komplit
Gejala neurologis fokal terus berkembang. Terlihat semakin berat dan memburuk
setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung secara bertahap
hingga menjadi berat.

2.1.3 Etiologi

Penyebab stroke digolongkan menjadi tiga, yaitu :

1.Trombosis serebri

2.Emboli serebri

3.Hemoragi

Hemoragi dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang subaraknoid (hemoragik


subaraknoid) (Wijaya dan Mariza, 2013:32).

2.1.4 patofisiologi

Otak adalah organ dari tubuh yang tidak dapat memproduksi oksigen sendiri.
Kekurangan oksigen dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kematian
sel dan jaringan. Stroke akan sangat meluas saat serangan pertama terjadi ini dapat
memicu terjadinya peningkatan tekanan intra kranial (TIA) selain itu ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan serangan strke menjadi parah yaitu faktor hipertensi.
(Wijaya dan Mariza, 2013).

6
2.1.5 Patway

Gambar 2.1

Patway stroke

Stroke Hemoragic Stroke non hemoragik

↓ ↓

Peningkatan Trombus/emboli

Tekanan sistemik disebral

↓ ↓

Perdarahan Vesospasamearteri suplai darah ke jaringan

arkhnoid/ventrikel serebral/ saraf serebral Serebral tidak adekuat

↓ ↓ ↓

Hematoma serebral Defisit neurologi Perfusi jaringan serebral

↓───────↓ ↓ tidak adekuat

Penurunan penekakan Hemisfer kanan ↓

Kesadaran saluran pernafasan Hemiferkiri

pola nafas tidak efektif hemifarase plegi kiri Hemiparese/ plegi kanan

area groccs

Kerusakan Fungsi Defisit Gangguan

N. VII dan N. XII perawatan diri mobilitas fisik

↓ Kerusakan integritas kulit

Gangguan

komunikasi verbal

kurang pengetahuan

resiko aspirasi resiko trauma resiko jatuh

7
2.1.6 Pemeriksaan penunjang

Menurut (Goldszmidt & Caplan, 2013)pemeriksaan penunjang yangbisadilakukan,


yaitu :

1. CT atau MRI Menentukan lokasi, jenis stroke iskemik atau hemoragik dan
komplikasi stroke baik itu edema, massa, hidrosefalus.
2. USG Doppler Mengevaluasi stenosis ataupun oklusi arteri karotis dan vertebralis
pada leher.
3. MRA dan CTA Mengidentifikasi penyakit oklusif berat arteri ekstrakranial dan
arteri besar intrakranial selain itu bisa mengidentifikasi aneurisma pada pasien
predisposisi.
4. Angiografi Serebral Mencari kelainan vaskular yang diakibatkan perdarahan otak
5. Fungsi LumbalMendiagnosis perdarahan subarachnoid ketika CT atau MRI negatif.
6. Elektrokardiografi Mengetahui adanya iskemik atau infark miokard,aritmia dan
pembesaran ruang sehingga menunjukkan kardiomiopati atau penyakit katup
jantung.
7. Ekokardiogram Mengevaluasi sifat dan luasnya penyakit miokard atau valvular saat
emboli kardiogenik dicurigai sebagai penyebab stroke.
8. Monitoring Holter Mengetahui adanya aritmia paroksismal saat diduga menjadi
penyebab emboli kardiogenik.
9. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap, untuk mendeteksi kemungkinan mengalami
abnormalitas darah yang menjadi penyebab potensial stroke.
b. Pemeriksaan kimia darah, untuk menganalisa glukosa serum akibat terjadinya
hiperglikemia dan hipoglikemia.

2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan stroke dibagi tiga, yaitu :

1. Penatalaksanaan umum

a. Posisikan bagian kepala dan tubuh atas 20 sampai 30 derajat, posisikan lateral
dekubitus jika ada muntah. Mulai melakukan mobilisasi secara bertahap bila
hemodinamika sudah normal.

b. Buka jalan nafas dan mengusahakan sirkulasi udara adekuat jika butuh lakukan
pemberian oksigen 1sampai 2 liter/menit jika sudah mengetahui hitungan
analisagas darah.

c. Mengosongkan kandung kemih yang sudah banyak dengan kateter.

d. Kontrol tekanan darah, pertahankan stabil.

8
e. Pertahankan temperature badan dibatas normal.

f. Hanya bisa memberikan nutrisi secaraoral, sesudah melakukan pemeriksaan reflex


menelan baik, jika terjadi tahanan dalam menelan atau pasien mengalami
penurunan kesadaran, disarankan menggunakan selang nasogastrik tube (NGT)

g.Melakukan pergerakan dan pemulihan dini bila tidak terjadi kontraindikasi.

2. Penatalaksanaan medis

a. Fibrion

b.Antiplateletatau Fibrinolitik

c.Antikoagulan (heparin)d

.Pendarahan atau hemorrhage (pentoxi fylline)

e.Antipsikotik generasi kedua(naftidrofuryl)

f.Calcium channel blockers(nimodipin, diltiazem)

3. Penatalaksanaan khusus

a. Mengatasi adanya febrile convulsions (kejang)

b. Mengatasiadanya peningkatan tekanan intracranial (furosemid, intubasi, steroid,


dan lain-lain)

c. Mengatasi dekompresi (kraniotomi)

d. Penatalaksanaan penyebabnya

-Mengatasi tekanan darah tinggi

Mengatasi gula darah tinggi

-Mengatasi asam urat

2.1.8 Komplikasi

Menurut (A, 2011) komplikasi yang terjadi pada penderita stroke, yaitu :

1. Kejang

2. Nyeri kepala

9
3. Hiccup/ cegukan

4. Meningkatnya tekanan darah

5. Demam dan infeksi

6. Emboli pulmonal

7. Abnormalitas jantung

8. Gangguan menelan, aspirasi dan pneumonia

9. Kelainan metabolik dan nutrisi

10. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia

11. Perdarahan gastrointestinal

12. Dehidrasi

13. Hiponatremi

14. Hiperglikemia

15. Hipoglikemia

2.2 Konsep dasar asuhan keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk
pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas
dan evaluasi status kesehatan klien. (Tarwoto,2013). Hal-hal yang perlu dikaji antara
lain:

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register dan
diagnosis medis.

b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan
tingkat kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang

10
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.

d. Riwayat penyakit dahuluA


danya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakatserta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

g. Pemeriksaan Fisik
1). KesadaranBiasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran pasien
mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang (samnolen),pasien acuh tak acuh
terhadap lingkungan (apati), mengantuk yang dalam (sopor), spoor coma,
hingga penrunn kesadaran (coma), dengan GCS < 12 pada awal terserang
stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran
letargi dan compos mentis dengan GCS 13-15.

2). Tanda-tanda Vitala


a. Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke non hemoragik memiliki riwata tekanan darah
tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80. Tekanan darah akan
meningkat dan menurun secara spontan. Perubahan tekanan darah akibat
stroke akan kembali stabil dalam 2-3 hari pertama.
b. Nadi
Nadi biasanya normal 60-100 x/menit

11
c. Pernafasan Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami gangguan
bersihan jalan napas
d. Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien denganstroke non hemoragik

3). Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stroke non hemoragik

4). Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminus) :
biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, pasien akan menutup kelopak mata.
Sedangkan pada nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengerutkan dahi, mengerutkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipitidak simetris kiri dan kanan tergantung
lokasi lemah dan saat diminta mengunyah, pasien kesulitan untuk mengunyah.

5). Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak
mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus): biasanya luas
pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotorius): biasanya diameter
pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebral dan reflek kedip
dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata. Nervus IV (troklearis): biasanya
pasiendapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI
(abdusen): biasanya hasil yang di dapat pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke kiri dan kanan.

6). Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I (olfaktorius): kadang ada yang bisa
menyebutkan bauyang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda danpada nervus
VIII (vetibulokoklearis): biasanya pada pasoien yang tidak lemah anggota gerak
atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan –hidung.

7). Mulut dan gigi


Biasanya pada pasien apatis, spoor, sopor coma hingga coma akan mengalami
masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus
VII (facialis): biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir
simetris, dan dapatmenyebutkanrasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeus): biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong
kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan
pahit. Pada nervus XII (hipoglosus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah

12
dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan, namun artikulasi kurang jelas saat
bicara.

8). Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari
dariperawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara dan keras dengan artikulasi yang jelas.

9). Leher
Pada pemeriksaan nervu X (vagus): biasanya pasien stroke non hemoragik
mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk biasanya (+) dan
bludzensky 1 (+).

10). Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal sonor
Auskultasi : biasanya suara normal vesikuler

11). Jantung
Inspeksi : biasanya iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya iktus kordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanyasuara vesikuler

12). Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengarPada pemeriksaan reflek
dinnding perut, pada saat perut pasien digores, biasanya pasien tidak merasakan
apa-apa.

13). Ekstremita
A. Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra atau sinistra. Capillary Refill Time
(CRT) biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius): biasanyapasien stroke non hemoragik tidak dapat melawan
tahananpada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi
maupun ekstensi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek
Hoffman tromner biasanya jari tidak mengembang ketika di beri reflek
( reflek Hoffman tromner (+)).

13
B. Bawah

Pada pemeriksaan reflek, biasanya pada saat pemeriksaan bluedzensky 1 kaki


kiri pasien fleksi ( bluedzensky(+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya
jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsal pedis digores
biasanya jari kaki juga tidak berespon ( reflek Caddok(+)). Pada saat tulang
kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau
ekstensi ( reflek openheim(+)) dan pada saatbetis di remas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa ( reflek Gordon(+)). Pada saat
dilakukan treflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat diketukkan
(reflek patella(+)).

h. Aktivitas dan Istirahat


1. Gejala : merasa kesulitan untuk melakukann aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk
beristirahat (nyeri atau kejang otot).
2. Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadikelemahan umum,
gangguan pengelihatan, gangguan tingkat kesadaran.

i. Sirkulasi
1. Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipertensi postural.
2. Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme atau
malformasi vaskuuler, frekuensi nadi bervariasi dan disritmia.

j. Integritas Ego
1. Gejala : Perasaan tidak berdaya dan perasaan putus asa.
2. Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulitan untuk mengekspresikan diri.

k. Eliminasi
1. Gejala : terjadi perubahan pola berkemih.
2. Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.

l. Makanan atau Cairan


1. Gejala : nafsu makan hilang,mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi
pada lidah dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan
lemak dalam darah
2. Tanda : kesulitan menelan dan obesitas.

m. Neurosensori

14
1. Gejala : sakit kepala, kelemahan atau kesemutan, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas, pengelihatan menurun, gangguan rasa pengecapan
dan penciuman.
2. Tanda : status mental atau tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada tahap
awal hemoragik, gangguan fungsi kongnitif, pada wajah terjadi paralisis, afasia,
ukuran atau reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.

n. Kenyamanan atau Nyeri


1. Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
2. Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot

o. Pernapasan
1. Gejala : merokok
2. Tanda : ketidakmampuan menelan atau batuk , hambatan jalan napas, timbulnya
pernapasan sulit dan suara nafas terdengar ronchi.

p. Keamanan
Tanda : masalahdengan pengelihatan, perubahan sensori persepsi terhadap orientasi
tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan berespon, terhadap panas dan
dingin, kesulitan dalam menelan

2.2.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus SNH yaitu (SDKI
DPP PPNI 2017 ) :
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia)
e. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan menghidu dan
melihat.
f. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan pengelihatan (mis.ablasio retina).
g. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral.

2.2.3 Perencanaan keperawatan

Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan tujuan,


tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien/klien berdasarkan
analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi
(Nurarif Huda, 2016).

15
2.2.3 Intervensi

Menurut Oktiawati (2019), rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian


tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi
perumusan tujuant indakan, serta penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien
berdasarkan analisis pengkajian agar masalah keperawatan dapat teratasi. Adapun
rencanatindakan keperawatan dapat dilihat pada uraian berikut :

Tabel 2.1

Rencana kepeeawatan

No Diagnos Tujuan Intervensi


1. Risiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan
Serebral Tidak keperawatan selama. ... jam tekanan intracranial.
Efektif diharapkan perfusi serebral 1. Identifikasi penyebab
dibuktikan dapat adekuat/meningkat dengan peningkatan tekanan
dengan Kriteria hasil : intrakranial (TIK)
Embolisme 1. Tingkat kesadaran 2. Monitor tanda gejala
meningkat peningkatan
2. Tekanan Intra Kranial tekananintrakranial
(TIK) menurun (TIK)
3. Tidak ada tanda tanda 3. Monitor status
pasien gelisah. pernafasan pasien
4. TTV membaik 4. Monitor intake dan
output cairan
5. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang
tenang
6. Berikan posisi semi
fowler
7. Pertahankan suhu
tubuh normal
8. Kolaborasi
pemberian obat
deuretik osmosis

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi


mobilitas fisik keperawatan selama ... jam 1. Identifikasi adanya
berhubungan diharapkan mobilitas fisik klien keluhan nyeri atau fisik
dengan meningkat dengan kriteria hasil: lainnya
gangguan 1. Pergerakan ekstremitas 2. Identifikasi kemampuan

16
neuromuscular meningkat dalam melakukan
2. Kekuatan otot meningkat pergerakkan
3. Rentang gerak (ROM) 3. Monitor keadaan umum
meningkat selama melakukan
4. Kelemahan fisik mobilisasi
menurun 4. Libatkan keluarga untuk
membantu klien dalam
meningkatkan
pergerakan
5. Anjurkan untuk
melakukan pergerakan
secaraperlahan
6. Ajarkan mobilisasi
sederhana yg bisa
dilakukan seperti duduk
ditempat tidur, miring
kanan/kiri, dan latihan
rentang gerak (ROM).

3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi


berhubungan keperawatan selama ... jam 1. Identifikasi status nutrisi
dengan diharapkan ststus nutrisi 2. Monitor asupan makanan
ketidakmampua adekuat/membaik dengan 3. Berikan makananketika
n menelan kriteria hasil: masih hangat
makanan 1. Porsi 4. Ajarkan diit sesuai yang
makanihabiskan/mening diprogramkan
kat 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
2. Berat badan membaik dalam pemberian diit yang
3. Frekuensi makan tepat
membaik
4. Nafsu makan membaik

4. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri


berhubungan keperawatan selama ... jam 1. Identifikasi lokasi ,
dengan agen diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
pencedera menurun dengan Kriteria Hasil : frekuensi, kulaitas,
fisiologis 1. Keluhan nyeri menurun. intensitas nyeri
(iskemia) 2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif menurun 3. Identifikasi respon nyeri
4. Gelisah menurun. non verbal
5. TTV membaik 4. Berikan posisi yang
nyaman
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
(misalnya relaksasi
nafas dalam)
6. Kolaborasi pemberian

17
analgetik

5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor fungsi sensori


persepsi sensori keperawatan selama ... jam dan
berhubungan diharapkan persepsi sensori persepsi:pengelihatan,
dengan membaik dengan kriteria hasil: penghiduan,
ketidakmampua 1. Menunjukkan tanda dan pendengarandan
n menghidu dan gejala persepsi dan pengecapan
melihat sensori baik: 2. Monitor tanda dan
pengelihatan, gejala penurunan
pendengaran, makan dan neurologis klien
minum baik. 3. Monitor tanda-tanda
2. Mampu mengungkapkan vital klien
fungsi pesepsi dan
sensori dengan tepat.

6. Risiko jatuh Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh.


dibuktikan keperawatan selama ... jam 1. Identifikasi faktor
dengan kekuatan diharapkan tingkat jatuh resiko jatuh
otot menurun menurun dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor
1. Klien tidak terjatuh dari lingkungan yang
tempat tidur meningkatkan resiko
2. Tidak terjatuh saat jatuh
dipindahkan 3. Pastikan roda tempat
Tidak terjatuh saat duduk tidur selalu dalam
keadaan terkunci
4. Pasang pagar pengaman
tempat tidur
5. Anjurkan untuk
memanggil perawat
jikamembutuhkan
bantuan untuk
berpindah
7. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Promosi komunikasi: defisit
komunikasi keperawatan selama ... jam bicara
verbal diharapkan komunikasi verbal 1. Monitor kecepatan,
berhubungan meningkat dengan kriteria hasil: tekanan,
dengan 1. Kemampuan bicara kuantitas,volume dan
penurunan meningkat diksi bicara
sirkulasi serebral 2. Kemampuan mendengar 2. Identifikasi perilaku
dan memahami emosional dan fisik
kesesuaian ekspresi sebagai bentuk
wajah / tubuh meningkat komunikasi
3. Respon prilaku 3. Berikan dukungan
pemahaman komunikasi psikologis kepada klien
membaik 4. Gunakan metode
4. Pelo menurun komunikasi alternatif
(mis. Menulis dan

18
bahasa isyarat/ gerakan
tubuh)
5. Anjurka klien untuk
bicara secara perlahan
2.2.4 Implementasi

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi


keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang
telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk
mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan
oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016)

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan


keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang perawat buat
pada perencanaan (Budiono, 2015).

2.3 Studi literatur

a. prngertian

Range Of Motion(ROM) merupakan suatu latihan untuk menggerakan persendian,


memungkinkan terjadinya kontraksi dan melakukan pergerakan pada otot, dimana latihan
ini dilakukan pada setiap bagian persendian sesuai dengan gerakan normal baik secara
pasif ataupun aktif (Potter & Perry, 2010).

Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada
salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu: sagital, frontal, dan transfersal. Potongan sagital
adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian
kiri dan kanan, potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh
menjadi bagian depan dan belakang. Potongan transversal adalah garis horisontal yang
membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah. Mobilisasi sendi disetiap potongan
dibatasi oleh ligamen, otot, dan kontruksi sendi (Stanley & Beare, 2007).

b. Jenis- jenis range of motion

rom dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:

1. Range of motion aktif


Rom aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan menggunakan
energi sendiri. Perawat memberikan motifasi dan membimbing klien dalam melakukan
pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal(klien
aktif) kekuatan otot 75% hal ini untuk melatih kelenturan otot serta sendi, dengan cara
menggunakan otot ototnya secara aktif, sendi yang digerakan pada rom aktif adalah

19
sendi dari seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara
aktif (potter & perry 2010)

2. Range of motion fasif


Rom pasif yaitu energi yangdikeluarkan untuk latihan berasal dari oranglain (perawat)
atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian kliensesuai dengan rentang
gerak yang normal (klien pasif kekuatan otot 50%.indikasi latihan pasif adalahpasien
semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atausemua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah
baring total atau pasien dengan paralisisekstrimitas total. Rentang gerak pasif ini
berguna untuk menjaga kelenturan otot otot dan persendian dengan menggerakan otot
orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakan kaki pasien.
Sendi yang digerakan pada rom pasifadalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada
persendian yang terganggu dan klien tidak mampu melakukannya secara mandiri
(potter & perry 2010)

c. Tujuan range of motion

Adapun tujuan dari range of motion yaitu:

1. meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot


2. mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan
3. mencegah kekakuan pada sendi
4. meranfsang sirkulasi darah
5. mencegah kelainan bentuk kekuatan dan kontraktur (potter & perry 2010)

d. Manfaat range of motion

Manfaat Range Of Motion Manfaat dariRange Of Motionmenurut (Nurhidayah, Tarigan,


& Nurbaiti, 2014), yaitu :

1.Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan suatu
pergerakan

2.Mengkaji tulang, sendi dan otot

3.Mencegah terjadinya kekakuan sendi

4.Memperlancar aliran darah

5.Memperbaiki tonus otot

6.Meningkatkan mobilisasi sendi

7.Memperbaiki toleransi otot latihan.

20
Adapun manfaat rom (range of motion) menurut potter & perry 2010) yaitu

1. menentukan nilai dan kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan.
2. Megkaji tulang sendi dan otot
3. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
4. Memperlancar sirkulasi darah
5. Memperbaiki tonus otot
6. Meningkatkan mobilisasi sendi
7. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan.
8.

d. Cara melakukan gerakan rom

ROM pada bagian jari-jari (Fleksi dan Ekstensi)

1. Pegang jari-jari tangan pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang
pergelangan.
2. Bengkokkan (tekuk/ fleksikan) jari-jari ke bawah.
3. Luruskan jari-jari (ekstensikan) kemudian dorong ke belakang (hiperekstensikan).
4. Gerakkan ke samping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
5. Kembalikan ke posisi awal.

e. Prinsif range of motion


Adapun prinsif latihan rom (range of motion) menurut suratun haryati, manurung &
raenah (2008) yaitu:
1. Rom harus di ulang sikitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2x sehari
2. Rom dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien
3. Dalam merencanakan program rom, perhatikan umur pasien diagnosa tanda-tanda
vital dan lamanya tirah baring
4. Bagian bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan rom adalah leher, jari, lengan,
siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki
5. Rom dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian bagian yang
dicurigai mengalami proses pennyakit
6. Melakukan rom harus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi atau perawatan rutin
telah dilakukan.

f. Frekuensi range of motion


Latihan rom secara teori tidak disebutkansecara spesifik mengenai dosis dan intensitas
rom tersebut. (Menurut smelzer dan bare 2008) latihan range of motion dapat dilakukan
4 sampai 5 kali dalam sehari, sedangkan menurut (potter & ferry 2010) latihan range of
motion dapat dilakukan minimal 2kali dalam sehari.

21
g. Indikasi dan sasaran rom
Menurut ( poter & perry 2010 ) indikasi dan sasaran rom adalah
a. Rom aktif
Indikasi :
1. Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan menggerakan
ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak
2. Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakan
persendian sepenhnya digunakan A-AROM ( Active-Assistive ROM, adalah jenis
rom aktif yang mana bantuan diberikan melalui gaya dari luar apakah secara
manual atau mekanik, karena otot penggerak primer memerlukan bantuan
untukmenyelesaikan gerakan).
3. Rom aktive dapat digunakan untuk program latihan aerobik.
4. Rom aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan dibawah
daerah yang tidak dapat bergerak.
Sasaran :
1. Apabila tidak terdapat implamasi dan kontraindikasi sasaran rom aktif serupa
dengan rom pasife.
2. Keuntungan dari fidiologis kontraksi otot aktif dan pembelajaran gerak dari
kontrol gerak volunter.
3. Sasaran sfesifik
a. Memelihara elastisistas dan kontraktifitas fisiologis otot yang terlibat
b. Memberikan umpan balik sensorik dari otot yang berkontraksi
c. Memberikan rangsangan untuk tulang dan integritas jaringan persendian
d. Meningkatkan sirkulasi
e. Mengembangkan koordinasi dan ketermampilan motorik

b. Rom fasip
Indikasi :
1. Pada daerah terdapat implamasi jaringan akut yang apabila dilakukan pergerakan
aktif akan menghambat proses penyembuhan.
2. Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif pada ruas
atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bedres total
Sasaran :
1. Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat
2. Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur
3. Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot
4. Membantu kelancaran sirkulasi
5. Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta difusi
persendian
6. Menurunkan atau mencegah rasanyeri
7. Membantu proses pennyembuhan pasca cedera dan operasi

22
8. Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien.

h. Konta indikasi dan hal-hal yang harus di waspadai pada latihan ROM
Konta indikasi dan hal-hal yang harus di waspadai pada latihan ROM menurut (potter &
perry 2010) adalah:
1. Latihan rom tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses
penyembuhan cidera
2. Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas bataas gerakan yang bebas
nyeri selama pase awal penyembuhan akan memperlihatkan manfaat terhadap
penyembuhan dan pemulihan
3. Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah, termasuk
meningkatnya rasanyeri dan peradangan
4. Rom tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya membahayakan ( life
treatening ).
5. Rom dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar sedangkan Arom pada sendi
angkel dan kaki untuk meminimalisasi ponous stasis dan pembentukan trombus
6. Pada keadaan setelah infak miokard, operasi arteri koronaria , dan lain lain Arom
pada ekstrimitas atas masih dapat diberikan dalam perawatan yang ketat
7. Membantu sirkulasi.

i. Gerakan dalam range of motion


Menurut potter & perry 2020, rom terdiri dari gerakan persendian sebagai berikut:

Tabel 2.2 pergerakan Rom pada persendian dan nilai rentang gerak

Bagian tubuh Gerakan Penjelasan Rentang

1. Leher Fleksi Menggerakan dagu menempel Rentang 45⁰


ke dada

ekstensi Mengembalikan kepala keposisi Rentang 45⁰


tegak

Hiperektensi Menekuk kepala kebelakang Rentang 40-45⁰


sejauh mungkin

Fleksi lateral Memiringkan kepala kearah Rentang 40-45⁰


setiap bahu

Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin Rentang 180⁰


dalam gerakan sirkuler

2. Bahu Fleksi Menaikan lengan dari posisi di Rentang 180⁰


samping tubuh kedepan ke
posisi diatas kepala

23
Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi Rentang 180⁰
disamping tubuh kedepan ke
posisi diatas kepala
Hiperektensi Menggerakan lengan kebelakang Rentang 40-45⁰
tubuh siku tetap lurus

Abduksi Menaikan lengan keposisi Rentang 180⁰


samping diatas kepala dengan
telapak tangan jauh dari kepala

Adduksi Menurunkan lengan kesamping Rentang 320⁰


dan menyilang tubuh sejauh
mungkin

Rotasi dalam Dengan siku, fleksi memutar Rentang 90⁰


bahu dengan menggerakan
lengan sampai ibujari
menghadap kedalam dan
kebelakang

Rotasi luar Dengan siku fleksi, Rentang 90⁰


menggerakan lengan sampai ibu
jari keatas dan samping kepala

Sirkumduksi Menggerakan lengan dengan Rentang 360⁰


lingkunan penuh

3. Siku Fleksi Menggerakan siku sehingga Rentang 150⁰


lengan bahu bergerak kedepan
sendibahu sejajar bahu

Ekstensi Meluruskan siku dengan Rentang 150⁰


menurunkan tangan

4. lengan Supinasi Memutar lengan bawah dan Rentang 70-90⁰


bawah tangan sehingga telapak tangan
menghadap keatas

Pronasi Memutar lengan bawah Rentang 70-90⁰


sehingga telapak tangan
menghadap kebawah

5. pergelangan Fleksi Menggerakan telapak tangan ke Rentang 80-90⁰


tangan sisi bagian dalam lengan bawah

Ekstensi Menggerakan jari-jari tangan Rentang 80-90⁰


sehingga jari jari tangan, lengan
bawah berada dalam arah yang
sama

24
Hiperektensi Membawa permukaan tangan Rentang 80-90⁰
dorsal kebelakang sejauh
mungkin
Abduksi Menekuk pergelangan tangan Rentang 30⁰
miring ke ibu jari

Adduksi Menekuk pergelangan tangan Rentang 30-50⁰


miring kearah lima jari

6. jari-jari Fleksi Membuat genggaman Rentang 90⁰


tangan Ekstensi Meluruskan jari jari tangan Rentang 90⁰

Hiperektensi Menggerakan jari-jari tangan Rentang 30-60⁰


kebelakang sejauh mungkin

Abduksi Merenggangkan jari jari tangan Rentang 30⁰


yg satu dengan yang lain

Adduksi Merapat kembali jari-jari tangan Rentang 30⁰

7. ibu jari Fleksi Menggerakan ibu jari menyilang Rentang 90⁰


permukaan telapak tangan

Ekstensi Menggerakan ibu jari lurus Rentang 90⁰


mdnjauh dari tangan

Abduksi Menjauhkan ibu jari kesamping Rentang 90⁰

Adduksi Menggerakan ibu jari ke depan Rentang 90⁰


tangan

Oposisi Mennyentuhkan ibu jari ke -


setiap jari-jari tangan pada
tangan yang sama

8. panggul Fleksi Menggerakan tungkai ke depan Rentang 90-120⁰


dan atas

Ekstensi Menggerakan kembali Rentang 90-120⁰


kesamping tungkai yang lain

Hiperektensi Menggerakan tungkai Rentang 30-50⁰


kebelakang tubuh

Abduksi Menggerakan tungkai ke Rentang 30-50⁰


samping menjauhi tubuh

Adduksi Menggerakan tungkai kembali Rentang 30-50⁰


keposisi media dan melebihi jika
mungkin

25
Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai ke Rentang 90⁰
arah tungkai lain

Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai Rentang 90⁰


menjauhi tungkai lain

Sirkumduksi Menggerakan tungkai melingkar -

9. Lutut Fleksi Menggerakan tumit kearah Rentang 120-130⁰


bagian belakang paha

Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai Rentang 120-130⁰

10. Mata kaki Dorsafleksi Menggerakan kaki sehingga jari- Rentang 20-30⁰
jari kaki menekuk keatas

Plantar fleksi Menggerakan kaki sehingga jari- Rentang 45-50⁰


jari kaki menekuk

11. Kaki Inversi Memutar telapak kaki Rentang 10⁰


kesamping dalam

Eversi Memutar telapak kaki ke Rentang 10⁰


samping

12. Jari-jari kaki Fleksi Menekukkan jari jari kebawah Rentang 30-60⁰

Ekstensi Meluruskan jari jari kaki Rentang 30-60⁰

Abduksi Menggerakan jari jari kaki satu Rentang 15⁰


dengan yang lainnya

Adduksi Merapatkan kembali bersama Rentang 15⁰


sama

ROM pada pergelangan kaki (Fleksi dan Ekstensi)

1. Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
2. Pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
3. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada atau ke bagian atas
tubuh pasien.
4. Kembalikan ke posisi awal.
5. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak kaki diarahkan ke
bawah.

ROM pada pergelangan kaki (Infersi dan Efersi)

26
1. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan kita (pelaksana) dan pegang
pergelangan kaki pasien dengan tangan satunya.
2. Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
3. Kembalikan ke posisi semula.
4. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
5. Kembalikan ke posisi awal.

ROM pada bagian paha (Rotasi)


1. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan satu tangan yang lain
di atas lutut pasien.
2. Putar kaki ke arah pasien.
3. Putar kaki ke arah pelaksana.
4. Kembalikan ke posisi semula.

ROM pada paha (Abduksi dan Adduksi)


1. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit.
2. Angkat kaki pasien kurang lebih 8 cm dari tempat tidur dan pertahankan posisi tetap
lurus. Gerakan kaki menjauhi badan pasien atau ke samping ke arah perawat.
3. Gerakkan kaki mendekati dan menjauhi badan pasien.
4. Kembalikan ke posisi semula.
5. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

ROM pada bagian lutut (Fleksi dan Ekstensi)

1. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan
yang lain.

2. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.

3. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada pasien sejauh mungkin dan semampu pasien.

4. Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat kaki ke atas.

5. Kembalikan ke posisi semula.

6. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

27
BAB III

PROSES KEPERAWATAN

3.1 Data umum pasien

Tanggal Masuk RS : 19/8/2022 Ruang Rawat : R. syaraf

Tanggal Pengkajian : 19/8/2022 No. Register : 009174-22

a. Identitas Pasien

Nama : Tn.J

Umur : 38 Th

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : -

Alamat : Bandar lampung

b. Identitas Penanggungjawab

Nama : Ny.Y

Umur : 39 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : wiraswasta

3.2 Hasil pengkajian

a. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan saat ini

a) keluhan utama

kelemahan anggota gerak sebelah kanan

28
b) Alasan Mask RS

Pasien datang dengan keluhan lemah anggota gerak sebelah kanan kurang lebih 2
jam sebelum masuk rumah sakit, lemah tiba-tiba saat sehabis sholat subuh, pasien
muntah 2x, pingsan (-), kejang (-).

2. Riwayat kesehatan masalalu

a. Penyakit yang pernah dialami

Mengatakan memiliki riwayat hipertensi sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu,
klen juga memiliki riwayat gastritis /mag sejak 1th lalu.

b. Pernah dirawat
Mengatakan sebelumnya tidak pernah di rawat ke rumah sakit, biasanya jika
pusing hanya membeli obat warung.

3. Riwayat keluarga (genogram 3 generasi)


Mengatakan dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwat yang sama, klg
mengatakan jika hipertensi ibu dan bapak klen memiliki riwayat hipertensi semasa
hidupnya.

Genogram

29
Keterangan

: Laki -laki

: Perempuan

: Meninggal

: Kllen

: Tinggal serumah

:Hubungan darah

4. Riwayat kebiasaan
Keluarga mengatakan klien sering merokok disertai mengopi, serta saat muda klien
sering minum-minuman keras atau yang mengandung alkohol, tetapi klien tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan terlarang,
5. Riwayat alergi
Mengatakan klien tidak memiliki riwayat alergi makanan ataupun obat obatan
6. riwayat kesehatan lain
Mengatakan klien memiliki riwayat hiperteensi sejak 5 tahun yang lalu

7. Riwayat psikososial spiritual

pola interaksi klen dan keluarga tampak baik, klen tampak berinteraksi dengan istri dan
kedua anak anaknya, dan klen tampak beribadah (sholat) di tempat tidur dan berdoa
setelahnya.

b. Pola kebutuhan sehari-hari

1. Pola Nutrisi

Sebelum sakit :

3x sehari porsi habis dan jenis minuman klien yaitu air putih

Susu dan kopi

Saat sakit :

Mengatakan belum makan saat di rs,nafsu makan turun, hanya sedikit minum air mineral/
air putih, klien terpasang infus rl 20 tpm. Mengatakan mual dan perasaan ingin muntah.

30
2. Pola cairan dan elektrolit

Sebelum sakit :

Jenis minuman yang klien konsumsi yaitu berupa air putih susu dan kopi 1 gelas dalam
satu hari. Klien mengkonsumsi air mineral ± 6-7 gelas perhari.

Saat sakit :

mengatakan semenjak sakit produksi kebutuhan cairan menjadi berkurang, hanya minum
air putih sedikit kurang lebih setengah gelas.

3. Pola eleminasi
Sebelum sakit :
BAK : Mengatakan produksi output urine 3-4x dalam sehari, dengan kualitas urine
berwarna kuning jernih, tidak pernah mengalami perdarahan, bau khas urine.
BAB : Mengatakan klien BAB 1x dalam sehari,
dengan konsistensi lunak, bau khas, warna feses tergantung
dengan apa yang di makan.
Saat sakit :
BAK : Mengatakan selama sakit klen terpasang katete.
BAB : Mengatakan saat di rumah sakit klien belum pernah bab.

4. Pola tidur
Sebelum sakit :
Mengatakan saat dirumah klien tidur siang selama 2 jam dari jam 13.00-15.00, tidur
malam selama 8 jammulai dari jam 21.00 sampai jam 06.00.
Saat sakit :
Pada saat dirumah sakit, klien mengatakan tidur siang selama 1 jam, jam 12.00 sampai jam
13.00, tidur malam selama 9 jam mulai dari jam 20.00-05.00.

5. Pola hygiene
Sebelum sakit :
Klien mandi 2x dalam sehari, klien mengatakan jika setiap mandi klien selalu berkeramas,
kebersihan rambut terjaga, serta klien mengatakan jika memotong kuku setiap 1minggu
sekali.
Saat sakit :
Mengatakan saat sakit klien haya di washlap oleh istrinya untuk menjaga kebersihannya,
daan saat di rumah sakit klien belu melakukan kebersihan mulut.

6. Pola aktivitas
Sebelum sakit :
Mengatakan biasanya klien bekerja dari pagi sampai siang dan istirahat setelahnya.
Saat sakit :

31
Selama sakit klien hanya terdiam diri tempat tidur karena merasa tidak berdaya yang
disebabkan oleh sakitnya, klien juga mengatakan semua aktifitas dibantu oleh
keluarganya, seperti makan minum, toileting dll

c. Kondisi Psikososial
1. Pola interaksi klien dengan keluarga baik begitupun dengan sekitarnya
2. Pola pertahanan keluarga : Klg Mengatakan jika menggunakan BPJS mandiri untuk
merawat anaknya di RS.
3. Pengetahuan keluarga : klien mengatakan bingung, cemas kurang mengetahui mengenai
sakit yg dialaminya, pencegahan yang dilakukan kluarga klien terhadap klien yaitu
langsung membawanya untuk menjalani perawatan di RS.

3.3 Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan umum : Lemah

Tingkat kesadaran : Composmentis

TTV : TD: 169/99mmhg S: 36,2 ˚C RR 20x/menit

N: 98x/menit SpO2 : 99%

b. Pemeriksaan Fisik Khusus

1. Sistem penglihatan

a) Fungsi penglihatan : Penglihatan normal

b) Posisi mata : Simetris

c) Keadaan kelopak mata : Baik, berwarna hitan

d) Keadaan conjungtiva : Merah muda

-Keadaan kornea : Tampak jernih

-Keadaan sklera : Tidak ikterus

- Keadaan pupil : Isokor, retraksi terhadap cahaya baik

-Tanda peradangan : Tidak ada tanda peradangan

e) Penggunaan alat bantu : Tidak menggunakan alat bantu seperti kacamata

32
2. Sistem pendengaran

a) Fungsi pendengaran : Normal

b) Posisi telingan : Simetris

c) Keadaan daun telinga : Normal

d) Kondisi telinga

-Kebersihan : Bersih

-Cairan pada telinga : Tidak ada cairan

- Tinitus : Tidak ada tanda gangguan

- Serumen : Berwarna kuning

e) Tanda peradangan : Tidak ada

f) Pemakaian alat bantu : Tidak menggunakanan alat bantu

g) Uji fungsi pendengaran: Bai

3. Sistem pernafasan

a) Pernafasan cuping hidung : Hidung kembang kempis

b) Bersihan jalan nafas : Sputum (-)


c) Bentuk dada : Simetris
d) Retraksi dada : Penarikan dinding dada (-)
e) Irama nafas : Dispnea
f) Kedalaman nafas : Cepat dangkal
g) Suara nafas : abnormal
h) Penggunaan alat bantu : terpasang O2 2lpm

4. Sistem kardiovaskulaer
a) Nadi : 98x/menit
b) Temperatur kulit : Panas
c) CRT : < 2’
d) Odema : Tidak ada tanda odema

5. Sistem persyarafan
a) GCS score : E 4 V 5 M 5
b) Reaksi pupil : Normal
c) Peningkatan TIK : Tidak ada
d) Reflek fiologis patologi: Norma

33
6. Sistem pencernaan
a) Keadaan mulut : Mukosa mulut kering, bibir normal, keadaan gigi bersih
b) Kemampuan menelan : Baik
c) Mual – muntah : Iya

7. Sistem integumen
a) Keadaan rambut : Bersih, tidak rontok
b) Karakteristik kuku : Normal
c) Keadaan kulit
-Turgor kulit : Elastis
- Warna kulit : Sawo matang
- Luka/stoma/lesi : Terdapat bintik merah
- Kebersihan kulit : Bersih

8. Sistem muskuloskeletal
a) Kesulitan pergerakan : ekstrimitas kanan lemah
b) Sakit dada – sendi : Tidak ada
c) Fraktur : Tidak ada
d) Kontraktur : Tidak ada
e) Kelainan tulang : Tidak ada
f) Kelainan sendi : Tidak ada
g) Kekuatan otot : 5 1
5 1

9. Sistem imunologik
Tidak ada tanda gejala pembesaran getah bening maupun
kelenjar tiroid.

3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

-Hb : 14,3 g/dl (13-18 g/dl)

-Leukosit : 12,2 ul (4-10rb/ul)

- Hematrokit : 41,3% (40-%)

-Eritrosit : 4.77 ul (4.40-5.60jt/ul)

-Trombosit : 215 ul (150-450rb/ul)

-Mcv : 86,7 fl (80-100 fl)

-Mch :29,9pg/sel (29-34 pg/sel)

34
-Mchc : 34,6 (32-36 g/dl)

-Trombosit : 215 (150-450 ul)

-Mpv : 9 fl (6,5-12fl)

-Pdw : 15,2 (9.0-17)

-Rdw Cv : 13,7 (11,5-14,5%)

-Rdw SD : 43 (35.0-56.0 fl)

-PCT : 0.193 (0.108-0,282 fl)

b. Rontgen

Hasil baca normal

3.5 Farmakoterapi

No Tanggal Terapi Dosis


1 19/8/22 Inj Ceftriaxone 1gr/12 jam
2 19/8/22 Inj Furosemide 20mg/8jam
3 19/8/22 Inj Citicolin 500mg/12 jam
4 19/8/22 Inj Mecobalamin 1amp/24 jam
5 19/8/22 Tab Captopril 0-0-1
6 19/8/22 Tab Amlodipin 1tab/24 jam

3.6 Data fokus

a. Data Subjektif

 Mengatakan lemah anggota gerak sebelah kanan sejak sehabis sholat subuh
 Mengatakan semua aktifitas dibantu oleh keluarga seperti makan minum toileting
dll
 Klg mengatakan klen muntah 2x
 Mengatakan mual dan perasaan ingin muntah
 Mengatakn nafsu makan berkurang
 Mengtakan saat di rumah sakit klien belum makan
 Mengatakan aktifitas hanya di tempat tidur
 Klg mengatakan klien tidak ingin makan meski sudah di coba untuk
menyuapinya

35
b. Data Objektif

 TD : 169/99 mmhg
 N : 99x/menit
 S : 36,3⁰C
 RR : 20x/menit
 Spo2 : 99%
 Ku : lemah
 Klien tampak lemah
 Klien tampak lemas
 Aktifitas klien dibantu keluaganya
 Ekstrimitas kanan tampak sulit di gerakan
 Kekuatan otot 5 1
5 1

3.7 Analisa Data

Tabel 3.1

Analisa data

Data Masalah Etiologi

Ds: Gangguan mobilitas gangguan


•Mengatakan lemah anggota gerak sebelah fisik neuromuskular
kanan sejak sehabis sholat subuh
•Mengatakan semua aktifitas dibantu oleh
keluarga seperti makan minum toileting dll
•Mengatakan aktifitas hanya di tempat tidur

Do:
 Ku : lemah
 Klien tampak lemas
 Aktifitas klien dibantu keluaganya
 Ekstrimitas kanan tampak sulit di gerakan
 Kekuatan otot
5 1
5 1

Ds: Risiko Perfusi Embolisme

36
•Mengatakan lemah anggota gerak sebelah Serebral Tidak
kanan sejak sehabis sholat subuh Efektif
Do:
• TD : 169/99 mmhg
• N : 99x/menit
• S : 36,3⁰C
• RR : 20x/menit
• Spo2 : 99%
• Ku : lemah

Ds: Defisit nutrisi ketidakmampuan


•Klg mengatakan klen muntah 2x menelan makanan
•Mengatakan mual dan perasaan ingin
muntah
•Mengatakn nafsu makan berkurang
•Mengtakan saat di rumah sakit klien belum
makan
•Klg mengatakan klien tidak ingin makan
meski sudah di coba untuk menyuapinya
Do:
• Ku : lemah
• Klien tampak lemah
• Klien tampak lemas

3.8 Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular

b. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif dibuktikan dengan Embolisme

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

3.9 Rencana Keperawatan

37
Tabel 3.2

Proses Rencana keperawatan

N Diagnosa Tujuan Intervensi


O
1 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
fisik berhubungan keperawatan selama ... jam 1. Identifikasi adanya
dengan gangguan diharapkan mobilitas fisik keluhan nyeri atau
neuromuskular klien meningkat dengan fisik lainnya
kriteria hasil: 2. Identifikasi
1. Pergerakan ekstremitas kemampuan dalam
meningkat melakukan
2. Kekuatan otot pergerakkan
meningkat 3. Monitor keadaan
3. Rentang gerak (ROM) umum selama
meningkat Kelemahan melakukan mobilisasi
fisik menurun 4. Libatkan keluarga
untuk membantu klien
dalam meningkatkan
pergerakan
5. Anjurkan untuk
melakukan pergerakan
secaraperlahan
6. Ajarkan mobilisasi
sederhana yg bisa
dilakukan seperti
duduk ditempat tidur,
miring kanan/kiri, dan
latihan rentang gerak
(ROM).

2 Risiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan


Serebral Tidak keperawatan selama. ... jam tekanan intracranial.
Efektif dibuktikan diharapkan perfusi serebral 1. Identifikasi
dengan Embolisme dapat adekuat/meningkat penyebab
dengan Kriteria hasil : peningkatan
1. Tingkat kesadaran tekanan intrakranial
meningkat (TIK)
2. Tekanan Intra Kranial 2. Monitor tanda
gejala peningkatan
(TIK) menurun
tekananintrakranial
3. Tidak ada tanda tanda (TIK)
pasien gelisah. 3. Monitor status
4. TTV membaik pernafasan pasien
4. Monitor intake dan
output cairan
5. Minimalkan
stimulus dengan

38
menyediakan
lingkungan yang
tenang
6. Berikan posisi semi
fowler
7. Pertahankan suhu
tubuh normal

3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi


berhubungan dengan keperawatan selama ... jam 1. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan diharapkan ststus nutrisi 2. Monitor asupan makanan
menelan makanan adekuat/membaik dengan 3. Berikan makananketika
kriteria hasil: masih hangat
1. Porsi 4. Ajarkan diit sesuai yang
makanihabiskan/menin diprogramkan
gkat 5. Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian diit
2. Berat badan membaik
yang tepat
3. Frekuensi makan
membaik
4. Nafsu makan membaik

3.10 Implementasi - Evaluasi

Tabel 3.3

Proses implementasi evaluasi

No Hari/tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi

1 Jumat Gangguan 1. Mengidentifikasi S:


19/8/2022 mobilitas fisik adanya keluhan nyeri Keluarga mengatakan
berhubungan atau fisik lainnya semua aktifitas di
dengan 2. Mengidentifikasi bantu
gangguan kemampuan dalam O:
neuromuskular melakukan -Klien tampak lemah
pergerakkan -tampak aktifitas
3. Memonitor keadaan dibantu keluarganya
umum selama A:
melakukan mobilisasi Masalah belum teratasi
4. Melibatkan keluarga P:
untuk membantu klien Lanjutkan intervensi
dalam meningkatkan
pergerakan
5. Menganjurkan untuk
melakukan pergerakan
secaraperlahan
6. Mengajarkan
mobilisasi sederhana

39
yg bisa dilakukan
seperti duduk ditempat
tidur, miring
kanan/kiri, dan latihan
rentang gerak (ROM).

2 Jumat Risiko Perfusi 1. Mengidentifikasi S:


19/8/2022 Serebral Tidak penyebab peningkatan Mengatakan ektrimitas
Efektif tekanan intrakranial kanan tidak dapat di
dibuktikan (TIK) gerakan
dengan 2. Memonitor tanda O:
Embolisme gejala peningkatan -Ku: Lemah
tekananintrakranial - TD : 169/99 mmhg
(TIK) -N : 99x/menit
3. Memonitor status -S : 36,3⁰C
pernafasan pasien -RR : 20x/menit
4. Memonitor intake dan -Spo2 : 99%
output cairan A:
5. Meminimalkan Masalah belum teratasi
stimulus dengan P:
menyediakan Lanjutkan intervensi
lingkungan yang
tenang
6. Memberikan posisi
semi fowler
7. Mempertahankan suhu
tubuh normal

3 Jumat Defisit nutrisi 1. Mengidentifikasi S:


19/8/2022 berhubungan status nutrisi Mengatakan
dengan 2. Memonitor asupan nafsumakan menurun
ketidakmampuan makanan O:
menelan 3. Memberikan Klen tampak lemas
makanan makananketika masih A:
hangat Masalah belum teratasi
4. Mengajarkan diit P:
sesuai yang Lanjutkan intervensi
diprogramkan
5. Mengkolaborasi
dengan ahli gizi
dalam pemberian diit
yang tepat

No Hari/tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi

4 Sabtu Gangguan 1. Mengidentifikasi S:


40
20/8/2022 mobilitas fisik adanya keluhan nyeri Keluarga mengatakan
berhubungan atau fisik lainnya semua aktifitas di bantu
dengan 2. Mengidentifikasi O:
gangguan kemampuan dalam -Klien tampak lemah
neuromuskular melakukan -tampak aktifitas
pergerakkan dibantu keluarganya
3. Memonitor keadaan A:
umum selama Masalah sedang diatasi
melakukan mobilisasi P:
4. Melibatkan keluarga Lanjutkan intervensi
untuk membantu klien
dalam meningkatkan
pergerakan
5. Menganjurkan untuk
melakukan pergerakan
secaraperlahan
6. Mengajarkan
mobilisasi sederhana
yg bisa dilakukan
seperti duduk ditempat
tidur, miring
kanan/kiri, dan latihan
rentang gerak (ROM).

5 Sabtu Risiko Perfusi 1. Mengidentifikasi S:


20/8/2022 Serebral Tidak penyebab peningkatan Mengatakan ektrimitas
Efektif tekanan intrakranial kanan tidak dapat di
dibuktikan (TIK) gerakan
dengan 2. Memonitor tanda O:
Embolisme gejala peningkatan -Ku: Lemah
tekananintrakranial - TD : 169/99 mmhg
(TIK) -N : 99x/menit
3. Memonitor status -S : 36,3⁰C
pernafasan pasien -RR : 20x/menit
4. Memonitor intake dan -Spo2 : 99%
output cairan A:
5. Meminimalkan Masalah sedang diatasi
stimulus dengan P:
menyediakan Lanjutkan intervensi
lingkungan yang
tenang
6. Memberikan posisi
semi fowler
7. Mempertahankan suhu
tubuh normal

6 Sabtu Defisit nutrisi 1. Mengidentifikasi status S:


20/8/2022 berhubungan nutrisi Mengatakan
dengan 2. Memonitor asupan nafsumakan menurun

41
ketidakmampuan makanan O:
menelan 3. Memberikan Klen tampak lemas
makanan makananketika masih A:
hangat Masalah sedang diatasi
4. Mengajarkan diit P:
sesuai yang Lanjutkan intervensi
diprogramkan
5. Mengkolaborasi
dengan ahli gizi dalam
pemberian diit yang
tepat

No Hari/tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi

7 Minggu Gangguan 1. Mengidentifikasi S:


21/8/2022 mobilitas fisik adanya keluhan nyeri Keluarga mengatakan
berhubungan atau fisik lainnya sebagian aktifitas
dengan 2. Mengidentifikasi dibantu,mengatakan
gangguan kemampuan dalam tangan klen sudah bisa
neuromuskular melakukan di geser secara mandiri
pergerakkan O:
3. Memonitor keadaan -Klien tampak lemah
umum selama -tampak aktifitas
melakukan mobilisasi dibantu keluarganya
4. Melibatkan keluarga A:
untuk membantu klien Masalah teratasi
dalam meningkatkan sebagian
pergerakan P:
5. Menganjurkan untuk Hentikan intervensi
melakukan pergerakan - Pasien pulang
secaraperlahan
6. Mengajarkan
mobilisasi sederhana
yg bisa dilakukan
seperti duduk ditempat
tidur, miring
kanan/kiri, dan latihan
rentang gerak (ROM).

8 minggu Risiko Perfusi 1. Mengidentifikasi S:


21/8/2022 Serebral Tidak penyebab peningkatan Mengatakan ektrimitas
Efektif tekanan intrakranial kanan perlahan sudah
dibuktikan (TIK) bisa di gerakan

42
dengan 2. Memonitor tanda O:
Embolisme gejala peningkatan -Ku: Lemah
tekananintrakranial - TD : 169/99 mmhg
(TIK) -N : 99x/menit
3. Memonitor status -S : 36,3⁰C
pernafasan pasien -RR : 20x/menit
4. Memonitor intake dan -Spo2 : 99%
output cairan A:
5. Meminimalkan Masalah teratasi
stimulus dengan sebagian
menyediakan P:
lingkungan yang Hentikan intervensi
tenang -pasien pulang
6. Memberikan posisi
semi fowler
7. Mempertahankan suhu
tubuh normal

9 Minggu Defisit nutrisi 1. Mengidentifikasi S:


21/8/2022 berhubungan status nutrisi Mengatakan
dengan 2. Memonitor asupan menghabiskan ½ dari
ketidakmampuan makanan porsi yg disediakan rs
menelan 3. Memberikan O:
makanan makananketika masih Klen tampak lemas
hangat A:
4. Mengajarkan diit Masalah teratasi
sesuai yang sebagian
diprogramkan P:
5. Mengkolaborasi Hentikan intervensi
dengan ahli gizi dalam -pasien pulang
pemberian diit yang
tepat

BAB IV

PEMBAHASAN

43
4.1 Gambaran lokasi penelitian

RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo adalah rumah sakit umum daerah milik Pemerintah
dan merupakan salah satu rumah sakit tipe C yang terletak di wilayah Kota Bandar
Lampung. Rumah sakit ini memberikan pelayanan di bidang kesehatan yang didukung
oleh layanan dokter spesialis serta ditunjang dengan fasilitas medis lainnya. Selain itu
RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo juga sebagai rumah sakit rujukan dari faskes tingkat 1,
seperti puskesmas atau klinik.

SEJARAH BERDIRINYA RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Rumah


Sakit Umum Daerah Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung adalah rumah sakit milik
Pemerintah Kota Bandar  Lampung yang terletak di Kota Bandar Lampung, Berdasarkan
izin operasional penyelenggaraan Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kota Bandar Lampung Nomor 445.2.20.09.2011 yang berlaku selama 5 tahun terhitung
tanggal 21 Januari 2011 s/d 1 Januari 2016. Tanggal 23 Februari 2011 diterbitkan SK
Menteri Kesehatan RI Nomor HK.03/05/I/564/11 tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung dengan Tipe C.

Berdasarkan SK Walikota Bandar Lampung Nomor 36/09/HK/2011 tanggal 20


Januari 2011 tentang Pemberian Nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota
Bandar Lampung, nama RSUD Kota Bandar Lampung berubah menjadi Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung.

RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung sebagai rumah sakit rujukan 28
Puskesmas induk dan 56 Puskesmas Pembantu di Wilayah Kota Bandar Lampung.

PERUBAHAN STATUS MENJADI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH


(BLUD) Dengan terbitnya Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (PBN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 61 tahun 2005 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah, RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung menjadi Rumah Sakit
Pemerintah berbentuk Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-
BLUD). Penerapan peraturan ini mengakibatkan pola pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis
yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya dibidang
kesehatan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.

Berdasarkan Keputusan Walikota Bandar Lampung Nomor 69.1/IV.41/HK/2012


tanggal 8 Februari 2012, RSUD Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung ditetapkan
sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

4.2 Pembahasan asuhan keperawatan

A. Pengkajian

44
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan baik saat pasien
pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat dirumah sakit (Widyorini,
2017).

Penyebab dari gangguan mobilitas fisik yakni gangguan neuromuscular. Salah satu
kondisi terkait dengan gangguan mobilitas fisik adalah stroke (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016). Gangguan neuromuscular merupakan kondisi progresif yang
dikarakteristikan dengan degenerasi saraf motorik di bagian korteks, inti batang otak dan
sel kornu anterior pada medulla spinalis sehingga menimbulkan ketidakmampuan sistem
saraf dan otot untuk bekerja sebagaimana mestinya (Sari, Harum et al., 2015).

Stroke non hemoragik di sebabkan oleh faktor peningkatan kolesterol, obesitas dan
merokok (Muttaqin, 2010). Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan
aterosklerosis dan terbentuknya thrombus sehingga aliran darah menjadi lambat untuk
menuju ke otak, kemudian hal itu dapat menyebabkan perfusi otak menurun.

Berdasarkan pengkajian yang telah di lakukan terhadap Tn.J saat dilakukan pengkajian
didapatkan hasil bahwa Tn.J mengalami strok / kelumpuhan bagian kanan sejak sehabis
sholat subuh, terdapat muntah sebanyak 2x dan peningkatan tekanan darah TD: 169/99
mmhg, keluarga mengatakan klen sulit di ajak bicara,keluarga mengatakan semua aktifitas
di bantu oleh keluarga seperti makan minum toileting dll. Kekuatan otot berkurang.

Adapun pengkajian terhadap nutrisi dimana klien memiliki penurunan nafsu makan,
muntah 2x, klen belum makan saat di rumah sakit,tampak porsi makan yang disediakan
rumah sakit utuh, keluarga klien mengatakan klen tidak mau makan meski sudah di coba
untuk di suapi.

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien


terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialami baik berlangsung secara
aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon
klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(SDKI DPP PPNI, 2017).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh abdul aziz dan agnes (2018) yang
melakukan penelitian terhadap penderita SNH. Sesuai dengan masalah data subjektif dan
data bjektif yang didapat bahwa penelitian tersebut mengangkat diagnosa keperawatan
seperti gangguan mobilitas fisik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan
diangkat berdasarkan hasil pengkajian yang telah didapat.

Penelitian yang telah dilakukan oleh kiswanto (2021) dimana pada kasus penderita
SNH penelitian tersebut mengangkat diagnosa yang diantaranya sesuai dengan diagnosa
pada kasus Tn.J. dimana diagnosa tersebut yaitu. Gangguan perfusi jaringan serebral.

45
Penelitian yang telah dilakukan oleh kusuma (2018) dimana pada kasus penderita SNH
penelitian tersebut mengangkat diagnosa yang diantaranya sesuai dengan diagnosa pada
kasus Tn.j dimana diagnosa tersebut yaitu defisit nutrisi. Diagnosa tersebut diangkat
berdasarkan hasil pengkajian yang telah di dapat.

Berbeda dengan penelitian terhadap Tn.J hanya satu diagnosa prioritas yang sesuai
dengan diagnosa yang telah diangkat oleh peneliti aziz. Dimana pada kasus Tn.J diagnosa
yang diangkat berdasarkan data yang didapat yaitu, Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuskular, Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif dibuktikan dengan
Embolisme, Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
Menurut analisa penelitian Tn.j muncul diagnosa Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuskular dimana semua aktifitas dibantu oleh keluarga dan
kelemahan otot ditandai dengan nilai kekuatan otot sbb 5 1

5 1

c. Rencana keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan padapengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai iuran (outcome) yang
diharapkan (SDKI DPP PPNI, 2018).
Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk mengulangi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien yang dimana tujuannya untuk mengantisipasi
kemungkinan munculnya kembali masalah dengan menganalisis kondisi lingkungan
internal maupun eksternal yang mengacu pada upaya pencapaian tujuan (Mc Namara,
2013).

1. Gangguan mobilitas fisik


Intervensi yang di lakukan pada Tn.j dengan tujuan setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguanmobilitas fisik teratasi dengan kriteria
hasil : Pergerakan ekstremitas meningkat, Kekuatan otot meningkat. Rentang gerak
(ROM) meningkat, Kelemahan fisik menurun, Rencana tindakan dalam masalah gangguan
mobilitas fisik meliputi : Dukungan Mobilisasi, Identifikasi adanya keluhan nyeri atau
fisik lainnya , Identifikasi kemampuan dalam melakukan pergerakkan, Monitor keadaan
umum selama melakukan mobilisasi, Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam
meningkatkan pergerakan, Anjurkan untuk melakukan pergerakan secaraperlahan, Ajarkan
mobilisasi sederhana yg bisa dilakukan seperti duduk ditempat tidur, miring kanan/kiri,
dan latihan rentang gerak (ROM).

2. Resiko perfusi serebral tidak efektif

Intervensi yang dilakukan pada Tn.j denga tujuan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama. 3x24 jam diharapkan perfusi serebral dapat adekuat/meningkat

46
dengan Kriteria hasil: Tingkat kesadaran meningkat, Tekanan Intra Kranial (TIK)
menurun,Tidak ada tanda tanda pasien gelisah.TTV membaik dengan intervensi
Manajemen Peningkatan tekanan intracranial.Identifikasi penyebab peningkatan tekanan
intrakranial (TIK),Monitor tanda gejala peningkatan tekananintrakranial (TIK), Monitor
status pernafasan pasien, Monitor intake dan output cairan, Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang, Berikan posisi semi fowler, Pertahankan suhu
tubuh normal

3. Defisit nutrisi
Nutrisi merupakan zat yang sangat diperlukan oleh tubuh. Nutrisi sangat
berhubungan erat dengan kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam
tubuh manusia untuk menerima makanan atau bahan dari lingkungan hidupnya yang
digunakan untuk aktivitas penting dalam tubuh serta mengeluarkan sisanya (Jauhari dan
Nasution, 2013).
Dalam riwayat medis kejadian kurangnya nutrisi berhubungan dengan adanya faktor
yang mempengaruhi seperti gizi yang dikaji riwayat alergi, jenis diit, pengobatan yang
sedang dijalani pasien (Mardalena, 2017).
Intervensi yang dilakukan pada Tn.J yaitu dengan tujuan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ststus nutrisi adekuat/membaik dengan kriteria
hasil: Porsi makanihabiskan/meningkat, Berat badan membaik, Frekuensi makan
membaik, Nafsu makan membai, Manajemen Nutrisi dengan intervensi, Identifikasi status
nutrisi, Monitor asupan makanan. Berikan makananketika masih hangat, Ajarkan diit
sesuai yang diprogramkan, Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat

D. Implementasi dan evaluasi


Analisa implementasi merupakan fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan yang merupakan langkah dar keempat proses keperawatan yang telah
direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk
mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak respons yang ditimbulkan oleh
masalah keperawatan dan kesehatan (Ali, 2016).
Sedangkan evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu
masalah (Meirisa, 2013).

1. Gangguan mobilitas fisik


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh shinta, dkk (2020) dimana setelah
dilakukan ROM harus dilakukan sedini mungkin dan secara terus menerus minimal
pelaksanaan 4 minggu. Latihan ROM harus dila kukan sedini mungkin untuk
mencegah terjadinya komplikasi stroke (kontraktur),melancarkan sirkulasi
peredaran darah, dan meningkatkan kualitas hidup.
Sedangkan pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada Tn.J bahwa
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari dengan menggunakan rom

47
fasive dapat meningkatkan kekuatan otot secara perlahan, tetapi tentunya harus
terus menerus di latih sampai kembali seperti biasa.

2. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif


tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada Tn.J bahwa setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 hari tekanan darah berangsur angsur membaik

3. Defisit nutrisi
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada Tn.J bahwa setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 hari nafsu makan klien membaik.

4.3 karya inovasi terkait

Penderita stroke akan mengalami kehilangan fungsi motorik dan sensorik yang
mengakibatkan hemi paresis, hemiplegia, serta ataksia. Akibat adanya gangguan motorik
pada otak, maka otot akan diistirahatkan sehingga menyebabkan atrofi otot. Atrofi otot
menyebabkan kekakuan otot, sehingga otot yang kaku tersebut dapat mengalami
keterbatasan gerak pada pasien stroke (Ariani, 2012)

Salah satu bentuk latihan rehabilitasi yang dinilai cukup efektif untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada pasien stroke adalah latihan range of motion (ROM). Secara
konsep, latihan ROM dapat mencegah terjadinya penurunan fleksibilitas sendi dan
kekakuan sendi (Rahayu, 2015)

Peneli tian menurut (Yudha, 2014) menyebutkan bahwa adanya pengaruh antara
ROM dengan kekuatan otot pasien setelah perawatan. Cara mengevaluasi dengan
dihitung selisih kekuatan otot hari per-1 dengan hari ke-28 setelah dilakukan ROM serta
setelah penelitian tersebut, peneliti menyarankan agar menerapkan latihan ROM secara
rutin dan berkelanjutan secara dini.

Penelitianini sejalan dengan (Ni’mah & Nadhiroh, 2015) yaitu menunjukkan adanya
hubungan antara latihan ROM dengan kemampuan motorik pasien stroke di RSUD
Gambiran Kediri 2014. Peneliti memberikan latihan ROM pasif dua kali perhari dalam 7
hari dengan pelaksanaan pagi dan sore.

Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk


mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus.
Latihan ROM biasanya dilakukan pada pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang
gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas
total. Latihan ini bertujuan mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara
mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk
(Derison et al, 2016)

48
Adapun penelitian yang telah dilakukan oleh kun ika (2014)yg berjudul pengaruh
pemberian latihan range of motion (rom) terhadapkemampuan motorik pada pasien post
stroke di rsud gambira, Pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa telah dilakukan
penelitian terhadap 20 responden Setelah dilakukan intervensi menggunakan rom
didapatkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada pengaruh pemberian latihan Range Of
Motion (ROM ) ter hadap kemampuan motorik pada pasien post stroke di RSUD
Gambiran Kediri tahun 2014.

Adapun dari teori-teori tersebut, berkesinambungan dengan intervensi keperawatan


yang telah dilakukan kepada Tn.J dengan kasus kelemahan anggota gerak sebelah kanan
pada SNH menegakkan masalah utama yaitu gangguan mobilitas fisik. Didapatkan data
dari hasil pengkajian yaitu Tn.j mengalami stroke atau kelemahan anggota gerak sebelah
kanan secara tiba tiba setelah sholat subuh, klien muntah 2x, dan sulit di ajak bicara,TD:
169/99mmhg S 36.3˚C, RR 20x/menit, N 99x/menit, kl,semua aktifitas di bantu oleh
keluarganya, klein tidak nafu makan, klien nampak lemah ,lemas, mukosa bibir kering.
Dilakukannya inovasi intervensi keperawatan berupa pemberian ROM pasif. dilakukan
secara bertahap 1-2x dalam sehari, dengan cara mengajarkan dan menganjurkan meng
aplikasikan rom pada klien.

BAB V
SIMPULAN

49
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Tn.j dengan SNH
terhadap peningkatan kekuatan otot di Ruang syaraf RSUD A. Dadi tjokro dipo, maka
dapat disimpulkan bahwa :
a. Pada hasil pengkajian Tn.j mengalami stroke sebelah kanan sejak sehabis solat
subuh, Mengatakan lemah anggota gerak sebelah kanan sejak sehabis sholat
subuh, semua aktifitas dibantu oleh keluarga seperti makan minum toileting dll,
klen muntah 2x, nafsu makan berkurang, saat di rumah sakit klien belum makan,
aktifitas hanya di tempat tidur.
b. Terdapat tiga diagnosa yang diangkat berupa : gangguan mobilitas fisik, Risiko
Perfusi Serebral Tidak Efektif, Defisit nutrisi
c. Rencana keperawatan yang dilakukan pada Tn.j pada diagnosa aktual berupa :
d. Implementasi terkait inovasi yang telah dilakukan terhadap Tn.j yaitu berupa :
melakukan rom pasif 1-2x dalam sehari
e. Hasil evaluasi yang didapat setelah dilakukan inovasi rom pasif selama tiga hari,
mengalami peningkatan kekuatan otot. Meski tidak mengembalikannya secara
sebelum sakit. Tetapi terdapat peningkatan meski sedikit.

2.2 Saran

a. Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan serta sebagai layanan informasi dalam


melakukan asuhan keperawatan kususnya terhadap penderita SNH terhadap
penurunan hipertermi

b. Diharapkan klien SNH dapat mendapatkan layanan asuhan keperawatan secara


komprehensif

DAFTAR PUSTAKA

50
Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi). MediAction.

Anita Shinta Kusuma dan Oktavia Sara (2020) Penerapan Prosedur Latihan Range Of
Motion (Rom) Pasif Sedini Mungkin Pada Pasien Stroke Non Hemoragik (Snh)

Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jakarta : EGC

PPNI, T. P.(2017) Standar Diagnosa Keperawatan. JAKARTA : DPP PPNI.

gusrianto1, Nirva Rantesigi(2020) Penerapan Latihan Range of Motion (ROM) Pasif


terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien dengan Kasus Stroke
Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIKA) Vol. 2, No. 2, Agustus 2020

Potter and Perry. (2010). Fundamental Of NurshingBuku 3 Edisi. Salemba Medika: Jakarta.

Potter and Perry. (2010). Fundamental Of NurshingBuku 3 Edisi. Salemba Medika: Jakarta.

Elsi Rahmadani & Handi Rustandi (2019) Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan HEmiparese Melalui Latihan Range Of Motion (Rom) Pasif,
Journal of Telenursing

Kun Ika Nur Rahayu (2015), Pengaruh Pemberian Latihan Range Of Motion (Rom)
Terhadapkemampuan Motorik Pada Pasien Post Stroke Di Rsud Gambiran, Jurnal
Keperawata, Volume 6, Nomor 2

Depkes RI.2014. profil kesehatan indonesia tahun 2013. Jakarta. Depkes


Anggriani, Zulkarnain, Sulaimani, Roni Gunawan (2018) Pengaruh Rom (Range Of Motion)
Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Non Hemoragic, Jurnal
Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 2

51

Anda mungkin juga menyukai