Anda di halaman 1dari 144

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah keadaan hilangnya fungsi otak yang disebabkan oleh

berhentinya suplai darah menuju otak (Smeltzer and Bare, 2018). Stroke

adalah terhentinya aliran darah ke otak yang terjadi secara tiba-tiba.

Terhentinya aliran darah ini dapat terjadi karena sumbatan atau pecahnya

pembuluh darah di otak. Otak tidak mampu menghasilkan energi untuk

kepentingan kerja otak, karena itu terhentinya aliran darah ke otak menye

babkan terhentinya suplai oksigen dengan energi ke otak (Risdianto, 2018). Str

oke terjadi ketika pembuluh darah otak gagal menyuplai oksigen ke sel-sel

otak. Jika sel tidak menerima nutrisi dan oksigen dari darah, maka terj

adilah kerusakan pada sel otak (Lestari, 2019). Stroke terbagi menjadi dua je

nis yaitu stroke non hemoragik (sumbatan pada pembuluh darah otak yang

mengakibatkan iskemik) dan stroke hemoragik (pecah pembuluh darah otak) (Sul

astri, 2018).

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai suatu penyakit akibat

tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak

sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan karena penum

pukan kolesterol pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis) atau bekuan

darah yang telah menyumbat pada suatu pembuluh darah ke otak (Nurarif Huda,

2016). Sedangkan stroke hemoragik terjadi paling sering dari pecahnya aneuris

ma atau pembuluh darah yang abnormal terbentuk. Perdarahan ini menyebabkan

1
2

gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga menyebab

kan iskemia pada jaringan sekitarnya (Kasuba dkk, 2019).

Menurut WHO (World Health Organization), penyakit stroke

merupakan penyakit nomor dua yang menyebabkan kematian hampir di

seluruh dunia dan nomor tiga penyebab utama disabilitas (Johnson et al.,

2016). Di Amerika Serikat, stroke menjadi penyakit nomor lima yang

menyebabkan kematian, setelah penyakit jantung, kanker, dan penyakit

pernafasan kronis (Alifudin & Ediati, 2019).

Di Indonesia prevalensi stroke pada tahun 2013 mencapai 12,1 per

1000. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi stroke (permil)

berdasarkan diagnosis pada penduduk umur ≥15 tahun mengalami pening

katan dari 11,1 menjadi 14,7. Prevalensi jumlah penyakit stroke yang paling ba

nyak terjadi di Indonesia adalah stroke non hemoragik berkisar 85-87% dari

semua kasus stroke (Riskesdas, 2018).

Provinsi Sumatera Barat sendiri menempati posisi tertinggi yaitu

mencapai angka 10,8%, sedangkan rata-rata penderita stroke di Indonesia

10,9% (Riskesdas, 2018). Menurut data Dinas Kesehatan Kota Padang

tahun 2018, stroke adalah penyebab kematian urutan ketujuh di Kota

Padang dengan jumlah persentase 9%. Berdasarkan laporan Profile

Kesehatan tahun 2019, terjadi peningkatan kejadian stroke dibandingkan

tahun sebelumnya. Stroke merupakan peringkat keempat diantara sepuluh


3

penyebab mortalitas di Kota Padang tahun 2019 sebanyak 13,2% (Riskes

das, 2018).

Dari hasil survey awal didapatkan data di Rumah Sakit Tk.III Dr.

Reksodiwiryo Padang dengan jumlah pasien stroke non hemoragik dan

stroke hemoragik selama 3 bulan terakhir sebanyak 95 orang. Pada pasien

stroke non hemoragik terdapat 59 orang dan untuk stroke hemoragik 36

orang. Terdapat 82 yang masih hidup dan 13 orang yang meninggal.

Pada bulan kedua terjadi peningkatan jumlah pasien dengan stroke non

hemoragik sebanyak 8 orang sehingga total pasien stroke non hemoragik

menjadi 24 orang. (Rumah Sakit TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang, 2021).

Pasien stroke non hemoragik yang tidak segera mendapatkan

penanganan medis dapat mengakibatkan kelumpuhan dan juga menim

bulkan komplikasi, salah satunya seperti terjadinya gangguan mobilisasi, gan

gguan fungsional, gangguan aktivitas sehari-hari dan kecacatan yang tidak

dapat disembuhkan. Gangguan fungsional yang umum terjadi pada penderita

stroke non hemoragik ialah pada ekstremitas atas, diantaranya seperti kehilan

gan kontrol yang dapat menurunnya kekuatan otot (Anggraini dkk., 2018).

Gejala yang dialami pasien stroke non hemoragik adalah kelemahan pada salah

satu sisi tubuh, ketidakmampuan untuk berbicara, kehilangan penglihatan,

merasa sakit kepala, dan jatuh. Pasien biasanya memiliki beberapa tanda

disfungsi neurologis dan defisit spesifik yang ditemukan oleh area otak yang

terlibat, terjadi hemiparesis, aphasia, disatria, dan tingkat kesadaran yang

berubah (Pudiastuti, 2011).


4

Terapi yang dapat digunakan untuk membantu pasien stoke non

hemoragik terdiri dari farmakologis dan non farmakologis (Setiyawan,

2019). Untuk mengobati stroke non hemoragik aliran darah ke otak harus

cepat dikembalikan dengan beberapa prosedur seperti obat-obatan, dan

terapi medis dengan membuka arteri yang dipersempit oleh plak dengan

cara dokter akan membuat sayatan di sepanjang bagian depan leher dan

membuka arteri karotid, lalu menghilangkan plak yang menghalangi arteri

karotid, dan cara selanjutnya Angioplasti dan stent yaitu sebuah balon

digelembungkan untuk memperluas arteri yang menyempit melalui arteri

di pangkal paha, kemudian stent dapat dimasukkan untuk mendukung

arteri yang terbuka (Rudi, 2020). Terapi non farmakologis contohnya

adalah latihan rentang gerak (ROM), latihan koordinasi, latihan penguatan,

selain itu bisa menggunakan terapi yang dikombinasikan untuk mening

katkan status fungsional, sensorik dan motorik (Setiyawan et al, 2019).

Disamping penanganan secara medis, stroke non hemoragik juga sangat

membutuhkan pelayanan keperawatan.

Keperawatan adalah suatu bentuk dari Pelayanan Kesehatan

profesional. Pelayanan Kesehatan ini ditujukan kepada individu, keluarga

dan masyarakat yang sehat maupun sakit. Asuhan Keperawatan yang

diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan penget

ahuan, dan kurangnya kemauan yang tertuju kepada kemampuan melaksanakan

kegiatan sehari-hari secara mandiri. Seorang perawat dalam hal ini


5

bertujuan untuk mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan dengan

menerapkan berbagai macam peran sebagai perawat.

Peran perawat sebagai care provider (pemberi asuhan

keperawatan) sangat penting dalam memberikan Asuhan Keperawatan

yang komprehensif pada pasien stroke non hemoragik. Peran perawat

sebagai edukator yaitu meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan dan

kemampuan klien dalam mobilitas fisik mencegah terjadinya perubahan

nutrisi, mencegah terjadinya komplikasi seperti sakit kepala, epilepsi dan

dislokasi sendi (Fransiska dkk, 2020). Peran perawat sebagai konselor

untuk membantu pasien dalam memilih keputusan yang akan diambil

terhadap penyakit yang dideritanya (Dewi, 2018).

Hasil observasi yang dilakukan di Rumah sakit Tk.III Dr.

Reksodiwiryo Padang pada pasien stroke non hemoragik biasanya

memerlukan bantuan dalam melakukan aktivitas seperti makan,

berpakaian, mandi, toileting, berhias dan mobilisasi dini secara mandiri.

Maka dari itu peran perawat di Rumah Sakit Tk.III Dr. Reksodiwiryo

juga penting dalam membantu activities of daily living (ADL) pasien

stroke non hemoragik. Asuhan keperawatan yang diberikan dengan

memonitoring perubahan fisiologi pasien seperti memonitoring tekanan

darah (apakah tekanan darah tinggi atau rendah), pengaturan posisi

pasien senyaman mungkin dilakukan setiap 2 jam, rentang gerak (ROM)

dimana tindakan ini guna untuk melatih otot atau persendian yang

diberikan kepada pasien yang mobilitasnya terbatas karena penyakit,


6

disabilitas dan trauma baik secara aktif maupun pasif. Pasien stroke non

hemoragik juga mengalami gangguan dalam berbicara, maka dari itu

perawat juga melakukan terapi “AIUEO” yang bertujuan untuk

memperbaiki ucapan supaya dapat dipahami oleh orang lain.

Berdasarkan data diatas terdapat akibat yang dapat ditimbulkan dari

stroke non hemoragik, maka penulis tertarik untuk melakukan asuhan

keperawatan kepada pasien dengan stroke non hemoragik di Rumah Sakit

Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas di dapat rumusan masalah “Baga

imana Penerapan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke Non He

moragik di Rumah Sakit Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padang”.

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada pasien stro

ke non hemoragik di Rumah sakit Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padang

dengan menggunakan metode proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian pada pasien stroke

non hemoragik di Rumah Sakit Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padan

g.
7

b. Mahasiswa mampu menentukan Diagnosa Keperawatan pada k

lien dengan stroke non hemoragik di Rumah Sakit Tk.III Dr. R

eksodiwiryo Padang.

c. Mahasiswa mampu merencanakan Rencana Keperawatan pada

klien dengan stroke non hemoragik di Rumah Sakit Tk.III Dr.

Reksodiwiryo Padang.

d. Mahasiswa mampu melakukan Tindakan Keperawatan pada kli

en dengan stroke non hemoragik di Rumah Sakit Tk.III Dr. Re

ksodiwiryo Padang.

e. Mahasiswa mampu melaksanakan Evaluasi Keperawatan pada

klien dengan stroke non hemoragik di Rumah Sakit Tk.III Dr.

Reksodiwiryo Padang.

f. Mahasiswa mampu membuat Dokumentasi Keperawatan pada

klien dengan stroke non hemoragik di Rumah Sakit Tk.III Dr.

Reksodiwiryo Padang.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai l

ahan penerapan Asuhan Keperawatan bagi mahasiswa.

2. Bagi STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang

Hasil kasus dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk

kasus lebih lanjut dan sebagai bahan bacaan dalam penelitian dima

sa yang akan datang.


8

3. Bagi Rumah Sakit Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padang.

Membantu meningkatkan status Kesehatan pasien stroke no

n hemoragik melalui pendekatan praktek keperawatan dan sebagai

masukan untuk meningkatkan pelayanan dalam menangani penyaki

t stroke non hemoragik.

4. Bagi Klien dan Keluarga

Agar dapat mengetahui atau memahami tentang pengertian,

penyebab, tanda dan gejala, pencegahan dan cara pengobatan pada

klien dengan stroke non hemoragik.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar

a. Definisi

Stroke adalah terhentinya aliran darah ke otak yang terjadi secar

a tiba-tiba. Terhentinya aliran darah ini dapat terjadi karena sumbatan

atau pecahnya pembuluh darah di otak. Berbeda dengan bagian lain di

tubuh, otak sangat tergantung dengan aliran dari luar otak. Otak tidak

mampu menghasilkan energi untuk kepentingan kerja otak. Karena itu

terhentinya aliran darah ke otak menyebabkan terhentinya suplai oksig

en dengan energi ke otak (Risdianto, 2018).

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada orang dewa

sa yang terjadi di negara-negara maju. Stroke terbagi menjadi dua jeni

s yaitu stroke non hemoragik (sumbatan pada pembuluh darah otak ya

ng mengakibatkan iskemik) dan stroke hemoragik (pecahnya pembulu

h darah otak) (Sulastri, 2018).

Stroke non hemoragik adalah gangguan yang terjadi secara tib

a-tiba yang menyebabkan penurunan atau hilangnya kesadaran ataupu

n penurunan fungsi neurologi lainnya (Usman, 2014). Pada stroke non

hemoragik, terjadi gumpalan darah (trombus) yang menghalangi aliran

darah otak secara signifikan. Terdapat daerah pada jaringan otak yang

9
10

mengalami hipoperfusi, tetapi belum mengalami kematian jaringan (p

enumbra), dan jaringan yang telah mati (infark) (Bivard, 2013).

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai suatu penyakit aki

bat tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke

otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan karena pe

numpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis) at

au bekuan darah yang telah menyumbat pada suatu pembuluh darah ke

otak (Nurarif Huda, 2016).

Stroke non hemoragik merupakan suatu penyakit yang diawali

dengan terjadinya serangkaian perubahan dalam otak yang terserang d

an apabila tidak ditangani dengan segera berakhir dengan kematian ba

gian otak tersebut (Junaidi, 2011)


11

b. Anatomi Fisiologi

Anatomi dan fisiologi sistem persarafan menurut Junaidi, 2011 :

a. Anatomi sistem persarafan

Gambar 2.1 Anatomi sistem persarafan (Junaidi, 2011).

Sistem persarafan terbagi dua bagian, diantaranya :

1) Sistem saraf pusat (SSP)

a) Otak

Otak merupakan kumpulan sel-sel saraf yang paling

besar dalam tubuh manusia. Beratnya sekitar 1400 gra

m. Dari dalam ke arah luar, otak diselubungi oleh tiga l

apisan meninges. Lapisan pelindung yang paling luar ol

eh tengkorak. Bagian tertua dari perkembangannya ada

lah daerah tempat bersatunya otak dengan medulla spin


12

alis. Bagian ini mengontrol beberapa fungsi vital sepert

i bernafas serta mengatur sirkulasi serta irama tidur dan

bangun. Bagian perkembangan termuda, antara lain me

ngatur fungsi kecerdasan, terletak disekitar struktur yan

g lebih tua.

Secara fungsional dan anatomis, otak dapat dibagi menj

adi beberapa bagian, yaitu :

Gambar 2.2 Anatomi pada otak (Junaidi, 2011).

(1) Brain stem (batang otak)

Batang otak menghubungkan medulla spinalis dengan sereb

rum. Batang otak terdiri dari medulla oblongata, pons, dan mese

nsefalon (otak tengah). Bagian otak yang langsung menyambun

g dengan medulla spinalis disebut medulla oblongata. Medulla o

blongata ini menyeberang ke sisi yang berlawanan dan disebut j


13

alur piramidalis (pyramida decussation). Itu sebabnya kerusakan

otak bagian kiri akan menyebabkan kelumpuhan bagian kanan t

ubuh, dan sebaliknya. Selain traktus piramidalis, ada kumpulan s

el-sel saraf yang terletak di medulla oblongata, yakni pusat oton

om. Pusat otonom ini berfungsi mengontrol vital seperti pernafa

san, denyut jantung, dan tonus pembuluh darah.

Pons (jembatan) berupa inti (nucleus) pons yang merupaka

n switch dari jalur yang menghubungkan korteks serebri dan ser

ebelum. Otak tengah merupakan penghubung antara serebrum d

engan pons dan serebrum melalui lintasan yang biasa disebut de

ngan pedunkulus superior. Terdapat saluran yang menghubungk

an antara ventrikel ketiga ke ventrikel keempat yang befungsi m

enghubungkan serebrum dengan serebelum dan pons.

(2) Serebellum (otak kecil)

Serebellum (otak kecil) terletak dibelakang fossa kranialis d

an melekat ke bagian belakang batang otak. Serebellum ini berp

eran penting dalam menjaga keseimbangan dan mengatur koordi

nasi gerakan. Untuk melakukannya, serebellum selalu menerima

pesan dari segmen posterior medulla spinalis. Kerusakan yang te

rjadi pada serebellum menyebabkan gangguan koordinasi otot y

ang tampak sebagai gerakan tersendat-sendat. Keaadaan ini dike

nal sebagai “ataxia serebellum”.


14

(3) Serebrum (otak besar)

Serebrum adalah bagian otak yang paling besar yang terbag

i atas dua belahan, yaitu hemisfer kiri dan kanan. Sebagian dari

kedua hemisfer dipisahkan oleh fissura longitudinal dan Sebagia

n dipersatukan oleh pita serabut saraf yang lebar, yang disebut k

orpus kolosum.

Hemisfer terdiri dari beberapa lobus. Lobus terpenting ialah

lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis, dan lobus tem

poralis.

Sebagai inti dari serebrum, diensafalon membentuk sambun

gan antara batang otak dan korteks. Kompleks sel saraf diensafal

on yang paling penting adalah thalamus dan hipotalamus. Thala

mus merupakan stasiun pemancar yang menerima impuls aferen

dari seluruh tubuh, lalu memprosesnya, dan meneruskannya ke s

egmen otak yang lebih tinggi, ke kapsula interna yang terletak di

sekitar thalamus berupa berkas saraf penting yang datang dari se

rebri dan dikompres ke dalam rongga yang kecil. Sedangkan hip

otalamus, merupakan pusat pengontrol susunan saraf otonom, ju

ga mempengaruhi metabolisme, absorbs makanan, dan mengatur

suhu tubuh.

Sistem saraf pusat terdiri atas :

(a) Nervus olfaktorius (N.I)


15

Nervus olfaktorius merupakan jalur sentral sel saraf

olfaktorius dalam membran mukosa bagian atas rongga hidu

ng di atas konka nasalis superior. Saraf ini berfungsi sebaga

i saraf sensorik dan membawa impuls bau dari hidung ke ot

ak. Gangguan yang terdapat pada nervus olfaktorius yaitu b

erkurangnya daya hidu yang disebut juga dengan hiposmia

atau anosmia.

(b) Nervus optikus (N.II)

Saraf optikus berfungsi sebagai saraf sensorik pada

penglihatan. Ujung serabut saraf ini bermula pada lapisan re

tina di bagian bola mata. Saraf tersebut keluar melalui belak

ang bola mata kemudian masuk ke dalam rongga tengkorak.

Pada bagian permukaan bawah otak yang biasa disebut kias

ma optik, Sebagian saraf optik kiri melintas ke sebelah kana

n begitu juga sebaliknya. Serabut dari berkas saraf optikus b

erakhir di thalamus, dan dari sini berkas baru dapat mengha

ntarkan impuls pengihatan ke pusat penglihatan di korteks o

ksipitalis.

(c) Nervus okulomotorius (N.III)

Saraf ini bersifat motoris, dan juga mensarafi otot-

otot orbilat. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf

otonom. Saraf penggerak mata keluar dari sebelah tangkai

otak menuju ke lekuk mata dan berfungsi mengangkat


16

kelopak mata atas, selain itu juga mensarafi otot miring atas

mata dan otot lurus sisi mata.

(d) Nervus troklearis (N.IV)

Nervus troklearis merupakan saraf kranial yang

paling halus mensarafi M. Oblik superior otot tengah tepat

di bawah kolikus inferior kemudian melengkung ke depan

mengitari sisi lateral pedunkulus serebri. Setelah dapat

menembus araknoid dan dura mater, berjalan ke depan

pada dinding lateral sinus kavemosus sedikit di bawah N.

Okulomotorius, N. Troklearis, mensarafi otot-otot orbita.

Memutar mata yang pusatnya terletak di belakang pusat

saraf, penggerak mata dan saraf ini masuk ke dalam lekuk

mata menuju orbital miring ke atas mata.

(e) Nervus trigeminus (N.V)

Saraf kranial yang paling besar dari serabut-serabut

sensoris ke kulit kepala, muka, mulut, gigi, rongga hidung,

sinus paranasalis, dan serabut otot pengunyah. Saraf ini

bersifat majemuk (sensoris dan motoris) dan mempunyai

tiga cabang sebagai berikut :

1. Nervus optikus. Nervus optikus bersifat sensoris.

Nervus ini mensarafi kulit kepala pada bagian depan,

kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola

mata.
17

2. Nervus maksilaris. Nervus ini mensarafi gigi atas,

bibir atas, palatum, batang hidung dan maksilaris.

3. Nervus mandibularis. Nervus ini bersifat majemuk,

serabut motorik mensarafi otot pengunyah sedangkan

serabut sensoris mensarafi gigi bawah, kulit bawah

temporalis dan dagu.

(f) Nervus abdusen (N.VI)

Nervus abdusen merupakan saraf motoris yang

mensarafi M. rektus lateralis bola mata. Nervus abdusen

berfungsi sebagai saraf penggoyang pada bagian sisi mata

karena saraf ini keluar di sebelah bawah jembatan pontis

menembus selaput otak selatirsika setelah di lekuk mata

menuju ke otot lurus sisi mata.

(g) Nervus fasialis (N.VII)

Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf

otonom untuk wajah dan kulit kepala, berfungsi sebagai

mimik wajah dan dapat menghantarkan rasa pengecap.

Nervus fasialis ini bersifat majemuk yang mempersarafi

otot-otot lidah dan selaput lendir rongga mulut.

(h) Nervus koklea vestibularis (N.VIII)


18

Bersifat sensoris, mempersarafi alat pendengar,

membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke

otak, berfungsi sebagai saraf pendengar dan saraf

keseimbangan.

(i) Nervus glasofaringeal (N.IX)

Bersifat majemuk yang mensarafi faring, tonsil dan

lidah. Saraf ini dapat membawa rangsangan citra rasa ke

otak.

(j) Nervus vagus (N.X)

Bersifat majemuk, mensarafi jantung dan sebagian

besar traktus respiratorius.

(k) Nervus assesoris (N.XI)

Fungsinya sebagai saraf tambahan yang terbagi

dalam dua bagian yaitu berasal dari otak dan berasal dari

sumsum tulang belakang. Bersifat motorik, mensarafi

sternokleidomastoideus dan muskulus trapezius.

(l) Nervus hipoglosus (N.XII)

Nervus hipoglosus merupakan saraf motoris untuk

otot lidah. Saraf ini bersifat motorik, mensarafi otot-otot

lidah. Fungsinya sebagai saraf lidah (Syaifuddin, 2017).

2) Sistem saraf tepi (SST)


19

Sistem saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf

spinalis yang merupakan garis komunikasi antara SSP dan

tubuh. SST tersusun dari semua saraf yang membawa dari

dan ke SPP (Bahrudin, 2013). Berdasarkan fungsinya SST

terbagi menjadi 2 bagian yaitu:

a) Sistem Saraf Somatik (SSS)

Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang

saraf kranial dan 31 pasang saraf spinal. Proses pada

saraf somatik dipengaruhi oleh kesadaran.

(1) Saraf kranial. Terdapat 12 pasang saraf kranial

yang muncul dari berbagai bagian batang otak.

Beberapa dari saraf tersebut hanya tersusun dari

serabut sensorik, akan tetapi sebagian besar

tersusun dari serabut sensorik dan motorik.

(2) Saraf spinal. Terdapat 31 pasang saraf spinal

berawal dari korda melalui radiks dorsal

(posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal

adalah saraf gabungan motorik dan sensorik,

membawa informasi ke korda melalui neuron

aferen dan meninggalkan melalui eferen.

b) Sistem Saraf Otonom (SSO)


20

Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan

organ tubuh yang tidak disadari. Jaringan dan organ

tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom adalah

pembuluh darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas

sistem saraf simpatik (mengontrol respons tubuh

terhadap ancaman yang dirasakan) dan sistem

saraf parasimpatik (mengontrol tubuh saat

beristirahat). Fungsi dari kedua sistem saraf ini

adalah saling berbalikan (Bahrudin, 2013).

3. Etiologi

Stroke non hemoragik terjadi karena aliran darah ke otak be

rkurang karena sumbatan sehingga oksigen yang sampai ke otak juga

berkurang atau tidak ada tergantung berat ringannya aliran darah yang

tersumbat. Sumbatan oleh kerak (plak) aterosklerosis, trombus (pecah

an bekuan darah/plak), emboli (udara, lemak) pada arteri otak yang be

rsangkutan, merupakan sumbernya (Junaidi,2011).

Aterosklerosis adalah keaadaan perubahan fokal pada tunik

a intima arteri yang berubah dan yang dipenuhi dengan kombinasi sub

stansi lemak, karbohidrat kompleks, darah, konstituen darah, adanya p

eningkatan jaringan ikat, dan adanya deposit kalsium yang berasosiasi

dengan perubahan pada tunika media ateri (Junaidi,2011).

Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko stroke non

hemoragik. Beberapa faktor juga dapat meningkatkan kemungkinan m


21

engalami serangan jantung. Faktor resiko stroke non hemoragik yang

berpotensi dapat diobati meliputi:

a. Faktor resiko gaya hidup

1) Kelebihan berat badan atau obesitas

2) Ketidakaktifan fisik

3) Minuman berat atau pesta

4) Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan m

etamfetamin

b. Faktor resiko medis

1) Memiliki tekanan darah ≥140/90 mmHg

2) Merokok atau terpapar asap rokok bekas

3) Kolesterol tinggi

4) Diabetes

5) Apnea tidur obstruktif

6) Penyakit kardiovaskuler, termasuk gagal jantung, cacat

janntung, infeksi jantung atau irama jantung yang tidak

normal

7) Riwayat pribadi atau keluarga terkait stroke, serangan j

antung, atau serangan iskemik transien.

c. Faktor-faktor lain yang terkait dengan resiko stroke non he

moragik, termasuk:

1) Usia
22

Orang berusia 55 tahun atau lebih memiliki resiko s

troke yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda

2) Ras

Orang Afrika-Amerika memiliki resiko stroke yang

lebih tinggi daripada orang-orang dari ras lain.

3) Jenis kelamin

Pria memiliki resiko stroke yang lebih tinggi daripa

da wanita. Perempuan biasanya lebih tua ketika mereka

mengalami stroke.

4) Hormon

Penggunaan pil KB atau terapi hormon yang termas

uk estrogen, serta peningkatan kadar estrogen dari keha

milan dan persalinan (Rudi Haryono, 2020).

4. Klasifikasi

Pada stroke non hemoragik aliran darah ke otak terhenti kar

ena aterosklerotik atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pe

mbuluh darah, melalui proses aterosklerotik (Junaidi, 2011).

Kejadian stroke non hemoragik sekitar 70-85% dari total ke

jadian stroke. Macam penggolongan stroke non hemoragik berdas

arkan perjalanan klinisnya dikelompokkan sebagai berikut:

a. Transient Ischemic Attack (TIA) yaitu serangan stroke s

ementara yang berlangsung kurang dari 24 jam.


23

b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) yaitu ge

jala neurologis akan menghilang antara >24 jam sampai

dengan 21 hari.

c. Progressing stroke atau stroke in evolution yaitu kelain

an atau defisit neurologik berlangsung secara bertahap

dari ringan sampai menjadi berat.

d. Stroke komplit atau completed stroke yaitu kelainan neu

rologis sudah lengkap menetap dan tidak berkembang l

agi (Junaidi, 2011).

5. Patofisiologi

Stroke non hemoragik disebabkan oleh oklusi cepat dan mendad

ak pada pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu. Tromb

us atau penyumbatan seperti ateroskleroris menyebabkan iskemia pad

a jaringan otak dan membuat kerusakan jaringan neuron sekitarnya aki

bat proses hipoksia dan anoksia. Sumbatan emboli yang terbentuk did

aerah sirkulasi lain dalam jantung atau sebagai komplikasi dari fibrilas

i atrium yang terlepas dan masuk ke sirkulasi darah otak, dan dapat m

engganggu sistem sirkulasi otak (Fanning, 2014).

Aliran darah yang tidak lancar pada pada pasien stroke ini dapat

mengakibatkan gangguan suplai oksigen sehingga perlu dilakukan pe

mantauan dan penanganan yang tepat. Pasokan oksigen yang kurang

membuat terjadinya vasospasme arteri serebral dan aneurisma. Vasosp

asme arteri serebral adalah penyempitan pembuluh darah arteri serebra


24

l yang kemungkinan akan terjadi gangguan hemisfer kanan dan kiri da

n terjadi pula infark atau iskemik di arteri tersebut yang menimbulkan

masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik. Aneurisma adalah pel

ebaran pembuluh darah yang disebabkan oleh otot dinding di pembulu

h darah yang melemah (Nurarif dan Hardhi, 2015).

Setelah aliran darah terganggu, jaringan menjadi kekurangan ok

sigen dan glukosa yang menjadi sumber utama energi untuk menjalan

kan proses potensi membran. Kekurangan energi ini membuat daerah

yang kekurangan oksigen dan gula darah tersebut menjalankan metabo

lisme anaerob (Arboix dan Alio, 2012).

Metabolisme anaerob ini merangsang pelepasan senyawa glutam

at. Glutamat bekerja pada reseptor di sel-sel saraf, menghasilkan influ

ks natrium dan kalsium. Influks natrium membuat jumlah cairan intras

eluler meningkat dan pada akhirnya menyebabkan edema jaringan. Inf

luks kalsium merangsang pelepasan enzim protolisis yang memecah p

rotein, lemak dan struktur sel. Influks kalsium juga dapat menyebabka

n kegagalan mitokondria, suatu organel membran yang berfungsi men

gatur metabolisme sel. Kegagalan-kegagalan tersebut yang membuat s

el otak pada akhirnya mati atau nekrosis (Ovbiagele dkk, 2012).


25

6. WOC
26

7. Tanda dan Gejala

Serangan awal stroke non hemoragik umumnya berupa ganggua

n kesadaran, sakit kepala, sulit konsentrasi, disorientasi, atau dalam be

ntuk lain. Gangguan kesadaran dapat muncul dalam bentuk lain berup

a perasaan ingin tidur, sulit mengingat, penglihatan kabur. Pada beber

apa jam berikutnya gangguan kesadaran akan berlanjut yang menurun

kan kekuatan otot dan koordinasi, dalam bentuk sulit berkonsentrasi d

alam membaca atau mendengar percakapan orang lain. Kemungkinan

lain seseorang mendapat kesulitan dalam menyusun kata-kata atau mel

akukan pekerjaan sehari-hari seperti berdiri, berjalan, atau mengambil/

memegang gelas, pensil, sendok dan garpu. Apa yang dipegang akan j

atuh. Gangguan lainnya berupa ketidakmampuan menahan rasa ingin

buang air kecil dan buang air besar, kehilangan kemampuan untuk me

rasakan, mengalami kesulitan menelan dan bernafas (Junaidi,2011).

Menurut Rudi Haryono (2020) Penderita stroke juga memil

iki tanda dan gejala sebagai berikut :

a. Kesulitan berbicara dan kebingungan.

Pasien mengalami kesulitan mengucapkan kata-kata

dan/atau mengalami kesulitan memahami ucapan.

b. Kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, lengan, atau kaki.


27

Penderita stroke bisa mengalami mati rasa secara tib

a-tiba, kelemahan atau kelumpuhan di wajah, lengan atau ka

ki. Hal ini sering terjadi di satu sisi tubuh.

c. Kesulitan melihat dalam satu atau kedua mata.

Penderita stroke akan mengalami gangguan penglih

atan, seperti pandangan kabur atau hitam di satu atau kedua

mata.

d. Sakit kepala.

Sakit kepala yang tiba-tiba dan parah, yang mungki

n disertai dengan muntah, pusing, atau perubahan kesadaran,

mungkin menunjukkan seseorang mengalami stroke.

e. Kesulitan berjalan.

Penderita stroke mungkin tersandung atau mengala

mi pusing mendadak, kehilangan keseimbangan, atau kehila

ngan koordinasi.

Manifestasi stroke non hemoragik menurut Junaidi

(2011) :

1) Transient Ischemic Attack (TIA) atau serangan stroke s

ementara

Pada TIA, kelainan neurologis yang timbul berlangs

ung hanya dalam hitungan menit sampai sehari penuh.

TIA biasanya disebabkan oleh sumbatan karena thromb

us atau emboli. Gejala dan tanda-tandanya sesuai denga


28

n bagian yang terserang, apakah pada sistem karotis ata

u vertebrobasilaris. Gejala TIA yang disebabkan tersera

ngnya sistem karotis adalah gangguan penglihatan pada

satu mata tanpa disertai rasa nyeri (amaurosis fugax), te

rutama bila disertai dengan:

a) Kelumpuhan lengan, tungkai, atau keduanya pada sisi y

ang sama.

b) Defisit motorik dan sensorik pada wajah. Wajah dan le

ngan atau tungkai saja secara unilateral.

c) Kesulitan untuk berbahasa, sulit mengerti atau berbicar

a, pemakaian katakata yang salah atau diubah.

Gejala TIA yang disebabkan terserangnya sistem vertebrobasilaris

sebagai berikut :

1) Vertigo dengan atau tanpa nausea dan atau munta, terut

ama bila disertai dengan diplopia, disfagi, atau disartri.

2) Mendadak tidak stabil.

3) Gangguan visual, motorik, sensorik, unilateral, atau bila

teral.

4) Hemianopsia homonym.

5) Serangan drop atau drop attack.

8. Komplikasi
29

Mengalami stroke tidak berhenti pada akibat yang terjadi di

otak saja tetapi berdampak juga pada bagian tubuh lainnya. Beberapa

komplikasi stroke, yaitu :

a. Dekubitus

Tidur yang terlalu lama karena lumpuh dapat menga

kibatkan luka/lecet pada bagian tubuh yang menjadi tu

mpuan saat berbaring, seperti : pinggul, pantat, sendi k

aki, dan tumit. Luka dekubitus ini jika dibiarkan dapat

menyebatkan infeksi.

b. Bekuan darah

Bekuan darah ini mudah terjadi pada kaki yang lum

puh, penumpukan cairan dan pembengkakan, embolism

e paru-paru.

c. Pneumonia

Terjadi karena pasien biasanya tidak dapat batuk ata

u menelan dengan baik sehingga menyebabkan cairan t

erkumpul di paru-paru dan selanjutnya terinfeksi. Untu

k mengatasi ini dokter akan memberikan antibiotik.

d. Kekakuan otot dan sendi

Terbaring lama akan menimbulkan kekakuan pada o

tot atau sendi, untuk itulah fisioterapi nantinya dilakuka


30

n sehingga kekakuan tidak terjadi atau minimal dikuran

gi.

e. Stress/depresi

Terjadi karena penderita stroke akan merasa tidak b

erdaya dan ketakutan akan masa depan.

f. Nyeri Pundak dan subluxatin/dislokasi

Keaadaan dipangkal bahu yang lepas dari sendinya.

Ini dapat terjadi karena otot disekitar Pundak yang men

gontrol sendi dapat rusak akibat gerakan saat ganti pak

aian atau saat ditopang orang lain.

g. Pembengkakan pada otak.

Pembengkakan ini biasa dikenal dengan edema cere

bri terjadi akibat kerusakan jaringan, penumpukan caira

n atau darah, juga pembengkakan pembuluh darah dala

m otak.

h. Sistem kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler memiliki fungsi mengalirkan

darah ke seluruh tubuh. Saat ada gangguan maupun pen

yumbatan di kedua bagian tersebut, sirkulasi darah di t

ubuh dapat terganggu dan bisa menyebabkan timbulnya

berbagai penyakit kardiovaskuler. Beberapa penyakit k

ardiovaskuler contohnya seperti jantung, serangan jantu

ng dan emboli paru (Junaidi, 2011).


31

i. Gangguan proses berpikir dan ingatan seperti pikun (de

mensia).

Demensia pada penderita stroke tidak muncul secara

tiba-tiba. Penyakit tersebut muncul dan berkembang da

ri waktu ke waktu. Demensia digambarkan sebagai geja

la seperti hilang ingatan dan kesulitan berfikir, pemeca

han masalah atau bahasa. Demensia merupakan penyak

it kerusakan otak yang dapat disebabkan oleh penyakit

vascular (Evasari dan Gloria, 2012).

9. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan perawatan yang paling tepat untuk strok

e yang dialami pasien dan area otak mana yang terkena stroke. Ada be

berapa pemeriksaan yang akan dilakukan, diantaranya :

a. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui gejala

apa yang dialami, kapan gejala mulai dirasakan, dan re

aksi pasien terhadap gejala tersebut. Pemeriksaan fisik i

ni meliputi tekanan darah dan denyut jantung, serta pe

meriksaan bruit di atas arteri leher (karotid) untuk mem

eriksa adanya aterosklerosis.

b. Tes darah

Pasien harus menjalani serangkaian tes darah agar ti

m perawatan mengetahui seberapa cepat gumpalan dara


32

h berkembang, apakah gula tinggi atau rendah secara a

bnormal, apakah zat kimia darah tidak seimbang, atau a

pakah pasien mengalami infeksi.

c. Pemeriksaan CT scan

Pemeriksaan ini menggunakan serangkaian sinar-X

untuk membuat gambar detail dari otak. CT scan dapat

menunjukkan perdarahan, tumor, stroke dan kondisi lai

nnya.

d. Pencitraan resonasi magnetic (MRI)

MRI mennggunakan gelombang radio dan magnet y

ang kuat untuk menciptakan tampilan rinci otak. MRI d

apat mendeteksi jaringan otak yang rusak oleh stroke n

on hemoragik dan pendarahan otak.

e. USG karotis

Dalam tes ini, gelombang suara menciptakan gamba

r terperinci dari bagian dalam arteri karotid di leher. Te

s ini akan menunjukkan penumpukan deposit lemak (pl

ak) dan aliran darah di arteri karotid.

f. Angiogram serebral.

Dalam tes ini, dokter akan memasukkan tabung tipis

(kateter) melalui sayatan kecil yang biasanya terdapat p


33

ada pangkal paha, melalui arteri utama dan ke arteri kar

otid atau vertebral. Selanjutnya, dokter akan menyuntik

kan pewarna ke pembuluh darah untuk membuatnya ter

lihat dibawah X-ray. Prosedur ini memberikan gambara

n rinci tentang arteri di otak dan leher.

g. Ekokardiogram.

Ekokardiogram ini menggunakan gelombang suara

untuk membuat gambar detail dari jantung. Ekokardiog

ram dapat menemukan sumber gumpalan di jantung ya

ng mungkin telah berpindah dari jantung ke otak dan m

enyebabkan stroke (Maria, 2020).

10. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan medis.

Untuk mendapatkan hasil optimal maka sebaiknya terapi

stroke non hemoragik dilakukan secara kombinasi. Kombinasi

terapi antara obat-obatan trombolitik dan obat-obatan yang

bersifat neuroprotektif telah terbukti lebih efektif dibandingkan

dengan terapi tunggal atau monoterapi. Golongan obat yang

umumnya digunakan adalah:

1) Neuroprotektan

Golongan obat ini bersifat melindungi otak yang

sedang mengalami iskemik sehingga tidak menjadi mati

atau infark.
34

2) Penanganan faktor risiko dan komplikasi

Yaitu dengan mengobati penyakit penyerta atau

penyakit yang mendasarinya, seperti obat untuk mengatasi

hipertensi, kencing manis, jantung, hiperkolesterolemia,

dan sebagainya.

b. Tindakan keperawatan (non medis)

1) Posisi kepala dan badan diatas 20-30 derajat, berikan p

osisi lateral dekubitus (posisi tidur menyamping) bila di

sertai muntah. Mobilisasi bertahap dapat dimulai bila h

emodinamik stabil.

2) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bil

a perlu berikan oksigen 1-2 liter/menit.

3) Kandung kemih yang penuh dapat dikosongkan mengg

unakan kateter.

4) Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal.

5) Suhu tubuh dipertahankan normal.

6) Nutrisi per oral hanya dapat diberika setelah tes fungsi

menelan baik, jika terdapat gangguan menelan atau pasi

en dengan kesadaran menurun, dianjurkan pasang NGT.

7) Jika tidak ada kontraindikasi lakukan mobilisasi dan re

habilitasi dini.

(Yessie dan Andra, 2013).

c. Terapi khusus
35

Intervensi terapi pada pasien stroke non hemoragik ini bertu

juan untuk memperbaiki hasil fungsional setelah terjadinya str

oke. Pengembangan terapi eksperimental dinilai efektivitasnya

berdasarkan pada pengecilan area infark setelah dilakukan tera

pi. Secara implisit dianggap bahwa bila area infark bisa diperk

ecil maka tentunya hasil terapi akan baik.

Sasaran terapi khusus pada pasien stroke non hemoragik un

tuk menyelamatkan daerah yang iskemik (penumbra) yang mas

ih bisa disembuhkan. Upaya yang dilakukan dengan cara mem

perbaiki mikrosirkulasi dan melakukan usaha untuk melindung

i saraf otak sehingga dapat terhindar dari kerusakan secara per

manen atau infark (Junaidi, 2011).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), je

nis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, ta

nggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.


36

b. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahuulu.

Biasanya terdapat Riwayat penyakit hipertensi, diab

etes melitus, penyakit jantung, penggunaan obat-obatan.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangs

ung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakuka

n aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah

bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelump

uhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lai

n. Adanya perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesu

ai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak re

sponsif, dan koma.

3) Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hiper

tensi ataupun diabetes melitus. Dikarenakan Hipertensi

merupakan faktor terjadinya stroke bila tekanan darah

lebih dari 140/90 mmHg. Pada Diabetes Melitus dapat

mengakibatkan obesitas, yang mana obesitas tersebut

tentu dapat berakibat pada tingginya tekanan darah


37

seseorang. Tingginya tekanan darah merupakan faktor

penyebab terjadinya stroke non hemoragik.

c. Pemeriksaan fisik

1) Keaadaan umum pasien

a) Kesadaran

Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran p

asien mengantuk namun dapat sadar saat dirangsang (samnol

en), pasien acuh tak acuh terhadap lingkungan (apati), menga

ntuk yang dalam (sopor), hingga penurunan kesadaran (Kom

a), dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan

pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran leta

rgi dan compos mentis dengan GCS 13-15.

b) Tanda-tanda vital

Biasanya ditemukan tekanan darah meningkat, denyut nadi

terkadang meningkat atau lemah, pernafasan teratur, dan suhu

normal.

2) Kepala

a) Rambut

Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stro

ke non hemoragik.

b) Wajah
38

Biasanya wajah tidak simetris kiri dan kanan atau tidak nor

malnya salah satu sisi pada wajah pasien stroke non hemorag

ik.

c) Mata

Biasanya mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak an

emis, sklera tidak ikterik, terdapat gangguan penglihatan atau

kesulitan untuk melihat objek yang ada.

d) Hidung

Biasanya hidung simetris kiri dan kanan, tidak terdapat cupi

ng hidung, tidak ada edema dan lesi, keaadaan septum diteng

ah serta sekret kadang-kadang ada atau tidak ada.

e) Mulut

Biasanya bibir kering, sedikit miring atau tidak, membran

mukosa merah muda, kemampuan berbicara terganggu atau d

isatria, fasia.

f) Gigi

Biasanya gigi lengkap, tidak ada caries.

g) Lidah

Biasanya terjadi gangguan pada indera pengecap, dan kesul

itan menelan.
39

h) Telinga

Biasanya simetris kiri dan kanan, biasanya pasien kurang bi

sa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung diman

a lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika su

ara dan keras dengan artikulasi.

i) Leher

Biasanya tidak terdapat pembengkakan kelenjer getah benin

g, vena jugularis tidak ada kelainan.

3) Dada/thorak

a) Inspeksi : biasanya pernafasan teratur, simetris kiri dan kana

b) Palpasi : biasanya fremitus sama kiri dan kanan

c) Perkusi : biasanya sonor

d) Auskultasi : biasanya bunyi nafas vesikuler dan tidak ditemu

kan bunyi tambahan

4) Jantung

a) Inspeksi : biasanya iktus kordis tidak terlihat

b) Palpasi : biasanya iktus kordis teraba

c) Perkusi : biasanya batas jantung normal

d) Auskultasi : biasanya terdengar irama bunyi jantung teratur d

an tidak ada suara tambahan.

5) Abdomen
40

a) Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites, keaadaan kulit

bersih, tidak ada luka bekas operasi dan tidak ada massa

b) Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar dan limfe, tid

ak ada nyeri tekan

c) Perkusi : biasanya terdapat suara tympani

d) Auskultasi : biasanya bising usus normal 5-35 kali per menit

6) Genitourinaria

Biasanya pasien akan terpasang kateter karena pasien strok

e non hemoragik tidak mampu melakukan toileting dengan man

diri dan kebersihan terjaga. Jika tidak terpasang kateter maka

kebersihan perlu diperhatikan.

7) Ekstremitas

Biasanya terdapat nyeri otot, kesemutan/kebas, hemiparesis.

Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif Muttaqin, 2018) :

a) Nilai 0 : bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.

b) Nilai 1 : bila terlihat kontraksi tetapi tidak ada gerakan pada

sendi.

c) Nilai 2 : bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa mela

wan grafitasi.

d) Nilai 3 : bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat mel

awan tekanan pemeriksaan.

e) Nilai 4 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi ke

kuatannya berkurang.
41

f) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan k

ekuatan penuh.

8) Kulit

Biasanya pasien dengan stroke nlon hemoragik dianjurkan

untuk tirah baring dalam kurun waktu yang cukup lama

sehingga dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti

dekubitus yang disebabkan oleh tekanan dan gesekan pada kulit

yang dapat menghambat aliran darah ke kulit (Junaidi, 2011).

9) Neurologi

a) Pemeriksaan nervus cranialis

(1) Nervus I (olfaktorius)

Biasanya tidak ditemukan kelainan pada indera

penciuman. Cara pemeriksaan : memejamkan mata,

disuruh membedakan bau yang dirasakan.

(2) Nervus II (optikus)

Biasanya disfungsi visual karena gangguan saraf

sensori primer diantara mata dan korteks. visual.

Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan


42

hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering

terlihat pada klien dengam hemiplegia kiri. Cara

pemeriksaan : dengan snelend card, dan periksa lapang

pandang.

(3) Nervus III (okulomotolius) Nervus IV (troklearis) Nervus

VI (abdusen)

Biasanya terjadi paralis pada suatu sisi otot okularis,

di dapatkan penurunan kemampuan getakan konjungtiva,

refleks pupil dan inspeksi kelopak mata. Cara

pemeriksaan: tes putaran bola mata, menggerakkan

konjungtiva, tetkleks pupil, dan inspeksi kelopak mata.

(4) Nervus V (trigeminus)

Biasanya ditemukan penurunan kemampuan

koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang

bawah kesisi ipsilateral serta kelumpuhan satu sisi otot

pterigoideus internus dan ekstemus. Cara pemeriksaan :

menggerakkan rahang kesemua sisi, pasien memejamkan

mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi, menyentuh

pemukaan kornea dengan kapas.

(5) Nervus VII (fasialis)


43

Biasanya wajah tidak simetris dan otot wajah

tertarik kebagian Sisi yang sehat. Cara pemeriksaan :

senyum, bersiul, mengangkat alis mata, menutup kelopak

mata dengan tahanan, menjulurkan lidah untuk

membedakan gula dan garam.

(6) Nervus VIII (vestibulokoklearis)

Biasanya tidak ditemukan tuli konduktif atau tuli

presepsi. Cara pemeriksaan : test webber dan rinner.

(7) Nervus IX (glosofaringeus) dan Nervus X (vagus)

Biasanya ditemukan kemampuan menelan kurang

baik, dan kesulitan membuka mulut. Cara pemeriksaan

membedakan rasa manis dan asam.

(8) Nervus XI (accessories)

Biasanya ditemukan tidak ada atrofi otot

stemokleidomastoideus dan trapezius. Cara pemeriksaan :

minta pasien untuk menggerakkan bahu dan lakukan

tahanan sampai melawan tahanan tersebut.

(9) Nervus XII (hipoglosus)

Biasanya terdapat devisiasi pada satu sisi dan

fasikulasi serta indera pengecap normal, lidah simetris.


44

Cara pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dan

menggerakkan dari Sisi ke sisi.

b) Pemeriksaan motorik

Biasanya hampir selalu terjadi hemiparesis (otot

lemah atau kelumpuhan) pada salah satu sisi tubuh dan

terjadi penurunan tonus otot.

c) Pemeriksaan sensorik

Biasanya mulut mencong ke salah satu sisi wajah,

penglihatan terganggu, dan menurunnya rasa pengecapan.

d) Pemeriksaan refleks

Jenis refleks, diantaranya :

(1) Refleks fisiologis

(a) Refleks biceps (BPR) : kekuatan pada jari pemeriksa

yang ditempatkan pada tendon m. Biceps brachii, posisi

lengan setengah diketuk pada sendi siku.

Respon normal : pasien menekuk siku

(b) Refleks triceps (TPR) : kekuatan pada tendon otot

triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sendi

pronasi.

Respon normal : eksensi siku

(c) Refleks patella (APR) : ketukan dengan tendon

patella dengan hammer.


45

Respon normal : kontraksi otot-otot ekstensor tungkai

bawah

(d) Refleks kornea : dengan cara menyentuhkan kapas

pada kornea, hasil positif bila mengedip (nervus IV dan

nervus VII).

2) Refleks patologis

(a) Refleks Babinski

Lakukan goresan diujung palu refleks pada telapak

kaki pasien. Goresan ini dimulai pada tumit menuju

ke atas dengan menyusuri bagian lateral telapak kaki

setelah sampai pangkal kelingking, goresan dibelokan

ke medial sampai akhir pada pangkal jempol kaki.

Refleks Babinski ini positif apabila terdapat respon

dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran pada jari-

jari yang lain.

(b) Refleks Chaddok

Goresan bagian bawah malleolus medial, refleks

chaddok akan positif apabila terdapat respon

dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran jari-jari

yang lain.

(c) Refleks Tromner


46

Pemeriksaannya dengan cara pada jari tengah gores

pada bagian dalam. Hasil positif sama dengan refleks

babinski.

(d) Refleks Hoffman

Pemeriksaannya dengan cara pada kuku jari tengah

digoreskan. Hasil positif sama dengan refleks

babinski.

(e) Gordon

Pemeriksaannya dengan cara memencet betis

dengan keras. Hasil positif sama dengan refleks

babinski.

d. Pola kebiasaan sehari-hari

Tabel 2.1 Pola kebiasaan sehari-hari

No Pola Kebiasaan Sehat Sakit

Sehari-hari

1. Nutrisi

a) Makanan Biasanya pada saat Biasanya nafsu makan

 Pola makan pasien sehat, pasien hilang, dan muntah.

makan 3x sehari dengan Kehilangan sensasi

satu porsi habis. rasa dan susah untuk


47

menelan.

Biasanya sering Biasanya diit klien


 Kebiasaan diit
memakan makanan yang stroke non hemoragik

tinggi lemak. berupa makanan cair

Dikarenakan

ketidaktauan tentang

makanan sehat.

Pasien tidak mengalami Keluhan :


 Keluhan gangguan pada nafsu Tidak mampu makan

makan dengan semua melalui mulut seperti

jenis makan pada umumnya, pasien

makan melalui selang

NGT, karena sistem

motorik yang tidak

berfungsi untuk

menelan dan

mengunyah makanan,

sehingga terjadinya

gangguan pemberian

makan.

 Biasanya pasien  Biasanya pasien


48

b) Minum minum sebanyak 2000 minum kurang dari

 Jumlah cc/hari. biasanya dikarenakan

 Jenisminuma  Biasanya berupa air klien pada stroke non

n putih, teh dan kopi. hemoragik biasanya

 Keluhan  Tidak ada keluhan terpasang NGT.

 Biasanya pasien

minum air putih

 Biasanya pasien

mengalami keluhan

sulit menelan

2. Istirahat dan tidur  Biasanya pasien Biasanya pasien tidur

 Waktu tidur istirahat 8-10 jam kurang dari 8 jam

(jam) perhari dan tidur disebabkan karena

 Kebiasaan malam 7-8 jam perhari. mudah merasa lelah

 Keluhan  Pasien biasanya sering dan susah beristirahat.

begadang

3. Eliminasi  Biasanya pasien BAB  Biasanya pasien BAB

a) BAB lancar dengan lancar

Frekuensi frekuensi 1-2 kali  Biasanya konsistensi

Jumlah sehari lembek

Bau  Biasanya konsistensi  Biasanya berwarna


49

Warna padat/lembek kekuningan

Keluhan  Warna kekuningan,  Memiliki bau yang

bau khas khas

b) BAK
Biasanya pasien akan
Frekuensi Biasanya pasien BAK
terpasang kateter
Konsistensi lancar dengan
Biasanya pasien
frekuensi 6-8 kali
Bau
BAK tergantung dari
sehari
Warna
banyaknya asupan
Jumlah BAK pasien
Keluhan
cairan yang masuk
biasanya tergantung
kedalam tubuh, bisa
dari banyaknya cairan
melalui air minum
yang masuk ke dalam
dan cairan infus
tubuh
Biasanya urine
Bau khas urine
berwarna kekuningan
Warna kekuningan
Memiliki bau yang

khas

e. Data sosial ekonomi

Biasanya untuk biaya pemeriksaan, pengobatan dan

perawatan dapat menyebabkan masalah keuangan keluarga

sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan

pikiran pasien dan keluarga (Muttaqin, 2011).


50

f. Data psikososial

Biasanya pasien merasa tidak berdaya, hilang harapan,

emosi yang tidak stabil dan marah yang tidak tepat, kesedihan,

kesulitan mengekspresikan diri, gangguan dalam memutuskan

sesuatu, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurangnya

kesadaran diri, rasa takut, bermusuhan dan marah (Muttaqin, 2011).

g. Data spiritual

Biasanya pasien sering beribadah, pada saat sakit pasien

tidak mampu melakukan aktivitas untuk beribadah seperti biasanya

dikarenakan kelemahan pada bagian sisi tubuh atau anggota gerak

(Muttaqin, 2011).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon

pasien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan

dengan kesehatan (PPNI, 2017). Diagnosa yang akan muncul pada kasu

s stroke non hemoragik dengan menggunakan Standar Diagnosis Keper

awatan Indonesia dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu:

a. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan

aterosklerosis aorta (D.0017).

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neurom

uskular (D.0054).

c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan penurunan sirkulasi

serebral (D.0119)
51

d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan

melihat dan menghidu (D.0085).

e. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor

(D.0136)

f. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

makanan (D.0019).

g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neurom

uskular (D.0109).

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan salah satu tahap dalam proses

keperawatan, yang merupakan suatu perencanaan yang dilakukan oleh

perawat terhadap diagnose keperawatan dan diagnosa pasti yang sudah

didapat agar pasien dapat memiliki status kesehatan yang baik (Lingga

Beatrik, 2019).

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)

(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

No Diagnosa Keper SLKI SIKI


52

awatan (Luaran)

(Intervensi Keperawata

n)

1. Risiko Perfusi Se Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Neurologis

rebral keperawatan selama 2 x 24 j (I.06197)

Tidak Efektif am diharapkan perfusi sereb Mengumpulkan dan men

berhubungan ral (L.02014) dapat adekuat/ ganalisis data untuk menc

dengan meningkat dengan Kriteria egah atau meminimalkan

aterosklerosis hasil : komplikasi neurologis.

aorta  Tingkat kesadaran men

(D.0017) ingkat Observasi

 Tekanan Intra Kranial - Monitor ukuran, bentu

(TIK) menurun k, kesimetrisan, dan re

 Gelisah menurun aktifitas pupil

 Tekanan darah - Monitor tingkat kesad

membaik aran (mis. Menggunak

 Kesadaran membaik an skala koma glasgo

w)

- Monitor tingkat orient

asi

- Monitor ingatan terakh

ir, rentang perhatian,

memori masa lalu, mo


53

od dan perilaku

- Monitor tanda-tanda vi

tal

- Monitor status pernaf

asan (Analisa gas dara

h, oksimetri nadi, keda

laman) napas, pola nap

as dan usaha napas

- Monitor refleks kornea

- Monitor batuk dan refl

eks muntah

- Monitor irama otot, ge

rakan motor, gaya berj

alan

- Monitor kekuatan peg

angan

- Monitor adanya tremo

- Monitor kesimetrisan

wajah

- Monitor gangguan vis

ual

- Monitor parestesi (mat


54

i rasa dan kesemutan)

- Monitor respon terhad

ap pengobatan

Terapeutik

- Atur interval waktu pem

antauan sesuai dengan k

ondisi pasien

- Dokumentasikan hasil p

emantauan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan pro

sedur pemantauan

2. Gangguan mobili Setelah dilakukan Tindakan Teknik latihan penguatan

tas fisik berhubu keperawatan selama 2 x 24 j sendi (I.05185)

ngan dengan gan am maka didapatkan Menggunakan Teknik ge

gguan neuromus mobilitas fisik (L.05042) m rakan tubuh aktif atau pa

kular eningkat dengan kriteria has sif untuk mempertahanka

(D.0054) il : n atau mengembalikan m

 Pergerakan ekstremi eningkatkan fleksibilitas

tas meningkat sendi.

 Kekuatan otot meni Observasi

- Identifikasi keterbatasa
55

ngkat n fungsi dan gerak sen

 Rentak gerak (RO di

M) meningkat - Monitor lokasi dan sifa

 Perasaan nyeri menu t ketidaknyamanan ata

run u rasa sakit selama ger

 Perasaan cemas men akan/aktivitas

urun Terapeutik
 Gerakan tidak terko
- Berikan posisi optimal
ordinasi menurun
untuk gerakan sendi pa
 Gerakan terbatas me
sif atau aktif
nurun
- Berikan penguatan posi
 Kelemahan fisik me
tif untuk melakukan lat
nurun
ihan bersama

Edukasi

- Jelaskan kepada pasien

/keluarga tujuan dan re

ncanakan latihan bersa

ma

- Anjurkan memvisualis

asikan gerak tubuh seb

elum memulai gerakan

3. Gangguan komu Setelah dilakukan Tindakan Promosi komunikasi : De


56

nikasi verbal ber keperawatan selama 2 x 24 j fisit bicara (I.13492)

hubungan dengan am diharapkan komunikasi Observasi

penurunan sirkul verbal (L.13118) meningkat a. Monitor kecepatan,

asi serebral dengan kriteria hasil : tekanan, kuantitas,

(D. 0119)  Kemampuan berbica volume dan diksi bi

ra meningkat cara

 Kemampuan mende b. Monitor proses kog

ngar meningkat nitif, anatomis dan

 Kesesuaian ekspresi fisiologis yang berk

wajah atau tubuh me aitan dengan bicara

ningkat (mis, memori, pend

 Afasia, Disfasia, Ap engaran dan Bahas

raksia, Disleksia, Di a)

satria, Afonia, Disia c. Monitor frustasi, m

lia menurun arah, depresi, atau

 Pelo dan gagap men hal lain yang meng

urun ganggu bicara

 Respon perilaku me d. Identifikasi perilak

mbaik u emosional dan fis

ik sebagai bentuk k
 Pemahaman komuni
omunikasi
kasi membaik
Terapeutik

a. Gunakan metode k
57

omunikasi alternati

f (mis: menulis, ma

ta berkedip, papan

komunikasi dengan

gambar dan huruf, i

syarat tangan)

b. Sesuaikan gaya ko

munikasi dengan k

ebutuhan (mis: ber

diri di depan pasie

n, dengarkan denga

n seksama, tunjukk

an satu gagasan ata

u pemikiran sekalig

us, bicaralah denga

n perlahan sambal

menghindari tekana

n, gunakan komuni

kasi tertulis, atau m

eminta bantuan kel

uarga untuk memah

ami ucapan pasien)

c. Berikan terapi voka


58

d. Modifikasi lingkun

gan untuk memaksi

malkan bantuan

e. Ulangi apa yang di

sampaikan pasien

f. Berikan dukungan

psikologis

g. Gunakan juru bicar

a, jika perlu

Edukasi

a. Ajarkan pasien bica

ra perlahan

b. Ajarkan pasien dan

keluarga proses ko

gnitif, anatomis da

n fisiologis yang be

rhubungan dengan

kemampuan bicara

Kolaborasi

a. Rujuk ke ahli patol

ogi bicara atau tera

pis
59

4. Gangguan persep Setelah dilakukan Tindakan Minimalisasi rangsangan

si sensori berhub keperawatan selama 2 x 24 j (I.08241)

ungan dengan ket am diharapkan persepsi sen Observasi

idakmampuan m sori membaik (L.09083) de a. Periksa status ment

elihat dan mengh ngan kriteria hasil : al, status sensori da

idu  Verbalisasi melihat n tingkat kenyama

(D.0085) bayangan meningkat nan (mis. Nyeri, ke

 Verbalisasi lelahan)

merasakan sesuatu Terapeutik

melalui indera a. Diskusikan tingkat

penciuman toleransi terhadap

 verbalisasi mendeng beban sensori (mis.

ar bisikan Bising, terlalu tera

meningkat ng)

 verbalisasi b. Batasi stimulus lin

merasakan sesuatu gkungan (mis. Cah

melalui indera aya, suara, aktivita

pengecapan s)

meningkat c. Jadwalkan aktivita

s harian dan waktu

istirahat

d. Kombinasikan pro

sedur/tindakan dal
60

am satu waktu, ses

uai kebutuhan

Edukasi

a. Ajarkan cara memi

nimalisasikan stim

ulus (mis. Mengatu

r pencahayaan ruan

gan, mengurangi k

ebisingan, membat

asi kunjungan)

Kolaborasi

a. Kolaborasi dalam

meminimalkan pro

sedur/tindakan

b. Kolaborasi pember

ian obat yang mem

pengaruhi persepsi

stimulus.

5. Risiko cedera Setelah dilakukan Tindakan Pencegahan cedera

berhubungan keperawatan selama 2 x 24 (I.14537)

dengan jam diharapkan koordinasi Observasi

perubahan fungsi pergerakan (L.05041) a. Identifikasi area

psikomotor meningkat dengan kriteria lingkungan yang


61

(D.0136) hasil : berpotensi

 Kekuatan otot menyebabkan

meningkat cedera

 Kontrol Gerakan b. Identifikasi obat

meningkat yang berpotensi

 Keseimbangan menyebabkan

gerakan meningkat cedera.

Terapeutik

a. Sediakan

pencahayaan yang

mamadai

b. Sosialisasikan

pasien dan

keluarga dengan

lingkungan ruang

rawat

c. Pasang handrell

tempat tidur

d. Atur tempat tidur

pada posisi

terendah

e. Gunakan alat

bantu berjalan
62

(mis. Kursi roda,

walker)

Edukasi

a. Anjurkan berganti

posisi secara

perlahan dan

duduk selama

beberapa menit

sebelum berdiri

6. Defisit Nutrisi be Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03

rhubungan denga keperawatan selama 2 x 24 j 119)

n ketidakmampu am diharapkan status nutrisi


Mengidentifikasi dan me
an menelan maka (L.03030) adekuat/membaik
ngelola asupan nutrisi ya
nan dengan kriteria hasil:
ng seimban
(D.0019)  Porsi makan dihabiska
Observasi
n/

meningkat - Identifikasi status nutris

 Berat badan membaik i

- Identifikasi alergi dan i


 Frekuensi makan mem
ntoleransi makanan
baik
- Identifikasi kebutuhan
 Nafsu makan membaik
kalori dan jenis nutrien
 Bising usus membaik
- Identifikasi perlunya
63

 Membran mukosa penggunaan selang

membaik nasogastrik

- Monitor asupan makan

an

- Monitor berat badan

Terapeutik

- Sajikan makanan secara

menarik dan suhu yang

sesuai

- Berikan makanan tinggi

kalori dan tinggi protei

Edukasi

- Anjurkan posisi duduk,

jika mampu

- Ajarkan diet yang dipro

gramkan

Kolaborasi

- Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan jenis

nutrein yang dibutuhka


64

n, jika perlu

7. Defisit Perawata Setelah dilakukan Tindakan Dukungan perawatan diri

n Diri berhubung keperawatan selama 2 x 24 j (I.09268)

an dengan gangg am maka diharapkan peraw Observasi

uan neuromuskul atan diri (L.11103) meningk a. Identifikasi

ar at dengan kriteria hasil : kebiasaan aktivitas

(D.0109)  Kemampuan mandi perawatan diri

meningkat sesuai usia

 Mempertahankan ke b. Identifikasi tingkat

bersihan diri mening kemandirian

kat c. Identifikasi

 Kemampuan kebutuhan alat

mengenakan pakaian bantu kebersihan

meningkat diri, berpakaian,

berhias dan makan

Terapeutik

a. Sediakan

lingkungan yang

terapeuik

(mis.suasana

hangat, rileks,

privasi)

b. Siapkan keperluan
65

mandi (mis. Parfu

m, sikat gigi dan

sabun mandi)

c. Dampingi dalam m

elakukan perawat

an diri sampai

mandiri

d. Fasilitasi

kemandirian, bantu

jika tidak mampu

melakukan

perawatan diri

Edukasi

a. Jelaskan manfaat

mandi dan dampa

k tidak mandi ter

hadap kesehatan

b. Ajarkan kepada ke

luarga cara mema

ndikan pasien, jik

a perlu
66

4. Implementasi keperawatan

Tahap ini merupakan pengelolaan, perwujudan, serta bentu

k tindakan nyata dari rencana keperawatan yang telah disusun secara i

skemik. Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentu

k kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan me

ncapai tujuan yang diharapkan (Muttaqin, 2011).

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan ya

ng merupakan mekanisme umpan balik untuk mencapai atau menilai p

encapaian tujuan yang diharapkan apakah sesuai dengan rencana kepe

rawatan yang telah dibuat tercantum dalam :

S : Data subjektif merupakan berhubungan dengan masalah dari

sudut pandang pasien seperti kekhawatiran terhadap masalah

keluhannya (Data ini berasal dari info keluarga ataupun pasien

sendiri).

O : Data objektif merupakan data dari hasil observasi melalui

pemeriksaan fisik.

A : Analisa merupakan data yang terkumpul kemudian dibuat

kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi, atau masalah

potensial serta perlu atau tidaknya dilakukan tindakan segera.

P : Planning atau perencanaan merupakan rencana dari tindakan

yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosi


67

s atau laboratorium, serta konseling untuk tindak lanjut (Muttaqin,

2011).

6. Dokumentasi keperawatan

Secara keseluruhan asuhan keperawatan dapat di evaluasi s

esuai dengan tujuan yang diharapkan dan dapat di dokumentasikan sec

ara benar dan tepat, dalam laporan studi kasus sebagai pertanggung ja

waban atau tindakan yang selalu dilakukan dan studi kasus untuk perk

embangan ilmu pengetahuan selanjutnya (Muttaqin, 2011).


68

BAB III
TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian

Tanggal Pengkajian : 04 Juni 2022

Ruangan : 04 Agus Salim

A. Identitas Data

Nama : Ny. A

No. MR : 254534

Umur : 67 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sepakat I No.14 Koto Tangah, Padang.

Tanggal Masuk : 02 Juni 2022

Cara Masuk : IGD

Penanggung Jawab : Tn. Y

Alat bantu yang di pakai : Kursi roda

Riwayat Alergi : Tidak ada


69

B. Keluhan Utama

Klien mengatakan pada tanggal 02 Juni 2022 pada jam 06.00 pagi s

aat baru bangun tidur, tiba-tiba klien mengeluh sakit kepala disertai pusing

kesulitan menelan makanan, nafsu makan menurun, lemah anggota gerak

kiri, sulit bicara (pelo), bibir sulit digerakkan.

C. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat kesehatan dahulu

Klien mengatakan klien pernah dirawat sebelumnya di rumah sakit

Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padang pada bulan April tahun 2022 dengan riwa

yat penyakit hipertensi dan vertigo. Klien tidak memiliki riwayat penyakit

diabetes mellitus, penyakit jantung.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Pada tanggal 02 Juni 2022 pada jam 06.00 pagi saat Ny. A bangun

tidur, klien mengeluh sakit kepala dan pusing, mengeluh mual, klien tidak

nafsu makan sejak 1 minggu yang lalu, lemah anggota gerak sebelah kiri, b

icara pelo dan klien mengatakan mulut sulit digerakkan. Pada saat dilakuk

an pengkajian pada tanggal 04 Juni 2022 klien sudah dirawat hari ke 2, kli

en mengeluh sakit kepala dan pusing, mengeluh mual, tidak nafsu makan,

mengeluh sulit menelan makanan, klien merasa saat sakit mengalami

penurunan berat badan, lemah anggota gerak sebelah kiri, bicara pelo, mul

ut sudah bisa digerakkan dan tidak pencong.


70

3. Riwayat kesehatan keluarga

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai pe

nyakit yang sama dengannya, dan tidak ada keluarga yang memiliki riway

at hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung.

D. Pemeriksaan Fisik

1. Keaadaan Umum Klien

a) Tingkat kesadaran : Compos mentis

b) KU : Sedang

c) GCS : E4V5M6

d) TD : 160/90 mmHg

e) Nadi : 90 x/i

f) Suhu : 36,8C

g) Pernafasan : 21 x/i

h) Berat badan : 60 kg

i) Tinggi Badan : 156 cm

2. Kepala

a) Rambut

Kulit kepala baik, tidak ada lesi dan edema, rambut klien sedikit be

ruban, tidak berketombe, rambut tebal dan tidak rontok.

b) Wajah

Pada wajah klien tidak ada edema, wajah simetris.


71

c) Mata

Mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak

anemis.

d) Telinga

Telinga klien tampak simetris kiri dan kanan, pada telinga tidak ter

dapat serumen dan lesi, pendengaran baik.

e) Hidung

Hidung klien tampak simetris kiri dan kanan, tidak terdapat polip,

penciuman klien baik.

f) Mulut

Pada mukosa bibir tampak lembab, bibir tidak ada edema, klien me

ngeluh sulit menelan.

g) Gigi

Pada gigi klien terdapat adanya caries, gigi klien beberapa sudah ad

a yang ompong.

h) Lidah

Lidah klien simetris, lidah klien dapat membedakan rasa manis gul

a dan pahit obat.

i) Leher

Tidak ada pembengkakan kelenjer tiroid dan getah bening.


72

3. Dada/Thorax

a) Inspeksi : Pergerakan dada simetris kiri dan kanan

b) Palpasi : Fremitus sama antara kiri dan kanan

c) Perkusi : Sonor kiri dan kanan

d) Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler dan tidak ada suara

nafas tambahan

4. Jantung

a) Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat

b) Palpasi : Ictus kordis teraba 1 jari pada ruang

interkostal ke IV

c) Perkusi : Pekak

d) Auskultasi : Tidak ada bunyi jantung tambahan

5. Abdomen

a) Inspeksi : Tidak ada bekas operasi, tidak ada jejas

atau luka

b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

c) Perkusi : Bunyi tympani

d) Auskultasi : Bising usus 11 x/i

6. Genitourinaria

Klien tidak terpasang kateter, untuk kebersihan terjaga karena

dibantu oleh keluarga klien.


73

7. Ekstremitas

a) Atas

Ekstremitas atas lengkap, terpasang infus ditangan kanan, ekstremi

tas atas sebelah kiri lemah dengan kekuatan otot 2, ekstremitas sebela

h kanan berfungsi baik dengan kekuatan otot 5.

b) Bawah

Ekstremitas bawah lengkap, ekstremitas bawah kiri lemah dengan

kekuatan otot 2, ekstremitas sebelah kanan berfungsi baik dengan kek

uatan otot 5.

555 222

555 222

8. Sistem Integumen

Kulit klien tampak sawo matang, CRT <3 detik, klien mati rasa

pada sisi kiri ekstremitas bawah dan atas, tidak terdapat edema.

9. Sistem neurologi

a) GCS

1) Mata : Mata membuka dengan spontan (4)

2) Verbal : Berorientasi dengan baik, dapat bercakap-cakap

(5)

3) Motorik : Dapat mengikuti perintah untuk mengangkat

tangan (6)
74

GCS : 15, tingkat kesadaran compos mentis cooperative.

b) Refleks fisiologis

1) Bisep : Lengan kanan klien pada posisi semi fleksi

memberikan respon berupa fleksi lengan siku

sedangkan lengan kiri tidak ada respon (+/-)

2) Trisep : Lengan bawah kanan pasien memberikan respon

berupa gerakan ekstensi lengan bawah di sendi siku,

namun untuk lengan bawah kiri pasien tidak ada

respon (+/-).

3) Branchiodialis : Lengan bawah kanan klien memberikan respon

berupa lengan bawah fleksi dan supinasi, namun

untuk lengan bawah kiri tidak ada respon (+/-).

c) Refleks patologis

1) Babinski : Pada telapak kaki kanan (+), kiri (-)

2) Chadoks : Pada punggung kanan (+), kiri (-)

3) Tromner : Pada jari tengah kanan (+), kiri (-)

4) Hoffman : Pada jari telunjuk kanan (+), kiri (-)

5) Gordon : Pada kaki kanan (+), kiri (-)

d) Nervus cranial

1) Nervus I olfaktorius

Klien dapat membedakan bau kopi dan teh


75

2) Nervus II optikus

(a) Visual : Klien dapat menyebutkan dengan benar objek

yang disebutkan perawat berjarak 4 meter.

(b) Lapang pandang : Klien dapat melihat arah objek yang diarahka

n perawat.

3) Nervus III okulomatorius, Nervus IV troklearis, dan Nerus VI abdu

sen

(a) Gerakan bola mata : Klien dapat mengikuti arah benda yang dit

unjukkan oleh perawat

(b) Refleks Pupil : Positif saat terkena cahaya.

4) Nervus V trigeminus

(a) Motorik : Tampak adanya kontraksi otot

(b) Sensoris : Klien dapat merasakam rasa tajam pada tusuk gigi,

mulut klien mengatup saat diketuk.

5) Nervus VII fasialis

(a) Motorik : Otot pada kelopak mata cukup kuat, klien mampu

mengangkat kedua alis.

(b) Sensoris : Klien dapat mebedakan rasa manis pada gula, asin

pada garam, dan pahit pada obat.

6) Nervus VIII vestibulo koklearis

(a) Test webber : Suara yang didengar pada telinga kiri dan kanan

sama.
76

(b) Test rinne : Suara pada garpu tala hilang sama antara pasien

dan perawat

7) Nervus IX glossofaringeus dan Nervus X vagus

(a) Refleks menelan : Reflek menelan klien kurang baik

(b) Posisi uvula : Terletak ditengah

(c) Refleks muntah : ada

8) Nervus XI aksesorius

Bahu klien tampak tidak simetris dikarenakan mengalami k

elemahan anggota gerak disisi kiri.

9) Nervus XII hipoglosus

Klien bicara pelo, posisi lidah saat dijulurkan normal

seperti lidah pada umumnya.

E. Pola Kebiasaan Sehari-hari

Tabel 3.1 Pola kebiasaan sehari-hari

NO Pola Kebiasaan Sehat Sakit

Sehari – hari

1. Nutrisi

a) Makanan

- Pola makan - Pada saat sehat klie - Pada saat sakit klien

n makan 3x sehari makan 3x sehari deng


dengan makan mak
an diit MBRG 1500 k
anan yang bersanta
77

n kal

- Habis 1 porsi
- Hanya menghabiskan
- Kebiasaan diit - BB klien : 65 kg
¼ porsi
- Tidak ada keluhan
- kesulitan menelan ma
- Keluhan
kanan, nafsu makan b

erkurang

- 5-8 gelas air putih/ - Minum 6-7 gelas air p


b) Minum
- Jumlah hari dan selalu me utih/hari
minum teh 1 gelas/

hari

- Air putih dan teh


- Air putih
- Tidak ada keluhan
- Jenis minuman - Tidak ada keluhan

- Keluhan

2. Eliminasi

a) BAK

- Frekuensi - Klien BAK ± 4-6 x - Klien BAK ± 6-7 x/ha

/hari ri

- Jumlah - ± 1200 ml/hari - ± 1500 ml/hari

- Bau - Khas urine - Khas urine

- Warna - Warna kuning - Warna kuning


78

b) BAB

- Frekuensi - 2x sehari - 1x sehari

- Konsistensi - Padat - Padat

- Bau - Khas - Khas

- Warna - Kecoklatan - Kecoklatan

3. Istirahat dan tidur

- Waktu tidur (ja - Klien tidur ± 7-8 j - Klien tidur ± 8-9 jam

m) am perhari, klien t dimalam hari, klien tid

erkadang tidur sian ur pada siang hari sela

g ma ± 4 jam

- Kebiasaan - Klien tidur diatas j - Klien tidur lebih cepa

am 9 malam t, dan banyak beristira

hat

- Keluhan - Tidak ada keluhan - Tidak ada keluhan

F. Data sosial dan ekonomi

Klien merupakan seorang ibu rumah tangga, klien berobat ditanggu

ng oleh BPJS. Klien merupakan orang yang ramah kepada tetangga, klien t

ermasuk orang yang rajin mengikuti kegiatan yang ada dilingkungan ruma

hnya. Saat sakit klien bersosialisasi baik antara perawat dan pasien

lainnya.

G. Data psikososial
79

Klien mengatakan merasa cemas karena anggota tubuh yang lemah

dan sulit digerakkan, klien dapat mengontrol emosi dengan baik, selama pe

ngkajian klien sangat terbuka menceritakan dirinya kepada perawat. Klien

dapat berkomunikasi dengan baik namun sedikit kurang jelas karena terda

pat kesulitan dalam berbicara (pelo).

H. Data spiritual

Klien beragama islam, klien mengatakan saat sehat klien rajin berib

adah kemasjid yang berada didekat rumahnya, dan saat sakit klien hanya bi

sa sholat di tempat tidur.

I. Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan labor hematologi

Tabel 3.3 Pemeriksaan labor hematologi

Tanggal : 02 Juni 2022

No Hematologi Hasil Satuan Nilai Normal

1. Hemoglobin 12.5 g/dL 13.0 – 16.0

2. Leukosit 9.5 10ˆ3/mmˆ3 5.0 – 10.0

3. Trombosit 227 10ˆ3/mmˆ3 150 – 400

4. Hematokrit 30.2 % 40.0 – 48.0


80

b) Pemeriksaan labor kimia klinik

Tabel 3.2 Pemeriksaan labor kimia klinik

Tanggal : 03 Juni 2022

No Kimia Klinik Hasil Satuan Nilai Normal

1. Kolesterol HDL 30 mg/dL >50

2. Kolesterol LDL 166 mg/dL <100

3. Trigliserida 160 mg/dL <150

J. Penalatalaksanaan medis

Tanggal : 02 Juni 2022

Obat-obatan :

a) Aptor 100mg 2x1

b) CPG 75mg 1x1

c) Simvastatin 20mg 1x1

d) Betahistine 12mg 3x1

e) Flunarizine 5mg 3x1

f) Sucralfat syrup 10cc 3x1

g) Ranitidin 50 mg 2x1
81

ANALISA DATA

No Analisa Data Masalah Etiologi

1. Ds: Resiko perfusi jarin Aterosklerosis aorta

- Klien mengatakan k gan serebral tidak e

epala terasa pusing fektif

Do:

-Kesadaran : CMC

-GCS : E4V5M6

-TD : 160/90 mmHg

-KU : Sedang

-HR : 90 x/i

-RR : 21 x/i

-Suhu : 36,8C

-CRT <3 detik

-Tidak terdapat

edema

-Klien mengalami di

sfungsi nervus akse

sorius dan nervus h


82

ipoglosus

2. Ds: Gangguan mobilitas Gangguan

-Klien mengatakan l fisik


neuromuskular
emah bagian anggo

ta gerak kiri

-Klien mengatakan a

nggota gerak sebel

ah kiri terasa berat

saat ingin digerakk

an

Do:

-Kekuatan otot

555 222

555 222

-Tangan dan kaki kir

i klien sulit untuk d

igerakkan

-Klien tampak lema

-Aktivitas klien sepe

nuhnya dibantu kel

uarga dan perawat


83

-Refleks patologis

(+/-)

3. Ds: Gangguan komunik Penurunan sirkulasi serebr

-Klien mengatakan k asi verbal al

lien berbicara pelo

Do:

-Klien disartria

-Bibir klien tampak

sulit ditutup

-Klien bicara pelo

4. Ds: Defisit Nutrisi Ketidakmampuan menela

- Klien mengatakan n makanan

sulit menelan mak

anan

- Klien mengatakan

merasa mual

- Klien mengatakan

tidak nafsu makan

Do:

- Klien tampak sulit

menelan makanan
84

- Makanan yang dik

onsumsi klien saat

ini diit MBRG 150

0 kkal

- Makanan tampak t

idak habis

- BB sebelum sakit :

65kg

BB saat sakit : 60k

2. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tanggal ditegak TTD Tanggal TTD


85

kan teratasi

1. Resiko perfusi jaringan se Sabtu, 04 Juni 20

rebral tidak efektif berhub 22

ungan dengan ateroskleros

is aorta (D.0017)

2. Gangguan mobilitas fisik Sabtu, 04 Juni 20

berhubungan dengan gang 22

guan neuromuskular (D.0

054)

3. Gangguan komunikasi ver Sabtu, 04 Juni 20

bal berhubungan dengan s 22

irkulasi serebral (D.0119)

4. Defisit Nutrisi berhubunga Sabtu, 04 Juni 20

n dengan ketidakmampua 22

n menelan makanan (D.00

19)

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI

Keperawatan

1. Resiko perfusi serebral Perfusi serebral Pemantauan Neurologi


86

tidak efektif berhubun (L.02014) s (I.06197)

gan dengan aterosklero Setelah dilakukan Mengumpulkan dan m

sis aorta (D.0017) asuhan keperawat enganalisis data untuk

an selama 3x24 ja mencegah atau memin

m, maka perfusi s imalkan komplikasi ne

erebral meningka urologis.

t dengan kriteria Observasi

hasil : 1. Monitor ukuran, b

1. Sakit kepala entuk, kesimetrisa

menurun (ska n, dan reaktifitas

la 5) pupil

2. Nilai rata-rata 2. Monitor tingkat k

tekanan darah esadaran (mis. M

membaik (ska enggunakan skala

la 5) koma glasgow)

3. Tekanan dara 3. Monitor ingatan t

h sistolik me erakhir, rentang p

mbaik (skala erhatian, memori

5) masa lalu, mood

4. Tekanan dara dan perilaku

h diastolik me 4. Monitor tanda-tan

mbaik (skala da vital

5) 5. Monitor refleks k
87

5. Refleks saraf ornea

membaik (ska 6. Monitor batuk da

la 5) n refleks muntah

7. Monitor irama ot

ot, gerakan moto

r, gaya berjalan

8. Monitor kekuatan

pegangan

9. Monitor adanya tr

emor

10. Monitor kesimetri

san wajah

11. Monitor ganggua

n visual

12. Monitor parestesi

(mati rasa dan kes

emutan)

13. Monitor respon te

rhadap pengobata

Terapeutik

1. Atur interval wakt

u pemantauan ses
88

uai dengan kondis

i pasien

2. Dokumentasikan

hasil pemantauan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan da

n prosedur peman

tauan

2. Gangguan mobilitas fis Mobilitas Fisik Teknik latihan pengua

ik berhubungan denga (L.05042) tan sendi (I.05185)

n gangguan neuromusk Setelah dilakukan Menggunakan Teknik

ular (D.0054) asuhan keperawat gerakan tubuh aktif at

an selama 3x24 ja au pasif untuk mempe

m, maka mobilita rtahankan atau menge

s fisik meningkat, mbalikan meningkatk

dengan kriteria ha an fleksibilitas sendi.

sil : Observasi

1. Pergerakan ek 1. Identifikasi keterb

stremitas men atasan fungsi dan

ingkat (skala gerak sendi

5) 2. Monitor lokasi da

2. Kekuatan otot n sifat ketidaknya


89

meningkat (sk manan atau rasa s

ala 5) akit selama gerak

3. Gerakan terba an/aktivitas

tas menurun

(skala 5)
Terapeutik
4. Kelemahan fi
1. Berikan posisi opt
sik menurun
imal untuk geraka
(skala 5)
n sendi pasif atau

aktif

2. Berikan penguata

n positif untuk me

lakukan latihan b

ersama

Edukasi

1. Jelaskan kepada p

asien/keluarga tuj

uan dan rencanak

an latihan bersam

2. Anjurkan memvis

ualisasi- kan gera

k tubuh sebelum
90

memulai gerakan

3. Gangguan komunikasi Komunikasi Verb Promosi Komunikasi :

verbal berhubungan de al (L.13118) Defisit Bicara (I. 1349

ngan sirkulasi serebral Setelah dilakukan 2)

(D.0119) asuhan keperawat Menggunakan teknik

an selama 3x24 ja komunikasi tambahan

m, maka komuni pada individu dengan

kasi verbal menin gangguan bicara.

gkat, dengan krite Observasi

ria hasil : 1. Monitor kecepata

1. Kemampuan n, tekanan, kuanti

berbicara m tas, volume, dan d

eningkat (sk iksi bicara

ala 5) 2. Monitor frustasi,

2. Afasia menu marah, depresi, at

run (skala 5) au hal lain yang

3. Disatria me mengganggu bica

nurun (skala ra

5) 3. Identifikasi perila

4. Pelo menuru ku emosional dan

n (skala 5) fisik sebagai bent


91

uk komunikasi

Terapeutik

1. Gunakan metode

komunikasi altern

atif

2. Gunakan juru bic

ara, jika perlu

3. Berikan dukunga

n psikologis

Edukasi

1. Anjurkan berbicar

a perlahan

Kolaborasi

1. Rujuk ke ahli pato

logi bicara atau te

rapis

4. Defisit nutrisi berhubu Status Nutrisi (L. Manajemen Nutrisi (I.

ngan dengan ketidakm 03030) 03119)

ampuan menelan maka Setelah dilakukan


Mengidentifikasi dan
nan (D.0019) asuhan keperawat
mengelola asupan nut
92

an selama 3x24 ja risi yang seimbang

m, maka status nu
Observasi
trisi membaik, de
1. Identifikasi status
ngan kriteria hasil
nutrisi
:
2. Identifikasi alergi
1. Porsi makana
dan intoleransi m
n yang dihabi
akanan
skan meningk
3. Identifikasi kebut
at (skala 5)
uhan kalori dan je
2. Kekuatan otot
nis nutrien
menelan meni
4. Identifikasi
ngkat (skala
perlunya
5)
penggunaan
3. Berat badan
selang nasogastric
membaik (ska
5. Monitor asupan m
la 5)
akanan
4. Nafsu makan
6. Monitor berat bad
membaik (ska
an
la 5)

Terapeutik
Status menelan

(L.06052) 1. Sajikan makanan

secara menarik da
Setelah dilakukan
n suhu yang sesua
asuhan keperawat
93

an selama 3x24 ja i

m, maka status 2. Berikan makanan

menelan membai tinggi kalori dan t

k, dengan kriteria inggi protein

hasil :
Edukasi
1. Reflek
1. Anjurkan posisi d
menelan
uduk, jika mampu
meningkat
2. Ajarkan diet yang
2. usaha
diprogramkan
menelan

meningkat Kolaborasi

3. frekuensi 3. Kolaborasi denga


tersedak n ahli gizi untuk
menurun menentukan juml
4. muntah ah kalori dan jeni
menurun s nutrein yang dib

utuhkan, jika perl

4. Implementasi keperawatan

No Diagnosa Kep Hari/ Implementasi Hari/ Evaluasi T

erawatan
tanggal tanggal T
94

/jam /jam D

1. Resiko perfusi Sabtu/ 1.Memonitor Sabtu/ S:

serebral tidak e ukuran, bentuk, 04 Juni


04 Juni - Klien mengata
fektif berhubu kesimetrisan dan 2022/ 1
2022/ 0 kan kondisi sa
Putri
ngan dengan at reaktifitas pupil 2.30 rama
8.00 at ini belum m
nesa
erosklerosis ao (ukuran 3mm,
ulai membaik
rta (D.0017) bentuk bulat,
dari hari sebel
isokor)
umnya
2.Memonitor tingkat
- Klien masih m
kesadaran (mis. M
engeluh lemah
enggunakan skala
anggota gerak
koma glasgow) (G
kiri
CS 15 E4V5M6)

3.Memonitor
O:
ingatan terakhir,

rentang perhatian - Klien tampak

memori masa lalu, menerima

mood dan perilaku dengan baik

(klien dapat pematauan

mengingat dengan yang

baik, klien dilakukan oleh

mengingat bahwa perawat

klien pernah - GCS 15 E4V5


95

dirawat M6

sebelumnya - Kesadaran : C

dirumah sakit MC

yang sama, klien - KU : Sedang

tidak memiliki - TD : 160/80 m

gangguan mood) mHg

4. Memonitor tanda- - HR : 85x/i

tanda vital - RR : 20x/i

(TD : 160/80 mm - Suhu : 36,4C

Hg, HR : 85x/I, R - CRT <3 detik

R : 20x/I, Suhu : 3 - Wajah klien si

6,4C) metris

5.Memonitor status - Klien mengala

pernafasan mi disfungsi n

(Analisa gas ervus glassova

darah, oksimetri ri-ngeus, nerv

nadi, kedalaman) us aksesorius

napas, pola napas dan nervus hip

dan usaha napas oglosus

(klien tidak
A : Perfusi serebr
mengalami
al tidak efektif ter
gangguan pada
atasi sebagian
96

pernapasan) P : Intervensi 4, 5,

6.Memonitor refleks 8, 9, 13, dan 14 di

kornea (respon lanjutkan

baik pada kornea

pasien)

7.Memonitor batuk

dan refleks munta

h (Klien tidak batu

k, refleks muntah

(-))

8.Memonitor irama

otot, gerakan moto

r, gaya berjalan (kl

ien mengalami kes

ulitan berjalan kar

ena mengalami le

mah anggota gera

k kiri)

9.Memonitor

kekuatan

pegangan

(kekuatan pada

otot tangan kanan


97

pasien masih baik

namun untuk

bagian kiri masih

lemah)

10. Memonitor adany

a tremor (klien tid

ak mengalami tre

mor)

11. Memonitor kesim

etrisan wajah (waj

ah klien simetris)

12. Memonitor gangg

uan visual (klien ti

dak mengalami ga

ngguan visual)

13. Memonitor parest

esi (mati rasa dan

kesemutan)

(klien mengalami

parestesi pada tan

gan kiri)

14. Memonitor respon

terhadap pengobat
98

an (kondisi klien b

elum mulai memb

aik)

15. Menjelaskan

kepada pasien

tujuan dan

prosedur

pemantauan

(Pemantauan

bertujuan agar

tidak terjadinya

komplikasi

terhadap penyakit

klien).

2. Gangguan mob Sabtu/ 1. Mengidentifikasi k Sabtu/ S:

ilitas fisik berh 04 Juni eterbatasan fungsi 04 Juni


- Klien mengata
ubungan denga 2022/ dan gerak sendi (k 2022/ 1
kan anggota g Putri
n gangguan ne lien tidak mampu 2.30 rama
09.00 erak kiri masih nesa
uromuskular menggerakan ekstr
sulit untuk dig
(D.0054) emitas atas dan ba
erakkan
wah bagian kiri)
- Klien mengata
2. Memonitor lokasi
kan tidak ada r
dan sifat ketidakn
asa nyeri saat
99

yama mencoba angg

nan selama gerak ota gerak kiri

(klien mengalami digerakkan

paralesis sisi kiri)


O:
3. Memberikan
- Kekuatan otot
posisi optimal
555 222
untuk Gerakan
555 222
sendi pasif dan
- Tangan dan ka
aktif (klien
ki kiri klien ta
diberikan posisi
mpak masih le
semi fowler karna
mah
klien belum
- Klien tampak
mampu untuk
belum mampu
duduk dan
menggerakkan
menahan dirinya)
anggota gerak
4. Memberikan
kiri
penguatan positif
- Aktivitas klien
untuk melakukan
dibantu keluar
latihan Bersama
ga dan perawa
(klien tampak
t
bersemangat saat
- Refleks patolo
latihan bersama
gis (+/-)
100

dengan perawat) A : Gangguan mo

5. Menjelaskan bilitas fisik belum

kepada teratasi

keluarga/pasien
P : Semua interve
tujuan dan
nsi dilanjutkan
rencanakan latihan

bersama

(keluarga/klien

tampak bersedia

mengikuti latihan)

3. Gangguan kom Sabtu/ 1. Memonitor kecepa Sabtu/ S:

unikasi verbal 04 Juni tan, tekanan, kuant 04 Juni


- Keluarga men
berhubungan d 2022/ itas, volume, dan d 2022/ 1
gatakan bicara Putri
engan sirkulasi 9.30 iksi bicara (saat di 2.30 rama
klien masih ku nesa
serebral (D.01 ajak berbincang kl
rang jelas
19) ien bicara kurang j
O:
elas, volume pela

n) - GCS 15 E4V5

2. Memonitor frustas M6

i, marah atau hal l - Kesadaran : C

ainnya yang meng MC

ganggu bicara (kli


101

en tidak frustasi da - KU : Sedang

n marah) - TD : 160/80 m

3. Mengidentifikasi mHg

perilaku - HR : 85x/i

emosional dan - RR : 20x/i

fisik sebagai - Suhu : 36,4C

bentuk - Klien bicara p

komunikasi (klien elo

tampak tenang - Disatria

selama tindakan - Ada kontak m

diberikan) ata saat klien d

4. Menganjurkan unt iajak berbicara

uk berbicara perla
A : Gangguan ko
han (klien dapat b
munikasi verbal b
erbicara dengan pe
elum teratasi
rlahan)
P : Semua interve

nsi dilanjutkan

4. Defisit nutrisi Sabtu/ 1. Mengidentifikasi s Sabtu/ S:

berhubungan d tatus nutrisi (klien 04 Juni


04 Juni - Klien mengata
engan ketidak mengeluh masih 2022/ 1
2022/ 1 kan tidak nafs Putri
mampuan men mual, tidak nafsu 2.30 rama
0.00 u makan nesa
elan makanan makan, tidak mam
- Klien mengata
102

(D.0019) pu menelan makan kan sulit mene

an) lan makanan

2. Mengidentifikasi a - Klien mengelu

lergi dan intoleran h mual namun

si makanan (klien hanya sesekali

tidak memiliki ale


O:
rgi terhadap maka
- Klien tampak
nan)
menghabiskan
3. Mengidentifikasi k
hanya ¼ porsi
ebutuhan kalori da
makanan
n jenis nutrien (dii
- Diit klien MB
t klien saat ini MB
RG 1500 kkal
RG 1500 kkal)
- Klien tampak
4. Mengidentifikasi
kesulitan saat
penggunaan
menelan maka
selang nasogastrik
nan
(klien tidak
- BB sebelum sa
terpasang selang
kit : 65kg Saat
nasogastrik karena
sakit : 60kg.
pasien

composmentis dan A : Defisit nutrisi

tidak ada indikasi belum teratasi

untuk dilakukan
103

pemasangan P : Intervensi 1, 4

selang dan 5 dilanjutkan

nasogastrik)

5. Memonitor asupan

makanan (klien m

akan hanya habis

¼ porsi saja)

6. Memonitor berat b

adan (BB klien se

belum sakit : 65k

g, saat sakit BB kli

en : 60kg)

7. Menyajikan

makanan secara

menarik dan suhu

yang sesuai (klien

tampak menerima

makanan yang

didapatkan namun

nafsu makan

tampak belum

membaik akibat

gangguan menelan
104

yang dialami)

8. Menganjurkan klie

n posisi duduk (po

sisi nyaman klien

saat makan semi f

owler)

5. Resiko perfusi Minggu 1. Memonitor tanda-t Minggu S :

serebral tidak e / 05 Jun anda vital (TD : 1 / 05 Jun


- Klien mengata
fektif berhubu i 2022/ 40/60 mmHg, HR i 2022/
kan kondisiny Putri
ngan dengan at 08.00 : 85x/i, RR: 20x/i, 12.30 rama
a saat ini sedik nesa
erosklerosis ao Suhu : 36,2C
it membaik da
rta (D.0017) 2. Memonitor irama ri hari sebelum
otot, gerakan moto nya
r, gaya berjalan da - Keluarga men
n propriosepsi (kli gatakan klien
en masih mengala masih dibantu
mi kesulitan saat b saat berjalan
erjalan)
O:
3. Memonitor pareste
- GCS 15 E4V5
si (mati rasa dan k
M6
esemutan) (klien
- Kes : CMC
mengalami pareste

si pada sisi kiri)


105

4. Memonitor respon - KU : Sedang

terhadap pengobat - TD : 140/60 m

an (klien merasa k mHg

ondisinya sedikit - HR : 85x/i

membaik dari sebe - RR: 20x/i

lumnya) - Suhu : 36,2C

- CRT <3 detik

- Klien tampak l

ebih baik dari

hari sebelumn

ya

A : Resiko perfusi

serebral tidak efe

ktif teratasi sebagi

an

P : Semua interve

nsi dilanjutkan

6. Gangguan mob Minggu 1. Mengidenfikasi ke inggu/ S:

ilitas fisik berh / 05 Jun terbatasan fungsi d 05 Juni


- Klien mengata
ubungan denga i 2022/ an gerak sendi (kli 2022/ 1
kan anggota g Putri
n gangguan ne 08.30 en tidak mampu m 2.30 rama
erak atas kiri s nesa
uromuskular enggerakan ekstre
udah mulai bis
106

(D.0054) mitas atas dan baw a untuk digera

ah sisi kiri) kkan namun p

2. Memonitor lokasi ada bagian ba

dan sifat ketidakn wah kiri masih

yama terasa berat

nan selama gerak - Klien mengata

(ekstremitas atas d kan tidak ada r

an bawah kiri men asa nyeri saat

galami kelemaha menggerakkan

n) anggota gerak

3. Mengajarkan klien kiri

melakukan latihan
O:
rentang gerak aktif
- Kekuatan otot
dan pasif.

555 333
555 222

- Tangan kiri kli

en sudah mula

i bisa digerakk

an dan diangk

at ke atas tapi

masih belum b

isa untuk men


107

ggenggam den

gan kuat

- Kaki kiri klien

masih tampak

lemah untuk di

gerakkan

- Klien tampak

sudah mulai m

ampu mengger

akkan anggota

gerak kirinya

- Aktivitas klien

tampak masih

dibantu oleh k

eluarga dan pe

rawat

- Refleks patolo

gis (+/-)

A : Gangguan mo

bilitas fisik belum

teratasi

P : Semua interve

nsi dilanjutkan
108

7. Gangguan kom Minggu 1. Memonitor kecepa Minggu S :

unikasi verbal / 05 Jun tan, tekanan, kuant / 05 Jun


- Keluarga men
berhubungan d i 2022/ itas, volume dan d i 2022/
gatakan klien Putri
engan sirkulasi 09.00 iksi bicara (saat di 12.30 rama
masih berbicar nesa
serebral (D.01 ajak berbincang kl
a pelo
19) ien bicara kurang j
O:
elas, volume sedan

g) - TD : 140/60 m

2. Memonitor frustas mHg

i, marah atau hal l - HR : 85x/i

ainnya yang meng - RR: 20x/i

ganggu bicara (kli - Suhu : 36,2C

en tidak pernah m - CRT <3 detik

arah saat diajak be - Klien tampak

rbicara, respon kli bicara pelo

en baik) - Klien tampak

3. Menganjurkan unt berkomunikasi

uk berbicara perla dengan baik n

han (klien dapat b amun sedikit k

erbicara dengan pe urang jelas saa

rlahan) t berbicara

- Disartria

A : Gangguan ko
109

munikasi verbal b

elum teratasi

P : Semua Interve

nsi dilanjutkan

8. Defisit nutrisi Minggu 1. Mengidentifikasi s Minggu S :

berhubungan d / 05 Jun tatus nutrisi (klien / 05 Jun


- Klien mengata
engan ketidak i 2022/ mengatakan mual i 2022/
kan masih tida Putri
mampuan men 09.30 sudah tidak ada, ti 12.30 rama
k nafsu makan nesa
elan makanan dak nafsu makan, t
- Klien mengata
(D.0019) idak mampu mene
kan sulit mene
lan makanan)
lan makanan
2. Memonitor asupan

makanan (klien m
O:
akan hanya habis

¼ porsi saja) - Klien tampak

3. Memonitor berat b menghabiskan

adan (BB klien se ¼ porsi maka

belum sakit : 65k nan

g, saat sakit BB kli - Klien tampak l

en : 60kg) ambat saat ma

kan karena ma

sih kesulitan s

aat menelan m
110

akanan

- BB sebelum sa

kit : 65kg Saat

sakit : 60kg

A : Defisit nutrisi

teratasi sebagian

P : Semua Interve

nsi dilanjutkan

9. Resiko perfusi Senin/ 1. Memonitor tanda-t Senin/ S:

serebral tidak e 06 Juni anda vital (TD : 1 06 Juni


- Klien mengata
fektif berhubu 2022/ 0 58/60 mmHg, HR 2022/ 1
kan kondisiny Putri
ngan dengan at 8.00 : 80x/i, RR : 20x/ 2.30 rama
a sudah mulai nesa
erosklerosis ao i, Suhu : 36,5C)
membaik dari
rta (D.0017) 2. Memonitor irama sebelumnya
otot, gerakan moto - Klien mengata
r, gaya berjalan da kan sakit kepal
n propriosepsi (kli a dan pusing
en masih mengala masih ada
mi kesulitan saat b
O:
erjalan)
- GCS : 15 E4V
3. Memonitor pareste
5M6
si (mati rasa dan k
111

esemutan) (klien - Kes : CMC

mengalami pareste - KU : Sedang

si pada sisi kiri) - TD : 158/60 m

4. Memonitor respon mHg

terhadap pengobat - HR : 80x/i

an (klien merasa k - RR : 20x/i

ondisinya sedikit - Suhu : 36,5C

membaik dari sebe - CRT <3 detik

lumnya) - Klien masih ta

mpak dibantu

saat berjalan

A : Resiko perfusi

serebral tidak efe

ktif belum teratasi

P : Semua Interve

nsi dilanjutkan

10. Gangguan mob Senin/ 1. Mengidenfikasi ke Senin/ S:

ilitas fisik berh 06 Juni terbatasan fungsi d 06 Juni


- Klien mengata
ubungan denga 2022/ 0 an gerak sendi (kli 2022/ 1
kan anggota g Putri
n gangguan ne 8.30 en tidak mampu m 2.30 rama
erak kiri sudah nesa
uromuskular enggerakan ekstre
mulai bisa unt
(D.0054) mitas atas dan baw
uk digerakkan
112

ah sisi kiri) namun pada b

2. Memonitor lokasi agian anggota

dan sifat ketidakn gerak bawah k

yamanan selama g iri masih sedik

erak (ekstremitas a it berat

tas dan bawah kiri - Klien mengata

mengalami kelema kan tidak ada r

han) asa nyeri saat

3. Mengajarkan klien menggerakkan

melakukan latihan anggota gerak

rentang gerak aktif kiri

dan pasif.
O:

- Kekuatan otot

555 333

555 222
- Tangan kiri kli

en sudah mula

i bisa digerakk

an dan diangk

at ke atas, tang

an dapat meng

genggam deng

an kuat dari se
113

belumnya

- Kaki kiri klien

sudah bisa dig

erakkan namu

n masih sediki

t lemah

- Klien tampak

sudah mulai m

ampu mengger

akkan anggota

gerak kirinya

- Aktivitas klien

tampak masih

dibantu oleh k

eluarga dan pe

rawat

- Refleks patolo

gis (+/-)

A : Gangguan mo

bilitas fisik belum

teratasi

P : Intervensi

1,2,3 dilanjutkan
114

11. Gangguan kom Senin/ 1. Memonitor kecepa Senin/ S:

unikasi verbal 06 Juni tan, tekanan, kuant 06 Juni


- Keluarga men
berhubungan d 2022/ 0 itas, volume dan d 2022/ 1
gatakan klien Putri
engan sirkulasi 9.00 iksi bicara (saat di 2.30 rama
masih berbicar nesa
serebral (D.01 ajak berbincang kl
a pelo
19) ien bicara kurang j
O:
elas, volume sedan

g) - TD : 158/80 m

2. Memonitor frustas mHg

i, marah atau hal l - HR : 80x/i

ainnya yang meng - RR: 20x/i

ganggu bicara (kli - Su0hu : 36,5

en tidak pernah m C

arah saat diajak be - CRT <3 detik

rbicara, respon kli - Klien tampak

en baik) bicara pelo

3. Menganjurkan unt - Klien tampak

uk berbicara perla berkomunikasi

han (klien dapat b dengan baik n

erbicara dengan pe amun masih k

rlahan) urang jelas saa

t berbicara

- Disartria
115

A : Gangguan ko

munikasi verbal b

elum teratasi

P : Semua Interve

nsi dilanjutkan

12. Defisit nutrisi Senin/ 1. Mengidentifikasi s Senin/ S:

berhubungan d 06 Juni tatus nutrisi (klien 06 Juni


- Klien mengata
engan ketidak 2022/ 0 mengatakan mual 2022/ 1
kan kesulitan Putri
mampuan men 9.30 tidak ada, nafsu m 2.30 rama
menelan sudah nesa
elan makanan akan sudah memb
mulai sedikit
(D.0019) aik, kesulitan men
membaik dari
elan mulai berkura
sebelumnya
ng)
- Klien mengata
2. Memonitor asupan
kan nafsu mak
makanan (klien m
an sudah mem
akan habis 1/5 por
baik
si dari sebelumny
O:
a)

3. Memonitor berat b - Klien tampak

adan (BB klien se menghabiskan

belum sakit : 65k 1/5 porsi maka

g, saat sakit BB kli nan

en : 61,2kg) - Klien masih ta


116

mpak kesulita

n saat menelan

makanan

- BB sebelum sa

kit : 65kg BB

saat ini : 61,2k

A : Defisit nutrisi

teratasi sebagian

P : Semua Interve

nsi dilanjutkan

13. Resiko perfusi Selasa/ 1. Memonitor tanda-t Selasa/ S:

serebral tidak e 07 Juni anda vital (TD : 1 07 Juni


- Klien mengata
fektif berhubu 2022/ 0 60/70 mmHg, HR
2022/ 1 kan kondisiny Putri
ngan dengan at 8.30 : 90x/i, RR : 20x/ rama
2.30 a sudah mulai nesa
erosklerosis ao i, Suhu : 36,0C)
membaik
rta (D.0017) 2. Memonitor irama - Klien mengata
otot, gerakan moto kan sakit kepal
r, gaya berjalan da a dan pusing ti
n propriosepsi (kli dak ada
en masih mengala
O:
mi kesulitan saat b
- GCS : 15 E4V
117

erjalan) 5M6

3. Memonitor pareste - Kes : CMC

si (mati rasa dan k - KU : Sedang

esemutan) (klien - TD : 160/70 m

mengalami pareste mHg

si pada sisi kiri) - HR : 90x/i

4. Memonitor respon - RR : 20x/i

terhadap pengobat - Suhu : 36,0C

an (klien merasa k - CRT <3 detik

ondisinya sedikit - Klien masih ta

membaik dari sebe mpak dibantu

lumnya) saat berjalan

A : Resiko perfusi

serebral tidak efe

ktif belum teratasi

P : Intervensi dihe

ntikan,klien sudah

boleh pulang.

14. Gangguan mob Selasa/ 1. Mengidenfikasi ke Selasa/ S:

ilitas fisik berh 07 Juni terbatasan fungsi d 07 Juni


- Klien mengata
ubungan denga 2022/ 0 an gerak sendi (kli 2022/ 1
kan anggota g Putri
n gangguan ne 9.00 en tidak mampu m 2.30 rama
erak kiri sudah nesa
118

uromuskular enggerakan ekstre bisa digerakka

(D.0054) mitas atas dan baw n

ah sisi kiri) - Klien mengata

2. Memonitor lokasi kan tidak ada r

dan sifat ketidakn asa nyeri saat

yamanan selama g menggerakkan

erak (ekstremitas a anggota gerak

tas dan bawah kiri kiri

mengalami kelema
O:
han)
- Kekuatan otot
3. Mengajarkan klien

melakukan latihan 555 333

rentang gerak aktif 555 222


- Tangan kiri kli
dan pasif.
en dapat meng

genggam deng

an kuat

- Kaki kiri klien

sudah bisa dig

erakkan namu

n belum bisa u

ntuk menahan

- Klien tampak

sudah mulai m
119

ampu mengger

akkan anggota

gerak kirinya

- Aktivitas klien

tampak masih

dibantu oleh k

eluarga dan pe

rawat

- Refleks patolo

gis (+/-)

A : Gangguan mo

bilitas fisik belum

teratasi

P : Intervensi dihe

ntikan, dilanjutka

n dirumah, klien s

udah boleh pulan

15. Gangguan kom Selasa/ 1. Memonitor kecepa Selasa/ S:

unikasi verbal 07 Juni tan, tekanan, kuant 07 Juni


- Keluarga men
berhubungan d 2022/ 0 itas, volume dan d 2022/ 1
gatakan klien Putri
engan sirkulasi 9.30 iksi bicara (saat di 2.30 rama
masih berbicar nesa
120

serebral (D.01 ajak berbincang kl a pelo

19) ien bicara kurang j


O:
elas, volume sedan
- TD : 160/70 m
g)
mHg
2. Memonitor frustas
- HR : 90x/i
i, marah atau hal l
- RR: 20x/i
ainnya yang meng
- Suhu : 36,0C
ganggu bicara (kli
- CRT <3 detik
en tidak pernah m
- Klien tampak
arah saat diajak be
bicara pelo
rbicara, respon kli
- Klien tampak
en baik)
berkomunikasi
3. Menganjurkan unt
dengan baik n
uk berbicara perla
amun masih k
han (klien dapat b
urang jelas saa
erbicara dengan pe
t berbicara
rlahan)
- Disartria

A : Gangguan ko

munikasi verbal b

elum teratasi

P : Intervensi dihe

ntikan, dilanjutka
121

n dirumah, klien s

udah boleh pulan

16. Defisit nutrisi Selasa/ 1. Mengidentifikasi s Selasa/ S:

berhubungan d 07 Juni tatus nutrisi (klien 07 Juni


- Klien mengata
engan ketidak 2022/ 1 mengatakan tidak 2022/ 1
kan sulit mene Putri
mampuan men 0.00 ada masalah saat 2.30 rama
lan sudah tida nesa
elan makanan makan)
k ada
(D.0019) 2. Memonitor asupan
- Klien mengata
makanan (klien m
kan nafsu mak
akan habis 1 porsi
an klien sudah
)
membaik dari
3. Memonitor berat b
sebelumnya
adan (BB klien se
O:
belum sakit : 65k

g, saat ini BB klie - Nafsu makan

n : 61,5 kg) klien tampak

meningkat dari

sebelumnya

- Tampak maka

nan bersisa ha

nya ¼

- BB klien saat i
122

ni : 61,5 kg

A : Defisit nutrisi

teratasi

P : Intervensi dihe

ntikan

BAB IV
PEMBAHASAN
123

Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan melalui proses keperawat

an yang meliputi pengkajian, menetapkan diagnosa keperawatan, menyusun renca

na keperawatan, melakukan implementasi keperawatan dan membuat dokumentas

i keperawatan. Pada BAB ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan secar

a teori dengan kenyataan yang ditemukan dalam perawatan kasus stroke non hem

oragik pada Ny. A Yang dirawat oleh penulis sejak tanggal 04 Juni 2022 sampai t

anggal 07 Juni 2022 di ruang 04 Agus Salim Rumah Sakit Tk.III Dr. Reksodiwiry

o Padang, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

A. Pengkajian

Pada tahap pengkajian mencakup aspek-aspek berikut : Anamnesi, Riwaya

t penyakit, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial. Selain itu pad

a pengkajian teoritis didapatkan :

1. Identitas pasien

Identitas klien diperoleh langsung dari keluarga klien, serta buku statu

s. Penulis mendapat respon penerimaan yang sangat baik dari klien maupu

n dari keluarga klien, hal ini disebabkan karena komunikasi yang baik dan

terdapat rasa kepedulian serta rasa empati yang penulis tunjukkan kepada k

lien dan keluarga atas penyakit yang diderita klien.

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya ada riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, penyak

it jantung, penggunaan obat-obatan.


124

Terdapat persamaan antara teori dan kasus karena Ny. A memiliki

riwayat penyakit hipertensi karena pola kebiasaan Ny. A sebelum sakit

mengkonsumsi makanan yang bersantan, Ny. A tidak ada riwayat penya

kit diabetes melitus, penyakit jantung dan penggunaan obat-obatan lain

nya.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya pasien stroke non hemoragik mengalami afasia, disartria,

keluhan perubahan perilaku, kesulitan melakukan aktivitas, merasa mud

ah lelah dan sulit untuk beristirahat.

Terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu Ny. A mengalami

disartria dan mengalami kesulitan saat melakukan aktivitas.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya ada riwayat kesehatan keluarga yang mengalami hiperte

nsi, diabetes melitus, penyakit jantung.

Tidak terdapat persamaan teori dan kasus, karena tidak ada anggota

keluarga Ny. A yang mengalami sakit yang sama dengannya.

3. Pemeriksaan fisik

a. Rambut

Biasanya rambut hitam dan tidak rontok, rambut bersih dari ketom

be dan tidak ditemukan benjolan.


125

Terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu keaadaan kulit ke

pala Ny. A tidak ada masalah seperti lesi ataupun edema

b. Wajah

Biasanya wajah tidak simetris kiri dan kanan atau tidak normalnya

salah satu sisi.

Tidak terdapat persamaan antara teori dan kasus, karena wajah Ny.

A simetris antara kiri dan kanan dan tidak terjadi gangguan pada nervus

fasial terhadap kasus Ny. A.

c. Mata

Biasanya mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis, s

klera tidak ikterik, terdapat gangguan penglihatan atau kesulitan untuk

melihat objek yang ada.

Tidak terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu Ny. A tidak

mengalami gangguan pada penglihatannya karena kondisi stroke non

hemoragik pada kasus Ny. A belum sampai menglami gangguan pada

nervus optikus.

d. Hidung

Biasanya hidung simetris, tidak terdapat cuping hidung, tidak ada e

dema dan lesi, keaadaan septum ditengah serta secret kadang-kadang ad

a atau tidak ada.


126

Terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu hidung Ny. A tam

pak simetris, tidak terdapat cuping hidung, tidak ada lesi dan edema.

e. Bibir

Biasanya bibir kering, agak miring atau tidak, membran mukosa m

erah muda, kemampuan berbicara kadang terganggu dan disartria, afasi

a.

Terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu Ny. A mengalami

gangguan pada kemampuan berbicara dan disartria namun bibir tidak m

encong ke sisi kiri dikarenakan pada pasien stroke non hemoragik

mengalami gangguan aliran darah, jaringan yang mengalami

kekurangan oksigen menjalankan metabolisme anaerob. Metabolisme

ini merangsang pelepasan enzim protolisis sehingga menyebabkan

mitokondria suatu organel yang mengatur metabolisme sel. Kegagalan

ini membuat sel otak akan mati. Kematian ini menyebabkan gangguan

pada lobus frontal (lobus pengaturan fungsi motoric) sehingga terjadi

gangguan berbicara (disartria) seperti pada kasus Ny. A.

f. Ekstremitas

Biasanya nyeri otot, perubahan tonus otot, kesemutan/kebas, hemip

aresis.
127

Terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu Ny. A mengalami

kelemahan anggota gerak pada ekstremitas atas dan bawah sisi kiri

dikarenakan mengalami pengurangan pasokan oksigen di aliran darah

membuat terjadinya vasospasme arteri serebral dan aneurisma.

Sehingga memungkinkan terjadinya gangguan hemisfer kiri dan kanan

yang membuat kelemahan anggota gerak pada ekstremitas atas dan

bawah sisi kiri kasus Ny. A.

g. Sistem integumen

Biasanya kulit dan membran mukosa baik, gangguan berespon terh

adap panas atau dingin, tidak bisa merasakan atau mati rasa pada sisi ya

ng terkena gangguan.

Terdapat persamaan pada teori dan kasus, yaitu Ny. A mengalami

mati rasa pada sisi kiri dikarenakan terjadinya pelebaran pembuluh

darah yang disebabkan oleh otot dinding di pembuluh darah melemah,

sehingga aliran darah tidak lancar. Hal ini dapat menyebabkan sel-sel

saraf akan mengalami hipoksia (kekurangan oksigen). Sehingga sel

saraf tidak berfungsi dengan baik menyebabkan sensasi mati rasa

seperti yang dialami Ny. A.

h. Sistem neurologi

a) Pemeriksaan nervus cranialis

Pada teori terdapat pemeriksaan nervus:


128

(1) Nervus I (olfaktorius)

Biasanya tidak ditemukan kelainan pada indera penciuman.

Terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu Ny. A tidak meng

alami gangguan pada indera penciuman.

(2) Nervus II (optikus)

Biasanya disfungsi visual karena gangguan saraf sensori primer dia

ntara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (me

ndapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering te

rlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.

Tidak terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu dikasus Ny.

A tidak ditemukan adanya gangguan pada saraf visual.

(3) Nervus III (okulomotolius), Nervus IV (troklearis), Nervus VI

(abdusen)

Biasanya terjadi paralis pada suatu sisi otot okularis, di dapatkan p

enurunan kemampuan gerakan konjugtiva, refleks pupil dan inspeksi k

elopak mata.

Tidak terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu Ny. A tidak

mengalami gangguan penurunan kemampuan pada gerakan konjungtiv

a, refleks pupil, dan inspeksi kelopak mata.

(4) Nervus V (trigeminus)


129

Biasanya ditemukan penurunan kemampuan koordinasi gerakan m

engunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral serta kelum

puhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.

Tidak terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu klien tidak

mengalami gangguan saat mengunyah.

(5) Nervus VII (fasialis)

Biasanya wajah tidak simetris dan otot wajah tertarik ke bagian sisi

yang sehat.

Tidak terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu wajah Ny.

A tampak simetris kiri dan kanan.

(6) Nervus VIII (vestibulokoklearis)

Biasanya tidak ditemukan tuli konduktif atau tuli presepsi.

Terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu Ny. A tidak meng

alami tuli konduktif atau tuli presepsi.

(7) Nervus IX (glosofaringeus) dan Nervus X (vagus)

Biasanya ditemukan kemampuan menelan kurang baik, dan kesulit

an membuka mulut.
130

Terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu Ny. A mengalami

gangguan saat menelan makanan.

(8) Nervus XI (accessories)

Biasanya ditemukan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus d

an trapezius.

Tidak terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu Ny. A meng

alami paralesis sisi kiri.

(9) Nervus XII (hipoglosus)

Biasanya terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi serta indera

pengecap normal, lidah simetris.

Terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu Ny. A mengalami

deviasi pada sisi kiri, indera pengecapan normal, lidah simetris.

b) Pemeriksaan motorik

Biasanya hampir selalu terjadi hemiparesis (otot lemah atau kelum

puhan) pada salah satu sisi tubuh dan terjadi penurunan tonus otot.

Terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu klien mengalami

hemiparesis (kelemahan otot pada sisi kiri).

c) Pemeriksaan sensorik

Biasanya mulut mencong ke salah satu sisi wajah, penglihatan terg

anggu, dan menurunnya rasa pengecapan.


131

Tidak terdapat persamaan antara teori dan kasus, yaitu klien tidak

mengalami gangguan pada wajah, penglihatan dan pengecapan.

B. Diagnosa Keperawatan

Pada perumusan diagnosa yang mungkin muncul adalah :

a. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme (D.00

17)
132

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular

(D.0054)

c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ser

ebral (D.0119)

d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan melihat

dan menghidu (D.0085)

e. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor (D.0136)

f. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan (D.

0019)

g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular (D.0

109)

Sedangkan pada kasus nyata diagnosa yang muncul adalah :

1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan aterosklerosis aor

ta, ditandai dengan klien mengalami peningkatan pada tekanan darah dan k

epala terasa pusing. TD : 160/90 mmHg, KU : Sedang, Kesadaran : Comp

os mentis

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular, d

itandai dengan klien mengalami hemiparesis disisi kiri. Kekuatan otot pada

sisi kiri klien skala 2. Refleks patologis Babinski kanan (+) kiri (-), chadok

s kanan (+) kiri (-), hoffman kanan (+) kiri (-), tromner kanan (+) kiri (-).

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ser

ebral, ditandai dengan klien mengalami disartria


133

4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan, di

tandai dengan klien mengeluh kesulitan saat menelan makanan, tidak ada n

afsu makan, terjadi penurunan berat badan pasien. BB sebelum sakit : 65k

g, saat sakit : 60kg.

Dari ketujuh diagnosa yang ada di teori, hanya 4 yang diangkat kare

na 4 diagnosa tersebut sesuai dengan keaadaan klien dan data objektif yang

didapatkan dari klien. 3 diagnosa yang tidak diangkat :

1. Gangguan persepsi sensori, karena klien tidak mengalami gangguan pada pe

nglihatan, pendengaran, penghidu, perabaan dan tidak terdapat data yang

mengenai disfungsi sensori, respon yang tidak sesuai, mendengarkan dan

merasakan sesuatu melalui indera penglihatan, penciuman, perabaan dan

pengecapan. Sehingga diagnosa gangguan persepsi sensori tidak dapat

diangkat pada kasus Ny. A.

2. Resiko cedera, karena klien sepenuhnya melakukan aktivitasnya ditempat ti

dur seperti makan dan minum, BAB dan BAK.

3. Defisit perawatan diri, karena klien dibantu melakukan perawatan diri oleh

keluarga dan perawat. Defisit perawatan diri tidak dapat diangkat pada

kasus Ny. A karena tidak ada data pendukung seperti menolak untuk

melakukan perawatan diri.

C. Intervensi Keperawatan

Pelaksanaan Tindakan keperawatan pada prinsipnya dilakukan sesuai deng

an rencana keperawatan. Pada teori pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan


134

rencana keperawatan. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, selain dila

kukan secara mandiri, harus adanya kerjasama dengan tim kesehatan lainnya,

ini merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah di

tetapkan dan menilai data yang baru.

Pada kasus rencana ini dibuat sedemikian rupa agar dapat di implementasi

kan langsung pada pasien. Dari keempat diagnosa, diagnosa pertama resiko p

erfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan aterosklerosis aorta ada dua i

ntervensi tidak dibuatkan yaitu pencegahan emboli dan manajemen tromboliti

k tidak dibuatkan karena tidak ada indikasi dan permasalahan pada kondisi kli

en yang mengharuskan memberikan tindakan tersebut.

Diagnosa kedua gangguan mobilitis fisik berhubungan dengan gangguan n

euromuskular, satu intervensi tidak dibuatkan yaitu teknik latihan penguatan

otot, tidak dibuatkan karena tidak ada indikasi untuk melakukan tindakan ters

ebut.

Diagnosa ketiga gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penuru

nan sirkulasi serebral, ada dua intervensi tidak dibuatkan yaitu promosi keseh

atan defisit pendengaran dan defisit visual, tidak dibuatkan karena klien tidak

mengalami gangguan pendengaran dan visual.

Diagnosa keempat defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan m

enelan makanan, ada satu intervensi tidak dibuatkan yaitu manajemen kemote

rapi, tidak dibuatkan karena tidak ada indikasi untuk melakukan tindakan ters

ebut.
135

D. Implementasi Keperawatan

Pada implementasi dilakukan selama 4 hari dari tanggal 04 Juni 2022 sam

pai dengan tanggal 07 Juni 2022. Pada pelaksanaan studi kasus ini penulis me

mfokuskan 4 diagnosa keperawatan dengan diagnosa :

1. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan ateroskleros

is aorta. Intervensi yang dilakukan yaitu :

1) Memonitoring tingkat kesadaran

2) Memonitor tanda-tanda vital

3) Memonitor batuk dan refleks muntah

4) Memonitor irama otot, gerakan motorik, gaya berjalan, dan propios

epsi

5) Memonitor adanya tremor

6) Memonitor kesimetrisan wajah

7) Memonitor gangguan visual

8) Memonitor parestesi

9) Memonitor respon terhadap pengobatan

Intervensi yang diterapkan dilakukan sesuai dengan keadaan klien.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromusku

lar, intervensi yang dilakukan adalah :

1) Mengidentifikasi keterbatasan fungsi dan gerak sendi

2) Memonitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan selama gerak

3) Mengajarkan klien melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif


136

Intervensi yang diterapkan dilakukan sesuai dengan yang ada pada teo

ritis dan disesuaikan dengan keadaan klien.

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan sirkulasi perfusi se

rebral, intervensi yang dilakukan adalah :

1) Memonitor kecepatan tekanan dan kuantitas volume, dan diksi bica

ra

2) Memonitor frustasi, marah, depresi atau hal lain yang mengganggu

bicara

3) Mengidentifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk kom

unikasi

4) Menggunakan guru bicara, jika perlu

Intervensi yang tidak dilakukan adalah menggunakan metode kom

unikasi alternatif, karena klien bisa diajak berbicara namun terkada

ng sedikit kurang jelas.

4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makana

n, intervensi yang dilakukan adalah :

1) Mengidentifikasi status nutrisi

2) Mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan

3) Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

4) Memonitor asupan makanan

5) Memonitor berat badan

6) Menganjurkan posisi duduk, jika mampu


137

7) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan je

nis nutrein yang dibutuhkan, jika perlu

Intervensi yang diterapkan sesuai dengan teoritis dan disesuaikan d

engan keadaan klien.

Pada kasus nyata implementasi keperawatan dikerjakan 4 diagnosa kepera

watan yang sesuai dengan intervensi dan kondisi klien, yang dikumpulkan dar

i hasil data subjektif dan data objektif sesuai dengan keadaan klien.

E. Evaluasi Keperawatan

Pada kasus nyata evaluasi yang digunakan adalah evaluasi proses (for

matif). Alasannya evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientas

i pada etiologi, dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang ditentukan

tercapai. Evaluasi dilakukan sesuai dengan perubahan keaadaan klien. Untuk

memudahkannya penulis mengevaluasi atau memantau perkembangan pasien

menggunakan komponen SOAP (evaluasi pada hari pertama perawatan samp

ai seterusnya). S : Data Subjektif (data yang diperoleh dari pasien/keluarga pa

sien berupa keluhan-keluhan pada pasien), O : Data Objektif (data yang diper

oleh dari hasil observasi dan pemeriksaan), A : Analisa masalah/data, P : Pere

ncanaan, I : Implementasi, E : Evaluasi.

Pada kasus terdapat empat diagnosa yang dilakukan implementasi kep

erawatannya, hasil akhir pada saat penelitian didapatkan bahwa 3 diagnosa be

lum teratasi dengan planning intervensi dihentikan, dilanjutkan dirumah dan d

ibantu oleh keluarga dan klien sudah diperbolehkan pulang. Dengan hasil :
138

1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan

aterosklerosis aorta. Risiko perfusi serebral tidak efektif belum teratasi

dilanjutkan dirumah. Kondisi klien saat pulang sakit kepala tidak ada

dan tidak ada pusing, GCS : 15 E4V5M6, kesadaran composmentis,

Tekanan darah 160/70 mmHg, HR 90x/i, RR 20x/i, suhu 36,0C, klien

masih dibantu saat berjalan oleh keluarga.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

neuromuskular. Gangguan mobilitas fisik belum teratasi dilanjutkan

dirumah. Kondisi klien saat pulang anggota gerak kiri sudah dapat

digerakkan namun belum bisa untuk menahan kekuatan otot tangan

kiri 3 dan kekuatan otot kaki kiri 2, klien menggunakan kursi roda

sebagai alat bantu.

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan sirkulasi serebral.

Gangguan komunikasi verbal belum teratasi dilanjutkan dirumah.

Kondisi klien saat pulang bicara klien masih pelo, klien

berkomunikasi dengan baik walau kurang jelas saat berbicara.

4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

makanan. Defisit nutrisi teratasi, Kondisi klien saat pulang kesulitan

menelan sudah tidak ada, nafsu makan membaik, tidak ada mual,

makanan tampak bersisa hanya ¼ .

Kondisi terakhir klien, TD : 145/60 mmHg, Nadi : 79x/i, Pernapasan :

20x/i, suhu : 36,5C. Klien sudah diizinkan pulang pada tanggal 07 Juni 2022

pukul 16.00.
139

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan bah

wa :
140

1. Pada pengkajian umumnya semua data yang penulis butuhkan dapat di

kumpulkan melalui pendekatan yang baik kepada klien dan keluarga,

keluarga klien sangat kooperatif kepada perawat.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus nyata berdasarkan ko

ndisi dan respon klien sehingga ada diagnosa keperawatan yang sesuai

dengan tinjauan teoritis dan ada yang tidak sesuai dengan tinjauan teor

itis :

a. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan ateroskle

rosis aorta, ditandai dengan klien mengalami peningkatan pada tek

anan darah, kepala terasa pusing.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromus

kular, ditandai dengan klien mengalami hemiparesis disisi kiri.

c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirk

ulasi serebral, ditandai dengan klien mengalami disartria.

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan mak

anan, ditandai dengan klien mengalami kesulitan saat menelan mak

anan, klien tidak nafsu makan, berat badan menurun dari sebelumn

ya.

3. Rencana tindakan pada keempat diagnosa keperawatan yang muncul p

ada kasus nyata belum semuanya dilakukan pada klien karena

beberapa rencana tindakan keperawatan yang akan diberikan tidak

sesuai dengan kondisi pasien pada saat dilakukan asuhan keperawatan.


141

4. Evaluasi keperawatan keempat diagnosa hanya satu diagnosa yang ter

atasi yaitu defisit nutrisi dibuktikan pada saat melakukan evaluasi hari

ke-4 klien sudah dapat menelan makanan dengan baik, nafsu makan

membaik, tidak ada mual dan menghabiskan 1 porsi makanan dari

sebelumnya. Diagnosa yang belum teratasi yaitu yang pertama Resiko

perfusi serebral tidak efektif dibuktikan saat melakukan evaluasi hari

ke-4 klien masih dibantu saat berjalan dan klien sudah diperbolehkan

untuk pulang, yang kedua gangguan mobilitas fisik dibuktikan saat

melakukan evaluasi hari ke-4 klien dapat menggerakkan ekstremitas

atas dan bawah sisi kiri namun belum bisa untuk menahan dan klien

sudah diperbolehkan untuk pulang, yang ketiga gangguan komunikasi

verbal dibuktikan saat evaluasi hari ke-4 klien masih mengalami

kesulitan saat bicara (pelo) dan klien sudah diperbolehkan untuk

pulang.

5. Dokumentasi keperawatan dilakukan dengan mendokumentasikan se

mua kegiatan dan hasilnya mulai dari pengkajian sampai dengan catat

an keperawatan yang ada dalam status pasien sebagai bukti tanggung

gugat dikemudian hari.


142

B. Saran

Adapun saran yang disampaikan penulis antara lain :

1. Bagi Rumah Sakit Tk.III Dr. Reksodiwiryo Padang

Agar penulisan ini dapat dijadikan bahan masukan dan

pertimbangan untuk rumah sakit dalam memberikan asuhan

keperawatan secara kompherensif pada pasien dengan Stroke Non

Hemoragik.

2. Bagi STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang

Diharapkan dapat membuat pedoman asuhan keperawatan pada

pasien Stroke Non Hemoragik.

3. Bagi penulis

Diharapkan terus mengembangkan pengetahuan yang telah didapa

t tentang Stroke Non Hemoragik serta membagikannya kepada orang l

ain sehingga tindakan pencegahan dan penanganan dapat dilakukan se

cara optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB I Keperawatan Medikal Bedah

Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Anggraini, G. (2018). Range Of Motion (ROM) Spherical Grip dapat


Meningkatkan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pasien Stroke. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kesehatan, 38-48.

Bare, S. A. (2018). Buku Ajar Keperawatan . Jakarta: EGC.

Haryono, Rudi. (2020). Keperawatan Medikal Bedah II. Yogyakarta: Pustaka

Baru Press

Huda, N. (2016). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA.


Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Junaidi, I. (2011). STROKE, Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI OFSET.

Jhonson dkk. (2016). Stroke: A Global Response is Needed. World Health


Organization, 94(9), 634A-635A.

Lestari, L. (2019). Pengaruh Pengelolaan Stress Keluarga terhadap Activity Daily


Living (ADL) Pasien Post Stroke Iskemik. Jurnal Ilmu Keperawatan
Medikal Bedah.

Maria, R. &. (2020). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: PUSTAKA


BARU PRESS.

Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Ratna, P. D. (2011). Penyakit Stroke: Dilengkapi dengan Posyandu Lansia dan


Posbindu PTM. Yogyakarta: Nuha Medika.
144

Risdianto, A. D. (2018). Ketika Stroke Terlanjur Menyerang. Jawa Timur: CV


Garuda Mas Sejahtera.

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia, 1-100.

Saferi Wijaya Andra, D. Y. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Syaifuddin. (2017). Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk


Keperawatan & Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai