Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit neurologi yang dapat menyebabkan

gangguan fungsi gerak sehingga seseorang mengalami gangguan anggota

gerak. Stroke terjadi apabila pembuluh darah otak mengalami penyumbatan

atau pecah yang mengakibatkan sebagian otak tidak mendapatkan pasokan

darah yang membawa oksigen yang diperlukan sehingga mengalami kematian

sel atau jaringan (Kemenkes, 2019). Pada tahun 2019, penyebab kematian

global teratas berdasarkan total jumlah nyawa yang hilang terkait dengan

kasus stroke. Sejak tahun 2000, peningkatan kematian terbesar dengan kasus

stroke meningkat lebih dari 2 juta menjadi 8,9 juta kematian pada tahun 2019

dengan kasus penyebab kematian ke 2 dan disabilitas ke 3 di dunia baik di

negara maju maupun di negara berkembang (WHO, 2020).

Masalah stroke di Indonesia menjadi masalah kesehatan yang sangat

penting dan mendesak baik stroke hemoragic maupun stroke non hemoragic.

Di Indonesia sendiri stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian

tertinggi setelah penyakit jantung dan kanker. Menurut (World Stroke

Organization, 2019) angka kematian yang disebabkan oleh penyakit stroke

di Indonesia pada tahun 2018 adalah sebanyak 19,3% dan diperkirakan

550.000 kasus baru setiap tahunya. Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar

menunjukkan bahwa prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan yang

1
terdiagnosis pada penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar 10,9 %. Berdasarkan

kategori usia, penderita stroke dengan rentang usia 65-74 tahun dan 75

tahun. Populasi penderita stroke di Indonesia lebih banyak berjenis kelamin

laki-laki (11,0 %) dibandingkan perempuan (10,9 %). Dan diperkirakan

lebih banyak penderita stroke yang berdomisili di perkotaan (12,6 %)

dibandingkan yang berdomisili di pedesaan (8,8%) serta didominasi dengan

penduduk yang tidak bekerja (21,8 %) (Riskesdas, 2018). Hal ini

menunjukkan bahwa faktor resiko yang dapat memicu terjadinya stroke

adalah kurang aktivitas fisik, hipertensi , diabetes mellitus, pola makan yang

buruk serta stress mental dan fisik (P2PTM Kemenkes RI, 2018). Dan di

Provinsi Sulawesi Tengah sendiri prevalensi terjadinya stroke sekitar 10,4 %

penderita stroke atau diperkirakan sebanyak 7.847 ribu orang (Dinkes

Sulawesi Tengah, 2020).

Berdasarkan data awal di UPT RSUD Kabupeten Baanggai prevalensi

stroke non hemoragik totalnya sebanyak 144 pasien di tahun 2022. Pada 6

bulan pertama di tahun 2022 kasus stroke non hemoragik sebanyak 43 pasien

dan 6 bulan terakhirnya kasus stroke non hemoragik sebanyak 101 pasien.

Jadi pada tahun 2022 ini mengalami peningkatan sebesar 70% kasus stroke

non hemoragik di UPT RSUD Kabupaten Banggai.

Mengingat tingginya prevalensi stroke yang tentu saja dapat

memberikan dampak yang sangat merugikan bagi penderitanya. Berdasarkan

patofisiologinya stroke terdiri dari stroke non hemoragic dan stroke


2
hemoragic. Stroke non hemoragic adalah tipe stroke yang paling sering

terjadi, hampir 80% dari semua stroke yang disebabkan oleh gumpalan atau

sumbatan lain pada arteri yang mengalir ke otak yang dapat mengakibatkan

kelemahan anggota gerak Kondisi klinis terkait kelemahan anggota gerak

salah satunya adalah gangguan mobilitas fisik, dimana pengertian mobilitas

fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ektremitas

secara mandiri.

Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada pasien dan keluarga. Oleh karena itu, peran

perawat dalam pemberian asuhan keperawatan dapat memberikan

pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga dalam hal pemulihan dari

penyakit, serta memberikan informasi yang tepat tentang penyakit stroke

hemoragik (Nusatirin, 2018).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang penyakit stroke hemoragik dalam sebuah

Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul Asuhan keperawatan pada klien

dengan masalah stroke hemoragik di ruangan seruni UPT RSUD Kabupaten

Banggai

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dari

penelitian ini “Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah

stroke hemoragik di ruangan seruni UPT RSUD Kabupaten Banggai ?”.


3
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah stroke

hemoragik di ruangan Seruni UPT RSUD Kabupaten Banggai dengan

Tujuan khusus yaitu:

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan masalah

stroke hemoragik di UPT RSUD Kabupaten Banggai.

b. Menetapkan Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan masalah

stroke hemoragik di UPT RSUD Kabupaten Banggai.

c. Menyusun perencanaan pada pasien dengan masalah stroke

hemoragik di UPT RSUD Kabupaten Banggai.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan masalah

stroke hemoragik di UPT RSUD Kabupaten Banggai.

e. Melakukan evaluasi pada pasien dengan masalah stroke

hemoragik di UPT RSUD Kabupaten Banggai.

D. Manfaat penelitian

Secara akademik dan ilmiah diharapkan dapat memberi manfaat

sebagai berikut:

1. Bagi RSUD Kabupaten Banggai khususnya ruangan ICU diharapkan

dapat menjadi masukan dalam meningkatkan pelayanan terhadap

penyakit stroke hemoragik


4
2. Bagi institusi pendidikan, sebagai referensi dan informasi dalam

merencanakan penelitian lebih lanjut khususnya penyakit Non

Hemoragik Stroke Bagi Penelitidapat memperoleh pengalaman dalam

mengaplikasikan asuhan keperawatan, khususnya studi kasus tentang

asuhan keperawatan pada pasien Stroke Hmemoragik

3. Bagi pasien dapat mengetahui gambaran unum tentang penyakit stroke

hemoragik beserta perawatan yang benar bagi klien agar penertita

mendapat perawatan yang tepat.

4. Bagi peneliti dapat memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan

asuhan keperawata, khususnya studi kasus tentang asuhan

keperawatan pada pasian Stroke Hmemoragik

5. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan referensi serta

rujukan dalam melakukan peneliti selanjutnya.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit Stroke Hemoragik

1. Definisi

Menurut World Health Organization (WHO) stroke merupakan gejala

yang dapat diartikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadisecara

mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang

berlangsung 24 jam atau lebih (Permatasari,2020).

Stroke/penyakit Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah

kehilangan fungsi otak yang disebabkan oleh terhentinya suplai darah

kebagian otak (Smeltzar&Bare,2001dalamTerbaru,2018). Stroke hemoragik

adalah pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi perdarahan ke

dalam jaringan otak atau area sekitar. Stroke Hemoragik adalah pembuluh

darah otak yang pecahsehingga menghambat aliran darah yang normal dan

darah merembes ke dalam suatu daerah. Stroke hemoragik adalah

perdarahan kedalam jaringan otak atau perdarahan subarachnoid, yaitu ruang

sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak

(Yuniarti,2020).

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan

devisitneorologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemorage sirkulasi

6
saraf otak. Istilah sroke biasanya digunakan secara spesifik untuk

menjelaskan infrak serebrum. (Nurarif, 2015).

Stroke adalah suatu keadan yang timbul karena terjadi gangguan

peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan

otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau

kematian. Stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai serangan

mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari Cardiovascular

Disease (CVD) (Batticaca,2018).

Stroke atau penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa

kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan

oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem

pembuluh darah otak (Wijaya & Putri 2013), stroke atau cedera

serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkkan oleh

terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2013).

2. Etiologi

Faktor penyebab stroke ada dua yaitu faktor presdisposisi dan

faktor presipitasi. Adapun penyebab stroke menurut (Anwairi, 2020) yaitu:

a. Faktor Predisposisi

1. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau otak)

2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke

otak dari bagian tubuh yang lain)

7
3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)

4. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) (Anwairi,

2020).

b. Faktor Presipitasi :

1. Hipertensi

2. Penyakit jantung

3. Kolestrol tinggi

4. Obesitas

5. Diabetes mellitus

6. Polistermia (kelebihan produksi eritrosit)

7. Gaya hidup yag buruk, seperti : merokok, mengkonsumsi alkohol,

mengkonsumsi obat-obatan terlarang,aktivitas yang kurang,

kurangnya berolahraga, faktor makanan yang mengandung kolesterol

tinggi (Jannah & Djannah, 2021).

c. Faktor Resiko

1. Usia

2. Jenis Kelamin

3. Keturunan (Jannah & Djannah, 2021)

8
3. Klasifikasi

Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke hemoragik dan stroke non

hemoragik. Diperkirakan stroke non hemoragik (iskemik) mencapai

85% dari jumlah stroke yang terjadi (Handayani & Dominica, 2018)

a. Stroke Iskemik

Stroke iskemik (non hemoragik) terjadi bila pembuluh darah

yang memasok darah ke otak tersumbat. Jenis stroke ini yang paling

umum (hampir 90% stroke adalah iskemik). Kondisi yang mendasari

stroke iskemik adalah penumpukan lemak yang melapisi dinding

pembuluh darah (disebut aterosklerosis). Kolesterol, homocysteine

dan zat lainnya dapat melekat pada dinding arteri, membentuk zat

lengket yang disebut plak. Seiring waktu, plak menumpuk. Hal ini

sering membuat darah sulit mengalir dengan baik dan menyebabkan

bekuan darah (trombus) Gejala stroke iskemik ini dapat bervariasi

pada seseorang yang mengalaminya, tergantung pada lokasi arteri di

bagian otak yang terpengaruh.

b. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh kebocoran atau pecahnya

pembuluh darah di dalam atau di sekitar otak, menghalangi suplai

darah ke jaringan otak yang dituju. Selain itu, darah mengalir masuk

dan menekan jaringan otak di sekitarnya, mengganggu atau

mematikan fungsinya.
9
c. Perdarahan intra serebral (PIS)

Pendarahan otak disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah

Otak membuat darah mengalir keluar dari pembuluh darah, dan

kemudianmenjadi jaringan otak. Penyebab ICH biasanya Dinding

yang rusak akibat tekanan darah tinggi yang berkepanjangan

pembuluh darah, salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma.

Pemicu lainnya adalah stres fisik, emosi, tekanan darah tinggi

Pembuluh darah pecah tiba-tiba. sekitar 60-70% ICH disebabkan oleh

tekanan darah tinggi. Alasan lain adalah deformitas Pembuluh darah

kongenital, koagulopati. Faktanya, 70% kasus mengakibatkan fatal,

terutama jika perdarahannya banyak (besar) (Rahmadhani, Diana,

Lestari, & Riesmiyatiningdyah, 2020)

d. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)

Perdarahan subarachnoid adalah keluarnya darah ke dalam

ruang subarachnoid Dari situs lain (perdarahan subarachnoid

sekunder) dan sumber lain perdarahan subarachnoid ruang

subarachnoid primer) (Rahmadhani et al., 2020) Penyebab paling

umum PSA primer adalah ruptur aneurisma (51-75%) dan sekitar

90% Aneurisma yang menyebabkan PSA berupa aneurisma

sakular kongenital, hemangioma (6-20%), koagulopati

(iatronik/antikoagulan), abnormal Hematologi (misalnya,

trombositopenia, leukemia, anemia aplastik), Tumor, infeksi


10
(misalnya, vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis,

tuberkulosis), idiopatik atau tidak diketahui (25%), dan trauma

kepala. Sebagian besar kasus PSA terjadi tanpa penyebab eksternal,

tetapi Sepertiga kasus terkait dengan stres mental dan fisik. aktivitas

fisik Menonjol, misalnya: angkat beban, membungkuk, batuk atau

bersin Terlalu keras, tegang, dan melakukan hubungan seksual

(intercourse).

4. Patofisiologi dan pathway

Ada dua jenis stroke hemoragik, yaitu stroke hemoragik

intraserebral, yang menyumbang 75%, dan stroke subarachnoid

hemoragik, yang menyumbang 25%. Stroke subarachnoid hemoragik

terjadi karena malformasi vaskular, melemahnya pembuluh darah

karena aneurisma yang melebar, dan efek obat-obatan seperti kokain,

dekongestan, dan antikoagulan. Terjadinya stroke hemoragik serebral

dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu angiopati amiloid. Angiopati

amiloid terjadi ketika deposit amiloid di pembuluh darah menyebabkan

dinding pembuluh melemah.

Faktor kedua dipengaruhi oleh tekanan darah tinggi, yang juga

dapat menyebabkan pembuluh darah melemah. Stroke hemoragik

biasanya disebabkan oleh peningkatan tekanan darah atau tekanan

darah tinggi. Selain itu, stroke hemoragik dipengaruhi oleh beberapa

faktor lain. Peningkatan tekanan darah atau aliran darah yang cepat ke
11
otak menyebabkan pembuluh darah pecah.

Pecahnya pembuluh darah pada stroke hemoragik terjadi ketika

pembuluh darah di parenkim otak pecah, menyebabkan hematoma oleh

efek massa neurotoksisitas komponen darah dan inisiasi degradasi,

menyebabkan kerusakan jaringan. Derajat hematoma dapat

meningkatkan tekanan intrakranial di otak. Menyebabkan lisis sel darah

merah, menyebabkan Hb sitotoksik, menyebabkan pelepasan

komponen Hb (heme dan besi), dan menyebabkan pembentukan radikal

bebas melalui oksidasi. Oksidasi ini dapat merusak protein, asam

nukleat, karbohidrat dan lemak serta dapat menyebabkan nekrosis

(Soewarno & Annisa, 2017)

12
Faktor yang dapat diubah

1. Hipertensi
b. Faktor Resiko Pelaku 2. penyakit jantung
a. Faktor Resiko Medis 3. Diabetes
1. Kebiasaan merokok 4. Hiperkolestrolemia
1. Arteroskleosis(pengeras
2. Mengkonsumsi soda dan alkohol 5. Obesitas dan
an pembuluh darah)
3. makan makanan cepat saji (fast 6. merokok
2. Riwayat keluarga stroke
food/junkfood)
(faktor genetik) Faktor yang tidak dapat diubah
4. Kurangnya olahraga
3. Migraine (sakit kepala)
5. Perasaan yang tidak
1. Usia
menyenangkan, seperti marah
2. Jenis kelamin
tanpa alasan
3. Riwayat keluarga
4. perbedaan ras

Infiltrasi limposit (trombus )

Pembuluh darah menjadi kaku

Pembuluh darah menjadi pecah

Kompresi Jaringan Otak

Stroke Hemoraagic
Ketidakamanan Tranfortasi

Gejala Penyakit Kurang terpapar Informasi


Proses metabolisme Resiko Cedera
odalm otak terganggu

Kurang Defisit Pengetahuan


pengendlian
situasional Agen Iskemia
Penurunan suplai darah & O2 ke otak pracedera
Peningkatan TIK

Gangguan Nyeri akut


Rasa Nyaman
Hipoksia Penurunan
Kesadaran Hipertensi Penekanan Arteri
Arteri verterba basialis Saluran cerebral
Pernapasan media
Resiko Syok Resiko Aspirasi
Risisko Perfusi
Serebral ttidak
efektif
Hambatan
upaya
Difungsi
Kerusakan napas
Disfungsi N.XI Penurunan N XI
(Assesoris) fungsi N.X
neorocerebrospinal
N VII, N IX, N.XII ( Vagus)
Pola napas
tidak efektif
Kelemahan Kegagalan
anggota fisik Kehilangan fungsi Proses menelan tidak menggera
tonus otot fasial efektif kan tubuh
Penurunan Kelemahan
qqq5 Kelemahan Penurunan Gangguan Refluks
Kekuatan
otot sirkulasi serebrovas
Sekebral kular

j
Gangguan Intoleransi Program Dedisit
Ketidakma
mobilitas aktivitas Gangguan Gangguan perawatan Perawatan
mpuan
Fisisk Komunikasi Verbal Menelan Diri
menelan
makanan
Interaksi
interpersonal
tidak
Defisit memuaskan
Nutrisi

Ketidakberdayaaan
5. Manifestasi klinik menurut (Setiyawan, Nurlely, & Harti, 2019)

a. Tanda Stroke Hemoragik

1. Sakit kepala hebat tiba – tiba

2. Kelemahan di lengan atau di kaki

3. Penurunan kesadaran.

4. Kehilangan keterempilan motorik (gerak) halus.

5. Kehilangan keseimbangan tubuh.

b. Gejala stroke hemoragik meliputi:

1. Kejang tanpa riwayat kejang sebelumnya

2. Mual atau muntah.

3. Gangguan penglihatan

4. Kesemutan atau mati rasa.

5. Kesulitan bicara atau memahami pembicaraan.

6. Kesulitan menelan.

7. Kesulitan menulis atau membaca.

8. Kelainan pada rasa pengecapan.

9. Kehilangan kesadaran.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan stroke hemoragik (Bakhtiar & Rochana, 2020) yaitu:

a. Angiografi Serebral: identifikasi penyebab spesifik stroke, seperti perdarahan

atau penyumbatan arteri

b. Single-photon emission computed tomography (SPECT): untuk mendeteksi


daerah abnormal dan daerah otak yang mendeteksi, menemukan, dan mengukur

stroke (sebelum muncul pada pemindaian CTScan)

c. Computed tomography: Pemindaian ini menunjukkan, antara lain, lokasi edema,

lokasi hematoma, keberadaan dan lokasi pasti infark atau iskemia di jaringan

otak.Pemeriksaa ini harus segera (kurang dari 12 jam) dilakukan pada kasus

dugaan perdarahan subaraknoid. Bila hasil CT Scan tidak menunjukan adanya

perdarahan subaraknoid, maka langsung dilanjutkan dengan tindakan fungsi

lumbal untuk menganalisa hasil cairan serebrospinal dalam kurun waktu 12 jam.

Kemudian dilanjutkan pemeriksaan spektrofotometri cairan serebrospinaluntuk

mendeteksi adanya xanthochro xanthochromia.

d. MRI: Hasil yang diperoleh dengan menilai lokasi dan derajat perdarahan otak

menggunakan gelombang magnet adalah lesi dan infark karena perdarahan.MRI

tidak dianjurkan untuk mendeteksi perdarahan dan tidak disarankan untuk

mendeteksi perdarahan subarachnoid.

e. EEG: Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh jaringan otak

f. Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan

serebrospinal, AGD, biokimia darah, elektrolit, fungsi koagulasi, hitung darah

lengkap.
7. Terapi farmakologi dan non-farmakologi

Adapun penatalaksanaan terapi farmakologis menurut (Saidi &

Andrianti, 2021) yaitu :

a. Penatalaksanaan Medis (terapi farmakologi)

1. Mitigasi cedera iskemik serebral

Intervensi pertama berfokus pada mempertahankan sebanyak

mungkin area iskemik dengan menyediakan oksigen, glukosa,

dan aliran darah yang cukup dengan mengontrol atau

memodifikasi aritmia dan tekanan darah.

2. Pemberian Deksametason

Dengan menaikkan kepala, yang mengontrol hipertensi dan

menurunkan tekanan intrakranial, sebesar 1530 derajat untuk

mencegah kepala menekuk atau berputar berlebihan.

3. Perawatan

a) Antikoagulan: Heparin untuk mengurangi kecenderungan

perdarahan pada fase akut

b) Antitrombotik: Pemberian ini dimaksudkan untuk

mencegah kejadian trombolitik atau emboli

c) Diuretik: Untuk mengurangi edema serebral


b. Penatalaksanaan Keperawatan terapi non-farmakologi (Saidi & Andrianti,

2021)

1. Posisi tubuh dan kepala pada 15-30 derajat. Gerakan bertahap

dapat dimulai setelah pasien berada di sisinya dengan muntah

dan hemodinamik stabil.

2. Jaga agar jalan napas tetap bersih dan ventilasi memadai.

3. Mempertahankan tanda vital stabil

4. Istirahat di tempat tidur

5. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

6. Hindari demam, batuk, sembelit, dan minum berlebihan.

8. Komplikasi

Komplikasi Stroke Hemoragik menurut (Mutiarasari, 2019) yaitu :

a. Hipoksi Serebral

Pemberikan oksigenasi darah adekuat di otak diminimalkan.

b. Penurunan aliran darah serebral

Tergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas

vaskular.

c. Emboli Serebral

Dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium, atau dapat

terjadi akibat katup jantung buatan


d. Disritmia

Dapat menyebabkan fluktuasi curah jantung dan henti trombotik

lokal.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan

dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari pasien, sehingga dapat

diketahui berbagai perrmasalah yang di alami pasien. Menurut Abdul Aziz

trimardani1 (2022) data yang perlu dikaji pada pasien dengan masalah

stroke non hemoragik, antara lain:

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa, tanggal, jam MRS, nomor register, dignosa

medis.

b. Keluhan utama

Keluhan dirasakan seperti gangguan motorik kelemahan anggota

gerak sebelah badan, bicara pelo, dan penurunan kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Gejala awal yang sering ditemukan pada pasien stroke seperti

kesemutan dan rasa lemah pada salah satu anggota gerak.


d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes militus, riwayat

trauma kepala.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang mengalami penyakit hipertensi

atau diabetes militus.

f. Pemeriksaan Fisik

1. Kesadaran

Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran pasien

mengantuk namun dapat sadar dirangsang (samnolen), pasien

acuh tak acuh terhadap lingkungan (apatis), mengatuk yang dalam

(sopor), hingga penurunan kesadaran (coma), dengan GCS < 12

pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan

biasanya memilki tingkat kesadaran letargi dan compos mentis

dengan GCS 13-15.

2. Tanda-tanda vital

a. Tekanan darah

Biasanya pasien dengan stroke non hemoragik memiliki

riwayat tekanan darah tinggi, dengan tekanan systole >140

mmHg dan siastole >80 mmHg. Tekanan darah akan

meningkat dan menurun secara spontan. Perubahan tekanan


darah akibat stroke akan kembali stabil dalam 2-3 hari

pertama.

b. Nadi

Pasien stroke mempunyai rata-rata nadi masih dalam

kondisi normal yaitu rentan antara 60-100 x/menit. Nadi yang

tidak normal dalam waktu yang cukup lama dapat

menyebabkan bekuan darah di jantung yang bila terlepas ke

sirkulasi sistemik akan menyebabkan penyumbatan. Jika

penyumbatan terjadi di otak maka akan menyebabkan stroke

iskemik. Pada pasien stroke frekuensi nadi terjadi karena

implus listrik yang meningkat akibat aktivitas otak (tekanan

intrakranial) secara mendadak. Jika implus listrik terganggu

maka akan menyebabkan kelainan irama atrium dan ventrikel

secara permanen dengan efek perubahan tonus simpatis otak.

c. Pernafasan

Respirasi pada pasien stroke lebih dari normal yaitu

>16-20x/menit. Pernapasan pada pasien stroke juga tergantung

dari tercukupnya kadar oksigen dalam darah. Jika oksigen

dalam darah tercukupi, maka pernapasan pasien stroke akan

tetap normal. Peningkatan tekanan pada otak dapat

menyebabkan terjadinya perubahan hemodinamik sehingga

paru-paru akan merespon dan dapat meningkatkan respirasi.


d. Suhu

Rata-rata suhu tubuh pasien stroke masih dalam batas

normal 36,5°C - 37°C, tetapi pada beberapa kasus didapatkan

pasien stroke dalam suhu yang tinggi (hipertermia). Suhu

tubuh normal tergantung pada keseimbangan antara panas

yang dihasilkan dan panas yang dilepaskan. Pusat

pengendalian suhu tubuh terdapat di hipotalamus di otak.

Hipotalamus melalui saraf autonom dapat mengendalikan atau

mengatur suhu tubuh dan mengimbangi produksi panas dan

pelepasan panas. Pada penderita stroke kondisi panas

dikarenakan terjadi kegagalan termogulasi pada saat

hipotalamus dalam keadaan normal karena sumbatan atau

pecahnya pembuluh darah di otak. Gangguan termogulasi akan

menyebabkan pasien tidak dapat mengkompensasi kehilangan

panas dalam tubuh.

3. Rambut

Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stroke

non hemoragik.

4. Wajah

Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V

(Trigeminus): biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan

dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, pasien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada nervus

VII (Facialis): biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,

mengerutkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien

menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung

lokasi lemah dan saat diminta mengunyah, pasien kesulitan

mengunyah.

5. Mata

Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil

isokor, kelopak mata tidak edema. Pemeriksaan nervus II

(optikus): biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus

III (Okulomotorius): biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil

kadang isokor dan anisokor, palpebral dan reflek kedip dapat

dinilai jika pasien bisa membuka mata. Nervus IV (troklearis):

biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan

bawah. Nervus VI (Abdusen): biasanya hasil yang di dapat pasien

dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan.

6. Hidung

Baiasanaya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak

ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I

(Olfaktorius): kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang

diberikan perawat namun ada juga tidak, dan biasanya ketajaman

penciuman antara kiri dan kanan berbeda. Pada nervus VIII


(Vetibulokoklearis): biasanya pada pasien yang tidak lemah

anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-

hidung.

7. Mulut dan gigi

Biasanya pada pasien apatis, sopor, hingga coma akan

mengalami masalah pada bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir

kering. Pada pemeriksaan nervus VII (Facialis): biasanya lidah

dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat

menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX

(glossofaringeus): biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,

mencong ke arah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat

merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglous):

biasanya pasien dapat menjulur lidah dan dpat dipencongkan ke

kiri dan kanan, namun artikulasi kurang jelas saat bicara.

8. Telinga

Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan

ini nervus VIII (Vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa

mendengar gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi

kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras

dengan artikulasi yang jelas.


9. Leher

Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke

non hemoragik mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan

kaku kuduk biasanya (+) dan bludzensky 1 (+).

10. Paru-paru

Inspeksi : biasanya simetrid kiri dan kanan

Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan

Perkusi : biasanya bunyi normal sonor

Auskultasi : biasanya suara normal vesikuler

11. Jantung

Inspeksi : biasanya iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : biasanaya iktus kordis teraba

Perkusi : biasanya batas jantung normal

Auskultasi : biasanya suara vesikuler.

12. Abdomen

Inspeksi : biasanya simetris, tidak asites

Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar

Perkusi : biasanya terdapat suara tympani

Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar.


13. Ekstremitas

a. Ekstremitas Atas

Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku dikrtuk

tidak ada respon apa-apa dari siku, tidk fleksi maupun ektensi.

Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromner biasanya

jari tidak mengembang ketika diberi reflek.

b. Ekstremitas Bawah

Pada pemeriksaan reflek, biasanya pada saa

pemeriksaan bluedzenky 1 kaki kiri pasien fleksi

bluendzensky (+). Pada saat telapak kakai digores biasanya

jari tidak mengembang reflek babinsky (+). Pada saat dorsal

pedis digores biasanya jari kaki juga tidak berespon reflek

caddok (+). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah

biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi reflek openheim

(+), dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien

tidak merasakan apa-apa reflek gordon (+). Pada saat

dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat

diketukkan reflek patella (+).


g. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Setelah melakukan pengkajian keperawatan, dapat melangkah

selanjutnya ke tahap menentukan diagnosis keperawatan. Adapun

beberapa diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada

penderita stroke non hemoragic, yaitu (SDKI, 2017) :

a) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

neuromuscular (D.0054)

b) Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan

penurunan sirkulasi darah ke otak (D.0017)

c) Resiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan otot menurun (D.0143)

d) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan

neuromuscular (D.0109)

e) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan

neuromuscular (D.0119).
29
1. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


1. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Dukungan Mobilisasi
berhubungan dengan gangguan 3x24 jam, diharapkan mobilitas meningkat (I.05173) Observasi :
neuromuscular (D.0054) (L.05042) dengan kriteria hasil : - Identifikasi adanya nyeri atau
Pergerakan ekstremitas meningkat (5) keluhan fisik lainnya
Kekuatan otot meningkat (5) - Identifikasi toleransi fisik melakukan
Rentang gerak (ROM) meningkat (5) pergerakan
Kaku sendi menurun (5) - Monitor frekuensi jantung dan
Gerakan terbatas menurun (5) tekanan darah sebelum memulai
Kelemahan fisik menurun (5) mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik :
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu (mis. pagar tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
30

- Ajarkan mobilisasi sederhana yang


harus dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)
2. Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Menejemen Peningkatan Tekanan
efektif berhubungan dengan 3x24 jam, diharapkan perfusi serebral meningkat Intrakranial (I.06198)
penurunan sirkulasi darah ke (L. 02014) dengan kriteria hasil : Observasi :
otak (D.0017) Tingkat kesadaran meningkat (5) - Identifikasi penyebab peningkatan
Kognitif meningkat (5) TIK (mis.lesi, gangguan
Tekanan intra kranial menurun (5) metabolisme, edema serebral)
Sakit kepala menurun (5) - Monitor tanda/gejala peningkatan
Demam menurun (5) TIK (mis. tekanan darah meningkat,
Nilai rata-rata tekanan darah membaik (5) tekanan nadi melebar, bradikardia,
Kesadaran membaik (5) pola napas ireguler, kesadaran
Tekanan darah sistolik membaik (5) menurun)
Tekanan darah diastolik membaik (5) - Monitor status pernapasan
Reflek saraf membaik (5) - Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
- Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari manuver valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian sedasi dan
antikonvulsan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu
31

-
Kolaborasi pemberian pelunak tinja,
jika perlu
3. Resiko jatuh dibuktikan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan Jatuh (I. 14540)
kekuatan otot menurun 3x24 jam, diharapkan tingkat jatuh menurun Observasi :
(D.0143) (L.14138) dengan kriteria hasil : - Identifikasi faktor risiko jatuh
Jatuh dari tempat tidur menurun - Identifikasi risiko jatuh
(5) Jatuh saat berdiri menurun (5) setidaknya sekali setiap shift
Jatuh saat duduk menurun (5) - Identifikasi faktor lingkungan
Jatuh saat berjalan menurun (5) yang meningkatkan risiko jatuh
Jatuh saat dipindahkan menurun (5) - Hitung risiko jatuh dengan
Jatuh saat naik tangga menurun (5) menggunakan skala skala
Jatuh saat di kamar mandi menurun (mis.Fall Morse Scale Humpty
(5) Jatuh saat membungkuk menurun Dumpty Scale) jika perlu.
(5) - Monitor kemampuan berpindah
dari tempat tidur ke kursi roda
dan sebaliknya
Terapeutik :
- Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam kondisi
terkunci
- Pasang handrall tempat tidur
- Atur tempat
Edukasi :
- Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki
yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi untuk
32

menjaga keseimbangan tubuh


- Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
- Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat
4. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
berhubungan dengan gangguan 3x24 jam, diharapkan mampu melakukan atau Observasi :
neuromuscular (D.0109) menyelesaikan aktivitas perawatan diri (L.11103) - Identifikasi kebiasaan aktivitas
dengan kriteria hasil : sesuai usia
Kemampuan mandi meningkat (5) - Monitor tingkat kemandirian
Kemampuan mengenakan pakaian meningkat (5) - Identifikasi kebutuhan alat bantu
Kemampuan makan meningkat (5) kebersihan diri, berpakaian, berhias
Kemampuan ke toilet BAB/BAK meningkat (5) dan makan
Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri Terapeutik :
meningkat (5) - Sediakan lingkungan yang terapeutik
Minat melakukan perawatan diri meningkat (5) (mis. suasana hangat, rileks, privasi)
Mempertahankan kebersihan diri meningkat (5) - Siapkan keperluan pribadi (mis.
Mempertahankan kebersihan mulut meningkat(5) Parfum, sikat gigi, dan sabun mandi
- Dampingi dalam melakukan
perawatan diri sampai mandiri
- Fasilitasi untuk menerima keadaan
ketergantungan
- Fasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu melakukan perawatan
diri
- Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi :
- Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
30

5. Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Promosi Komunikasi: Devisit Bicara
berhubungan dengan gangguan 3x24 jam, diharapkan komunikasi verbal (I.13492)
neuromuscular (D.0119) (L.13118) dengan kriteria hasil: Observasi :
Kemampuan berbicara meningkat (5) - Monitor kecepatan, tekanan,
Kemampuan mendengar meningkat (5) kuantitas, volume dasn diksi bicara
Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat (5) - Monitor proses kognitif, anatomis,
Kontak mata meningkat (5) dan fisiologis yang berkaitan dengan
Respon perilaku membaik (5) bicara
Pemahaman komunikasi membaik (5) - Monitor frustrasi, marah, depresi
atau hal lain yang menganggu bicara
- Identifikasi prilaku emosional dan
fisik sebagai bentuk komunikasi
Terapeutik :
- Gunakan metode komunikasi
alternative (mis: menulis, berkedip,
papan Komunikasi dengan gambar
dan huruf, isyarat tangan, dan
computer)
- Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri di depan
pasien, dengarkan dengan seksama,
tunjukkan satu gagasan atau
pemikiran sekaligus, bicaralah
dengan perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan Komunikasi
tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami ucapan
pasien.

30
31

- Modifikasi lingkungan untuk


meminimalkan bantuan
- Ulangi apa yang disampaikan pasien
- Berikan dukungan psikologis
- Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan berbicara perlahan
- Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis dan fisiologis
yang berhubungan dengan
kemampuan berbicara

Kolaborasi :
- Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis

Sumber : SDKI- SIKI-SLKI


(PPNI, 2018)
(PPNI, 2019)

31
1. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang

dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil

yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada

kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan

keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi

(Debora, 2013).

2. Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana

tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan

berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Evaluasi keperawatan mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan

tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan

keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan

klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Debora,

2013).

32
BAB III

METODE PENILITIAN

A. Jenis dan desain penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan adalah jenis

penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus, teknik

pengumpulan data dengan wawancara, observasi, serta penelitian studi kasus

ini dilakukan untuk menerapkan asuan keperawatan pada pasien non

hemoragic stroke. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan

keperawatan dengan masalah stroke non hemoragik meliputi pengkajian,

diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Asuhan keperawatan ini

menggambarkan perbedaan antara dua pasien dengan diagnosa medis stroke

non hemoragik.

B. Tempat dan waktu penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di ruangan seruni UPT RSUD Kabupaten

Banggai.

2. Waktu Penelitian

Studi kasus ini dilaksanakan sesuai dengan jadwal pada tahun mei 2023

33
.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pasien dengan stroke hemoragik berdasarkan data pasien di UPT

RSUD Kabupaten Banggai sebanyak 144 pasien Sampel

Sampel yang diambil berjumlah 2 orang yang didapat dari populasi

dengan kriteria insklusi:

a. Pasien dengan dignosa medis stroke hemoragik diruang seruni UPT

RSUD Kabupaten Banggai..

b. Pasien dan keluarga bersedia menjadi responden.

c. Kejadian stroke dari kedua partisipan merupakan serangan stroke yang

sudah berulang.

Kriteria ekslusi: pasien stroke pulang dan meninggal dengan melakukan

asuhan keperawatan asuhan keperawatan.

D. Variabel penelitian dan definisi operasional

1. Variabel penelitian

Variabel dependen (terikat) pada penelitian ini adalah stroke

hemoragik berdasarkan rekam medis pasien yang telah di diagnosis oleh

dokter.

34
2. Definisi operasional

Definisi oprasional adalah petunjuk bagimana suatu variable diukur,

uraian tentang batasan variable yang dimaksud atau tentang apa yang

diukur oleh variable yang bersangkutan.

E. Pengumpulan data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode

wawancara kepada pasien dan keluarga, observasi, dan pemeriksaan fisik pada

sistem tubuh pasien dan studi dokumentasi dari rekam medik termasuk

didalamnya studi kepustakaan dan internet.Adapun cara pengumpulan data

pada penyusunan studi kasus ini antara lain:

a. Wawancara

Wawancara yaitu hasil anamnesa berisi tentang identitas klien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,

riwayat penyakit keluarga dan lain-lain. Sumber data yang didapatkan bisa

dari klien, keluarga, atau rekam medik.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk memeriksa kondisi tubuh

klien dan membantu dalam mendiagnosis penyakit. Hasil pemeriksaan ini

kemudian digunakan untuk merencanakan perawatan lanjutan.

Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan secara sistematis mulai dari kepala

35
hingga kaki (head to toe) yang dilakukan dengan menggunakan teknik:

inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi bagian tubuh klien.

c. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan data yang didapat dari pemeriksaan

diagnostik. Pemeriksaan diagnostik yang dimaksud ialah seperti

pemeriksaan Ct-Scan, Magnectic Resonance Imagine (MRI), Pemeriksaan

foto thorax dan pemeriksaan laboratorium.

F. Pengolahan Data

Data diolah menggunakan aturan yang disesuaikan dengan

pendekatan studsi kasus asuhan keperawatan. Dalam analisis data, data

yang dikumpulkan dikaitkan dengan konsep, teori, prinsip yang relevan

untuk membuat kesimpulan dan menentukan masalah keperawatan. Cara

analisis data: validasi data, teliti kembali data yang telah terkumpul,

mengelompokan data berdasarkan kebutuhan bio-psiko-sosial-spritual,

membandingkan data-data hasil pengkajian, diagnosa, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi yang abnormal dengan konsep teori antara 2

responden dan membuat kesimpulan tentang masalah keperawatan yang

ditemukan dalam kasus.

G. Analisa data

Setelah melakukan pengumpulan data selanjutnya adalah melakukan

analisa data. Analisa data adalah rangkaian kegitan penelaahan,

pengelompokan, sistematisasi, penafsiaran dan verivikasi data agar sebuah

36
fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah (Siyoto. S & Sadik.

M.A, 2015).

H. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan menggunakan format

pengkajian asuhan keperawatan medikal bedah, berupa tabel maupun teks

naratif. Kerahasian dari pasien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari pasien. Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel,

gambar, bagan, maupun teks naratif. Kerahasian dari pasien dijamin

dengan jalan mengaburkan identitas dari pasien.

37
DAFTAR PUSTAKA

Anwairi, U. (2020). Manajemen Asuhan Keperawatan Psikososial Dengan Masalah

Kecemasan Pada Penderita Stroke.

Abdul Aziz trimardani1, A.D. (2022) ‘Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke

Hemoragik di Ruang Arimbi RST Wijayakusuma Purwokerto’, Jurnal

Ilmiah Multidisiplin, 1(8), pp. 2764–2769.

Batticaa.2018. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan

Jakarta : Salemba Medika

Bakhtiar, Y., & Rochana, N. (2020). Sensitivitas dan Spesifitas Skor Stroke

Literature Review,18(2).

Dinkes Sulawesi Tengah. (2020). Profil Kesehatan Tahun 2020.

http://www.dinkes.sultengprov.go.id/.https://dinkes.sultengprov.go.id/

wpcontent/uploads/2018/06/profil-kesehatan-tahun-2020.pd

Debora, O. (2013). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik.

Handayani, D., & Dominica, D. (2018). Gambaran drug related problems (DRP’s)

pada penatalaksanaan pasien stroke hemoragik dan stroke non hemoragik

di RSUD Dr M Yunus Bengkulu. Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian

Indonesia, 5(1), 36–44.

38
https://dinkes.sultengprov.go.id/wp-content/uploads/2022/05PROFIL-DINAS-

KESEHATAN-2021.pdf

Jannah, P. I., & Djannah, R. S. N. (2021). Pengembangan Permainan Ular Tangga

Sebagai Media Promosi Kesehatan Tentang Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat. Medika Respati: Jurnal Ilmiah Kesehatan, 15(4), 245–252.

Kemenkes RI. (2019). Stroke Don’t be The one - Info Datin Kemenkes RI.

kementerian kesehatan RI.

Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and Prevention.

Jurnal Ilmiah Kedokteran Medika Tandulako, 1(1), 60–73.

Nurarif, Amin Huda (2015), Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis:

Jogjakarta: Mediaction

Nusatirin. (2018). Asuhan Keperawatan Tn. H Dengan Stroke Non Hemoragik Di

Ruang Bougenvil Rumah Sakit Tk. Ii Dr. Soedjono Magelang

P2PTM Kemenkes RI. (2018). Faktor Risiko Stroke yang Bisa diubah. kementerian

kesehatan RI. http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic- p2ptm/stroke/faktor-

risiko-stroke-yang-bisa-diubah

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan

Indikator Diagnostik ((cetakan II) 1 ed.). DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan

Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). DPP PPNI.

39
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan ((cetakan II 1 ed.). DPP PPNI.

Rahmadhani, S. M. D., Diana, M., Lestari, M. D., & Riesmiyatiningdyah, R. (2020).

Asuhan Keperawatan pada Ny. D dengan diagnosa medis cerebro

vaskular accident bleeding di ruang krissan RSUD Bangil Pusuruhan.

Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal of

Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah. Jakarta: EGC

Soewarno, S. A., & Annisa, Y. (2017). Pengaruh hipertensi terhadap terjadinya stroke

hemoragik berdasarkan hasil ct-scan kepala di instalasi radiologi RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo. MEDISAINS, 15(1), 39–46.

Setiyawan, S., Nurlely, P. S., & Harti, A. S. (2019). Pengaruh Mirror Therapy

Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien Stroke Di RSUD Dr.

Moewardi. JKM (Jurnal Kesehatan Masyarakat) Cendekia Utama, 6(2),

49. https://doi.org/10.31596/jkm.v6i2.296

40
Saidi, S., & Andrianti, S. (2021). Perbedaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan

Teknik Slow Stroke Back Massage Terhadap Skala Nyeri Pada Penderita

Low Back Pain Di Puskesmas Jaya Loka. Injection: Nursing Journal,

1(1), 32–43.

Siyoto. S & Sadik. M.A, 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi

Media Publishing.

Wijaya & Putri.2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

WHO. (2020). The top 10 causes of death. World Health Organization.

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/the-top-10-causes-ofdeath

World Stroke Organization. (2019). Kasus Baru dan Kematian Stroke. World Stroke

Organization.https://www.world-stroke.org/publications

andresources/international-journal-of-stroke

Yuniarti, I.I., Kariasa, I.M. and Waluyo, A. (2020) ‘Efektifitas Intervensi Self-

Management pada Pasien Stroke’, Jurnal Keperawatan Global, 5(1), pp.

6–17. Available at: https://doi.org/10.37341/jkg.v5i1.94.

41

Anda mungkin juga menyukai